Anda di halaman 1dari 26

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Karakteristik Penderita TB dan Angka Kejadian TB di puskesmas

padasuka
Penyusun

: Kelompok V

Semester

: 2 (dua)

Anggota

: 1. Lussy Desilla

4111141002

2. Evi Septri Andayani

4111141026

3. Farhan Arsyad

4111141036

4. Robertus Shindu Guntara

4111141052

5. Striratna Candra Wilasita

4111141057

6. Riany Jade Sabrina Toisuta

4111141074

7. Aneisza P.P.P

4111141095

8. Herdian Sudiartono

4111141123

9. Nurul Purnama Sari

4111141140

10. Milana

4111141154

11. Trinomi Windu Waskita

4111141155

12. Addina Nuzulia Ramadhani

4111141041

13. Faras Hilmi

4111141085

14. Nurul Fauzia Erlan

4111141117

MENYETUJUI DAN MENGESAHKAN


Cimahi, Juli 2015
Ketua modul Risdok

Muhammad Harris Suhamihardja., dr., MPH


NID. 412155544
KATA PENGANTAR

Dosen pembimbing

Linlin, dr., M., Biomed


NID. 412174883

Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T
yang telah melimpahkan rahmat serta karunia dan ridho Nya sehingga penulis
dapat menulis laporan penelitian ini dengan judul Karakteristik Penderita TB dan
Angka Kejadian TBC di Puskesmas Padasuka sebagai salah satu syarat tugas
Riset Kedokteran di Fakultas Kedokteran Program studi Kedokteran Universitas
Jenderal Achmad Yani.
Pembuatan laporan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang telah memberikan dorongan moral, materi, maupun ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Priatna, dr.,Sp.Rad selaku Dekan FK UNJANI beserta staf pengajar yang
telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
2. Iis Inayati, dr.,Mkes selaku wakil Dekan I penulis haturkan terimakasih
yang sebesar-besarnya
3. Fransiska Ambarukmi, dr.,MKes selaku Ka Prodi Kedokteran FK UNJANI
beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal ilmu
pengetahuan sehingga dapat diaplikasikan pada laporan penelitian ini atau
bahkan kehidupan.
4. Mochammad Harris Suhamihardja, dr, MPH selaku ketua blok modul
Riset Kedokteran dan sebagai pembimbing utama yang telah banyak
mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan berbagai
petunjuk dan masukan dalam terbentuknya laporan penelitian ini.
5. Desy Linasari, dr., MKM selaku sekertaris modul Riset Kedokteran
6. Linlin, dr., sebagai pembimbing pendamping yang telah banyak
mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan berbagai
petunjuk dan masukan dalam terbentuknya laporan penelitian ini.
7. Kepala puskesmas
8. kedua orang tua

9. Kepada rekan sejawat di Prodi Kedokteran di Fakultas Kedokteran


Universitas Jenderal Achmad Yani angkatan 2014, penulis ucapkan
terimakasih atas kerjasama, rasa kekompakan, dan rasa kekeluargaan yang
telah diberikan selama ini.
Kami sampaikan ucapan terima kasih yang tidak terkira kepada teman
kelompok diskel 5 atas segala dorongan moril dan semangat dengan penuh
kesabaran, kekompakan, pengertian sehingga kami dapat terus membuat laporan
penelitian ini dengan tersenyum.
Terakhir kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan masukan yang
membangun sehingga dapat membuat laporan penelitian ini lebih baik lagi.

Cimahi, Juli 2015


Tim penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah
mengenal penyakit ini. TB bukanlah penyakit keturunan, dan TB dapat
disembuhkan dengan pengobatan yang tepat, lengkap dan teratur.1
Penyakit ini dapat menyerang bukan saja pada dewasa, anak-anak bahkan
bayi tergolong rentang terhadap penyakit ini sistem kekebalan tubuh yang belum
sempurna, kualitas gizi yang buruk, dan orang dewasa penderita TB sebagai
sumber penular merupakan salah satu penyebab anak-anak rentan terhadap
infeksi TB.1

