Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DILATASI WAKTU, KONTRAKSI PANJANG DAN KESETARAAN


MASSA DAN ENERGI

Disusun, oleh :
Astrini Briliana Alif
Dwi Nanda Cakra Wiguna
Fahmi Yusuf Afrilian
Laras Okta Pratami
Kelas :
XII-2

SMK- SEKOLAH MENENGAH ANALIS KIMIA


BOGOR
2016/2017

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.
2.
3.
4.

Latar Belakang
Tujuan
Rumusan Masalah
Sistematika

BAB II
PEMBAHASAN
A. Postulat Einstein
Pada tahun 1905, Einstein mengajukan dua postulatnya yang terkenal
dengan sebutan postulat relativitas khusus, yang berbunyi sebagai berikut.
Postulat ke-1 relativitas khusus : Hukum-hukum fisika memiliki bentuk
yang sama pada semua kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap
( kerangka acuan inersial ) .
Postulat ini merupakan perluasan prinsip relativitas Newton untuk mencakup
semua jenis pengukuran fisis (tidak hanya pengukuran mekanis).
Postulat ke-2 relativitas khusus : Cahaya merambat melalui ruang hampa
dengan cepat rambat c = 3,0 x 10 8 m/s, dan kelajuan cahaya tak bergantung
pada kelajuan sumber cahaya maupun kelajuan pengamatnya .
Postulat pertama dikemukakan karena tidak adanya acuan universal sebagai
acuan mutlak. Sementara itu, postulat kedua memiliki implikasi yang sangat
luas dengan kecepatan, panjang, waktu, dan massa benda yang semuanya
bersifat relatif.
Postulat kedua menguraikan sifat sekutu semua gelombang. Misalnya,
kecepatan bunyi tidak tergantung pada gerak sumber bunyi. Apabila mobil
yang datang mendekat membunyikan klaksonnya, frekuensi yang terdengar
akan meningkat sesuai dengan efek Doppler yang telah kita bahas pada materi
sebelumnya, tetapi kecepatan gelombang yang merambat melalui udara tidak
tergantung pada kecepatan mobilnya. Kecepatan gelombang hanya tergantung
pada sifat udara, misalnya temperatur.
Massa suatu objek meningkat pesat ketika melaju mendekati kecepatan
cahaya. Persamaan-persamaan Einstein meramal bahwa massa suatu objek

akan membesar tak terhingga ketika melaju secepat cahaya. Pesawat yang
melaju lebih cepat daripada cahaya mungkin hanya ada di dalam cerita fiksi.

B. Akibat Postulat Einstein


Akibat dari postulat Einstein yang paling terkenal adalah pemuluran waktu
dan kontraksi panjang.
A. Pemuluran waktu
Akibat dari postulat ke-2 relativitas khusus adalah pemuluran waktu
atau dilatasi waktu ( time dilation ), maksudnya adalah waktu tidaklah
mutlak tetapi relatif, bergantung pada gerak pengamat relatif terhadap
kejadian yang diamatinya, dan semua jam akan berjalan lebih lambat
menurut seorang pengamat yang berada dalam keadaan gerak (relatif).
Misalnya, ada seorang astronot yang membawa jam tangannya saat
menjalankan misi ke luar angkasa. Pesawat luar angkasa yang
membawanya meluncur sangat cepat. Jika si pengamat yang berada di
bumi, mempunyai teropong yang sangat sensitif dan bisa melihat ke dalam
pesawat yang sedang meluncur cepat itu, pengamat bisa menggunakan
teropong itu untuk mengintip jam tangan si astronot. Sebelum si astronot
berangkat, dia sudah menyesuaikan jam tangannya dengan jam tangan
yang pengamat gunakan di bumi. Jam tangan si astronot yang sedang
meluncur di luar angkasa itu ternyata lebih lambat dibanding jam tangan
kita di bumi, padahal sebelum ia berangkat kedua jam sudah dicocokkan
dan si astronot tidak mengubahnya sama sekali sejak keberangkatannya
itu. Jarum detiknya tampak bergerak lebih lambat dibanding jarum detik di
jam tangan pengamat. Inilah yang disebut dengan waktu yang mulur saat
bergerak pada kecepatan tinggi. Semakin besar kecepatan gerak suatu
benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin lambat bagi benda atau
partikel tersebut.

