Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Semua negara yang ada di dunia baik negara-negara maju maupun
negara sedang berkembang tentu melaksanakan pembangunan ekonomi.
Untuk

meningkatkan

pendapatan

riil

perkapita

atau

paling

tidak

mempertahankan tingkat pendapatan yang telah dicapai. Bagi negara sedang


berkembang pembangunan ekonomi jelas dimaksudkan untuk meningkatkan
taraf hidup sehingga setaraf dengan tingkat hidup di negara-negara maju.
Sedangkan masalah perekonomian yang dihadapi oleh banyak negara
dimana keadaan perekonomian sering mengalami gejolak yang tidak menentu.
Setelah badai krisis, terlalu banyak negara, di Kawasan Asia khususnya
Indonesia mengalami keterpurukan di bidang perekonomian yang sangat
memprihatinkan. Hal ini berpengaruh besar terhadap dunia usaha, khususnya
di bidang industri. Bidang industri merupakan salah satu yang mendapat
perhatian untuk dikembangkan dalam pembangunan.
Hakekat pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan yang diikuti oleh
perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegitan ekonomi (Sadono
Sukirno, 1998 : 45). Istilah pembangunan ekonomi tidak hanya pada masalah
perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi
kegiatan ekonomi.

Proses industrialisasi dan pembangunan industri ini sebenarnya


merupakan jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam
arah tingkat hidup yang relatif tinggi. Selain itu industrialisasi dapat
merangsang dan mendorong investasi di sektor lain. Pembangunan diupayakan
untuk

mengembangkan potensi yang ada secara optimal. Pengembangan

sektor industri juga diharapkan dapat merubah komposisi ekspor, sehingga


ekspor industri yang dahulunya merupakan ekspor barang mentah akan
berubah menjadi barang yang sudah diolah baik berupa barang setengah jadi
atau barang jadi.
1. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Pengembangan Industri
Pengembangan industri akan mempunyai pengaruh terhadap
beberapa aspek, antara lain :
a. Memperluas kesempatan kerja
b. Menghasilkan barang-barang yang dibuat masyarakat banyak dan
sektor-sektor pengembangan lain
c. Meningkatkan pendapatan industri
d. Menghemat devisa khususnya bagi industri yang bersifat substitusi
impor
Pembangunan perubahan dan gejolak baru yaitu oleh globalisasi
khususnya di bidang ekonomi yang dapat mempengaruhi stabilisasi
nasional dan ketahanan nasional yang pada gilirannya akan berdampak
pada pelaksanaan pembangunan nasional di masa yang akan datang.

2. Unsur Pelengkap Dasar Pembangunan Ekonomi


Pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian
atau perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur
pelengkap dasar yaitu sebagai berikut : (Michael P. Torado, 2000 : 432)
a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian
teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk
meningkatkan produktivitas hasil produksi pertanian
b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang
didasarkan pada strategi pembangunan penataan yang berorientasi
pada pembinaan ketenagakerjaan
c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non
pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang
dan ditunjang oleh masyarakat pertanian
Dari beberapa jenis industri yang diusahakan salah satunya adalah
industri karet. Industri karet yang ada di Indonesia yaitu di wilayah
Kalimantan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Bengkulu,
Jambi, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Sedangkan di daerah Jawa Tengah terletak di Cilacap yaitu di Jeruk
Legi dan di Cipari. Peneliti mengadakan penelitian di Cipari karena
merupakan perkebunan karet yang terluas dibandingkan di daerah yang lain
yang ada di kawasan Cilacap.
Perkebunan karet yang ada di Cipari yaitu PT. JA Wattie mengadakan
kemitraan dengan petani karet Kecamatan Dayeuhluhur. Kemitraan itu terjalin

sejak bulan April 1995, dimana produksi karet rakyat dikirim ke Perkebunan
Ciseru-Cipari. Bahan olahan dari petani berupa lump tahu / stab dibeli dengan
harga berdasarkan kadar karet / rendemen (mutu barang).
Sejalan dengan perkembangan, maka pada tanggal 05 Maret 1997
kemitraan ini dikukuhkan dengan ditandatanganinya perjanjian Kesepakatan
Kemitraan Usaha Antar Kelompok Tani Karet Swadaya Murni Kabupaten
Cilacap dengan PT. JA Wattie Perkebunan Ciseru-Cipari.
Dalam kedudukannya sebagai kebun inti, Perkebunan Ciseru-Cipari
menjalankan prinsip-prinsip kemitraan usaha yang saling menguntungkan,
saling membutuhkan, saling percaya, saling menghormati, saling koreksi, dan
saling kerjasama dengan baik agar kemitraan ini berjalan harmonis, selaras
dan berkesinambungan. Beberapa fasilitas yang diberikan kepada petani
adalah sebagai berikut :
1. Bantuan hibah bibit karet sebanyak 10.000 pohon untuk pengembangan
seluas 2.000 Ha
2. Bantuan modal berupa kredit lunak tanpa bunga dengan cicilan selama 10
tahun
3. Dukungan sarana produksi seperti pestisida dan herbisida serta alat-alat
sadap
4. Bimbingan teknologi budidaya, melalui pembinaan dan penyuluhan secara
rutin untuk menerapkan teknologi pengolahan karet
5. Menjamin pembelian hasil / produksi karet rakyat sampai pengolahan dan
pemasaran

Program pengembangan areal karet rakyat mengacu kepada program


yang dicanangkan oleh Pemerintah melalui dana APBN dan APBD. Target
pengembangan seluas 5.000 Ha. Realisasi pengembangan tahun 1997 / 1998
telah dilaksanakan seluas 25.000 Ha dengan bantuan dana dari OECF melalui
proyek pengembangan sumber daya sarana dan prasarana perkebunan Jawa
Tengah, dimana Perkebunan Ciseru-Cipari sebagai pelaksana pembangunan
kebun / penanaman karet di Dayeuhluhur.
Pembangunan perkebunan karet merupakan salah satu aspek dari suatu
pembangunan daerah di Kabupaten Cilacap. Pengusaha tanaman karet sering
dipengaruhi oleh pemilikan tanah, luas lahan yang digarap serta kemampuan
pekerja dalam memanfaatkan berbagai sarana dan faslitas yang tersedia
lainnya yang dapat menunjang dalam usaha perkebunan. Pendapatan pekerja
banyak dipengaruhi berbagai faktor internal yang berasal dari pihak pekerja,
jumlah tenaga kerja dalam keluarga, dan kemampuan ekonomi. Sedangkan
faktor eksternal adalah kondisi tanah yang dipakai pada usaha perkebunan,
tingkat kesuburan tanah, tingkat harga jual, luas daerah pemasaran serta
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dari perkebunan karet.
Diantara berbagai faktor produksi dari usaha perkebunan atau
pertanian produksi karet tersebut diperkirakan terdapat faktor produksi yang
sangat menentukan dalam usaha di bidang perkebunan yang meliputi lahan,
modal, pupuk, tenaga kerja serta upah. Dan usaha di bidang perkebunan
merupakan kegiatan yang mencakup kehidupan masyarakat yaitu di bidang
ekonomi,

sosial,

budaya,

dan

lainnya

yang

menyangkut

masalah

kemasyarakatan yang mana bidang tersebut dapat dipakai sebagai obyek


penelitian.

Dengan berdasarkan pada permasalahan yang diuraikan pada latar


belakang masalah di atas, maka penulis mengangkat judul permasalahan
"FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI
KARET YANG DIKELOLA OLEH PT. JA. WATTIE (STUDI KASUS DI
DESA PEGADINGAN, KECAMATAN CIPARI KABUPATEN CILACAP)."

B. Pembatasan Masalah
Berkaitan dengan banyaknya masalah yang dihadapi dalam usaha
perkebunan karet, serta berdasarkan pertimbangan keterbatasan kemampuan,
biaya dan waktu penelitian, maka penelitian ini ditekankan pada satu topik
yaitu hasil produksi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis membatasi masalah sebagai berikut :
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai produksi dibatasi pada variabelvariabel :
1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang mengelola tanaman karet.
2. Luas Lahan
Luas lahan yaitu luas lahan yang dipergunakan untuk membudidayakan
karet dalam satuan meter persegi (m2).
3. Pupuk
Kebutuhan pupuk mulai dari penanaman bibit sampai dengan masa
penyadapan, dalam satuan rupiah (Rp).

4. Modal
Modal yaitu besarnya modal yang diperlukan dalam sekali masa
penyadapan yaitu satu tahun, dalam satuan rupiah (Rp).
5. Upah
Upah yaitu besarnya upah yang diterima oleh setiap pekerja setiap
bulannya, dalam satuan rupiah (Rp).

C. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka perumusannya adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang besar antara penggunaan faktor produksi
tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah terhadap hasil produksi
karet ?
2. Faktor produksi mana yang paling berpengaruh dalam hasil produksi karet ?

D. Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan
upah terhadap hasil produksi karet
2. Untuk mengetahui faktor produksi yang lebih berpengaruh dalam hasil
produksi karet

E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan dalam mengambil kebijaksanaan perusahaan
untuk meningkatkan produksi atau usahanya dengan cara memperbaiki
kelemahan atau kekurangan.
2. Bagi Pihak Lain
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan
pengembangan pengetahuan lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai
bahan perbandingan untuk

kasus-kasus serupa mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi.


3. Bagi Penulis
Untuk memperluas dan memahami bidang produksi khususnya dan ilmu
ekonomi pembangunan umumnya, serta sarana berfikir dan berlatih dalam
menghadapi masalah untuk kemudian pemecahannya.

F. Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah tersebut maka dibuat hipotesis
sebagai berikut :
1. Tenaga kerja perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara
positif
2. Luas lahan perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara
positif

3. Pupuk perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif


4. Modal perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif
5. Upah perkebunan karet mempengaruhi hasil usaha karet secara positif

G. Metodologi Penelitian
1. Daerah Penelitian
Daerah penelitian adalah di Desa Pegadingan, Kecamatan Cipari,
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dengan sistem random menggunakan
30 responden dan data kroseksion.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden
usaha karet. Adapun data tersebut diperoleh dengan metode sebagai
berikut :
1) Metode Wawancara
Metode wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara
wawancara langsung dengan pihak yang berwenang dalam
perkebunan tersebut.
2) Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengumpulan data langsung dari obyek
yang akan diteliti.

10

b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang erat hubungannya
dengan penelitian ini, dengan cara pengutipan data dan membaca
literatur untuk

mendapat dasar teori yang selanjutnya digunakan

sebagai alat analisis dalam pemecahan permasalahan.

H. Metode Analisis Data


1. Analisis Kuantitatif
Analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan angka-angka
perhitungan yang berguna untuk

menghitung variabel bebas terhadap

variabel tak bebas. Alat analisis kuantitatif yang digunakan adalah :


a. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda digunakan untuk

menghitung besarnya

pengaruh variabel bebas yaitu tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal,
dan

upah

terhadap

variabel

tidak

bebas

(produksi)

dengan

menggunakan fungsi Cobb Douglas sebagai berikut : (Sudjana, 1992 :


69)
Y = b0 X1b1. X2b2. X3b3. X4b4. X5b5.e

11

Untuk

menganalisis hubungan variabel independen (X) terhadap

variabel dependen (Y) maka kita perlu mengubah bentuk linier.


Tujuannya untuk mempermudah analisis regresi antara kedua variabel
secara lebih tepat dan konstan. Bentuk liniernya dapat ditulis sebagai
berikut : (Sudjana, 1992 : 70)
Ln Y = b0 + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + e
Keterangan :
Y

= Produksi (Rp)

b0

= Intersep (konstanta)

X1

= Tenaga Kerja

X2

= Luas lahan

X3

= Pupuk

X4

= Modal

X5

= Upah

= Penyimpangan yang mungkin terjadi

b1, b2, b3, b4, b5


Fungsi

produksi

= Koefisien regresi
Cobb

Douglas

adalah

suatu

fungsi

yang

memperhatikan dua variabel atau lebih dimana variabel satu disebut


variabel dependen (Y) dan variabel yang lain disebut independen (X).
Penyelesaian hubungan antara X dan Y adalah biasanya diselesaikan
dengan regresi dimana Y akan dipengaruhi variasi X. Dengan
demikian kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian
fungsi Cobb Douglas (Soekartawi, 1994 : 159).

12

Untuk menunjukkan seberapa bebas tingkat antara variabel-variabel


bebas dengan variabel tidak bebas digunakan rumus korelasi berganda,
yaitu : (Damodar Gujarati, 1993 : 104).

nXY (X )(Y )
r=

{nX 2 (X ) 2 }{ nY 2 (Y ) 2 }

b. Analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat signifikan dari


hasil regresi tersebut digunakan
1) Uji t statistik (t-test)
Uji ini digunakan untuk menguji signifikan koefisien regresi dari
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
(Damodar Gujarati, 1993 : 112)
t-hitung =

bi
Sbi

Keterangan :
bi

= Koefisien Xi

Sbi

= Standar deviasi dari koefisien X1

Hipotesisnya adalah :
Ho : bi = 0,

artinya variabel independen tidak berpengaruh


terhadap variabel dependen

Ho : bi 0,

artinya variabel independen berpengaruh terhadap


variabel dependen

Dengan derajat keyakinan tertentu (level of significant) maka :

13

Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima yang berarti kedua


variabel tidak berhubungan secara signifikan

Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak yang berarti kedua


variabel berhubungan secara signifikan

2) Uji F Statistik (F-test)


Uji ini digunakan untuk

menguji tingkat signifikan hubungan

seluruh variabel independen terhadap variabel dependen (Damodar


Gujarati, 1993 : 104).
F-hitung =

R2 / (k 1)
(1 R2) / (n k)

Keterangan :
R2

= Koefisien determinasi

= Jumlah variabel independen

= Jumlah sampel

Hipotesisnya adalah :
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 = 0, artinya variabel independen secara
bersama

tidak

berpengaruh

terhadap

variabel dependen
Ho : b1 b2 b3 b4 b5 0, artinya variabel independen secara
bersama berpengaruh terhadap variabel
dependen
Dengan derajat keyakinan tertentu, maka :
-

Jika F hitung > F tabel berarti Ho ditolak

Jika F hitung < F tabel berarti Ho diterima

14

c. Pengujian terhadap Asumsi Klasik


Pengujian terhadap asumsi klasik dilakukan untuk

melengkapi

pengujian statistik yang telah dilakukan yaitu uji t dan uji F.


1) Uji Multikolinearitas
Digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya hubungan linier yang
sempurna diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi.
Hubungan ini bisa sempurna, bisa tidak. Ada berbagai cara untuk
mengetahui ada tidaknya multikolinearitas, diantaranya dengan
melihat nilai koefisien regresi parsial. Selain itu multikolinearitas
dapat juga diketahui dengan adanya menduga kalau R2 nilai regresi
antara variabel bebas.
2) Uji Autokorelasi
Berfungsi untuk

mengetahui apakah kesalahan pengganggu

menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari


variabel yang sama. Pada umumnya pengujian untuk mengetahui
ada tidaknya autokorelasi menggunakan statistik Durbin Watson,
yang dilihat berdasarkan jumlah selisih kuadrat nilai taksiran
faktor-faktor pengganggu yang diurut (Gunawan Sumodiningrat,
1996).
3) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi bila kesalahan penggunaan tidak
mempunyai variasi yang sama untuk

satu observasi akibat

parameter estimasi akan bias dan tidak konsisten dan mempunyai

15

varian yang minimum. Untuk mendeteksi apakah ada tidaknya


heteroskedastisitas, yaitu dapat digunakan beberapa macam model,
yaitu salah satunya dengan uji Park.
Uji Park ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :
a) Memahami regresi atas model yang digunakan, tanpa
memperhatikan adanya heteroskedastisitas dan hasil dari
regresi tersebut diperoleh besarnya residual
b) Membuat regresi berikutnya dengan residual sebagai variabel
dependen. Regresi ini dilakukan secara individual terhadap
masing-masing variabel independen. Apabila tidak ada
hubungan yang signifikan secara statistik antara residual
dengan persamaan variabel independennya, berarti dalam
model tersebut tidak ada gejala heteroskedastisitas.

16

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Produksi
1. Pengertian Produksi
Pengertian produksi menurut Magfuri adalah mengubah barang
agar mempunyai kegunaan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi
produksi merupakan segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah
guna atas suatu benda yang ditunjukkan untuk memuaskan orang lain
melalui pertukaran (Magfuri, 1987 : 72).
Sedangkan produksi menurut Ace Partadireja setiap proses
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa dinamai proses produksi
karena proses produksi mempunyai landasan teknis yang dalam teori
ekonomi disebut fungsi produksi (Ace Partadireja, 1987 : 21).
Pada masa sekarang pengetahuan tentang teori ekonomi produksi
semakin dibutuhkan, bukan saja oleh produsen tetapi oleh golongan
masyarakat lainnya. Begitu pula dengan semakin berkaitnya komoditas
pertanian dengan komoditas lainnya sejalan dengan perkembangan
agrobisnis, maka pengetahuan serta pemahaman tentang teori produksi
tidak terbatas diminati oleh produsen komoditas barang-barang pertanian.
2. Efisiensi Produsen
Seorang produsen diharuskan untuk bekerja secara efisien agar
keuntungan yang diperoleh kian menjadi besar. Tuntutan bekerja secara

17

efisien ini tidak dapat dihindari dalam bisnis modern, apabila sering
dijumpai bahwa biaya produksi dirasakan terus meningkat sementara nilai
produksi dirasakan relatif lambat meningkatnya. Lambatnya peningkatan
nilai produksi sering disebabkan oleh karena nilai tambah komoditas
barang-barang pertanian yang relatif lambat berkembangnya (dibanding
dengan komoditas hasil industri) dan daya beli masyarakat yang juga
relatif masih rendah. Sebaliknya di negara-negara maju, dimana dengan
nilai tambah komoditas pertanian agak relatif baik dan daya beli
masyarakat yang juga tinggi, maka kebutuhan tentang prinsip-prinsip
"efisiensi" menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena persaingan
antara produsen menjadi tinggi untuk memperoleh peluang pasar.
Seringkali perbedaan antara produsen komoditas pertanian dengan
produsen komoditas industri yang berbahan baku komoditas pertanian
begitu mencolok, yang semestinya hal seperti ini tidak perlu terjadi. Sebab
produsen komoditas pertanian dan produsen industri yang berbahan baku
komoditas pertanian perlu bekerja sama sedemikian rupa agar keduanya
saling menguntungkan. Industri yang bahan bakunya dari bahan pertanian
(agro industri) perlu kontinuitas supply bahan baku yang tepat waktu, baik
dalam jumlah ataupun kualitas. Bila hal ini tidak dapat dipenuhi maka
agak sulit agro industri tersebut dapat berkembang dengan baik. Oleh
karena itulah diperlukan kerjasama yang baik antara produsen barangbarang atau komoditas pertanian dan agro industri.