Penderita TB dapat menularkan penyakitnya pada saat bersin atau batuk,


bakterj tersebar ke udara melalui percikan dahak dan dapat bertahan di udara pada
suhu kamar dalam beberapa jam. Individu di sekitar dapat terinfeksi apabila dahak
yang emngandung bakteri tersebut terhirup dalam saluran pernafasan. Umumnya
bakteri ini menyerang organ paru-paru dan sebagian kecil pada organ tubuh
lainnya. Bakteri ni di paru-paru berkembang biak membentuk kelompok sehingga
jaringan paru-paru mengalami peradangan. Dari hasil pemeriksaan rogent thorax,
akan terlihat sebagai bercak-barcak putih.1
Pengobatan tuberkulosis paru yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
tuberkulosis paru masih tetap menjadi masalah kesehatan dunia yang utama. Pada
bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan tuberkulosis paru sebagai Global Health
Emergency. Tuberkulosis paru dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang
penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh
dunia. 1
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi
dinegara-negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia
produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya
prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang
muncul terjadi di Asia. 1
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah
China dan India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000
kasus. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan
nasional 2001, TB menempati ranjing nomor 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %.
Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka
pandemi infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa dating melihat
semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. Suatu surbei
mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 19791982 diperlihatkan pada Tabel 1.5

iv

Tahun

Provinsi

Jumlah penduduk th

Prevalensi Positif

1982(juta)

Hapusan BTA Sputum

Survei

(%)

1979
Jawa Tengah
26.2
1980
Bali
2.5
1980
DKI Jaya
7.0
1980
DI Yogyakarta
2.8
1980
Jawa Timur
30.0
1980
Sumatera Utara
8.8
1980
Sulawesi Selatan
6.2
1980
Sumatera Selatan
4.9
1980
Jawa Barat
28.9
1980
Kalimantan Barat
2.6
1980
Sumatera Barat
3.5
1981
Aceh
2.7
1981
Kalimantan Timur
1.3
1981
Sulawesi Utara
2.2
1982
Nusa Tenggara Timur
2.8
Sumber: Buku ajar Ilmu Penyakit dalam (jilid 3, edisi V)

0.13
0.08
0.16
0.31
0.34
0.53
0.45
0.42
0.31
0.14
0.38
0.15
0.52
0.30
0.74

Keterangan: Modifikasi dari Aditama: rata-rata prevalensi TB pada 15 provinsi:


0.29%, prevalensi tertinggi ada di NTT 0.74% yang terendah di Bali 0.08%. pada
tahun 1990 prevalensi di Jakarta 0.16%.
Pada kota Cimahi penderita penyakit TB terus bertambah . Pada tahun 2014
ada 437 orang yang terkena penyakit TB lalu pada tahun 2015 penderita penyakit
TB bertambah menjadi 599 orang dari 558.178 jiwa.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang di atas terdapat beberapa masalah yang dapat diangkat
menjadi fokus dalam pembuatan laporan penelitian ini:
1. Bagaimana karakteristik pasien TB menurut Usia di Puskesmas Padasuka
Cimahi ?
2. Bagaimana karakteristik pasien TB menurut jenis kelamin di Puskesmas
Padasuka Cimahi ?
3. Bagaimana karakteristik pasien TB yang memiliki keluhan utama di
Puskesmas Padasuka Cimahi ?
4. Bagaimana Angka kejadian penyakit TB di Puskesmas Padasuka Cimahi ?

iv

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
pasien TB di Puskesmas Padasuka Cimahi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik pasien TB menurut usia di Puskesmas Padasuka
Cimahi
2. Mengetahui karakteristik pasien TB menurut jenis kelamin di Puskesmas
Padasuka Cimahi
3. Mengetahui karakteristik pasien TB yang memiliki keluhan utama di
Puskesmas Padasuka Cimahi
4. Mengetahui angka kejadian penyakit TBC di Puskesmas Padasuka Cimahi

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat untuk puskesmas
a. Memberi informasi kepada puskesmas Padasuka Cimahi tentang
bagaimana karakteristik pasien TB.
b. Sebagai evaluasi program pencegahan dan pemberantasan penyakit
TB di puskesmas Padasuka Cimahi,
1.4.2 Manfaat untuk masyarakat
a. Menambah pengetahuan tentang pencegahan, penularan, pengobatan
penyakit TB dengan beberapa karakteristik.
b. Mengetahui sikap dan perilaku yang tepat dalam pencegahan penyakit
TB
1.4.3 Manfaat untuk peneliti
a. Memenuhi tugas riset kedokteran di Fakultas Kedokteran Unjani
b. Menambah pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian
c. Menemukan pokok permasalahan yang timbul di masyarakat serta
mencari solusi dari maslah tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tuberkulosis


