Anda di halaman 1dari 9

Rock-Eval Pyrolisis

Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk
dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa
oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini
memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat
dalam batuan induk (kerogen) (Espitalie et al., 1977).
Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-parameter :
a. S1 (free hydrocarbon)
S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui
proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk
insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya
akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon)
b. S2 (pyrolisable hydrocarbon)
S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen
yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan
secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat
berubah menjadi petroleum. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram
batuan (mg HC/g Rock).
c.

S3
S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2
ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan
tingkat oksidasi selama diagenesis.

d. Tmax
Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan
untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel 3.4). Harga Tmax yang terekam
sangat dipengaruhi oleh jenis material organik. Kerogen Tipe I akan membentuk
hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax
sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak
dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga
dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan
sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit yang umum terdapat dalam batuan
induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).

Pembacaan hasil rock- eval pyrolisis (dimodifikasi dari Peters, 1986)


Kombinasi parameter parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval Pyrolisis dapat
dipergunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk, antara lain :
a. Potential Yield (S1 + S2)
Potential Yield (PY) menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa
komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai
penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses
pematangan batuan induk dan jumlah ini mewakili generation potential batuan induk.
b. Production Index (PI)
Nilai PI menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas relatif (S 1) terhadap jumlah total
hidrokarbon yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan
batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen sehingga S2 berubah menjadi S1.
c.

Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)


HI merupakan hasil dari S2 x 100/TOC dan OI adalah S3 x 100/TOC. Kedua
parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat kematangan. Harga HI
yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi oleh material organik yang bersifat oil
prone, sedangkan nilai OI tinggi mengindikasikan dominasi material organik gas prone.
Waples (1985) menyatakan nilai HI dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon
utama dan kuantitas relatif hidrokarbon yang dihasilkan
Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)
HI
Produk utama
Kuantitas relatif
<150
Gas
Kecil
150 300
Minyak dan gas
Kecil
300 450
Minyak
Sedang
450 600
Minyak
Banyak
> 600
Minyak
Sangat banyak

Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisis rock-eval pyrolisis dapat dilakukan dengan
mengeplotkan nilai nilai HI dan OI pada diagram "pseudo" van Krevelen, atau dengan
menggunakan plot HI Tmax.
Studi Kasus
Dengan memplot parameter - parameter REP versus kedalaman dengan dikombinasikan
data - data lain (dalam contoh adalah data TOC dan %Ro) dapat disusun profil geokimia suatu
sumur. Berdasarkan profil tersebut kita dapat membuat suatu interpretsi mengenai kuantitas,
kualitas dan tingkat kematangan serta perkiraan posisi oil window dan gas window . Berikut
adalah contoh profil geokimia sumur X dan Y di cekungan Sumaetra Tengah.

http://petroleumgeoscience.blogspot.com/2008/12/tipe-kerogen.html

Tipe Kerogen
Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan
oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen
tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005),
yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples,
1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van
Krevelen

Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)


Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi( l,5), dan O/C rendah
(< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid
(misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang.
Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki
sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih
rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini
menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau
minyak.
Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun
tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus,
kaya material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan
(tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal
seperti lagoondan danau.

Kerogen Tipe II (oil and gas prone)


Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 1,5),
sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 0,2). kerogen tipe ini dapat
menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya.
Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda beda yaitu
alga laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa
berasal dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara

material

organik autochton berupa phytoplankton (dan

juga zooplankton dan


didominasi

oleh

bakteri)

material

dari

bersama-sama

dengan

tumbuh-tumbuhan

kemungkinan

material allochton yang

seperti

polen

dan

spora.

Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara kerogen tipe I


dan tipe III.
Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan
kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari
material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik
rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar
naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang
dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan
sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut dapat
dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe IIS dengan persen berat belerang (S)
organik 8 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).

Kerogen Tipe III (gas prone)


Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0)
dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif
rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan
oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat.
Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit
mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan
besar untuk membentuk gas (gas prone).

Kerogen Tipe IV (inert)


Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam
dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit
dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan
hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang
sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah

teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan


pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.

Contoh Kasus
Penentuan
pirolisis, analisa

tipe
elemen

kerogen

umumnya

atau dengan

menggunakan

menggunakan

hasil

teknik

analisa
petrografi

organik. Petrografi organik menggunakan sayatan poles yang diamati dibawah


mikroskop binokuler khusus yang memiliki sumber sinar fluoresensi.
Berikut adalah contoh evaluasi tipe kerogen yang Penulis kerjakan pada
sumur - sumur di suatu subcekungan Sumatra Tengah.

Plot HI OI dalam diagram

"pseudo" van Kravelen menunjukkan bahwa sebagian besar data jatuh pada
konjugasi antara jalur evolusi kerogen Tipe I dan II (pada area tipe kerogen II/III),
sebagian kecil jatuh pada jalur evolusi kerogen tipe III dan 1 data jatuh di dasar
grafik yang menunjukkaninert carbon (kerogen tipe IV). Plot HI Tmax juga
menunjukkan bahwa secara umum batuan induk memiliki kerogen tipe II sampai III
dengan

dominasi

kerogen tipe II/III (oil and gas prone), dengan demikian

disimpulkan bahwa batuan induk memiliki kualitas material organik yang mampu
menghasilkan minyak maupun gas. Plot diagram kravelen berdasarkan sampel
analisis elemen menunjukkan batuan induk hal yang senada dengan plot diagram
pseudo-kravelen yang berdasarkan hasil analisa pirolisis.

Penentuan tipe kerogen Formasi Brown Shale berdasarkan REP (a) plot diagram
"Pseudo" van Kravelen dan (b) Diagram HI Tmax

Plot diagram van Kravelen sampel berdasarkan analisis elemen

Anda mungkin juga menyukai