Tentu saja hal ini tidak dirasakan oleh si astronot. Menurut si astronot,
jam tangannya tidak berubah kecepatannya, yang berubah justru kecepatan
jam tangan pengamat di bumi yang tampak bergerak lebih cepat.
Selang waktu antara astronot dan pengamat di bumi ( x 2 = x1 ) dalam
kerangka acuan s ( pengamat diam di bumi ), diukur adalah tp , tentu saja
tp = t2 t1. Tetapi, hasil pengukuran selang waktu menurut kerangka
acuan s ( astronot yang bergerak ) adalah t , tentu saja t = t2 t1 .
Hubungan antara t dan tp dapat diketahui dengan menggunakan
transformasi lorentz untuk waktu sebagai berikut.

vx2 '

vx 1 '

t 2 = t 2 ' +

t 1 = t 1 ' +

c2

t 2 t 1= ( t '2t '1 ) +

c2

)
)

v '
( x 2x 1 ' )
c2

Dimana, x2 = x1 maka x2 x1 = 0
t 2 t 1= ( t '2t '1 ) +0
Dimana, t = t2 t1 dan tp = t2 t1
t= t p dimana, =

v2
1 2
c

Maka, rumus pemuluran waktu / dlatasi waktu :

t=

tp

v
1 2
c

= t p

.......................( 1.1 )

Keterangan :
tp= selang waktu yang diukur oleh pengamat yang diam sekon ( s )
t = selang waktu yang diukur oleh pengamat yang bergerak sekon ( s )
v = kecepatan relatif pengamat yang bergerak meter per sekon ( m/s )
c = cepat rambat cahaya = 3,0 x 108 m/s
= konstanta lorentz atau tetapan transformasi

Paradoks Kembar
Suatu kejadian yang menarik dari masalah pemuluran waktu
adalah gejala yang terkenal dengan sebutan paradoks kembar.
Misalnya ada 2 orang kembar, Yona dan Pasca. Yona pergi
berpetualang saat berumur 25 tahun menuju ke sebuah planet X yang
berjarak 30 tahun cahaya dari bumi. Pesawat antariksanya dapat
dipercepat sampai mencapai kelajuan cahaya. Setelah tiba di planet X,
Yona menjadi sangat rindu dengan rumahnya dan segera kembali ke
Bumi dengan kelajuan sangat tinggi yang sama. Ketika tiba di Bumi,
Yona sangat terkejut karena melihat kota yang ditinggalkannya telah
berbah menjadi kota supermodern dan saudara kembarnya, Pasca,
telah berusia 75 tahun dan menderita sakit tua. Yona sendiri hanya
bertambah usia 10 tahun menjadi 35 tahun. Ini terjadi karena proses
biologi dalam tubuhnya mengalami perlambatan selama perjalanannya
mengarungi antariksa.