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal pada manusia, atau penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri
pathogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4mn, ukuran ini lebih kecil
daripada sel darah merah.1

2.2 Klasifikasi Tuberkulosis


Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli
radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang
keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa
klasifikasi seperti:

Pembagian secara patologis


-

Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)

Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)

Pembagian secara aktivitas radiologis


Tuberculosis paru (Koch Pulmonumc aktif, non aktif dan quiescent
(bentuk aktif yang mulai menyembuh).

Pembagian secara radiologis (luas lesi)

iv

Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltratnonka-vitas


pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak


lebih dari 4 cm. jumlah infltrat bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian
satu paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang


melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan


klinis, radiologis, dan mikrobiologis:

Tuberkulosis paru

Bekas tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam:


a). Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA
negative, tetapi tanda-tanda lain positif.
b). Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum BTA
negative dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan., TB tersangka ini sudah harus dipastikan apabila termasuk
TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1.
Status bakteriologi, 2. Mikroskopik sputum BTA (langsung), 3. Biarkan sputum
BTA, 4. Status radiologis, kelainan yang relebvan untuk tuberkulosis paru, 5.
Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.2

2.3 Etiologi

TB paru disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis . Mycobacterium

tuberculosis termasuk dalam genus mycobacteria . Mikobakteri adalah bakteri


berbentuk batang, aerob, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah
diwarnai, sekali diwarnai bakteri ini menahan penghilangan warna oleh asam atau
alkohol sehingga disebut basil tahan asam.3

2.4 Patogenesis
Penularan TB paru oleh Mycobacterium tuberculosis terjadi karena
dibatukkan atau diersinkan dan tempat masuknya kuman M.tuberculosis adalah
saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran jaringan limfe, dan kulit terjadi
melalui udara yaitu yang mengandung basil tuberkel . Partikel infeksi ini dapat
bertahan dalam udara bebas selama 1-2 jam . Dalam suasana lembab kuman ini
dapat bertahan hingga berbulan-bulan . Apabila kuman ini terhisap oleh orang
sehat akan menempel pada bagian jaringan paru. 1,2
TB adalah penyakit yang dikendalikan pertama kali oleh neutrofil, kemudian
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trakeobronkial. 1,2
Bila kuman tetap menetap pada jaringan paru dan berkembang biak, kuman
yang bersarang pada jaringan paru tersebut akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil biasanya disebut sarang primer. Bila menjalar sampai ke pleura
akan terjadi infeksi pleura. 1,2
Dari sarang primer akan terjadi peradangan kelenjar getah bening menuju
hilus, dan diikuti juga oleh pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). proses ini terjadi hingga 3-8 minggu. 1,2

2.5 Faktor Risiko


Penyebaran penyakit Tuberclosis (TBC) di pengaruh oleh berbagi
faktor,fartor yang mempengaruhi penyebaran dari TBC bisa mempercepat
penyebaran ataupun memperlambat dari penyebaran itu sendiri. Helper Sahat P

iv

Manulu dalam jurnalnya yang berjudul Factors Affecting The Occurrence Of


Pulmonary Tb And Efforts To Overcome menuturkan bahwa faktor resiko
terbesar dari penyebaran TB itu adalah budaya masyarakat Indonesia itu sendiri
serta baik atau buruknya pelayanan kesehatan itu sendiri,adapun faktor faktor lain
yang mempengaruhi penyebaran TBC adalah :
1) Umur
Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif
15-50 tahun . Dengan terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
system imunolosis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB-paru.
2) Jenis kelamin
Penderita TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO, sedikitnya dalam periode
setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal aicibat TB paru, dapat
disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang
disebabkan oleh TB-paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan
persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan
tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-paru. Terdapat
proporsi menurut jenis kelamin, laki-laki sebesar 54,5 % dan perempuan sebesar
45,5 % yang menderita TB paru, sebagian besar mereka tidak bekerja 34,9 % dan
berpendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD) sebesar 62,9
%.
A. Faktor Sarana
(1) Tersedianya obat yang cukup dan kontinu,
(2) Dedikasi petugas kesehatan yang baik ,
(3) Pemberian regiment OAT yang adekuat.
B. Faktor penderita
(1) Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB paru. Cara
pengobatan

