Anda di halaman 1dari 20

Memaksimalkan lampu flash.

Mari belajar bersama mengenai lampu flas pada kamera. Artikeli yang saya ambil dari :
Erwin Mulyadi mengenai bagaimana cara memaksimalkan lampu kilat atau flash.tidak salah jika
saya mengunggahnya kembali guna untuk belajar saya dan teman yang lain yang membaca artike
ini.
Berbagai cara memaksimalkan fungsi lampu kilat (flash)
Kategori: KAMERA DIGITAL
Oleh: Erwin Mulyadi
Lampu kilat pada kamera berfungsi untuk menjadi sumber cahaya sesaat yang bisa membuat
obyek yang difoto menjadi terang. Pada kamera modern lampu kilat sudah diberikan berbagai
mode lanjutan yang berguna untuk memberikan hasil yang berbeda dan lebih baik. Bagaimana
cara memaksimalkan penggunaan lampu kilat pada kamera sehingga dapat memberi hasil yang
memuaskan?
Sebelum membahas ke arah sana, kita kenali dulu macam-macam lampu kilat yang ada, yaitu
flash yang built-in (menjadi satu dengan kamera) dan flash terpisah (eksternal). Eksternal flash
ditenagai dengan baterai tersendiri dan punya mode yang lebih lengkap. Keduanya punya
temperatur warna yang sama yaitu di kisaran 5600 Kelvin, namun berbeda dalam intensitas
(Guide Number/GN) alias kekuatan flash. Kekuatan flash akan semakin melemah bila jarak dari
flash terhadap obyek semakin jauh.
Kekuatan cahaya dari flash diatur dengan dua cara yaitu auto dan manual. Kebanyakan flash
adalah auto atau di DSLR disebut dengan TTL. Bila flash diatur secara manual maka ada pilihan
untuk mengatur kekuatan flash dari yang terbesar hingga terkecil. Pada kamera yang bekerja
otomatis, shutter speed kamera saat memakai flash umumnya adalah 1/60 detik. Apabila hasil
foto dengan flash ternyata kurang memuaskan (under atau over), cek apakah di kamera anda ada
fasilitas untuk mengkompensasi keluaran flash ke nilai positif dan negatif. Bila ada, maka kita
bisa melakukan kompensasi supaya keluaran flash bisa lebih terang atau lebih dikurangi
terangnya.
Kondisi yang memerlukan flash di siang hari
Fungsi flash di siang hari lebih banyak dipakai untuk menyeimbangkan kontras, dinamakan
sebagai fill-in flash (mengisi daerah yang gelap). Gunakan flash di siang hari bila obyek yang
difoto lebih gelap dari latarnya, atau obyek berada di bawah bayang-bayang pohon. Sinar dari
flash akan menerangi area yang gelap sehingga bisa didapat gambar yang terang pada obyek dan
latarnya.
Fill-flash di siang hari juga bisa untuk membuat langit jadi tampak biru. Seperti yang sudah biasa
kita alami, memotret obyek dengan latar langit biru di siang hari cukup sulit. Metering kamera
akan berusaha mendapat eksposur yang tepat pada obyek sehingga bila latarnya adalah langit

akan menjadi over eksposur. Langkah termudah bagi pemula (dengan kamera saku misalnya)
adalah menurunkan Ev ke arah minus hingga langit menjadi biru, meski obyek akan jadi gelap.
Tapi jangan kuatir, karena dengan fill-in flash maka obyek yang gelap akan diterangi oleh lampu.
Oleh karenanya, pastikan jarak si obyek dalam jangkauan lampu kilat.
Untuk kamera yang dilengkapi manual mode, lakukan tahap-tahap sebagai berikut :

set mode dial ke arah manual


set shutter di nilai 1/panjang fokal (misal pakai 50mm maka buat speed di 1/50 detik)

atur bukaan diafragma hingga light meter menunjukkan nilai under (bisa 1 Ev)

atur fokus supaya mengunci di obyek, lakukan rekomposisi bila perlu

ambil foto dengan fill-in flash

Bila kamera anda ada tombol AE-lock/AF-lock, cukup manfaatkan tombol ini saja :

set tombol AE-L untuk mode exposure-lock saja (baca lagi buku manual), sedang focuslock dilakukan dari tombol rana
mode dial pada kamera bebas, bisa P (program), A (Aperture) atau S (Shutter)

terlebih dahulu lakukan metering ke langit, lalu kunci eksposur dengan tombol AE-L

arahkan kamera ke obyek lalu kunci fokus ke obyek, lakukan rekomposisi bila perlu

ambil foto dengan fill-in flash

Gunakan mode slow sync supaya latar tidak gelap


Pada kondisi gelap di malam hari, lampu kilat menjadi harapan untuk kita bisa tetap memotret.
Namun karena kekuatannya yang terbatas, memotret di malam hari hanya akan memberikan
penerangan di obyek yang dekat, sedang latar belakangnya akan gelap. Hal yang mengecewakan
adalah saat kita ingin difoto di malam hari dengan latar lampu yang beraneka warna namun
ternyata tidak tampak jelas karena gelap. Hal ini karena default setting untuk lampu kilat adalah
memakai shutter 1/60 detik. Untuk mendapat foto yang lebih natural, kita perlu menurunkan
speed lebih rendah dari nilai default sehingga kamera punya waktu cukup banyak untuk
menangkap cahaya sekitar (bila ada) meskipun memakai lampu kilat.
Pada kebanyakan kamera digital modern kini sudah dilengkapi dengan mode slow-sync flash,
yang artinya lampu kilat yang digabungkan dengan speed rendah. Yang perlu diperhatikan saat
memakai mode ini diantaranya :

slow sync artinya memakai shutter speed rendah (antara 1/4 detik hingga 1/30 detik),
hindari getaran tangan saat memotret dengan mengaktifkan stabilizer atau gunakan tripod
saat memakai mode ini, mintalah si obyek untuk diam sampai flash menyala
carilah latar belakang yang memiliki sumber cahaya natural seperti lampu hias atau
gedung yang berpendar

Gunakan rear sync (2nd curtain) untuk menangkap jejak dari gerakan
Hampir mirip seperti trik di atas, ada juga kamera yang menyediakan fitur flash advanced yaitu
front sync dan rear sync. Sederhananya, perbedaan keduanya adalah pada kapan waktu si lampu
itu menyala :

Front Sync (1st curtain) adalah default lampu kilat, dia menyala sesaat setelah tombol
ditekan dan shutter terbuka
Rear Sync (2nd curtain) adalah kondisi sebaliknya, dia menyala sesaat menjelang shutter
ditutup.

