Anda di halaman 1dari 2

QOSIDAH BURDAH

Burdah (audio dan text pdf) yang selama ini kita kenal tidak hanya tertuju kepada
gubahan-gubahan al-Bushiri. Burdah ternyata juga memiliki akar yang kuat dalam
budaya dan kesejarahan sastra di masa Rasulullah SAW.
A. Burdah Masa Nabi Muhammad saw.
Barangkali, selama ini kita, kalangan pesantren, hanya mengenal Burdah karya alBushiri semata. Padahal, ada kasidah Burdah lain yang muncul jauh sebelum alBushiri lahir (abad ke tujuh H, atau abad tiga belas M.). Kasidah itu adalah bait-bait
syair yang di gubah oleh seorang sahabat yang bernama lengkap Kaab bin Zuhair
bin Abi Salma al-Muzny. Sebagai ungkapan persembahan buat Nabi Muhammad Saw.
Kaab termasuk salah seorang Muhadrom, yakni penyair dua zaman: Jahiliyah
dan Islam.
Ada kisah menarik dibalik kemunculan Burdah Kaab bin Zuhair ini. Mulanya, ia
adalah seorang penyair yang suka menjelek-jelekkan Nabi dan para sahabat dengan
gubahan syairnya, kemudian ia lari untuk menghindari luapan amarah para sahabat
Nabi.
Pada peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota Mekah), saudara Kaab yang bernama
Bujair bin Zuhair berkirim surat padanya yang berisikan antara lain: anjuran agar
Kaab pulang dan menghadap Rasulullah. Kaab-pun kembali dan bertobat. Lalu ia
berangkat menuju Madinah dan menyerahkan dirinya kepada Rasul melalui
perantaraan sahabat Abu Bakar. Diluar dugaan Kaabb, ia justru mendapat
kehormatan istimewa dari baginda. Begitu besarnya penghormatan itu, sampai-sampai
Rasul rela melepaskan Burdah (jubah yang terbuat dari kain wol/sufi)nya dan
memberikannya pada Kaab.
Dari sini, Kaab kemudian menggubah qasidah madahiyah (syair-syair pujaan)
sebagai persembahan pada baginda Nabi yang terkenal dengan nama kasidah
Banat Suad (Wanita-wanita Bahagia.) Kasidah ini terdiri dari 59 bait,
dan disebut juga kasidah Burdah. Di antara prosa berirama gubahan Kaab adalah Aku
tahu bahwa Rasul berjanji untuk memaafkanku/dan pengampunannya adalah dambaan
setiap insan/Dia adalah pelita yang menerangi mayapada/pengasah pedang-pedang
Allah yang terhunus
Burdah (jubah) pemberian Nabi itu, kemudian dibeli oleh sahabat Muawiyah bin
Abi Sufyan dari putra Kaab. Dan biasa dipakai oleh khalifah-khalifah setelah
Muawiyah pada hari-hari besar.
B. Burdah Al-Bushiri
Kasidah Burdah karya Syaikh al-Bushiri, adalah salah satu karya sastra Islam paling
populer. Ia berisikan sajak-sajak pujian kepada Nabi Muhammad Saw. yang biasa
dibacakan pada setiap bulan maulid/Rabiul Awal, bahkan di beberapa belahan negeri
Islam tertentu, Burdah kerapkali dibacakan dalam setiap even.

Sajak-sajak pujian untuk Nabi dalam kesusastraan Arab di masukkan dalam genre
(bagian) al-madaih al-Nabawiyah. Sedang dalam kesusastraan Persia dan Urdu,
dikenal sebagai kesusastraan natiyah (bentuk plural nat yang berarti pujian).
Dalam tradisi sastra Arab, al-madaih atau natiyah mula-mula ditulis oleh
Hasan ibnu Tsabit, Kaab bin Malik dan Abdullah bin Rawahah. Sedang yang
paling terkenal ialah Kaab bin Zuhair.
Pada abad ke-11 H., muncul seorang penyair al-madaih terkemuka, Salabi, yang
juga seorang kritikus sastra. Namun munculnya al-Bushiri dengan Burdahnya,
sebagaimana munculnya karya Majduddin Sanai dalam bahasa Persia, al-madaih
atau natiyah mencapai fase baru, yaitu tahapan sufistik, karena bernuansa nafas
tasawuf. Lahirnya karya kedua penyair ini yang membuat puisi al-madaih
berkembang pesat dalam kesusastraan Islam. Khusus karya al-Bushiri, selain sangat
populer, ia juga sangat besar pengaruhnya terhadap kemunculan berbagai bentuk
kesenian umat Islam. Karya al-Bushiri juga memberikan pengaruh yang tidak sedikit
dalam mengoptimalkan metode dakwah Islamiyah, pendidikan dan ilmu retorika
(ilmu Badi )
Nama Burdah muncul setelah pengarangnya mengemukakan latar belakang
penciptaan karya monumentalnya ini. Ketika al-Bushiri mendapat serangan jantung,
sehingga separuh tubuhnya lumpuh, dia berdoa tak henti-hentinya sembari
mencucurkan air mata, mengharapkan kesembuhan dari Tuhan. Kemudian dia
membacakan beberapa sajak pujian. Suatu saat dia tidak dapat menahan kantuknya,
lantas tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia berjumpa Nabi Muhammad saw.
Setelah Nabi menyentuh bagian tubuhnya yang lumpuh, beliau memberikan jubah
sufi (Burdah) kepada al-Bushiri Kemudian aku terbangun dan kulihat diriku telah
mampu berdiri seperti sediakala ujar Syekh al-Bushiri.
Awalnya, al-Bushiri memberi nama karyanya ini dengan nama kasidah Mimiyah,
karena bait-bait sajaknya diakhiri dengan huruf Mim, selanjutnya kasidah ini dikenal
dengan kasidah Baraah, sebab menjadi cikal bakal sembuhnya sang pujangga
dari kelumpuhannya. Hanya saja nama kasidah Burdah lebih populer di
kalangan umat Islam dibanding sebutan yang lain.
Kasidah Burdah terdiri atas 162 sajak dan ditulis setelah al-Bushiri menunaikan
ibadah haji di Mekkah. Dari 162 bait tersebut, 10 bait tentang cinta, 16 bait tentang
hawa nafsu, 30 tentang pujian terhadap Nabi, 19 tentang kelahiran Nabi, 10 tentang
pujian terhadap al-Quran, 3 tentang Isra Miraj, 22 tentang jihad, 14
tentang istighfar, dan selebihnya (38 bait) tentang tawassul dan munajat.
Kasidah Burdah telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia; seperti Persia,
India, Pakistan, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pastun, Indonesia, Sindi dan lain-lain.
Di Barat, ia telah diterjemahkan antara lain ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman,
Spanyol dan Italia.

Anda mungkin juga menyukai