18

Dalam melakukan usaha pertanian, seorang pengusaha akan selalu


bekerja bagaimana ia mengalokasikan sarana produksi (input) yang ia
miliki seefisien mungkin untuk dapat memperoleh keuntungan yang
maksimal. Dalam ilmu ekonomi cara berfikir demikian sering disebut
pendekatan dengan memaksimalkan keuntungan atau profit maximization.
Di lain pihak manakala pengusaha diharapkan pada keterbatasan biaya
dalam melaksanakan usaha taninya, maka mereka dengan kendala biaya
usaha yang ia miliki yang jumlahnya terbatas suatu tindakan yang dapat
dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang lebih besar
dengan menekan biaya produksi produksi sekecil-kecilnya, pendekatan
seperti ini dikenal dengan istilah meminimumkan biaya atau cost
minimization.
Prinsip kedua pendekatan tersebut adalah sama saja yaitu
bagaimana memaksimalkan keuntungan yang diterima seorang produsen
atau seorang pengusaha perkebunan dengan cara mengalokasikan
penggunaan sumber daya yang seefisien mungkin untuk memahami kedua
pendekatan di atas, kita diharapkan dapat memahami pula konsep
hubungan antar input dan output. hubungan fisik antara input dan output
ini disebut dengan fungsi produksi.
3. Fungsi Produksi
Menurut Soedarsono yang dimaksud fungsi produksi itu adalah
hubungan teknis yang menghubungkan faktor produksi dengan hasil
produksi (Soedarsono, 1982 : 21)

19

Perilaku produksi bisa diuraikan dengan menggunakan salah satu


diantaranya sangat berhubungan dan dapat pula dikatakan saling
melengkapi. Pertama ialah konsep kurva produk, yang dinyatakan dalam
bentuk total, rata-rata, marginal, dan yang kedua ialah konsep analisis
isoquant, yang dimaksud dengan kurva produk ialah kurva yang
menunjukkan berbagai kemungkinan kombinasi dua macam masukan atau
lebih yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah hasil produksi.
a. Fungsi Produksi
Konsep

fungsi

produksi

dapat

digunakan

untuk

mengungkapkan hubungan fisik antara masukan (input) dengan


keluaran (output) untuk suatu macam produk, fungsi produk
menunjukkan output atau jumlah hasil produksi maksimum yang dapat
dihasilkan per satuan waktu dengan menggunakan berbagai kombinasi
sumber-sumber daya yang dipakai dalam berproduksi.
Fungsi produksi secara matematis dapat diungkapkan sebagai
bentuk : (Sudiono Rekso Prayitno, 2000 : 228)
Q = f (F1, F2 , . Fn) . (1)
Keterangan :
Q

= Kuantitas barang atau jasa yang dihasilkan per satuan


waktu, ini biasanya disebut juga produk (TP)

= Faktor produksi, yang kita sebut juga sumber daya atau


resource pada fungsi produksi ; F1 ialah jumlah satuan
faktor produksi jenis ke-1 yang dipakai per satuan waktu

20

dalam produksi, F2 ialah jumlah satuan faktor produksi


jenis ke-2 yang dipakai dalam produksi dan seterusnya
sampai dengan yang terakhir yaitu yang ke-n.
Misalnya, fungsi produksi untuk hasil produksi teh, dapat
ditulis :
Q = f (F1, F2, F3, F4, F5) (2)
Keterangan :
Q

= Jumlah hasil produsi teh (dinyatakan misalnya dalam ton


per tahun)

F1

= Luas lahan ditanami teh (misalnya dalam Ha)

F2

= Jumlah pupuk yang digunakan dalam proses produksi per


tahun (misalnya dalam rupiah) per tahun.

F3

= Jumlah air yang digunakan untuk menyiram tanaman teh


(misalnya dinyatakan dalam liter) per tahun.

F4

= Jumlah bibit teh yang ditanam (misalnya dalam ikat) per


tahun

F5

= Jumlah tenaga kerja yang dipakai (misalnya dinyatakan


dalam jumlah jam kerja) per tahun
Apabila dalam contoh di atas salah satu diantara kelima faktor

produksi jumlah penggunaannya diubah-ubah, sedangkan keempat


faktor produksi lainnya penggunaannya per tahun tetap, maka hasil
produksi yang jumlah pemakaiannya dapat diubah disebut sebagai
faktor produksi variabel atau "Variable Factors of Production". Akan

21

tetapi dalam jangka panjang semua faktor produksi dapat dirubah


jumlah pemakaiannya. Dengan kata lain, dalam jangka panjang semua
sumber daya merupakan "variable factors".
Apabila fungsi produksi teh yang diungkapkan oleh persamaan
(2) kita asumsikan bahwa hanya F5 saja yang merupakan faktor
produksi variabel sedangkan keempat faktor produksi tetap, maka
persamaan (2) dapat kita tulis kembali.
Q = f (F1, F2, F3, F4, F5).. (3)
Dimana tanda bar menunjukkan bahwa fungsi produksi yang
ditandai merupakan faktor produksi tetap.
Selanjutnya fungsi produksi yang diungkapkan melalui
persamaan (3) dapat diungkapkan secara lebih sederhana sebagai
berikut :
Q = f (F5) (4)
Mengingat bahwa F5 menunjukkan sumber daya manusia atau faktor
tenaga kerja (labor input), maka fungsi yang sama dapat pula kita tulis
sebagai berikut :
Q = (f (Li) . (5)
Keterangan :
Li = Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi.
Fungsi produksi dalam persamaan (3), (4) dan (5) disebut
fungsi produksi dengan faktor produksi variabel tunggal. Dengan
faktor produksi variabel berupa tenaga kerja berarti bahwa dengan

22

berubahnya jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam produksi akan


mengakibatkan berubahnya jumlah output per satuan waktu. Hubungan
antara hasil produksi denggan jumlah masukan variabel disebut kurva
produk atau fungsi produksi atau tabel produksi. Seperti halnya dengan
permintaan dan penawaran, kurva produk dapat pula diungkapkan
denngan tiga kemungkinan bentuk, yaitu dalam bentuk rata-rata
disebut produk rata-rata atau average products curve, dalam bentuk
marginal kita sebut kurva produk marginal atau marginal product
curve (Sudiono Rekso Prayitno, 2000 : 229).
Telah dinyatakan

sebelum ini bahwa fungsi produksi

menunjukkan sifat perkaitan diantara faktor-faktor produksi dan


tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal pula
dengan istilah input dan jumlah produksi, selalu juga disebut sebagai
output. Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumusan
sebagai berikut :
Q = (K, L, R, T)
Dimana K adalah jumlah stok modal, L adalah jumlah tenaga
kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian
keusahawan, R adalah kekayaan alam, R adalah jumlah produksi yang
dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu
secara

bersama digunakan untuk memproduksikan barang yang

sedang dianalisis sifat produksinya.

23

Apakah makna daari persamaan di atas ? persamaan tersebut


merupakan suatu pernyataan matematika yang pada dasarnya berarti
bahwa tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal,
jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknis yang
digunakan.
Jumlah produksi yang berbeda-beda dengan sendirinya akan
memerlukan berbagai faktor produksi tersebut dalam jumlah yang
berbeda-beda juga. Tetapu disamping itu untuk satu tingkat produksi
tertentu juga dapat digunakan gabungan faktor produksi yang berbeda.
Sebagai contoh untuk memproduksi sejumlah hasil pekebunan tertentu
perlu digunakan tanah yang lebih luas apabila bibit unggul dan teknik
bercocok tanam modern digunakan. Dengan membandingkan berbagai
gabungan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah barang
tertentu dapatlah ditentukan gabungan faktor produksi yang paling
ekonomis untuk memproduksi sejumlah barang tersebut (Sadono
Sukirno, 2001 : 194).
b. Fungsi produksi Cobb Douglas
Fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau
persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel
satu disebut, variabel dependen (Y) dan variabel yang lain disebut
variabel independen (X), penyelesaian hubungan antara Y dan X
biasanya dengan cara referensi dimana variasi Y akan dipengaruhi
varian X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga

24

berlaku pada penyelesaiain fungsi Cobb Douglas dapat ditulis


persamaan :
Y = aX1b1. X2b2. Xnbn e
Bila fungsi Cobb Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y
dan X maka :
Y = f (X1, X2, X3 Xn)
Keterangan :
Y

= Variabel independen

= Variabel dependen

a, b

= Besaran yang diduga

= Logaritma natural, e = 2,718

Untuk

mempermudah pendugaan persamaan, maka persamaan

tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda sebagai berikut :


Ln Y = a + b1LnX1 + b2LnX2 + b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5 + e
Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi
yang sering dipakai dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena fungsi
ini mempunyai beberapa kelebihan, dimana kelebihan-kelebihan
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Fungsi produksi Cobb Douglas merupakan fungsi produksi yang
relatif mudah dibandingkan dengan fungsi produksi yang lain. Hal
ini disebabkan karena fungsi produksi Cobb Douglas mudah
dirubah menjadi bentuk produksi linier

25

2) Fungsi produksi Cobb Douglas dapat mengetahui beberapa aspek


produksi seperti produksi marginal (marginal product), produksi
rata-rata (average product), tingkat kemampuan berfungsi untuk
mensubstitusikan (marginal rate of subtitusi), dan intensitas
penggunaan fungsi produksi (efficiency of production) secara
mudah dengan jalan modifikasi matematika
3) Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan
menghasilkan regresi yang sekaligus akan menunjukkan besarnya
elastisitas
Besarnya elastisitas tersebut akan menunjukkan tingkat besarnya
return to scale, dengan persamaan matematis sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5
Dan besarnya b adalah elastisitas, maka jumlah dari elastisitas
merupakan return to scale.
Disamping kelebihan-kelebihan yang dimiliki Cobb Douglas,
maka kelemahan fungsi Douglas adalah spesifikasi variabel yang
keliru, kesalahan pengukuran variabel, bias terhadap manajemen,
multikolinieritas data dan asumsi.
c. Hubungan TPP, MPP, dan APP
Asumsi dasar mengenai sifat fungsi produksi adalah berlakunya
hukum the Law of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa
jika semua input adalah konstan, sedangkan sebuah input dapat
berubah-ubah, maka setelah melampaui sebagian titik tertentu