dan

bahaya

akibat

berobat

tidak

adekuat

(2) Cara menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi. Cukup
istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok.
(3) Cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang
dahak sembarangan, bila batuk,menutup mulut dengan saputangan, jendela
rumah cukup besar untuk mendapat lebih banyak sinar matahari.
(4) Sikap tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru adalah
penyakit infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat dengan benar
(5) Kesadaran dan tekad penderita untuk sembuh.
C. Faktor keluarga dan masyarakat lingkungan :
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang
dengan cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang
dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar tetap
rajin berobat.5

2.6 Gejala Klinis


Menurut Antoni Lamini (2002) ia mengatakan bahwa gejala klinis pada kasus
TB terdapat 2 jenis yaitu gejala kilinis secara khusus dan gejala klinis secara
umum ,pada keduanya memiliki ciri khas yang berbeda adapun gejala keduanya
adalah :
A.Gejala umum
(a) batuk selamalebih dari 3 minggu
(b) demam
(c) berat badan menurun tanpa sebab
(d) berkeringat pada waktu malam
(e) mudah capai
(f) hilangnya nafsu makan.
B.Gejala Khusus
(a)tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus akibat penekanan kelenjar getah beningyang membesar

iv

(b) akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai
sesak, kalau ada cairan dirongga pleura dapat disertai dengan keluhan sakit dada
(c) bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuarapada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah
(d) pada anak-anakdapat mengenai otak (lapisan pembungkusotak dan disebut
sebagai menginitis (radang selaput otak), gejala adalah demam tinggi,adanya
penurunan kesadaran dan kejang kejang. 6

2.7 Pemeriksaan penunjang


1) Analisis Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta
cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung
diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat,
serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa
rendah.4
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan
ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui
biopsi atau otopsi, yaitu : Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)
kelenjar getah bening (KGB) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau
dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman) Biopsi jaringan paru
(trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal
needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka). Otopsi Pada pemeriksaan
biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam
larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta
sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi. 4
3) Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam
pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan
pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah

yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang


spesifik. 4
4) Uji tuberkulin Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji
tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit kurang berarti pada
orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi,
bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada
malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif. 4

5) Pemeriksaan Bakteriologik
1) Bahan pemeriksaan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat

penting dalam menegakkan

diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari


dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH) 4
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3
kali (SPS) : - Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) - Pagi
( keesokan harinya ) - Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak
pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. Bahan pemeriksaan/spesimen
yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut
lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat
dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus
kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi
dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan
pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh

iv

dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan


kertas saring melalui jasa pos.
a. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain. Pemeriksaan bakteriologi dari
spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin,
faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan
cara:
Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik: pewarnaan yang sering di pakai yaitu ZiehlNielsen, lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 3
kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif Interpretasi pemeriksaan
mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : - Tidak ditemukan
BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif - Ditemukan 1-9 BTA dalam 100
lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan - Ditemukan 10-99 BTA
dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) - Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang
pandang, disebut ++ (2+) - Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut
+++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara: - Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh Agar base media : Middle brook Melakukan biakan dimaksudkan untuk
mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).8,9,10

2.8 Pedoman Penatalaksaan diagnostik dan pengobatan


Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih
dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptysis. Seseorang yang dicurigai menderita
TB dapat dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum menegakkan diagnosis
dengan prosedur:

Gambar 2.7.1 Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa.