Perhatikan kedua perbedaan di atas, bila shutter speed yang digunakan tinggi, maka tidak ada
perbedaan antara keduanya. Namun saat kita memakai speed rendah (misal 1/2 detik), maka
kapan lampu menyala akan memberi perbedaan hasil, apalagi bila ada pergerakan obyek disana.
Apalagi mode lanjutan ini disedikan khusus buat memberi kesan bergerak pada sebuah obyek,
dengan memanfaatkan speed rendah dan lampu kilat.
Sedangkan Rear Sync akan menembakkan flash saat shutter akan ditutup, sehingga kamera
sudah terlebih dahulu merekam jejak gerakan, barulah diakhiri dengan menembakkan lampu
kilat. Hasilnya, foto unik dengan kesan gerakan yang terekam apik seperti contoh diatas.
Bouncing untuk hasil foto yang lebih alami
Teknik bouncing memerlukan lampu kilat eksternal yang ditembakkan ke atas, tentunya apabila
terdapat langit-langit yang berwarna putih dan ketinggiannya cukup dekat dengan kita. Dengan
memantulkan sinar flash ke langit-langit, maka jatuhnya cahaya yang menerangi obyek datang
dari atas bukan dari depan. Keuntungannya, cahaya yang mengenai obyek tidak terlalu keras dan
lebih merata.
Pisahkan flash dari bodi
Inilah yang disebut dengan strobist, yaitu berkreasi dengan flash yang dipisah dari bodi.
Tujuannya untuk memberikan foto dengan arah datang cahaya yang berbeda dari biasanya.
Untuk itu diperlukan kamera dan flash yang mendukung wireless mode. Namun bagi yang
kamera atau flashnya tidak mendukung fitur tersebut jangan kecil hati karena kini banyak dijual
wireless trigger dan receiver dalam paket yang terjangkau.
Cara Setting Kamera DSLR
hargakamera | 29. Sep, 2012 | 0 Comments
Hargakamera.net, Cara Setting Kamera DSLR Peminat kamera DSLR tahun ini memang
sangat melonjak tajam. Hal ini di sebabkan karena Kamera DSLR mempunyai segudang manfaat
untuk menghasilkan gambar yang bagus serta mendapatkan pundi-pundi uang dan pengalaman.
Akan tetapi banyak pula masyarakat yang mampu membeli kamera DSLR hanya untuk sekedar
pelengkap dan gaya masa kini. Memang trend masa kini anak muda dan ABG adalah menenteng

kamera DSLR ke mall,ke tempat-tempat ramai untuk sekedar mengambil gambar sendiri dan
narsis-narsisan bersama teman-teman.
Jika anda termasuk orang yang masuk pada categori di atas yang hanya sekedar mengikuti Trend
menggunakan kamera DSLR, sejauh manakah anda dalam menguasai kamera DSLR yang anda
miliki tersebut? Apakah anda masih saja menggunakan pengaturan AUTOMATIS pada saat
mengambil gambar? Atau anda sudah menggunakan pengaturan MANUAL dalam mengatur
cahaya dan pengambilan gambar? Di sini kami akan memberikan solusi bagi anda yang masih
menggunakan kamera DSLR dengan pengaturan Automatis. Pada postingan kali ini saya akan
mengajak anda untuk mengoptimalkan semua fitur -fitur manual yang terdapat pada kamera
DSLR anda.
Langkah awal yang harus anda lakukan adalah melihat di fitur kamera anda apakah ada beberapa
tulisan yang asing dan mungkin anda tidak tahu apa maksud, fungsi dari tulisan tersebut.
1. Manual sensitivity/ISO maksudnya adalah kamera ini telah disediakan beberapa pilihan untuk
menentukan nilai sensitivitas sensor/ISO mulai dari AUTO, 100, 200, 400 hingga 1600
2. Advance Shooting Mode :
P adalah (Program)
A adalah (Aperture Priority),
S adalah (Shutter Priority),
M adalah (Manual).
3. Exposure Compensation maksudnya adalah mempunyai fungsi untuk mengatur pencahayaan
yang kita inginkan. Jika kondisi dalam keadaan gelap, maka anda bisa naikkan ke arah positif
jika anda ingin gambar menjadi terang,dan sebaliknya.
4. Manual focus . Fitur ini mempunyai fungsi untuk mengunci objek foto yang tidak cukup
pencahayaan jikalau autofocus pada kamera DSLR anda gagal mencari focus pada objek foto.
5. Manual White Balance, fitur ini mempunyai fungsi untuk memperoleh temperatur warna yang
sama dengan aslinya.
6. Flash intensity level, fitur ini mempunyai fungsi untuk merubah kekuatan cahaya yang
terdapat pada lampu kilat yang ada di kamera.
Fitur manual apakah yang mempunyai dampak paling serius terhadap kualitas hasil
foto/jepretan anda?
Tulisan selengkapnya bisa anda download di sini via Ziddu (gratis tidak dipungut biaya). Disini
akan dijabarkan secara jelas apa itu Shutter speed (kecepatan rana), Aperture (diafragma) dan
ISO. Kemudian fitur manual P/A/S/M dan fitur manual ISO. kemudian apa fungsi dari Shutter
dan aperture.
Tidak hanya itu saja, fungsi dari Program mode (P),Aperture-priority mode (A, atau Av),Shutterpriority mode (S, atau Tv),Manual mode (M) juga akan kami jelaskan secara jelas di sini.
Harapan kami semoga Tips ini bermanfaat buat anda. Dengan di sediakan artikel tentang Cara
Setting Kamera DSLR di atas dengan format Word, diharapkan anda bisa membacanya tanpa
harus membuka internet lagi.

Memahami mode Nikon speedlite TTL dan TTL-BL


by Enche on Oktober 2, 2010
Nikon flash atau speedlite, punya banyak mode, selain mode otomatis TTL (Through the lens),
ada TTL-BL, M (Manual), RPT, GN, AA, FP dan sebagainya.
Kali ini saya ingin membahas sedikit perbedaan mode yang paling populer yaitu TTL dan TTLBL.
TTL (Through the lens) cara kerjanya yaitu kamera mengukur kuantitas cahaya yang
diperlukan untuk menerangi subjek foto secara otomatis melalui lensa. Yang dipentingkan oleh
mode ini adalah subjek utama (yang berada dalam fokus) terang. Mode ini tidak
memperhitungkan pencahayaan latar belakang.
TTL-BL (Through the lens Balance) memperhitungkan seluruh bagian dalam foto, baik
subjek utama, maupun latar belakang dari sisi ke sisi, atas bawah. Setelah mengukur semuanya,
baru kamera dan flash menentukan setting terbaik supaya latar belakang dan subjek foto
seimbang pencahayaannya.
Apabila latar belakang lebih terang dari subjek foto, maka flash akan mengeluarkan cahaya
dengan kuantitas yang besar supaya subjek foto terlihat sama terangnya dengan latar belakang.
Sebaliknya, apabila subjek fotolebih gelap dari subjek foto, maka flash akan mengeluarkan
cahaya dengan kuantitas yang kecil, sehingga mengimbangi latar belakangnya. Bila mode
kamera Anda dalam bentuk auto atau semi auto (Aperture priority (Av/A) atau Shutter priority
(S/Sv)), maka kamera akan otomatis menyeimbangkan pencahayaan antara flash dan setting
kamera. Hasilnya adalah foto yang terkesan lebih alami dan tidak terlalu keliatan bahwa Anda
mengunakan lampu kilat, karena cahaya lampu kilat dan latar belakang telah tercampur.
Setting TTL-BL tidak bisa diaktifkan bila Anda mengunakan spot metering, karena spot hanya
mengukur cahaya dititik fokus (sebagian kecil dari foto) saja.