26

tambahan output yang dihasilkan dan setiap unit tambahan variabel


akan turun. Atau juga dapat dikatakan bila suatu macam input
ditambah tadi mula-mulai naik, tetapi kemudian terus menurun bila
inout tersebut terus ditambah. Pada hubungan antara faktor produksi
seperti di atas ada beberapa pengertian antara lain : (Soekartawi, 1994 :
160 )
1) Marginal Physical Product (MPP)
Marginal Physical Product (MPP) yaitu tambahan output yang
dihasilkan dari penambahan satu unit input variabel.
MPP =

X
Oleh sebab itu disebut the Law of Diminishing Return Physical
Product.
2) Kurva Total Physical Produtc (TPP)
Kurva

Total

Physical

Produtc

(TPP)

yaitu

kurva

yang

menunjukkan fungsi produksi pada berbagai tingkat penggunaan


variabel (input-input lain dianggap tetap).
TPP = f (X)
3) Kurva Average Physical Product (APP)
Kurva Average Physical Product (APP) yaitu kurva yang
menunjukkan hasil rata-rata perunit input variabel pada berbagai
tingkat penggunaan input tersebut.
APP =

TPP
X

27

Tahap I

Tahap II Tahap III


C
B
TPP

APP

MPP

Gambar 2.1
Grafik Hubungan Antara Kurva TPP, MPP, dan APP

28

B. Pengertian Usaha Tani


Pengertian usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang
diperlukan untuk

memproduksi pertanian seperti tanah, air, teknologi,

pengolahan tanah, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas


tanah dan sebagainya. Ushaa tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau
memelihara ternak.
Ilmu usaha tani adalah ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan
pemakaian faktor-faktor produksi yang terdapat dalam keadaan terbatas, faktor
tersebut seperti tanah, tenaga kerja, modal dan teknologi secara efisien,
sehingga dapat diperoleh pendapatan maupun keuntungan yang optimal dari
usaha tani yang dikelola secara kontinyu.

Produksi dalam Usaha Tani


Sesuai dengan pengertian tersebut maka kombinasi dari faktor-faktor
tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi yang disebut fungsi produksi.
Q = f (X1, X2, X3 Xn)
Keterangan :
Q

= Tingkat produksi (output)

X1, X2, X3

= Berbagai input yang digunakan

Produksi pertanian tidak terlepas dari ketidakpastian (uncertainly), karena


proses produksi dalam pertanian memerlukan jangka waktu tertentu. Pada
jangka pendek, ada beberapa input yang tidak dapat diubah dengan cepat,
tetapi dalam jangka panjang semua input dapat diubah, sehingga seorang
petani yang ingin meningkatkan produksinya dapat merubah input yang
dipakainya.

29

C. Kemitraan Usaha
Porter (1990) melihat bahwa kerja sama antar perusahaan makin menjadi
perhatian dewasa ini. Ada beberapa kerja sama yang menguntungkan bagi
pengembangaan daya saing dan ada yang tidak. Kerjasama yang merugikan
terjadi bila ada kerja sama antar pesaing-pesaing besar yang cenderung akan
mengurangi tingkat persaingan antar perusahaan. Pada perinsipnya kerja sama
yang baik antar perusahaan adalah kerja sama yang tidak menghilangkan
persaingan dalam hal pengembangan produk,penentuan harga dan aspekaspek lain dari strategi perusahaan.
Porter berpendapat bahwa kerja sama vertikal antar pembeli dan pemasok
sangat penting bagi pengembangan daya saing nasional, asalkan kerja sama
tersebut tidak dalam usaha untuk menguasai usaha lain. Kerja sama vertikal
merupakan bagian integral dari proses inovasi.
Pemerintah Indonesia juga berusaha mengembangkan kerja sama vertikal
seperti tersebut di atas melalui berbagai kebijakan industri kemitraan usaha
dengan berbagai motivasi seperti pengembangan ekonomi rakyat, pembinaan
indrustri kecil dan koperasi, difusi teknologi dari industri besar ke industri
kecil, dan lain-lain.
Seperti yang telah diuraikan di bab I bahwa P.T J.A WATTIE
mengadakan kemitraan dengan petani karet di kecamatan Dayeuhluhur dan di
Desa Pegadingan yang menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang
usaha kecil pada babVII tentang kemitraan, khususnya pasal 27 dan
penjelasannya, kemitraan tersebut berpola inti-plasma. Pola inti-plasma
adalah hubungan kemitraan antar usaha kecil dengan usaha menengah atau
usaha besar, yang di dalamnya usaha menangah dan usaha besar bertindak
sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma.Perusahan inti melaksanakan

30

pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi,bimbingan teknis, sanpai


dengan pemasaran hasil produksinya.(Wijayanto Hadipuro, 1998:62)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Karet


Pengertian produksi karet adalah usaha perkebunan atau pertaniana
dalam memproduksi karet, dari pembibitan sampai masa panen yang
diinginkan. Sedangkan pengertian karet itu sendiri adalah getah yang diambil
dari pohon karet yang berproduksi.
Masa pemeliharaan setiap tanaman karet berbeda karena dipengaruhi
oleh faktor-faktor misalnya kesuburan tanah dan bibit yang dipilih (ada bibit
yang bagus). Pelaksanaan pengambilan getah karet biasanya ditentukan oleh
keadaan tanaman dan masa tanaman tersebut ditanam.
1. Luas Lahan
Faktor produksi lahan mempunyai peran yang sangat penting
karena selain sebagai media pertumbuhan karet, lahan harus pula berfungsi
sebagai sumber makanan alam karet. Tanah yang baik untuk

lahan

penanaman pohon karet adalah tanah yang subur atau tanah yang
disuburkan, gembur, dan agak asam. Tanaman karet dapat tumbuh dengan
baik di daerah pegunungan ataupun daerah daratan.
Luas lahan yang digunakan sebagai ukuran dalam pemberian
pupuk, selain itu luas lahan tersebut juga berpengaruh terhadap hasil karet.
Jadi yang dimaksud dengan luas lahan adalah luas lahan tanah atau luas
daerah yang produktif untuk penanaman. Luas lahan dapat diukur dengan
satuan m2 atau Ha.

31

2. Tenaga Kerja
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor yang penting dan
perlu diperhatikan dalam proses produksi dan jumlah yang cukup, bukan
saja dilihat dari kesediaannya tetapi juga kualitas dan jenis pekerjaan yang
dikuasai. Selain itu tenaga kerja harus diperhatikan hak-haknya dalam hal
tunjangan kesehatan, yaitu perusahaan menanggung biaya pengobatan
karyawan selama karyawan bekerja, mendapat ASKES atau ASTEK,
pemberian bonus, pemberian tunjangan hari raya dan libur cuti, juga
perusahaan menanggung biaya kecelakaan apabila karyawan mengalami
kecelakaan pada saat bekerja.
Untuk

proses produksi perlu disesuaikan tenaga kerja yang

memadai, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan disesuaikan dengan


kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlah optimal tenaga kerja
mencakup penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan atau yang sedang
mencari pekerjaan, dan yang melakukan kegiatan lain, seperti mengurus
rumah tangga dan bersekolah, walau tidak bekerja namun mereka
dianggap secara fisik mampu sewaktu-waktu ikut bekerja. Selain tenaga
manusia, juga ada tenaga mesin dalam proses produksi.
Produktivitas faktor produksi tenaga kerja dapat ditunjukkan oleh
perbandingan antara tambahan kuantitas produksi dan tambahan faktor
produksi tenaga kerja, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
PTK =

Q
TK

Dimana :
PTK

= Produktivitas tenaga kerja

= Tambahan produksi

32

TK = Tambahan tenaga kerja


Dalam ukuran ekoomis tenaga kerja dan modal akan mendorong kenaikan
output (Sudarsono, 1982 : 103-105).
TK

TK1
TK2
Q1
Q2
0

m2

m1

Gambar 2.2
Hubungan Faktor Produksi Tenaga Kerja dengan Output
Dimana :
TK

= Tenaga kerja

Q1,Q2

= Produksi

= Modal

Sumbu vertikal tenaga kerja menunjukkan penggunaan faktor produksi


tenaga kerja, sumbu horizontal menunjukkan penggunaan faktor produksi.
Kombnasi tenaga kerja dan modal atau keduanya dapat dilihat dari OTK
untuk tenaga kerja atau Om untuk modal.
Dalam penelitian ini faktor produksi tenaga kerja dilihat
berdasarkan pengeluaran total produsen yang berupa upah dan gaji dalam
satuan rupiah.

33

3. Modal
Dalam pengertian ekonomis, modal adalah barang atau uang yang
bersama-sama dengan faktor produksi lain digunakan untuk menghasilkan
barang atau jasa baru.
Dalam proses produksi modal merupakan faktor produksi yang
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan output secara makro,
modal merupakan pendorong besar (big push) untuk

meningkatkan

output. Peningkatan modal akan berpengaruh pada investasi dalam sektor


industri, sehingga akan mendorong kenaikan output (Agus Ahyari, 1988 :
88).
Ditinjau dari segi modal, kenaikan output tergantung pada besarnya
tambahan modal (faktor produk tidak diasumsikan tetap) atau dapat
dirumuskan sebagai perbandingan antara tambahan produksi dengan
tambahan

faktor

produksi

modal

dengan

kenaikan

output

ini

mencerminkan produktivitas dari faktor produksi modal dengan faktor


produksi yang lain, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pm =

Q
m

Dimana :
Pm

= Produktivitas modal

= Tambahan produksi

= Tambahan modal

Pemilihan suatu faktor produksi modal dalam jumlah rupiah berdasarkan


atas pertimbangan bermacam-macam jenis modal yang dibutuhkan
dalam suatu proses produksi. Dengan modal yang cukup dan

34

pengelolaan yang baik dan efisien maka produksi akan meningkat


dan pendapatan akan meningkat pula.
4. Pupuk
Peranan pupuk sangat penting untuk meningkakatn produksi. Bila
pupuk yang diberikan hanya seadanya, maka produksi yang dihasilkan
tentu

sedikit.