Sumber: Pedoman Penatalaksanaan Diagnostik dan Terapi FKUI
Gejala tuberkulosis ekstraparu Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,

pada

meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis


tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan. Pemeriksaan Jasmani Pada pemeriksaan jasmani

iv

kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada
tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada

permulaan perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus


superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain
suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan
pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pengobatan TBC yang paling utama berupa pemberian obat antimikroba
dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya penyakit klinis pada seseorang ya g sudah terjangkit infeksi. Tiga
prinsip dalam pengobatan TBC yaitu regimen harus termasuk obat-obat multipel
yang sensitif terhadap mikroorganisme, obat-obatan harus diminum secara teratur
dan terapi obat harus dilakukan terus-menerus dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman dalam waktu paling
singkat. Prinsip baru untuk pengobatan TBC yaitu :
1. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (hidrazida asam
isonikotinat (INH)), rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan.
Kemudian diikuti dengan INH dan rifampisin selama 4 bulan adalah
regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TBC pada pasien yang
sensitif terhadap pengobatan.
2. INH dan rifampisin 9 bulan sensitif pada orang yang tidak boleh atau tidak
bisa mengkonsumsi pirazinamid.
3. Mengobati semua pasien dengan DOT adalah rekomendasi utama
4. TBC resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit
untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan
hasil studi kerentanan.

5. Anak-anak harus diberikan regimen yang sama dengan orang dewasa,


dengan dosis obat yang disesuaikan.
6. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah
pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk
orang dewasa dengan TBC aktif dan untuk orang dengan pulasan dan
biakan negatif bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.4
Secara umum pengobatan TBC harus memperhatikan aktivitas obat, aktivitas
bakterisid dan aktivitas sterilisasi.
Terapi yang berhasil, minimal memerlukan 2 macam obat yang hasilnya peka
terhadap obat tersebut dan salah satu dari obat tersebut harus bakterisidik.
Penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah perbaikan
gejala

klinisnya,

perpanjangan

lama

pengobatan

diperlukan

untuk

mengeliminasibasil yang persisten. Bisa dilakukan kemoterapi untuk pengobatan


yang bertujuann untuk:
1. Mengobati pasien dengan sedikit mungkin mengganggu aktivitas
hariannya, dalam periode pendek, tidak memandang apakah dia peka atau
resisten terhadap obat yang ada.
2. Mencegah kematian atau komplikasi lanjut akibat penyakitnya
3. Mencegah kambuh
4. Mencegah munculnya resistensi obat
5. Mencegah lingkungannya dari penularan11
Pengobatan yang bisa dilakukan oleh pasien TB itu berbeda-beda. Pengobatan
dilakukan dengan kategori dan karakteristik tertentu. Seperti pada Tabel 2.8.2:
Tabel 2.8.2 Pengobatan berdasakran kategori TBC.
Kategori
I

Pengobatan
Keterangan
Pengobatan fase insial resismennya Pasien TBC
terdiri dari 2 HRZS

paru

dengan

sputum BTA posotif dan kasus

II

baru
Pengobatan fase insial terdiri dari 2 Pasien kasus kambuh atau gagal

III

HRZES/1 HRZE
dengan sputum BTA positif
Pengobatan fase insial terdiri dari 2 Pasien BTA dengan sputum
HRZ

atau

H3R3E3Z3

iv

yang negatif tetepi selain paru tidak

diteruskan dengan fase lenjutan luas dan kasus ekstra-pulmonal


2HR atau H3R3
Untuk seumur hidup diberi H saja TBC

IV

atau sesuai rekomendasi WHO

kronik.

mengalami

Kemungkinan

resistensi

ganda,

sputumnya harus dikultur dan


uji kepekaan obat
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 3, edisi V)

2.9 Pencegahan
Program-program kesehatan masyarakat sengaja dirangcang untuk deteksi
dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Tujuan mendeteksi dini
seseorang dengan infeksi TBC adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang akan
memperoleh

keuntungan

dari

terapi

pencegahan

untuk

penghentikan

perkembangan TBC yang aktif secara klinis. Program pencegahan ini memberikan
keuntungan tidak hanya untuk orang yang telah terinfeksi namun juga untuk
masyarakat pada umumnya. Karena itu penduduk yang sangat berisiko terkena
TBC harus dapat diidentifikasi dan menjadi prioritas untuk menentukan program
terapi obat. Erdikasi TBC meliputi pengggabungan kemoterapi yang efektif,
identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, orang yang terpapar
penyakit TBC, dan terapi pada kelompok populasi yang berisiko tinggi.4
Vaksinasi Bacille Calmette-Guerin (BCG), satu bentuk strain hidup basil
TBC sapi yang dilemahkan adalah jenis vaksin yang paling banyak dipakai di
berbagai negara. Pada vaksinasi BCG, organisme disuntikkan ke kulit untuk
membentuk focus primer yang berdinding, berkapur, dan berbatas tegas. BCG
tetap berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan
manusia. Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi
dengan organisme virulen karena tidak menimbulkan penyakit pada penjamunya.
Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitifitas terhadap tes
tuberculin.4