Menggunakan flash untuk portrait model di


outdoor
by Enche on Maret 12, 2012
Meskipun keadaan di luar ruangan terang, tapi flash seringkali juga dibutuhkan sebagai pengisi
cahaya. Contohnya seperti foto dibawah ini. Langit cukup cerah tapi sebagian cahaya tertutup
pohon dan dedaunan. Sebagian cahaya juga tertutup oleh topi model.
Setting: ISO 100, f/4, 1/250 detik, 85mm, Nikon D700, Flash SB900 power 1/4 sebelah kanan
kamera dengan payung softbox. Talent : Wullan

Karena demikian, saya mengunakan flash yang diletakkan di samping kanan kamera dan saya
pasang dengan payung softbox. Payung ini menghasilkan cahaya yang lembut dan menimbulkan
catchlight (refleksi di mata) yang berbentuk segi delapan.
Foto ini dibuat saat tur fotografi ke kepulauan seribu 10-11 Maret 2012 yang lalu.
Bagi yang ingin belajar lighting, bisa membaca buku Lighting itu Mudah! karangan saya atau
mengikuti kelas creative lighting portrait.
{ 12 comments read them below or add one }
Lim Maret 12, 2012 pukul 10:00 pm
Kalo tanpa payung hasilnya bisa kaya gitu juga ga?
Trus settingnya gimana biar ga under/over.. Saya cm punya SB-600
Enche Maret 12, 2012 pukul 10:11 pm
Kalau tanpa payung nanti cahayanya keras, bayangannya ngeblok hitam. Soal setting disesuaikan
saja dengan sistem trial and error. Kalau terlalu over flashnya bisa diturunin powernya, kalau
masih gelap, bisa dinaikkin powernya.
Bisa juga dengan menjauhkan dan mendekati flashnya ke subjek. Kuncinya flashnya di set
manual, jadi bisa atur kekuatannya.
abond Maret 12, 2012 pukul 10:42 pm
mau nanya mengenai flashnya pake wireless trigger atau bisa manual aja? makasi..
Lim Maret 12, 2012 pukul 10:44 pm
Oh gitu, pantes tiap pakai flash cahayanya keras banget.
Perlu diperimbangkan nih beli payung softbox.
Mau nanya satu lg nih pak tp sedikit OOT. Itu kan pakai lensa 85mm yah, kebetulan saya juga
ada, tapi yg 1.4 AF-D. Saya pasangin di body D7000 kok ga bisa setting aperture dari kamera?
Kalau mode auto/S/P di LCD jadi fE.E, jadi harus di turunin ke f16 di cincin lensa baru bisa. Pas
pencet shutter, flash kamera-nya kebuka sendiri. Tapi kalu mode M dan A bisa disetting manual
dilensa ke f1.4. Apa memang seperti itu? Saya baru belajar fotografi soalnya.
Sebelumnya makasih koh enche.
Enche Maret 12, 2012 pukul 10:49 pm
@abond pakai wireless trigger.
@Lim ya memang kalau mau atur setting aperture via kamera harus kunci di f/16. Soal
pemakaian Auto, flash akan membuka sendiri jika kamera merasa perlu ada flash. Tapi seringkali
kita justru gak mau pakai flash, jadi mengesalkan juga hehe

Bambang Maret 13, 2012 pukul 12:33 am


bro Enche kalo flashnya dipasang difuser apakah hasilnya bisa seperti gambar contoh? Flash
saya sb 700 yang saya maksud difuser bawaannya, terimakasih
Enche Maret 13, 2012 pukul 12:35 am
Tidak sama efeknya, pemasangan diffuser tetap memberikan hasil cahaya yang keras tapi lebih
menyebar dibandingkan tanpa diffuser.
joni Oktober 9, 2012 pukul 10:58 pm
Pak Enche,wkt les sy lupa tny..internal wireless trigger di Canon 600d itu type apa? optic, infra
red atau radio? terus apakah bisa untuk men-trigger flash merk non ori mis: Yong
Nuo,Nissin,Sigma,dll
Thanks
Enche Oktober 9, 2012 pukul 11:26 pm
@joni cahaya, jadi pakai built-in flash, bisa saja untuk trigger flash 3rd party. Flashnya di set ke
slave mode.
yonanda Oktober 20, 2012 pukul 5:36 pm
om, kalo untuk fotografi outdoor apa alat untuk memperlembut cahaya yang bisa kita pakai?
selain dari payung?
trus kalo untuk indoor yang langit nya cukup tinggi alat apa yang bisa kita gunakan supaya
cahayanya tetap lembut dan tidak terlalu keras?
Enche Oktober 20, 2012 pukul 11:34 pm
@yonanda softbox, diffuser, bisa kita pakai selain payung. Softbox bermacam2 bentuk dari kecil
sampai besar.
bagus Oktober 28, 2012 pukul 4:38 pm
koh ane blm sempet nyoba nih yang namanya softbox, yang ingin ane tanyakan sekarang kan ada
banyak variasi softbox tuh dari yang besar ampe yang kecil, pengaruh besar apa yang sangat
dirasakan dari bentuk2 itu. karena saya tertarik ingin membeli softbox ini, jd jika yang kecil
dirasa sudah cukup mewakili bearti saya tidak perlu membeli yang besar. saya menggunakan SB
900, kira2 bentuk yang seperti apa yang sangat recomendit untuk tipe flash ini. mohon
pencerahannya.

Maksimalkan fitur lampu kilat di kamera anda


10 April 2010 9,493 views 3 Komentar

Di kesempatan lalu, kami sudah sajikan artikel dasar mengenai serba-serbi lampu kilat. Sumber
cahaya yang dipancarkan dari kamera ini ternyata banyak gunanya baik disaat siang terik
maupun saat gelap. Meski fitur lampu ini bisa dibuat otomatis, namun akan lebih baik kalau
kitalah yang menentukan apakah si lampu ini harus menyala atau justru tidak perlu menyala
setiap kali kita memotret. Kini kita akan bahas lebih jauh seputar lampu kilat dan tips
memaksimalkan fitur lampu kilat yang tersedia di kamera anda.
Ada beberapa hal yang perlu anda investigasi dulu mengenai keberadaan lampu kilat pada
kamera anda, karena hal ini akan berbeda-beda untuk tiap merk dan jenis kamera :

Ketahui kekuatan pancaran flash (dinyatakan dalam Guide Number/GN), semakin besar
maka semakin kuat (umumnya kamera saku punya lampu kilat yang powernya dibawah
rata-rata).
Periksa letak lampu kilat apakah menyatu dengan bodi kamera atau bisa dibuka tutup?
Bila menyatu pastikan tangan kita tidak menghalangi si lampu. Bila bisa dibuka tutup
akan lebih baik karena jarak lampu ke lensa semakin jauh sehingga meminimalisir resiko
mata merah (red-eye).

Periksa apakah ada fasilitas pengaturan kekuatan flash secara manual (umumnya di
kamera prosumer) dimana kita bisa mengatur daya pancar secara manual, serta
pengaturan kompensasi flash untuk tingkat lanjutnya.