Letak paradoksnya adalah : dari kerangka acuan Pasca, dia


adalah diam sementara saudaranya Yona bergerak degan kecepatan
sangat tinggi. Pada pihak lain, menurut Yona, dia adalah diam
sementara saudara kembarnya di bumi bergerak menjauhinya
kemudian mendekatinya.
Pemecahan masalah paradoks tersebut bergantung pada
ketidaksimetrisan kehidupan pasangan kenbar itu. Dalam seluruh
hidupnya, Pasca yang di Bumi selalu berada dalam kerangka acuan
inersial, kecuali periode singkat ketika Yona membalikkan pesawatnya
menuju Bumi, tetapi periode ini dapat diabaikan. Dengan demikian,
perhitungan Pasca sebagai acuan dalam menghitung selang waktu
perjalanan Yona adalah sah ( benar ) menurut teori relativitas khusus.
Sebaliknya, Yona mengalami sederetan percepatan dan perlambatan
selama perjalanannya ke planet X dan kembali ke rumah, dan karena
itu ia tidak selalu dalam gerak lurus beraturan. Ini berarti Yona berada
dalam suatu kerangka acuan non-inersial selama sebagian waktu dari
perjalanannya, sehingga perhitungan selang waktu berdasarkan teori
relativitas khusus adalah tidak sah dalam kerangka acuan ini. Jadi,
kesimpulan yang benar adalah petualang angkasa selalu lebih muda
ketika kembali ke Bumi.
B. Kontraksi Panjang
Telah diketahui bahwa pemuluran waktu, dua pengamat yang saling
bergerak dengan kelajuan konstan relatif satu terhadap lainnya akan
mengukur selang waktu berbeda diantara dua kejadian. Selang waktu
adalah jarak dibagi kelajuan. Karena kelajuan relatif pengamat satu
terhadap pengamat lainnya adalah sama menurut kedua pengamat itu,
maka supaya selang waktu berbeda, jarak menurut kedua pengamat harus
berbeda. Ternyata panjang benda atau jarak antara dua titik yang diukur
oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap benda selalu lebih pendek

daripada panjang yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda.
Pemendekan panjang atau jarak ini dikenal dengan sebutan kontraksi
panjang.
Misalnya, si astronot agak lelah, lalu mulai berbaring di tempat tidur
yang sudah disediakan di pesawat luar angkasanya. Dengan teropong yang
sama, pengamat bisa mengintip si astronot yang tidur berbaring itu. Aneh,
sewaktu berbaring si astronot tampak lebih pendek, sedangkan sewaktu ia
masih di bumi dan pesawatnya belum berangkat, ia tampak tinggi. Lebih
aneh lagi, sewaktu ia sudah terbangun lagi dari tidurnya dan kembali
berdiri, tiba-tiba ia kelihatan tinggi seperti biasa. Tetapi ia juga kelihatan
lebih kurus saat berdiri. Itu terjadi karena ia sedang berada dalam pesawat
yang meluncur cepat, saat ia tidur kita melihat panjang tubuhnya menciut
(terjadi kontraksi panjang). Saat ia berdiri, kita melihat lebar tubuhnya
menciut (juga merupakan kontraksi panjang). Tetapi ia sendiri tidak
merasakan perubahan apa-apa di dalam pesawat.

Bintang

BUMI

Lp

(a)

(b)

Gambar 1. ( a ) Diukur oleh pengamat di Bumi, jarak ke bintang adalah L p, dan


selang waktu perjalanan adalah t. ( b ) Menurut penumpang dalam pesawat
antariksa, Bumi dan bintang bergerak dengan kelajuan v relatif terhadap pesawat.
Penumpang mengukur jarak dan selang waktu perjalanan masing-masing adalah L
dan tp, keduanya lebih kecil daripada yang diperoleh dalam ( a ).
Untuk memahami kontraksi panjang secara kuantitatif, pertimbangkanlah
percobaan fiktif di atas. Anggap sebuah pesawat antariksa berawak melakukan
perjalanan dari Bumi menuju ke sebuah bintang dengan kelajuan tetap v berarah ke
kanan. Kita tetapkan dua pengamat yang akan mengukur panjang jarak antara Bumi
dan bintang dan selang waktu perjalanannya. Pengamat pertama dia di Bumi dan
pengamat kedua adalah penumpang pesawat antariksa. Pengamat yang diam di Bumi
dianggap juga diam terhadap bintang, sehingga pengamat di Bumi akan mengukur
panjang jarak sejati ( proper length ), Lp, antara Bumi dan bintang ( lihat gambar 1.a ).
Pesawat antariksa bergerak dengan kelajuan v relatif terhadap Bumi sehingga selang
waktu perjalanan pesawat dari Bumi ke bintang menurut pengamat di Bumi adalah
t=

L
jarak
= p
kelajuan v

..