2.11 Kerangka Konsep

iv

Pengetahu

TBC Paru

TB paru masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang sering terjadi
di Indonesia. Jumlah pasien TB di negeri ini merupakan nomer 3 terbanyak di
dunia setelah India dan China.

Mencari

Keterlambatan dan ketidaktahuan tentang pengobatan memberikan dampak


yang berbahaya karena pasien TB dapat menularkan penyakitnya kepada orang

Patogenes
Faktor
Pengobata
Pencegaha
disekitarnya,
sehingga membuat jumlah penderita pada TB bertambah. Oleh
is

karena itu diperlukan satu cara agar pasien maupun berada sekitarnya mengetahui
cara pengobatan dan caraPengetahuan
untuk terhindarmeningkat
dari penyakit tersebut.
Satu usaha dengan mengetahui karakteristik pasien TB akan berguna untuk
menanggulangi masalah masalah yang terjadi pada TB paru sosialisasi
Mengetahui karakteristik

mengenai hasil karakteristik


TB paru kepada seluruh petugas yang
pasienpasien
TB di Puskesmas
Padasuka sehingga diharapkan pengobatan TB
melakukan pengobatan sangat diperlukan

paru dapat dilaksanakan dengan hasil yang maksimal.


Penyuluhan pada petugas
BAB III
puskesmas
METODE PENELITIAN

Petugas Puskesmas
Padasuka mengetahui
Rancangan penelitian yang
dilakukan pasien
adalah penelitian deskriptif. Penelitian
karakteristik

3.1 Rancangan Penelitian

dilakukan dengan mengambil data sekunder dari data rekam medik pasien
TB di2014 di Puskesmas Padasuka,
Tuberkulosis pada tahun Prevalensi
2012 sampaipenyakit
dengan tahun
Cimahi tengah menurun

Cimahi.
3.2 Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah data rekam medik pasien Tuberkulosis pada tahun
2012 sampai dengan tahun 2014 di Puskesmas Padasuka, Cimahi.
3.2.1

Kriteria inklusi

Data rekam medik pasien Tuberkulosis yang terdapat data usia, data jenis
kelamin, dan data keluhan utama.
3.2.2

Kriteria eksklusi

a.

Data rekam medik pasien Tuberkulosis yang tidak terdapat data usia, jenis

kelamin atau keluhan utama.


b.

Data rekam medik pasien Tuberkulosis yang rusak atau tidak lengkap.

3.3. Jumlah Sampel


Semua pasien Tuberkulosis pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 di
Puskesmas Padasuka-Cimahi
3.4. Variabel Penelitian
Pasien Tuberkulosis yang terdapat data usia, data jenis kelamin, dan data
keluhan utama pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014 di Puskesmas
Padasuka Cimahi.

3.5 Definisi Operasional


1. Tuberkulosis (TB) adalah. penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Hampir seluruh
tubuh manusia dapat terserang oleh penyakit ini tetapi yang aling banyak
adalah organ paru.13
2. Rekam medik adalah rekaman mengenai hasil pengobatan terhadap
pasien.2
3. Masa balita adalah masa lima tahun pertama dalam kehidupan anak
manusia.14
4. Masa kanak-kanak adalah masa anak manusia berusia lima sampai sebelas
tahun.14
5. Masa remaja awal adalah masa anak manusia berusia dua belas tahun
sampai enam belas tahun.14
6. Masa remaja akhir adalah masa anak manusia berusia tujuh belas belas
tahun sampai dua puluh lima tahun.14