Periksa adakah flash hot-shoe / dudukan untuk memasang lampu kilat eksternal, bila ada
periksa berapa titik konektor di hot shoe tersebut (bila hanya ada satu di tengah artinya
dia tidak mendukung TTL-flash). Tiap merk kamera semestinya memakai aksesori lampu
kilat yang semerk, namun sejak banyaknya lampu kilat merk alternatif (baca : murah) di
pasaran maka bukan tidak mungkin kita bisa memasang lampu kilat apa saja di kamera
kita.

Ini yang penting, periksa kembali apakah ada fitur front sync dan rear sync (atau istilah
lainnya 1st curtain dan 2nd curtain) pada kamera anda. Anda bisa melihatnya di flash
mode atau periksa buku manual.

Akan lebih baik kita mengenali seberapa cepat kamera anda siap memotret kembali
setelah memakai lampu kilat. Karena pengisian kapasitor lampu perlu waktu, umumnya
si kamera baru mau dipakai memotret lagi setelah 4 sampai 7 detik setelah menembakkan
kilatnya. Kamera berbaterai Lithium agak lebih cepat dalam urusan ini dibanding kamera
berbaterai AA.

Kini kita akan bahas tiga hal yang berkaitan dengan memaksimalkan fungsi lampu kilat untuk
mendapat hasil foto yang lebih baik dan lebih terkesan profesional.

Fill-in flash untuk langit lebih biru


Trik pertama ini adalah untuk pemakaian di siang hari, dengan langit yang dominan sebagai
background. Kebanyakan dari kita tidak akan memakai lampu kilat di siang hari kan? Padahal
dalam kondisi tertentu lampu kilat tetap diperlukan untuk mengkompensasi bayangan yang
terbentuk tergantung arah datangnya sinar matahari. Trik ini dinamakan fill-in flash, yang sudah

kita bahas di artikel lalu. Kini kami berikan trik untuk membuat langit lebih biru dengan bantuan
fill-in flash.
Seperti yang sudah biasa kita alami, memotret obyek dengan latar langit biru di siang hari cukup
sulit. Metering kamera akan berusaha mendapat eksposur yang tepat pada obyek sehingga bila
latarnya adalah langit akan menjadi over eksposur. Langkah termudah bagi pemula (dengan
kamera saku misalnya) adalah menurunkan Ev ke arah minus hingga langit menjadi biru, meski
obyek akan jadi gelap. Tapi jangan kuatir, karena dengan fill-in flash maka obyek yang gelap
akan diterangi oleh lampu. Oleh karenanya, pastikan jarak si obyek dalam jangkauan lampu kilat.
Contoh fill-in flash untuk langit biru (credit : Yudhistira Utomo/FN)
Untuk kamera yang dilengkapi manual mode, lakukan tahap-tahap sebagai berikut :

set mode dial ke arah manual


set shutter di nilai 1/panjang fokal (misal pakai 50mm maka buat speed di 1/50 detik)

atur bukaan diafragma hingga light meter menunjukkan nilai under (bisa 1 Ev)

atur fokus supaya mengunci di obyek, lakukan rekomposisi bila perlu

ambil foto dengan fill-in flash

Bila kamera anda ada tombol AE-lock/AF-lock, cukup manfaatkan tombol ini saja :

set tombol AE-L untuk mode exposure-lock saja (baca lagi buku manual), sedang focuslock dilakukan dari tombol rana
mode dial pada kamera bebas, bisa P (program), A (Aperture) atau S (Shutter)

terlebih dahulu lakukan metering ke langit, lalu kunci eksposur dengan tombol AE-L

arahkan kamera ke obyek lalu kunci fokus ke obyek, lakukan rekomposisi bila perlu

ambil foto dengan fill-in flash

Foto malam hari lebih natural dengan Slow Sync Flash


Pada kondisi gelap di malam hari, lampu kilat menjadi harapan untuk kita bisa tetap memotret.
Namun karena kekuatannya yang terbatas, memotret di malam hari hanya akan memberikan
penerangan di obyek yang dekat, sedang latar belakangnya akan gelap. Hal yang mengecewakan
adalah saat kita ingin difoto di malam hari dengan latar lampu yang beraneka warna namun
ternyata tidak tampak jelas karena gelap. Hal ini karena default setting untuk lampu kilat adalah
memakai shutter 1/60 detik. Untuk mendapat foto yang lebih natural, kita perlu menurunkan
speed lebih rendah dari nilai default sehingga kamera punya waktu cukup banyak untuk
menangkap cahaya sekitar (bila ada) meskipun memakai lampu kilat.
Perbedaan hasil antara memakai normal flash dan slow sync flash tampak seperti pada contoh
berikut :

Perbedaan flash biasa (atas) dan slow-sync (bawah) (credit : navendu.net)


Pada kebanyakan kamera digital modern kini sudah dilengkapi dengan mode slow-sync flash,
yang artinya lampu kilat yang digabungkan dengan speed rendah. Yang perlu diperhatikan saat
memakai mode ini diantaranya :

slow sync artinya memakai shutter speed rendah (antara 1/4 detik hingga 1/30 detik),
hindari getaran tangan saat memotret dengan mengaktifkan stabilizer atau gunakan tripod
saat memakai mode ini, mintalah si obyek untuk diam sampai flash menyala

carilah latar belakang yang memiliki sumber cahaya natural seperti lampu hias atau
gedung yang berpendar

perhatikan kalau saat memotret, begitu tombol ditekan lampu mungkin tidak langsung
menyala (tergantung speed) karena lampu akan menyala di akhir eksposur.

Dapatkan motion blur dengan Front Sync dan Rear Sync Flash
Hampir mirip seperti trik di atas, ada juga kamera yang menyediakan fitur flash advanced yaitu
front sync dan rear sync. Sederhananya, perbedaan keduanya adalah pada kapan waktu si lampu
itu menyala :

Front Sync (1st curtain) adalah default lampu kilat, dia menyala sesaat setelah tombol
ditekan dan shutter terbuka.
Rear Sync (2nd curtain) adalah kondisi sebaliknya, dia menyala sesaat menjelang shutter
ditutup.

Perhatikan kedua perbedaan di atas, bila shutter speed yang digunakan tinggi, maka tidak ada
perbedaan antara keduanya. Namun saat kita memakai speed rendah (misal 1/2 detik), maka
kapan lampu menyala akan memberi perbedaan hasil, apalagi bila ada pergerakan obyek disana.
Apalaagi mode lanjutan ini disedikan khusus buat memberi kesan bergerak pada sebuah obyek,
dengan memanfaatkan speed rendah dan lampu kilat.
Front sync akan menembakkan flash sesaat setelah shutter dibuka. Bila memakai speed lambat,
meski lampu sudah menyala, shutter kamera masih terus membuka hingga gerakan obyek akan
terekam sebagai motion blur. Perhatikan kalau lampu hanya akan menerangi gerakan benda di
awal saja seperti contoh foto di sebelah ini.
Sedangkan Rear Sync akan menembakkan flash saat shutter akan ditutup, sehingga kamera sudah
terlebih dahulu merekam jejak motion blur baru diakhiri dengan menembakkan lampu kilat.
Hasilnya, foto unik dengan kesan motion blur yang apik seperti contoh disamping. (Foto dari
steephill.tv)

Kapan perlu memakai lampu kilat?