. ( 1.2 )

Menurut penumpang antariksa, pesawat adalah diam dan Bumilah yang


bergerak dengan kelajuan v ke kiri dan bintang dengan kelajuan v yang sama ke kiri
( lihat gambar 1.b ).

Karena yang melakukan perjalanan dari Bumi ke bintang adalah pesawat


antariksa, maka penumpanglah yang mengukur selang waktu sejati, t p. Karena
pemuluran waktu maka tp haruslah lebih kecil daripada t, selang waktu pengamat di
Bumi. Dengan faktor tetapan transformasi , maka
t p=

Tentu saja jarak Bumi dan bintang yang diukur oleh penumpang, L, adalah
Jarak = kelajuan x waktu
L=v t p=v

Masukkan t=

Lp
dari persamaan ( 2 ) kita peroleh
v
L
(
v ) 1
L=
= L
p

Maka, rumus kontraksi panjang :

1
v2
L= L p= 1 2 L p

c
.( 1.3 )

Keterangan :
Lp = Panjang sejati ( proper length ) yaitu panjang ( atau jarak ) yang diukur oleh
pengamat yang

diam meter ( m )

L = Panjang relativistik yaitu panjang ( atau jarak ) yang diukur oleh pengamat yang
bergerak

meter ( m )

v = kecepatan relatif pengamat yang bergerak meter per sekon ( m/s )


c = cepat rambat cahaya = 3,0 x 108 m/s
= konstanta Lorentz atau tetapan transformasi

Kontraksi panjang atau penyusutan panjang ini hanya terjadi pada komponen
panjang benda yang sejajar dengan arah gerak. Semua komponen panjang lainnya
yang tegak lurus terhadap arah gerak ( arah kecepatan v ) tidak mengalami
penyusutan panjang.
Peristiwa kontraksi panjang pertama kali diprakirakan oleh Hendrik Anton
Lorentz, seorang fisikawan Belanda, untuk menerangkan hasil nol percobaan
Michelson-Morley. Oleh karena itu, peristiwa kontraksi panjang ini disebut juga
kontraksi Lorentz.

Albert Einstein pada tahun 1905 menyatakan bahwa ada kesetaraan antara
massa dan energi pada benda yang bergerak mendekati kecepatan cahaya. Pada
penyinaran zat radioaktif, selalu disertai energi yang sangat besar. Energi ini diserap
dan berubah menjadi panas. Jika benda diam menerima energi kinetik, massa relatif
benda akan bertambah. Tetapi, jika kehilangan energi, massa benda relatif akan
berkurang. Einstein merumuskan bahwa energi sebanding dengan massa dan kuadrat
kecepatan cahaya, yang dinyatakan:
E = m.c2 ........................................................ (1)
Dalam fisika klasik kita mengenal dua prinsip kekekalan, yaitu kekekalan massa
(klasik) dan kekekalan energi. Dalam relativitas, kedua prinsip kekekalan tersebut
bergabung menjadi prinsip kekekalan massa-energi, dan memegang peranan penting
dalam reaksi inti.
Pada sebuah atom hidrogen mempunyai massa diam 1,00797 u setara dengan 938,8
MeV. Jika tenaga yang mencukupi (13,58 eV) ditambahkan untuk mengionisasi
hidrogen tersebut, yaitu untuk memecahkan hidrogen menjadi bagian-bagian
pembentuknya (proton dan elektron), maka perubahan pecahan massa diam sistem
tersebut adalah:
13,58 eV / 938,8 x 106 eV = 1,45 10-8.
Nilai itu setara dengan 1,45 10-6 persen, yang terlalu kecil untuk diukur. Tetapi,
untuk sebuah inti seperti deuteron dengan massa diam 2,01360 u yang setara dengan
1876,4 MeV, maka diperlukan tambahan tenaga sebesar 2,22 MeV untuk
memecahkan deuteron tersebut menjadi bagian pembentuknya. Perubahan pecahan
massa diam sistem tersebut adalah:
2,22 MeV / 1876,4 MeV = 1,18 10-3
atau sekitar 0,12 persen, sehingga dengan mudah dapat diukur. Hal ini merupakan ciri
perubahan massa diam pecahan dalam reaksi nuklir, sehingga hukum kekekalan
energi-massa harus digunakan dalam suatu eksperimen reaksi nuklir, agar diperoleh
kesesuaian dengan teorinya.

Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan inti berat menjadi dua buah inti atau lebih yang
lebih ringan, disertai pancaran energi yang sangat besar. Sementara itu, reaksi fusi
merupakan reaksi penggabungan beberapa inti ringan, disertai pengeluaran energi

yang sangat besar. Proses ini merupakan kebalikan dari fisi, tetapi hasil terakhir sama
yaitu energi yang dahsyat.

Contoh Soal :
Sebuah elektron dipercepat dari keadaan diam melalui beda potensial 1,5 MV
sehingga memperoleh energi 1,5 MeV. Tentukan laju akhirnya!

Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan:

Diketahui bahwa Ek = Ep, maka Ek = (1,5 106 eV)(1,6 10-19 J/eV) = 2,4 10-13 J
Dimisalkan :

Diketahui m = 9 10-31. kg, maka m = 3,58 10-30 kg


Untuk menentukan laju dengan menggunakan persamaan:

Contoh soal Kontraksi Panjang :


Sebuah roket waktu diam di bumi mempunyai panjang 100 m, roket tersebut bergerak
dengan kecepatan 0,8 c ( c = cepat rambat cahaya ). Menurut orang di bumi,
berapakah panjang roket tersebut selama bergerak ?
Diket : Lp = 100 m
v = 0,8 c
Dit

:L = ..?

Jawab :

v2
Lp
c2

0,8 c 2
. 100m
c2

L= 1

L= 1

L= 10,8 2 . 100 m
L= 10,64 .100 m
L= 0,36 . 100 m
L=0,6 . 100 m

L=60 m

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari materi-materi yang telah dibahas dalam makalah ini dapat kita simpulkan
bahwa :

Dilatasi adalah waktu tidaklah mutlak tetapi relatif, bergantung

pada gerak pengamat relatif terhadap kejadian yang diamatinya, dan semua jam
akan berjalan lebih lambat menurut seorang pengamat yang berada dalam
keadaan gerak (relatif).
Pengukuran panjang seperti halnya pengukuran selang waktu juga
dipengaruhi oleh gerak relative. Panjang L benda yang bergerak terhadap
pengamat kelihatannya lebih pendek dari panjang Lo bila diukur dalam keadaan
diam terhadap pengamat. Gelaja ini dikenal sebagai pengerutan Lorentz. Panajng
Lo suatu benda dalam kerangka diamnya disebut sebagai panjang proper.
Kesetaraan antara massa dan energi pada benda yang bergerak mendekati
kecepatan cahaya. Pada penyinaran zat radioaktif, selalu disertai energi yang
sangat besar. Energi ini diserap dan berubah menjadi panas. Jika benda diam
menerima energi kinetik, massa relatif benda akan bertambah. Tetapi, jika
kehilangan energi, massa benda relatif akan berkurang.
3.2. Saran
Kepada

para

pembaca

penulis

mengucapkan

selamat

belajar

dan

manfaatkanlah makalah ini dengan sebai-baiknya. Penulis menyadari bahwa


makalah ini masih perlu ditingkatkan mutunya, oleh karena itu, kritik dan saran
sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Kanginan,Marthen.2006.Fisika 3 untuk SMA Kelas XII.Erlangga
www.yohanessurya.com

Anda mungkin juga menyukai