Kandungan

kadar

pupuk

lebih

berperan

penting

dibandingkan jumlah yang diberikan dikurangi jumlahnya, karena zat-zat


makanan yang diberikan untuk pertumbuhan dan perkembangan telah
dapat dicukupi oleh tanaman karet itu sendiri.
Di pasaran tersedia berbagai macam pupuk, misalnya : Urea, KCl,
TS (SP36) dan pupuk kandang, sehingga memudahkan pekerja untuk
memilih pupuk yang sesuai dengan usia tanaman dan jenis pohon karet
yang dibudidayakan.
5. Upah
Dalam pengertian ekonomi, upah atau gaji adalah balas jasa yang
diberikan kepada buruh atau tenaga kerja. Upah merupakan salah satu
aspek yang paling penting.
Dalam pembudidayaan pohon karet, upah diberikan kepada buruh
atau tenaga kerja yang bekerja dari masa perawatan tanaman sampai
dengan pengolahan. Upah yang diberikan menurut UMR dan ditambah
premi atau bonus. Upah dibayarkan atau diberikan perbulan yang dihitung
harian.

35

BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Keadaan Geografis
Desa pegadingan di Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap, Propinsi
Jawa Tengah, terletak kurang lebih 70 Km dari ibukota Kabupaten Cilacap dan
5 km dari Ibukota Kecamatan Cipari.
Batas daerah Desa Pegadingan secara administratif adalah :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sidasari
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mulyadadi
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mekarsari
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Karangreja
Desa Pegadingan mempunyai luas 1181,783 Ha, yang terdiri dari dua
dusun yaitu Dusun Cibatu dan Dusun Pakem.
Bentuk topografi Desa Pegadingan adalah desa sekitar hutan dengan bentuk
wilayah adalah perbukitan dengan ketinggian 58 m dari permukaan laut,
sedangkan banyaknya curah hujan 280 mm/ tahun dengan suhu udara rata-rata
37oC. Berdasarkan luas wilayah dapat diperinci menurut penggunaannya
seperti terlihat dalam tabel 3.1 berikut ini :

36

Tabel 3.1

Penggunaan Tanah di Desa Pegadingan


Tahun 2004
No

Penggunaan lahan

1.
Sawah
2.
Tanah Kering
3.
Perkebunan
4.
Asilitas Umum
Sumber : Kantor kepala Desa Pegadingan

Luas (Ha)
104
384
356,217
337,266

Dari tabel diketahui sebagian besar Desa Pegadingan merupakan tanah


perkebunan sebesar 356,217 Ha, sebagian besar dari tanah yang berbukit
digunakan untuk perkebunan, sedangkan bagian lain dipergunakan untuk
sawah, pemukiman dan fasilitas umum.

B. Komposisi Penduduk
1. Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis kelamin
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Desa Pegadingan
maka komposisi penduduk menurut usia serta jenis kelamin seperti pada
tabel berikut :

37

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Menurut Usia dan jenis Kelamin


di Desa Pegadingan Tahun 2004
(dalam orang)
No

Kelompok

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

Umur
1.

0 1 tahun

39

65

104

2.

1 4 tahun

568

315

883

3.

5 6 tahun

43

80

123

4.

7 12 tahun

273

225

498

5.

13 15 tahun

89

123

212

6.

16 18 tahun

121

105

226

7.

19 25 tahun

205

281

486

8.

26 35 tahun

242

315

557

9.

36 45 tahun

147

216

363

10. 46 55 tahun

179

208

387

11. 56 58 tahun

70

48

118

137

236

373

2113

2217

4330

12. Lebih dari 59 tahun

Jumlah

Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan


Dari tabel di atas, jumlah penduduk tahun 2004 adalah 4.330 jiwa,
terdiri dari laki-laki 2113 jiwa dan penduduk perempuan 2217 jiwa dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 1164 KK. Jumlah penduduk yang belum
produktif sebesar 1608 jiwa yang terdiri jumlah penduduk usia 0 12
bulan, sebesar 104 jiwa, usia 1 4 tahun sebesar 883 jiwa, usia 4 6 tahun
sebesar 123 Jiwa, usia 7 12 tahun sebesar 498 jiwa. Sedangkan

38

penduduk dengan usia 13 15 tahun sebesar 212 jiwa, usia 16 18 tahun


sebesar 226 jiwa, usia 19 25 tahun sebesar 486 jiwa dan usia 26 35
tahun sebesar 557 jiwa termasuk penduduk golongan usia produktif
dengan jumlah 1481 jiwa. Dan untuk penduduk usia 36 45 tahun sebesar
363 jiwa, usia 46 55 tahun sebesar 387 jiwa, usia 56 58 tahun sebesar
118 jiwa dan lebih dari 59 tahun sebesar 373 jiwa, termasuk penduduk
golongan usia kurang produktif yaitu sebanyak 1241 jiwa. Jadi sebagian
besar penduduk di desa Pegadingan golongan penduduk usia produktif.
2. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat kualitas sumber daya manusia suatu daerah akan sangat
ditentukan oleh tingkat pendidikan yang pernah diselesaikan oleh
penduduknya. Tingkat pendidikan juga akan menentukan corak pekerja
mereka terutama di sektor formal dan sekaligus mencerminkan tingkat
pendidikan di Desa Pegadingan komposisi penduduk menurut tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 33
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
di Desa Pegadingan Tahun 2004
No

Tingkat Pendidikan

Jumlah

1.

Belum sekolah

1.055

2.

Usia 7 45 th yang tidak pernah sekolah

843

3.

Tidak tamat SD

348

4.

Tamat SD / sederajat

5.

Tamat SLTP / sederajat

1.170
413

39

6.

Tamat SLTA / sederajat

453

7.

Tamat akademik (D1 D3)

11

8. Tamat Perguruan Tinggi


Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan

37

Seperti tampak dalam data di atas terlihat bahwa sebagian


penduduk Desa Pegadingan mempunyai pendidikan dengan tingkat
pendidikan yang baik yaitu lulusan SD sebanyak 1.170 orang. Sedang
jumlah penduduk yang paling sedikit adalah lulusan akademi yakni 11
orang. Dari data tersebut dapat kita ketahui bahwa sebagian besar pencari
kerja di desa pegadingan berpendidikan SD, sedangkan lulusan perguruan
tinggi 37 orang.
3. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian bagi setiap penduduk meruapkan penghasilan
untuk mencukupi kebutuhannya masing-masing. Dengan mengetahui jenis
pekerjaan penduduk maka secara tidak langsung dapat diketahui tingkat
pendaaptannya. Jumlah penduduk desa menurut mata pencahariannya
dapat diketahui pada tabel berikut :
Tabel 3.4
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
di Desa Pegadingan Tahun 2004
(dalam orang)
No
1.

Mata Pencaharian
Karyawan

Jumlah

40

- Pegawai Negeri / ABRI


- Swasta

42
248

2.

Montir

3.

Pengrajin

4.

Petani

246

5.

Buruh Tani

421

6.

Peternak

263

11

7. Pedagang
Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan

76

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar


penduduk Desa Pegadingan bekerja pada sektor pertanian yaitu sebanyak
667 orang yang terdiri dari 246 orang sebagai petani dan 421 orang
sebagai buruh tani. Sedangkan sisanya terbagi dalam sektor-sektor lainnya
seperti pegawai negeri, swasta, peternak, pedagang, pengrajin dan montir.
Mata pencaharian di desa Pegadingan lebih difokuskan pada
pertanian yang pokok dari penduduk di Desa pegadingan.

C. Sosial Ekonomi
Di Desa Pegadingan mempunyai sarana pendukung perekonomian
untuk mempenduduk dalam memenuhi kebutuhannya. Di Desa Pegadingan
terdapat kopersi, warung atau kios serta pasar yang menyediakan kebutuhan
pertanian seperti pupuk, pestisida, serta kebutuhan lainnya untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.5
Prasarana Perdagangan

41

di Desa Pegadingan Tahun 2004


Prasarana

No

Jumlah (Unit)

1.

Pasar

2.

Warung / Toko

76

3. KUD
Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan

D.Pertanian
Areal pertanian di Desa Pegadingan cukup subur, selain ditanami
karet, juga ditanami kelapa, kopi, cengkeh, dan tanaman buah-buahan,
tanaman obat-obatan, dan sebagainya. Upaya Desa Pegadingan untuk
meningkatkan hasil pertanian terutama karet dilaksanakan untuk penyuluhan,
penggunaan urea tablet, dan pasca panen, semua itu bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan.
Untuk lebih jelasnya tentang tanaman pokok rakyat dan tanaman
perdagangan rakyat di Desa Pegadingan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6
Tanaman Pokok Rakyat dan Tanaman Perdagangan Rakyat
di Desa Pegadingan Tahun 2004

No

Kelompok

Jenis Tanaman

Luas (Ha)

1.

Padi dan pakuannya

Jagung, kacang tanah, padi, ubi kayu 9,5

2.

Buah-buahan

Mangga, rambutan, salak, nanas, 153


pepaya, durian, pisang

3.

Tanaman obat

4.