29 December 2009 9,767 views Satu komentar

Pertanyaan yang simpel. Anda mungkin kesal karena judul diatas terkesan terlalu mudah untuk
dijawab. Tapi tunggu dulu. Meski sederhana, penggunaan lampu kilat yang tidak tepat ternyata
masih sering dilakukan oleh sebagian dari kita. Bila anda ingin menghasilkan foto yang baik,
ketahuilah saat yang tepat untuk menggunakan lampu kilat. Untuk itu simak info dan tips dari
kami kali ini.
Lampu kilat yang kita bahas bersifat umum, bisa yang berjenis built-in (menyatu pada kamera)
maupun lampu kilat eksternal. Lampu kilat built-in banyak dijumpai di kamera ponsel kelas atas,
semua kamera saku dan sebagian besar kamera DSLR. Fungsinya jelas, sebagai sumber cahaya
tambahan yang menerangi objek di depan kamera saat tombol rana ditekan. Kekuatan lampu
kilat diukur dengan istilah GN (Guide Number) yang menggambarkan kemampuan menerangi
objek dalam jarak tertentu, dalam satuan meter. Lampu kilat modern sudah mendukung teknologi
TTL yang bisa diatur kekuatannya sesuai jarak objek ke kamera, sehingga resiko terlalu terang
atau terlalu gelap bisa dihindarkan.
Banyak orang yang membiarkan mode lampu kilat pada kameranya di posisi Auto. Di posisi ini,
lampu akan menyala saat suasana sekitar gelap. Artinya siang hari lampu kilat tidak akan
menyala bila di posisi Auto. Ini adalah kebiasaan yang kurang tepat karena seringkali pemakaian
lampu kilat justru diperlukan di siang hari. Kenapa? Karena sinar matahari yang amat terik akan
membuat kontras tinggi pada daerah yang terhalang oleh bayangan sehingga daerah yang
terhalang itu akan jadi gelap. Lampu kilat diperlukan untuk menerangi area yang gelap akibat
bayangan tadi. Kasus yang lebih umum terjadi misalnya, saat kita memotret objek yang ada
dibawah bayangan semisal pohon. Pemakaian lampu kilat di siang hari untuk menerangi objek
yang gelap akibat bayangan disebut juga dengan istilah fill-in flash.
Contoh pemakaian Fill-in Flash
Kedua, lampu kilat diperlukan untuk melawan sinar dari belakang objek (backlight). Bayangkan
saat objek yang akan kita foto duduk persis di balik jendela sehingga cahaya terang dari jendela
akan membuat objek yang akan difoto menjadi siluet (lihat contoh di bawah). Dengan lampu
kilat, maka kita bisa mencegah siluet ini dan objek yang duduk di balik jendela itu akan tampak
jelas.
Perbedaan foto backlight tanpa flash dan dengan flash (credit : Gizmodo)
Ketiga, di saat kita perlu memotret namun tidak ada sumber cahaya apapun di sekitar kita, atau
cahaya lampu sekitar yang ada tidak cukup kuat untuk menerangi objek (mendapat eksposur
yang tepat), kita harus memakai lampu kilat. Artinya, pemakaian lampu kilat dalam kondisi ini
dianggap darurat/terpaksa. Tapi jangan berharap banyak akan kemampuan lampu kilat dalam
menerangi ruangan gelap yang luas karena kemampuannya terbatas.
Ketiga situasi yang perlu lampu kilat di atas disimpulkan lagi disini :

saat objek dibawah bayangan matahari (fill-in flash)


saat objek dibalik sinar terang (backlight compensation flash)

saat gelap dan kita tidak punya sumber cahaya lain

Supaya adil, kami sampaikan juga saat-saat lampu kilat sebaiknya tidak digunakan. Pertama,
tentu saat penggunaan lampu kilat dilarang seperti di acara konser musik, rumah ibadah dsb.
Kedua adalah saat kita ingin mendapat foto dengan available light (natural light). Maksudnya,
dengan memilih kecepatan shutter yang lambat, kita juga bisa mengambil foto cahaya sekitar
yang ada dengan baik, seperti suasana cafe yang temaram atau lampu-lampu gedung dan jalan
raya. Tapi perlu diingat dengan mamakai shutter lambat maka kita perlu tripod, dan gerakan
objek apapun yang terekam kamera akan menimbulkan kesan motion blur.
Sekedar tips dari kami, inilah yang perlu diperhatikan dalam memotret memakai lampu kilat :

jarak tembak lampu kilat terbatas sehingga jagalah jarak optimal antara kamera dengan
objek
lampu kilat memerlukan waktu untuk mengisi kapasitor sehingga ada waktu tunggu
(jeda) antar foto sekitar 4-7 detik, hindari memakai lampu kilat bila anda sering
mengambil banyak foto dalam waktu singkat

bila ada mode red-eye flash di kamera anda, sebaiknya tidak usah dipakai karena
kurang efektif dan lebih menguras baterai (karena lampu akan menyala dua kali)

hindari menembakkan lampu kilat pada bayi karena beresiko mengganggu


penglihatannya kelak

bila pada kamera anda ada fasilitas pengaturan power output manual, tidak ada salahnya
dicoba untuk mengetahui karakter output lampu dari power terendah sampai tertinggi

bila lampu kilat pada kamera anda sudah berteknologi TTL, bila hasil foto dengan lampu
masih belum memuaskan bisa dikompensasi dengan flash compensation

bila anda memakai lampu kilat eksternal, upayakan untuk memaksimalkan semua fungsi
lampu tersebut dengan mencoba teknik bouncing, memakai fill-in reflektor dan memakai
diffuser

Di penggunaan tingkat lanjut, lampu kilat bisa dijadikan alat untuk membuat kesan profesional
pada sebuah foto. Misalnya dengan mode slow sync, rear sync (2nd curtain), hingga bermain
strobist (off-shoe). Untuk membahas mengenai hal ini akan kita lakukan di kesempatan
berikutnya.
Related posts:

Basic lighting dalam fotografi digital


23 August 2009 16,820 views 12 Komentar
Esensi fotografi adalah bermain dengan cahaya. Dasar fotografi untuk mengatur cahaya
dinamakan eksposure. Komponennya cuma tiga : shutter speed (kecepatan rana), aperture
(bukaan diafragma) dan sensitivitas sensor (ISO). Namun pengaturan ketiga komponen inipun
tak bisa lepas dari pemahaman dasar akan pencahayaan (lighting), karena cahaya adalah hal

pokok yang akan diatur oleh komponen eksposur. Kali ini kami ingin mengulas mengenai teori
dasar pencahayaan sebagai bekal untuk memudahkan anda mendapat eksposur yang tepat.
Pencahayaan, atau lighting, bisa digolongkan dalam berbagai bahasan. Umumnya kita membahas
lighting berdasarkan jenisnya, sumbernya, dan arah datangnya. Berdasar jenis cahaya kita kenal
ada hard light, soft light dsb. Berdasar sumber bisa cahaya tentu dibagi dalam beberapa macam
sumber cahaya seperti matahari, lampu studio dsb. Sedangkan menurut arah datangnya cahaya,
bisa digolongkan dalam cahaya depan, cahaya samping dan cahaya belakang.