iv

7. Masa dewasa awal adalah masa anak manusia berusia dua puluh enam
tahun sampai tiga puluh lima tahun.14
8. Masa dewasa akhir adalah masa anak manusia berusia tiga puluh enam
tahun sampai empat puluh lima tahun.14
3.6 Bahan dan alat / Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan terhadap
rekam medik pasien yang mengidap penyakit TBC paru di Puskesmas Padasuka
Cimahi.
3.7 Prosedur penelitian
1. Persiapan penelitian.
Persiapan penelitian meliputi rancangan penelitan dan bimbingan dengan
dosen pembimbing di Fakultas Kedokteran UNJANI.
2. Survei lokasi dan penjelasan mengenai penelitian kepada petugas puskesmas
dan akan diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan dan manfaat
dari pemeriksaan terkait penelitian yang dilakukan.
3. Pengambilan sampel penelitian.
Subjek yang memenuhi kriteria inklusi diambil data usia, jenis kelamin atau
keluhan utama.
4. Manajemen data
Manajemen data yang dilakukan terdiri atas pengumpulan data, input data, dan
penyajian data.
3.8 Analisis data
Data sekunder rekam medik pasien yang mengidap penyakit TBC paru di
Puskesmas Padasuka Cimahi tahun 2012 sampai dengan 2014 disajikan secara
deskriptif

dan

ditampilkan

dalam

bentuk

menggunakan narasi dan diagram.


3.9 Aspek Etika Penelitian

distribusi

frekuensi

dengan

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh


bertentangan dengan etika. Tujuan penelitian harus etis, dalam arti hak responden
dilindungi.
3.9.1 Tanpa nama
Di dalam penelitian ini nama subyek tidak dicantumkan. Untuk
kekutsertaannya, maka peneliti memberi kode pada pengumpulan data.
3.9.2 Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti akan dijamin
kerahasiaannya. Hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti sajikan
atau laporkan sebagai hasil penelitian
Dalam penelitian ini pasti mempunyai kelemahan-kelemahan, kelemahan dari
penelitian ini adalah hanya meneliti tentang penyakit Tuberculosisnya saja.

3.10 Tempat dan Waktu Penelitian


3.10.1 Tempat
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Padasuka, Cimahi. Adapun penelitian
di lokasi tersebut karena penulis berkepentingan dengan masalah ini dalam rangka
penyusunan Usulan Penelitan untuk memenuhi tugas riset kedokteran, lokasi ini
berdekatan dengan lokasi penulis sehingga memudahkan bagi penulis.
3.10.2 Waktu
Waktu penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 6 bulan, mulai dsri Juni
2015-Januari 2016.
3.11 Jadwal Penelitian
3.11.1 Tabel Jadwal Penelitian
No

Bulan
Jenis Penelitian

1.
2.

17

19

Pembekalan UP
Pembagian dosen,
pembimbing, dan

iv

Juni
25 2
7

2
9

3
0

Juli
3

3.
4.
5.
6.
7.
8.
10
.
11
.

puskesmas
Penyusunan laporan
Bab 1,2, dan 3
Bimbingan dengan
dosen pembimbing
Survei tempat
Persiapan
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Pengolaan data
Penyajian Hasil
Seminar

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo,Waru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
2. Price, Sylvia Anderson. 2003. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC Buku Kedokteran. 852-853.
3. Mikrobiologi kedokteran
4. Yusuf A, Tjokonegoro A. Tuberkulosis Paru: Pedoman Penatalaksanaan
Diagnostik dan Terapi. Jakarta: FKUI . 125-35.
5. Simon S, Alimuddin Z.
6. Depkes RI

BAB II :

(4)
Price, Sylvia Anderson . Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit . in : dr. HUriawati Hartanto, dr.Pita Wulansari, dr. Natalia Susi & dr.
Dewi Asih Mahanani, editors. Clinical concepts of disease processes. 6/e Jakarta :
EGC ; 2005.p. 852-853.
(11) Sudoyo.W,aru, dkk; 2009; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jakarta;
Interna publishing

Daftar pustaka addina


(8) Yusuf A, Tjokonegoro A. Tuberkulosis Paru. Pedoman Penatalaksanaan
Diagnostik dan Terapi. FKUI. Jakarta, 2007. 125-35.
(9) http://www.academia.edu/7862887/Penatalaksanaan_tb_paru
(10) http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf

iv

Anda mungkin juga menyukai