Perkebunan

Jahe, kunyit, lengkuas

2
356,217

42

- Karet

200,112

- Kelapa

62,30

- Kopi

35,65

- Cengkeh

58,155

5. Hutang
Sumber : Kantor Kepala Desa Pegadingan

84,5

Dalam tabel terlihat bahwa tanaman pokok dan tanaman rakyat masih
diminati penduduk di Desa Pegadingan. Bila dilihat dari kondisi tanah Desa
Pegadingan, maka tanaman karet sangat bagus hasilnya, meski perlu
ketelatenan dalam perawatan dan kejelian dari mulai tanam sampai masa
penyadapan. Tanaman karet merupakan harapan produsen di Desa
Pegadingan, karena bisa mendatangkan keuntungan yang dapat meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup mereka.

43

E. Usaha Karet di Daerah Penelitian


1. Sejarah Singkat Perkebunan Ciseru-Cipari
Perkebunan Ciseru-Cipari didirikan oleh Badan Swasta tahun 1897
yang berkedudukan di India yaitu The Bombay Burma Trailing Company /
Cooperation United, dengan mendapat badan hukum dan diberi nama NV.
The Indo Java Rubber Planting and Trailing Cooperation yang dikelola
oleh NV. Handle MIJ JA. Wattle Co.Ltd.
Pada tahun 1964-1965 diambil oleh Pemerintah dan dimasukkan ke
dalam Departemen Pertanian dengan nama Perusahaan Perkebunan
Dwikora. Tahun 1968 Pemerintah mempercayakan kembali NV. Handle
MIJ JA. Wattle Co. LTd. Berdasarkan Instruksi Presiden No. 28/IN/12/66
yang dikeluarkan pada tanggal 08 Desember 1966, sejak 06 Mei 1982 NV.
Handle MIJ JA. Wattle Co Ltd. berubah menjadi perusahaan nasional
dengan nama PT JAYA AGRO WATTIE (PT JA WATTIE).
Luas areal perkebunan Ciseru / Cipari menurut luas HGU adalah
2.408,78 Ha dengan komposisi luar areal TM 1.905,65 Ha, luas TBM
322,05 Ha, lahan yang direplanting seluas 25,91 Ha dan sisanya untuk
lahan pembibitan, emplasement, pabrik, hutan, sungai dan lain-lain. Dalam
pengelolaannya mulai tahun 1999 dibagi menjadi 5 afdeling (sebelumnya
terbagi atas 8 afdeling), yaitu : afdeling NABAYU, NATEGA, KARA,
PETTEGA, dan afdeling GASELA. Sedangkan produk yang dihasilkan
Crumb Rubber (karet remah) dengan mutu SIR 3L, SIR 5, SIR 10, dan
SIR 20.

44

Perkembangan luas areal perkebunan karet alam menurut


penggunaannya tahun 1998 mencapai 3.344.650 Ha yang terdiri dari luas
perkebunan rakyat 2.828.269 Ha, perkebunan non negara 228.541 Ha, dan
perkebunan swasta 287.840 Ha. Dengan produktivitas masing-masing
perkebunan rakyat 1.306.877 ton atau 462 kg / Ha / tahun, perkebunan
negara 209.169 ton atau 915 kg / Ha / tahun, perkebunan swasta 212.627
ton atau 737,7 kg / Ha / tahun, lokasi perkebunan antara lain terdapat di
daerah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Lampung,
Bengkulu, Kalimantan, dan Jawa Barat (Business News, 2001).
2. Organisasi
a. Struktur Organisasi Perkebunan Ciseru-Cipari
Struktur organisasi Perkebunan Ciseru-Cipari adalah sebagai berikut :

45

Gambar 3.1
Struktur Organisasi Perkebunan Cisaru-Cipari

46

b. Perincian Tugas
Tenaga pelaksana kebanyakan berstatus harian lepas. Dalam pelaksanaan
kerja dilakukan sistem borong dengan standar yang ditetapkan oleh
perusahaan. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah tenaga
pengelola dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.7

Tenaga Kerja Perkebunan Ciseru-Cipari

Tahun 2004

No.
1.

Urutan
Staff
Eksekutif

Non eksekutif

Jumlah
2.

Jumlah Orang

Pegawai Bulanan
Mandor Besar

Mandor Keliling

Mandor Sadap / Tapp Kontrol

26

Mandor Pemelihara

Mandor Pengolahan Pabrik

Analisa Laboratorium

Pengemudi

11

Perbengkelan / Teknik Listrik / Disel

Administrasi

Satpam

Mantri Kesehatan

Guru TK

Mandor Bangunan / Jalan

47

Jumlah

79

48

No.
3.

Urutan
Pegawai Harian Tetap dan Lepas

Jumlah Orang
PHT

PHL

Penyadap

453

268

Tukang Tebang

18

Tusich Sadap

Tukang Kayu

15

Pengolahan

20

Tusich Pemeliharaan Kebun

11

Supir Truck / Forklift

Bengkel

Guru TK

Bagian Kantor / Juru Tulis

Pemeliharaan TM

65

Pemeliharaan TBM

49

530

435

Pembantu Mantri Kesehatan


Pemeliharaan Emplasemen

Jumlah
Jumlah Total
Sumber : Perkebunan Ciseru-Cipari

1043

3. Syarat Tumbuh Tanaman Karet


Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan latek
yang paling optimal apabila diperhatikan syarat-syarat lingkungan yang
diinginkan tanaman ini dan tanaman karet cocok ditanam di daerah tropis
yang mencakup luas antara 15oLU 10o LS dengan suhu harian yang
berkisar rata-rata 25oC 30oC. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik
pada ketinggian antara 1 400 m dph, dengan kemiringan maksimum 45o.
Curah hujan cukup tinggi antara 2.000 4.000 mm setahun, akan lebih

49

baik jika curah hujan merata sepanjang tahun (100 150 hari hujan).
Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan
intensitas penyinaran 5-7 jam / hari. Tanaman karet menghendaki tanah
yang gembur dan banyak mengandung unsur hara dengan pH tanah
berkisar 4-8 dengan kelembaban antara 70% - 80%.
4. Tahapan Kegiatan Budidaya dan Pengelolaan Tanaman Karet
a. Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan dilakukan dengan sistem replanting atau pembongkaran
tanaman non produktif (di atas 20 tahun). Pertama-tama dilakukan
penebangan pohon karet tua dengan gergaji mesin dianjurkan
dengan pembongkaran tunggul dengan kapak kemudian pemberian
belerang pada bekas-bekas bongkaran. Pelaksanaan pembongkaran
dilakukan oleh perusahaan kontraktor dari Jakarta (borongan
dengan sistem tender) dengan harapan pekerjaan lebih cepat
dilakukan.
b. Persiapan Lahan
Kegiatan ini merupakan tahap lanjutan dari pembukaan lahan,
dimana ini diperuntukkan bagi lahan pembibitan (nurseries) dan
sekaligus untuk tanaman induk. Pertama yang dilakukan pembersihan
gulma yaitu pembersihan ladang dilakukan dengan penggarpuan dan
pembersihan gulma tanaman perdu lainya secara manual dengan arit
dan pemakaian cangkul untuk pembersihan akar, pencangkulan
dilakukan sedalam 60 80 cm yang disebut pencangkulan kasar lalu

50

dilanjutkan dengan pencangkulan halus dan tahap terakhir dengan


pencangkulan ringan / diayat (sedalam 40 50 cm). Kemudian
pembuatan teras, tanah yang dibuat teras adalah tanah yang berbukit
dengan kemiringan di atas 10o. Jarak antar teras yang satu dengan yang
lain 7 m, untuk jarak tanam (7 x 3) m dengan lebar teras 1,5 1,75 dhg
sistem kontur / ngagoles kampak. Sebelumnya dilakukan dahulu
pengajiran untuk teras, juga sekaligus untuk pengajiran tanaman induk.
Selanjutnya dilakukan sanitasi lahan yaitu pemberian kapur dan
belerang. Selain input dibuat pula parit-parit diantara petak terasan dan
jalan setapak untuk keperluan kontrol.
c. Pengadaan bahan tanam
Tahapan kegiatan pengadaan bahan tanam adalah sebagai berikut :
1) Pembuatan kimbed
Kimbed dibuat untuk tempat mengecambahkan biji yang
telah disortasi. Bentuknya memanjang dari Utara ke Selatan
dengan panjnag disesuaikan dan menghadap ke Timur dengan
tinggi tiang depan 120 cm, tiang belang 90 sm serta lebar 120 cm.
Atap kimbed dibuat dari daun alang-alang yang sudah dikeringkan.
2) Pengadaan benih
Kebutuhan benih didatangkan dari luar perkebunan kareana
tidak adanya kebun khusus penghasil benih untuk bahan tanam
batang bawah. Benih biasanya diambil dari kebun bibit yang sudah
berumur 8 tahun dengan jenis yang terpilih dengan benih yang

51

murni, daya kecambah tinggi, ungul sertra memiliki sifat yang baik
untuk batang bawah . Kebutuhan benih per Ha adalah 4.000 benih,
dengan populasi 500 pohon/ Ha. Untuk jarak tanam 3 x 7 m dan
66 pohon / Ha.
Untuk bahan tanam yang difungsikan sebagai batang
bawah, klon yang biasa dipakai adalah GTI, LCB 1320, LCB 479
dan sei PR. Kon klon tersebut mnemiliki sifat-sifat yang
menguntungkan sebagai batang bawah seperti perakaran kuat,
tahan penyakit JAP dan lahan kering.
3) Pengecambahan
Benih dikecambahkan pada media tanah yang telah
diratakan dengan cangkul permukaannya dan sebelumnya telah
disiram air. Benih ditanam rapat pada cangkul satu baris dengan
jarak antar baris 3 cm dan jarak dalam baris 5 cm. Jadi jumlah
benih / m2 adalah + 1000 biji. Tanda lubang/jarak tanam dibuat dari
ajir bambu ukuran pencil dan cara penanamannnya dengan
menanam bagian biji ke dalam pasir dengan perut menghadap
kebawah. Benih dipelihara dengan penyiraman setiap pagi dan sore
hari sehingga benih berkecambah.
4) Persemaian
Benih yang telah berkecambah dapat dipindahkan ke lahan
nutseries. Penananman dilakukan pada pagi hari dna sesudah
dilakukan penyiraman. Pemeliharaan yang dilakukan di lahan