Jenis cahaya
Secara sederhana jenis cahaya dibagi dalam dua kelompok yaitu cahaya keras (hard light) dan
cahaya lembut (soft light). Cahaya keras cenderung punya intensitas tinggi yang menyulitkan
kamera untuk mengukur eksposur yang tepat, dan berpotensi membuat pantulan pada objek yang
difoto. Hard light juga akan membuat bayangan yang tegas sehingga kurang cocok untuk foto
profesional. Cahaya keras contohnya dihasilkan oleh semua lampu kilat pada kamera, atau sinar
matahari langsung yang menyorot ke objek foto.
Hard light (credit : dailyphototips.com)
Sebaliknya cahaya lembut (soft light) umumnya dihasilkan melalui teknik studio yaitu
penggunaan diffuser pada lampu kilat (lihat gambar di samping). Di taraf lebih tinggi digunakan
teknik pantulan supaya cahaya bisa semakin lembut, baik pantulan ke langit-langit (bouncing)
ataupun memakai reflektor. Cahaya lembut lebih cocok untuk dipakai di studio baik untuk foto
orang ataupun foto produk, namun di luar ruang yang punya sumber cahaya kompleks, cahaya
lembut sulit diaplikasikan. Setidaknya kita bisa mengenal perbedaan hasil yang didapat dengan
memakai cahaya keras atau cahaya lembut.

Sumber cahaya
Di dunia ini sumber cahaya sangat banyak dan kompleks, mulai dari sinar matahari, bermacam
jenis lampu dan benda lain yang berpendar. Tiap sumber cahaya memiliki intensitas dan
temperatur warna yang berbeda-beda, sehingga diperlukan kemampuan yang baik dari kamera
(atau fotografer) dalam menentukan white balance yang tepat. Umumnya kamera mampu
mengenali cahaya matahari, lampu neon, lampu pijar dan lampu kilat. Bila hasil white balance
otomatis dari kamera meleset (benda putih jadi kebiruan atau kemerahan) atur preset white
balance secara manual. Untuk tingkat lebih lanjut, gunakan grey card sehingga foto yang meleset
bisa ditolong memakai software.
Preset white balance (credit : alexismiller.com)
Kebanyakan kita memotret mengandalkan cahaya alami khususnya sinar matahari. Perlu diingat
kalau intensitas cahaya matahari sangat tinggi dan berpotensi membuat foto mengalami highlight
clipping. Untuk hasil terbaik hindari memotret di saat matahari terik (jam 10 sampai jam 15)
karena kamera tidak akan mampu menangkap rentang spektrum terang gelap yang amat lebar.

Apalagi prinsip metering kamera mengandalkan cahaya yang dipantulkan oleh objek foto,
sehingga resiko eksposure meleset cukup besar.
Temperatur warna bermacam cahaya (credit : Shortcourse.com)

Arah datangnya cahaya


Yang menarik adalah pembahasan mengenai arah datangnya cahaya. Menarik karena bila
disiasati dengan tepat, bisa didapat foto yang dramatis, namun bila salah maka hasilnya akan
mengecewakan.

cahaya depan : sesuai namanya, arah datangnya sinar lurus dari depan objek. Cahaya
dari depan ini akan memberikan penerangan yang merata di seluruh bidang foto,
sehingga didapat foto yang flat tanpa tekstur terang gelap. Meski secara umum foto
seperti ini baik, namun terkadang kurang artistik karena kontrasnya rendah.
cahaya samping : ini adalah teknik foto yang cukup artistik dengan mengandalkan
cahaya yang datang dari arah samping objek foto. Sinar dari samping ini bisa
menghasilkan bayangan dan bisa membuat area terang gelap yang bila secara jeli
dioptimalkan maka bisa mendapat foto yang artistik. Contoh pemakaian adalah untuk
fotografi windows lighting, dengan si model berdiri di samping jendela dan cahaya
menyinari bagian samping dari si model.
cahaya belakang (backlight) : suatu kondisi yang bisa menghasilkan foto yang baik atau
bahkan buruk, tergantung niatnya. Prinsipnya backlight akan membuat objek foto jadi
siluet, sehingga tentukan dulu apakah siluet ini memang hasil yang diinginkan atau tidak.
Bila kita tidak sedang ingin membuat foto siluet, usahakan menghindari memotret dengan
backlight. Meski ada trik untuk mengatasi backlight, tapi hasilnya tidak akan optimal.
Maka itu usahakan merubah posisi objek atau fotografer bila berhadapan dengan cahaya
dari belakang.

Sebagai bonus, bila pun anda terpaksa memotret dengan sumber cahaya dari belakang
(backlight), berikut tips untuk menghindari siluet :

atur kompensasi eksposure (Ev) ke arah positif, bisa sampai 2 stop kalau perlu. Hal ini
memang akan membuat background menjadi blown (terbakar) tapi kita bisa
menyelamatkan objek fotonya.
gunakan spot metering lalu arahkan titik pengukuran ke arah objek, hal ini akan membuat
kamera menghasilkan eksposur yang tepat hanya di objek foto dan tidak menghiraukan
cahaya yang datang dari arah belakang.

gunakan fill-in flash, jangan sangka lampu kilat hanya untuk dipakai di daerah gelap.
Lampu kilat juga bermanfaat untuk menerangi daerah gelap akibat pencahayaan
belakang.

gunakan koreksi memakai software (semisal Photoshop), namun tentu anda perlu waktu
lagi untuk mengolahnya.

Kesimpulan
Dengan memahami bermacam konsep pencahayaan (jenis, sumber dan arah datangnya cahaya)
diharap kita semakin bisa menghasilkan foto yang baik. Saat akan memotret, cobalah untuk
sejenak berpikir mengenai cahaya apa yang akan kita pakai, apakah kita perlu soft light (bila ya
gunakan diffuser pada lampu kilat), apakah intensitas cahaya sekitar sudah mencukupi untuk
kamera mendapat eksposuer yang tepat, apakah kita perlu mengatur white balance secara
manual, apakah arah datangnya cahaya memang sudah sesuai yang kita inginkan; bila tidak,
bisakah kita merubah posisi kita (dan si objek) untuk mendapat arah cahaya yang tepat? Memang
tampaknya rumit, mau memotret saja kok banyak yang harus dipikirkan. Tapi demi foto yang
lebih baik, tak ada salahnya kan sedikit berjuang dan berlatih?
Catatan : Tulisan ini dibuat berdasar pengalaman pribadi penulis dan tidak dimaksud untuk
menggantikan teori dasar fotografi. Apa yang ditulis disini mungkin belum lengkap dan belum
tentu sesuai dengan teori yang sebenarnya, mengingat basic of lighting amatlah kompleks dan
perlu bahasan yang mendalam

Kenali aneka kesalahan yang dilakukan pemula saat


memotret
28 July 2009 18,414 views 4 Komentar
Seringkali ada pembaca yang menuliskan komentar di situs ini menyatakan bahwa dirinya adalah
fotografer pemula yang bertanya mengenai kamera apa yang cocok untuknya. Mungkin istilah
pemula (dari asal kata : mula / awal / beginner) dalam fotografi bisa dikaitkan dengan fotografer
amatir / amateur, atau non profesional / non komersil dan bisa juga pemula diidentikkan dengan
mereka yang sedang belajar (teori dan praktek) fotografi. Inipun belum termasuk mereka (yang
bisa disebut pemula) yang membeli kamera hanya sekedar untuk urusan dokumentasi keluarga
dan tidak mau dipusingkan soal istilah-istilah fotografi. Tulisan kali ini ditujukan untuk sekedar
sharing pengalaman seputar aneka kesalahan yang biasa dilakukan oleh fotografer pemula.
Melatih skill bersama komunitas fotografi
Kamera digital sebagai sarana fotografi sering jadi tolok ukur / benchmark dalam menentukan
kualitas hasil foto. Diyakini dengan semakin canggihnya kamera (diindikasikan dengan
banyaknya setting dan parameter) maka kamera akan memberi hasil yang lebih baik. Namun
banyak yang tidak menyadari kalau kamera yang punya banyak setting akan membuka banyak
kemungkinan salah dalam memilih setting yang sesuai, apalagi kamera digital punya setting
yang lebih banyak dari sekedar shutter, aperture dan ISO. Ada baiknya anda juga membaca
artikel ini sebagai pengantar tulisan kami ini.
Langsung saja, kenali dan evaluasilah aneka kesalahan umum yang biasa dialami oleh para
fotografer pemula berikut ini :

yang paling mendasar : kurang teori dan/atau praktek fotografi

mendasar : salah menentukan nilai eksposur -> shutter, aperture dan ISO

tidak jeli memperhitungkan pencahayaan saat itu, terkadang menurut mata kita masih
cukup terang ternyata kamera menganggap sudah mulai gelap

salah memutuskan penggunaan lampu kilat, kadang saat diperlukan kita justru lupa
mengaktifkannya

membiarkan lampu kilat dalam mode Red Eye yang akan menyala beberapa kali
sebelum memotret, sehingga akan menyebabkan kita ketinggalan momen (biasanya pada
kamera saku)

salah menentukan titik fokus yang diinginkan (bila kameranya bisa memilih titik fokus)
sehingga mana yang tajam mana yang blur jadi terbalik

tidak memakai format RAW saat memotret sesuatu momen yang amat penting

terlalu percaya pada mode AUTO (berlatihlah memakai mode A/S/M bila ada)

tidak memakai setting white balance yang tepat (misal harusnya flourescent tapi pilih WB
tungsten)

memakai pilihan metering yang tidak tepat (apalagi saat terang gelapnya objek foto tidak
merata / area kontras tinggi)

lupa memeriksa setting kompensasi eksposur (Ev) yang beresiko membuat foto jadi
under / over-exposed

tidak mengkompensasi eksposure (Ev) secara manual (ke arah plus atau minus) saat
metering kamera memberi hasil yang tidak sesuai dengan keinginan kita

tidak meluangkan waktu untuk melihat histogram (baik sebelum atau sesudah memotret)
padahal di saat terik matahari, layar LCD kamera tidak lagi akurat untuk mengukur
eksposure

lupa mengaktifkan fitur image stabilizer (bila ada) saat diperlukan, seperti saat speed
rendah atau saat memakai lensa tele)

tidak berupaya mendapat sweet spot lensa saat perlu foto yang tajam (menghindari fokal
lensa ekstrim dan stop down dari bukaan maksimal)

tidak membawa baterai cadangan, khususnya yang berjenis AA/NiMH

tidak mengaktifkan AF-assist beam/strobe saat low-light yang menyebabkan kamera


kesulitan mencari fokus

tidak sengaja menghapus sebuah foto (ups)

tidak memakai tripod saat memakai shutter lambat (dibawah 1/20 detik)

Adapun aneka kecerobohan dalam penggunaan kamera yang beresiko membuat kamera anda
rusak diantaranya :

tidak berhati-hati menjaga lensa dari sidik jari, cipratan air bahkan benturan (impact)
lupa mematikan kamera saat mengganti lensa atau kartu memori

membawa kamera dengan menggenggam lensanya (untuk DSLR dengan lensa bermounting plastik ini bisa mengundang resiko patah)

memasang filter dengan memutarnya terlalu kuat (untuk lensa kit yang masih memakai
sistem rotating lens seperti lensa kit Canon / Nikon 18-55mm) yang beresiko merusak
motor di dalam lensa

mengarahkan kamera anda ke matahari di siang hari bolong

meniup debu yang menempel di sensor (maaf, air liur anda bisa terciprat ke sensor dan
membuat masalah semakin runyam) -> solusi, gunakan peniup debu yang tersedia
khusus untuk kamera

Tentu saja hal-hal seperti ini perlu dicermati guna mencegah gagalnya foto-foto penting atau
hingga rusaknya peralatan anda. Sayang kan saat peristiwa yang difoto ternyata hasilnya
mengecewakan karena kita melakukan kesalahan yang tampaknya sepele tapi amat berpengaruh?
Apakah anda ingin berbagi pengalaman soal kesalahan / keteledoran yang mungkin pernah anda
lakukan? Jangan segan untuk sharing di forum kamera-gue. Dengan berbagi pengalaman anda,
semoga bisa jadi bahan pelajaran buat pembaca yang lain.

Jadikan flash anda sebagai lampu studio instan


25 December 2009 8,149 views 4 Komentar
Modal cuma punya lampu kilat tapi ingin punya hasil foto layaknya studio foto? Tak perlu
pusing membayangkan biaya investasi peralatan studio lighting yang mahal, cukup tambahkan
aksesori untuk lampu kilat ini yang bisa membuat kita serasa memiliki peralatan studio lighting
instan. Adalah Tronic, produsen aksesori fotografi studio, yang menghadirkan satu tas berisi
aksesori flash mungil namun isinya cukup lengkap. Tertarik ingin tahu apa saja isinya? Simak
selengkapnya tulisan ini.
Keuntungan memotret di studio adalah adanya keleluasaan sang fotografer studio untuk
mengatur lighting sesuai keinginan. Pengaturan ini memerlukan bermacam aksesori yang
tentunya akan memberikan hasil yang juga berbeda. Setidaknya ada empat dasar pengaturan
lampu di studio yang umum digunakan yaitu Softbox (untuk melembutkan cahaya), Barndoor
(untuk membentuk cahaya) dan Honey Comb (untuk mengatur sebaran cahaya). Ide dari aksesori
Tronic kali ini adalah bagaimana menjadikan lampu kilat eksternal bisa dimanfaatkan sebagai
sumber cahaya yang bisa diatur layaknya lampu di dalam studio.
Nah, produk Tronic Accesories Kit seharga kurang dari 600 ribu ini rasanya sudah bisa mewakili
kebutuhan diatas dengan memberikan empat fungsi dasar dalam satu kemasan tas yang mungil.
Di dalam paket penjualannya bisa didapatkan :

sebuah Honey Comb


sebuah Softbox ukuran 16 x 22 cm (perlu dirakit dulu sebentar)

satu set Color Mask (6 warna)

sebuah Barndoor berbahan logam (4 leaf)

sebuah Carry Bag elegan berwarna hitam

Satu hal penting yang perlu diketahui, untuk bisa memasang seluruh aksesori diatas pada lampu
kilat eksternal, anda diharuskan memiliki adapter seperti gambar berikut ini :
Bila paket dasar ini dirasa kurang memenuhi kebutuhan fotografi anda, tersedia juga paket yang
lebih lengkap plus reflektor mini, snoot dan diffuser berbentuk bola.