52

nurseries

adalah

penyiraman

dan

diutamakan

pada

awal

pembibitan, penyulaman dan penyiangan secara manual dan


pemupukan urea 5 gr / phn dilakukan setelah benih berumur 2
minggu. Selain iru diberi mulching agar mempertahankan
kelembababn tanah, mengurangi penguapan air tanah dan
mencegah erosi juga dilakukan pengendalian hama dan enyakit.
5) Okulasi
Okulasi merupakan suatu rangkaian untuk memperoleh
bahan tanam yang baik. Bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat
yang baik dari tanaman karet yang berbeda agar produksi yang
dihasilkan bisa lebih tinggi. Pelaksanaan okulasi mengunakan
okulasi coklat (Brown Badding) dengan alasan faktor kegagalan
rendah dan waktu yang tersedia sejak jatuhnya biji dari pohon bibit
hingga bibit salur cukup lama. Cara pelaksanaan okulasi yaitu
membuat torehan jendela okulasi pada batang bawah setinggi + 5
cm. Dari tanah, lalau biarkan beberapa menit, menyayat maata
okulasi atau perisai okulasi, memisahkan mata okulasi setelah itu
memasukkan perisai atau mata okulasi ke jendela okulasi dan
memalut jendela okulasi dengan tali rafia. Pemeriksaan okulasi
adalah untuk mengetahui berapa banyak okulasi yang jadi. Setelah
2 minggu diadsakan ppemeriksaan ulang untuk memastikan jumlah
okulasi jadi. Bagi okulasi yang benar-benar hidup diberi tanda
totolan cat pada bagian atas jendela.

53

6) Pembuatan bibit Polybag


Bertujuan agar selain pertumbuhan lebih seraga,m juga agar
mudah dalampelaksanaan sortasi dan mencegah serta mengurangi
stagnasi pada saat tanam di lapangan. Untuk pengaturannya bibit
yang telah dipadatkan medianya diatur satu baris disisi dua jajar
polybag dengan letak mata tunas saling berlawanan arah.
Pemeliharaan yang dilakukan yaitu penyiraman setiap pagi dan
sore hari, penyiangan, pemupukan. Bibit playbag siap ditanam
setelah berumur + 5 bulan dan sehat membentuk 2 payung dengan
diameter batang + 2 cm. Pemeliharaan bibit playbag sama dengan
persemaian.
d. Persiapan tanam
1) Pengajiran
Pengajiran jarak tanam dilakukan bersamaan pelaksanaan
ajir teras. Pengajiran ini dibuat sesuai jarak tanam yang dipakai.
2) Lubang Tanam
Pembuatan lubang dilakukan 2-4 bulan sebelum tanam
sesuai pada posisi ajir. Kemudian satu bulan sebelum tanam
sanitasi lubang tanam dilakukan dengan memberi serbuk belerang
150 kg / lubang dan setengah bulan berikut diberikan 150 gr SP36 /
lubang.
3) Tanaman Penutup Tanah

54

Tanaman penutup tanah yang ditanam yaitu kacangan


(Leguma Cover Crops / LCC), sedangkan jenis LCC yang dipilih
adalah Calopogonium caeruleum (CC), yaitu tanaman penutup
tahan yang tahan terhadap naungan dan kekeringan, selain itu
setelah penanaman 4-6 bulan tanaman itu sudah mampu menutup
tanah.
4) Tanam Bibit Polybag
Penanaman ini merupakan pekerjaan yang penting, karena
pelaksanaannya

harus

tepat

baik

waktu

maupun

cara

penanamannya, yaitu di awal musim hujan. Penanamannya harus


sangat hati-hati, tanah di dalam polybag jangan sampai pecah dan
kedalaman lubang harus disesuaikan dengan tinggi polybag dan
tinggi penimbunan lubang sampai pada batas tepat di bawah
pertautan.

F. Pemeliharaan Tanam Belum Menghasilkan (TBM)


1. Penyulaman
Diterapkan pada saat selesai tanam, TBM 1 dan terakhir TBM 2.
Bahan sulaman yang dipakai adalah bibit OST 1 dengan penerapan teknis
penyulaman untuk

tanaman yang tajuknya telah bertemu tidak perlu

disulam, dan apabila ada dua tanaman mati bersebelahan dibuatkan satu
lubang tanam diantaranya, dan seterusnya. Waktu yang tepat untuk
melakukan peyulaman adalah pada saat TBM I, II, dan III. Tanaman

55

sulaman sudah mempunyai jumlah payung yang sama dengan tanaman


yang ada.
2. Wiwil atau Menunas
Wiwil dilakukan untuk

mencegah pertumbuhan cabang pada

batang pokok sampai setinggi 2,75 3,00 m dan dilakukan setelah


tanaman karet berumur 2 bulan. Bertujuan untuk

menghindari

percabangan pada tanaman agar mendorong pertumbuhan tanaman ke arah


vertikal maupun ke arah horizontal semaksimalnya. Untuk penunasan
ditetapkan cara folding yaitu membungkus pucuk dengan daun-daun
sekitarnya.
3. Pemupukan
Pemupukan dilakukan 3 bulan setelah tanam, yaitu pada awal /
akhir musim hujan. Aplikasinya adalah 2-3 kali dalam setahun dengan
urea, TPS, dan KCl.
4. Weeding (Pengendalian Gulma)
Pekerjaan ini diterapkan strip weeding (TBM dan TM) dan selektif
sg bahan yang dipakai round up 0,6% dan untuk

selektif weedng

dikhususkan untuk alang-alang dan penyemprotan dilakukan secara acak.


5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang menyerang tanaman karet adalah jamur akar putih
(JAP), jamur upas dan embun tepung. Pengendaliannya yaitu bila JAP
dengan membersihkan sisa kayu dan akar saat pembongkaran kebun tua,

56

selain itu menghindari kondisi lingkungan terlalu lembab dengan mengatur


jarak tanam dan dibuat drainase untuk jamur upas, sedang untuk jamur
tepung yaitu dengan hendusting serbuk belerang dilakukan pada malam
hari, diperkirakan embun mulai turun + jam 23.00 ke atas.
6. Monitoring Pertumbuhan Tanaman Karet
Tujuan kegiatan ini adalah untuk memantau pertumbuhan pohon
sehingga mudah dalam menetapkan saat buka sadapan. Pelaksanaan dua
kali setahun dimulai dua tahun setelah tanam (TBM 2). Pengontrolan
pertumbuhan dilakukan dengan cara mengukur lilitan batang pohon
dengan sistem sampel acak diagonal. Jika 60% dari populasi yang
dikontrol telah mencapai diameter > 45 cm maka kegiatan pengukuran lilit
batang bisa dihentikan, dan ini berarti pembukaan sadap dapat dilakukan.

G. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)


Tujuan

pemeliharaan

tanaman

menghasilkan

adalah

menjaga

pertumbuhan dan kesehatan tanam tetap baik dan dapat meningkatkan dan
mempertahankan produksi lateks yang optimal sesuai dengan umur ekonomis
tanaman.
1. Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dan kimiawi yang bertujuan
untuk

membersihkan

gawangan

dan

jalur

tanaman

sehingga

mempermudah dalam melaksanakan pemeliharaan kebun. Pelaksanaan

57

penyiangan dengan menggunakan cara kimiawi yaitu dengan round up,


strip spraying, dan spot spraying.
2. Pangkasan
Pemangkasan yaitu dengan cara membuang dan memangkas semua
cabang pada batang di bawah ketinggian 3 m. Pemangkasan / pemotongan
dahan juga dilakukan pada dahan patah atau pecah akibat angin serta
batang pohon yang roboh dan tumbuh miring akibat angin juga.
3. Penjarangan Pohon
Penjarangan pohon dilakukan secara selektif pada pohon yang
tumbang karena angin, tumbuh kerdil atau tidak normal dan yang mati
karena penyakit batang / akar. Pelaksanaannya diusahakan agar lokasi
tidak sampai terbuka yang menyebabkan pertumbuhan gulma.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada TM muda atau taruna (umur sadapan
1-10 tahun), aplikasi pemupukan satu kali dalam setahun dan dilakukan
pada akhir musim hujan.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang menyerang tanaman karet sama dengan pada TBM
selain itu ada juga penyakit BB (Bruine Binnebast / penyakit kulit coklat),
yaitu suatu kelelahan akibat penyadapan yang terlalu berat, akibatnya
lateks akan encer, terjadi tetesan lanjutan dan lateks cepat sekali membeku,
selain itu kulit mulai mengering dan pada akhirnya lateks tidak keluar.

58

Pengendaliannya yaitu dengan obat No. 88, tanaman diistirahatkan dan


pemberian ekstra pupuk. Penyakit mouldyrof yaitu penyakit pada bidang
sadapan yang ditandai dengan adanya lapisan selaput cendawan keabuabuan pada bidang sadap. Pengendaliannya adalah dengan fungisida
banlate 0,05% atau actidione 0,5%.