Bermacam produk off-shoe untuk pecinta strobist


17 November 2009 8,683 views Satu komentar
Komunitas pecinta fotografi strobist saat ini sudah semakin banyak. Kepuasan menghasilkan
foto dengan teknik pencahayaan yang diatur sedemikian rupa itu ternyata membuat banyak orang
terus ingin berkreasi memotret dengan lampu kilat. Foto yang dibuat dengan teknik ini mampu
memberi kesan profesional, berkarakter, berdimensi dan unik. Jangan sangka untuk menggeluti
hobi ini kita harus merogoh kocek amat dalam, karena ternyata gear yang diperlukan harganya
cukup terjangkau.
Inti dari teknik strobist adalah memotret dengan lampu kilat yang terpisah dari kamera (offshoe). Lampu kilat ini diatur di posisi tertentu sehingga akan memberi hasil yang berbeda
dibanding lampu kilat terpasang di hot-shoe. Bagi yang perlu hasil lebih profesional, bisa
digunakan lebih dari satu lampu yang menyala bersamaan. Antara kamera dan lampu kilat perlu
adanya sinkronisasi sehingga timingnya tepat.
Cara yang umum dipakai untuk men-trigger lampu kilat yang terpisah dari kamera yaitu :

memakai kabel
memakai sensor cahaya (mata kucing)

memakai gelombang infra-red (IR)

memakai gelombang radio (RF)

Kabel flash
Cara apa yang dipilih tentu tergantung pada kebutuhan dan dana yang ada. Kabel lebih kepada
kemudahan pemakaian namun terbatas penempatan dan jumlah lampu yang bisa di-trigger. Mata
kucing juga praktis meski di siang hari jadi kurang sensitif. Sistem infra merah sudah jarang
dipakai karena repot, antara kamera dan lampu harus segaris, tidak boleh terhalang. Metoda RF
dianggap sebagai metode off-shoe yang terbaik meski juga yang termahal. Lampu kilat kelas atas

umumnya sudah memiliki pemancar RF terintegrasi sehingga bisa bermain wireless trigger
dengan puas.

RF transmit receive unit


Yongnuo CTR-301P RF trigger
Bila anda hanya memiliki lampu kilat biasa (tanpa kemampuan wireless) maka anda perlu
memiliki satu set pemancar-penerima sinyal yang dipasang apda hot-shoe kamera dan pada
lampu kilat. Merk yang umum dipakai diantaranya Pocket Wizard, PT-04 dan Yongnuo CTR301P. Perhatikan kalau tidak semua merk lampu kilat kompatibel dengan merk pemancar ini,
untuk itu tanyakan pada penjual sebelum membeli.

Lampu kilat eksternal


Yongnuo YN460
Sebagai sumber cahaya utama kebutuhan strobist, tentulah yang dibutuhkan adalah lampu kilat
(eksternal). Karena digunakan dalam kondisi terpisah dari kamera, maka pada dasarnya merk apa
pun tidak masalah. Tidak ada resiko perbedaan tegangan yang berbahaya buat kamera karena
lampu kilat ini tidak dipasang langsung pada kamera. Namun dengan memakai lampu kilat
semerk dan ditrigger dengan commander yang sesuai, maka fungsi TTL bisa dinikmati secara
off-shoe.
Anggaplah anda sudah cukup puas dengan pengaturan intensitas daya lampu secara manual (non
TTL), maka beberapa merk lampu kilat ekonomis ini bisa saja dipakai untuk berkreasi secara offshoe :

Nissin : Di466, Di 622 dsb


Tronic : TR 20, TR 26, TR 28, CN 505

Yongnuo : YN 460 dan YN 462

Merk lain seperti Metz, Vivitar, Sunpak dll

Aksesori lain yang perlu dimiliki untuk mendukung hobi ini diantaranya baterai AA atau NiNH
dalam jumlah cukup banyak, kaki lampu kilat dan bila perlu tiang penyangga lampu atau tripod.
So, berkreasi dengan strobist? Mengapa tidak?
Mengunakan lampu kilat kamera yang baik dan benar bagian I
by Enche on Desember 29, 2009
Lampu kilat yang ada di dalam kamera saku atau DSLR dapat menghasilkan foto yang bagus
bila kita mengetahui cara memakainya dengan baik. Di lain pihak, lampu eksternal seperti
speedlite flash yang besar, bisa menjadi bumerang bila kita tidak tahu cara memakainya.

Kesalahan utama yang saya perhatikan terutama adalah dalam memposisikan objek. lampu kilat
biasanya memiliki jangkauan yang terbatas, dan tergantung pada jenis kamera. Kamera saku
biasanya memiliki kekuatan dan jangkauan yang lebih pendek daripada kamera digital SLR.
Untuk itu, saya sarankan untuk mencobanya di rumah untuk mengetahui berapa jarak optimal
lampu kilat Anda.
Untuk kamera digital SLR, biasanya jangkauan yang optimal sekitar satu sampai tiga meter. Bila
objek Anda berada dibawah 1 meter, maka foto akan overexpose / terlalu terang, sedangkan kalau
lebih jauh dari tiga meter, foto akan underexpose atau terlalu gelap. Maka dari itu mengukur atau
memperkirakan jarak cukup penting.
Hal lain yang penting diperhatikan terutama bila kita mengambil foto banyak objek seperti
mengambil foto banyak orang. Supaya wajah-wajah orang-orang terangnya sama, jarak antara
lampu kilat ke tiap orang juga harus sama.
Contoh diagram:
Posisi objek diantara 1-3m atau jarak ideal lampu kilat dan juga jarak antara tiap objek/orang ke
lampu kilat sama panjang
Bandingkan dengan diagram dibawah ini:
Ada beberapa orang terlalu dekat dengan flash, ada pula dua orang terlalu kebelakang. Jarak
antara tiap orang dengan lampu kilat tidak sama, sehingga hasil foto tidak baik
Contoh diatas menunjukkan bahwa jarak lampu kilat ke tiap orang berbeda, sehingga ada orang
yang terlalu terang, ada yang pas dan ada yang gelap.
Contoh foto dibawah, saya mengunakan lampu kilat, perhatikan bahwa foto anak2 wajahnya jauh
lebih terang daripada pemusik yang berada agak dibelakang karena saya mengabaikan aturan
main diatas.

Anda mungkin juga menyukai