H.Penyadapan
1. Bukaan Sadapan
Penyadapan merupakan kegiatan produksi terhadap tanaman karet
yang telah memenuhi syarat umur bukaan sadap dengan klon unggulan
(PB 260) dapat dilakukan ketika umur tanaman 4 tahun, sedangkan secara
umum bukaan sadap adalah 5 tahun. Cepat tidaknya bukaan sadap sangat
tergantung dan dipengaruhi klon, kesuburan tanah serta pemeliharaannya
di masa TBM.
Areal tanaman karet siap disadap apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Lilitan batang telah mencapai > 45 cm, pada ketinggian 100 cm dari
pertautan
b. Populasi tanaman yang memenuhi syarat telah mencapai 60% - 70%,
c. Rata-rata tebal kulit > 7 mm
d. Ketinggian bukaan sadap bawah 130 cm di atas pertautan
e. Soder sadap adalah 40o dari garis horisontal

59

Sistem sadapan yang digunakan adalah :


a. S2D3 yaitu sistem sadap setengah spiral tiap 3 hari sekali dilakukan 1
sampai 3 tahun pertama
b. S2D2 yaitu sistem sadap setengah spiral disadap tiap 2 hari sekali
c. 2S2D2 yaitu sistem sadap 2 keratan (atas dan bawah) setengah spiral
tiap 2 hari sekali
d. S2S4D3 yaitu sistem sadap setengah spiral sadap bawah seperempat
spiral ke atas tiap 3 hari sekali
2. Eksploitasi Tanaman Kaitannya dengan Peremajaan
Kegiatan eksploitasi pada tanaman karet juga harus diikuti dengan
pemikiran

rencana

program

peremajaan

(replanting).

Dasar

pertimbangannya adalah masa eksploitas 25 tahun TM + 5 tahun TBM dan


juga standar komposisi tanaman yang ditetapkan.
3. Stimulasi
Stimulasi sebagai pemacu keluarnya lateks tidak bisa diaplikasikan
pada semua pohon karet. Pohon karet yang sudah memasuki TM 3 dapat
diberikan stimulasi dengan catatan pohon tersebut dalam keadaan sehat,
daun sudah berwarna hijau dan layu setelah musim gugur. Bahan yang
digunakan untuk

stimulasi adalah Ethrel 1 cc 2 cc perpohon dan

konsentrasi untuk TM muda / taruna 1,5% - 2,0% dan untuk TM dewasa /


tua 2,5%. Aplikasi stimulasi yang dilakukan adalah grove application,
dengan aplikasi satu kali setiap dua minggu.

60

4. Pengawasan Kualitas Sadap


Agar umur ekonomis tanaman dapat tercapai yakni 25-30 tahun
dengan produksi yang diperoleh tetap tinggi, kualitas sadapan harus
diutamakan dan harus dilakukan kontrol tiap bulan.
5. Sistem Premi
Premi dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan penyadap dan
merangsang penyadap untuk mendapatkan lateks lebih perharinya dan
produksi di pabrik dapat meningkat.
Syarat mendapatkan premi penentuannya adalah menentukan ratarata per tapper pada blok tertentu tahun lalu dari perkembangan terakhir
hari kerja minimal 20 hari dan nilai kualitas sadap minimal 175 point
tetapi jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi maka premi hilang.
6. Sistem Pengaturan Tenaga Kerja
Untuk menghindari hanca yang tidak tersadap maka digunakan
sistem armada, jadi dalam 30 penyadap dibutuhkan 5 penyadap armada.
Ada dua macam tenaga penyadap yaitu pekerja harian tetap (PHT) dan
pekerja harian lepas (PHL). Perbedaannya PHL tidak memiliki hari libur,
sedangkan PHT memiliki hari libur yaitu satu minggu sekali dan cuti 12
hari dalam 1 tahun. Pelaksanaan absensi dilakukan setiap pagi sebelum
pelaksanaan penyadapan (roll sadap) yang dilakukan oleh mandor sadap di
masing-masing bloknya.

61

7. Pengangkutan Hasil
Sistem pengumpulan lateks yang digunakan adalah "john
collection" yang memberikan keuntungan bagi penyadap karena
tempatnya dekat dengan hanca sehingga tidak banyak tenaga kerja yang
digunakan. Hasil lateks dikumpulkan pada jemblung ditobong, setelah itu
pengawas mencatat dan dilakukan kalibrasi untuk

mengecek ulang

volume lateks yang didapat. Penyaringan lateks dilakukan di TPH,


sedangkan pencatatan volume lateks dilakukan di setiap penyadap, dan
pengangkutan hasil dari TPH dengan tangki dan truk dibawa ke pabrik.

I. Pengolahan
1. Penerimaan Bahan oleh Crumb Rubber
Bahan olah untuk crumb rubber diterima oleh pabrik (PT. Indo
Java Rubber Planting) berupa lateks, lump putih dan lump mangkok.
Sedangkan bahan yang diterima tersebut akan diproses menjadi produk
SIR 3L, SIR 5, SIR 10 dan SIR 20.
Penerimaan ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas
bahan baku, sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan. Penerimaan
dilakukan oleh petugas pabrik. Untuk pencatatan dilakukan oleh mandor
kawal lateks pada pengantar lateks. Untuk lateks penerimaan dilakukan di
bak penerimaan dengan menggunakan alat berupa colokan dan saringan
lateks yang telah dilengkapi dengan talang. Colokan berfungsi untuk
mengukur volume lateks yang diterima, sedangkan saringan untuk

62

mencegah masuknya kontaminan seperti tatal, daun karet dan lump putih
yang mungkin terbawa, lateks yang masuk harus dipastikan tidak
prakoagulasi.
Untuk penerimaan bahan baku olah berupa lump putih dan lump
mangkok diawali dengan penimbangan di penerimaan lalu penilaian secara
visual. Apabila bahan baku olah yang diterima tidak masuk spesifikasi
yang ditentukan oleh pabrik maka bahan olah tersebut bisa ditolak.
Kemudian hasil penerimaan dicatat oleh petugas sebagai acuan untuk
pengolahan, perhitungan rendamen dan penyelesaian administrasi.
2. Pengenceran
Pengenceran sodium metabisulfit untuk

bahan olah lateks

dilakukan secara bertahap yaitu setiap 1 kg dalam 20 liter air dengan


konsentrasi 5%. Cara pengenceran yaitu dengan melarutkan setiap 1 kg
bahan ke dalam 20 liter air sambil diaduk hingga merata dan larut. Jumlah
sodium yang diencerkan sama dengan 0,6 /kilogram kering. Setelah
pengenceran sodium metabisulfit selesai, hasil pengenceran dituangkan
perlahan-lahan ke dalam bak penerimaan yang diaduk dengan mixer secara
perlahan.
3. Pembekuan
Pembekuan lateks bahan olah SIR 3L dan SIR 5 diawali dengan
mengalirkan lateks dari bak penerimaan ke bak koagulasi (trough) melalui
talang secara bertapah. Tinggi lateks yang masuk ke trough diukur dengan

63

alat colok dan lubang aliran lateks pada talang dihentikan untuk dialihkan
ke bak koagulasi yang lain, bila tinggi lateks telah mencapai 24 cm, jika
produksi tinggi, tingginya lateks bisa melebihi 24 cm. Bahan pembeku
yang sudah diencerkan diambil sebanyak 2 jerigen untuk

diletakkan

masing-masing 1 jerigan pada ujung dan bagian tengah bak koagulasi.


Bahan pembeku disiramkan ke bak koagulasi lalu diaduk 6-10 kali atau
dihentikan apabila lateks mulai membeku. Lama pembekuan di bak
koagulasi kurang lebih 16 jam, kecuali kondisi mendesak akan digiling
langsung.
4. Penggilingan Mobile Crusher
Untuk memudahkan proses pengolahan dan mengurangi kotoran
lateks yang telah membeku, lump putih, scrap dan lump mangkok digiling
menjadi compo. Adapun cara penggilingannya adalah sebagai berikut :
a. Trough yang berisi lateks yang telah membeku diisi air sampai
koagulump naik
b. Mobile crusher dihidupkan lalu koagulump dimasukkan dan hasil
gilingan diletakkan pada conveyer 3
c. Hidupkan semua mesin pengolahan, bersihkan crepper 1 dan 2, lalu
masukkan hasil gilingan ke crepper 2 dengan hasil gilingan tebal 0,60,8 cm. Selanjutnya melalui conveyer 3 akan masuk secara otomatis ke
crepper 1 dengan hasil gilingan tebal 0,4-0,6 cm. Untuk bahan baku
lump mangkok, lump putih, scrap sebelum masuk crepper 1 dan 2
dicacah dahulu, di pre breaker, lalu di penggilingan (battery comp)

64

5. Peremahan
Merupakan proses merubah lembaran karet menjadi butiran-butiran
karet yang remah, guna mempercepat proses pengeringan. Adapun cara
peremahannya adalah dengan mengisi bak dengan air, lalu mesin
crumbpum dan sredder dihidupkan. Hasil remahan halus langsung
dimasukkan ke dalam bak secara bertahap dan tidak boleh ditekan. Untuk
menghilangkan serum dan busa disiram dengan air. Dinding bak / trolly
bagian luar sebelah ujung ditulis nomor urut, mutu SIR, dan tanggal
pengeringan. Urut-urutan proses peremahan adalah SIR 3L, SIR 5, dan
SIR 10.
6. Pengeringan
Karet remah dimasukkan ke dalam mesin pengering dengan
interval waktu 15-20 menit, dengan lama waktu pengeringan 3 jam pada
suhu 110oC 120oC, sehingga kadar air 0,4-0,6% yang menjadikan karet
tahan lama. Sebelum dryer remahan yang keluar akan mengalami proses
pendinginan sehingga suhu menjadi + 40oC, kemudian remahan yang
kering akan keluar. Kemudian remahan yang kering akan keluar. Tarik
trolly yang keluar ke meja bundar, ambil ball cake dengan ganju pengait
dan letakkan di atas meja dengan sistem FIFO (First In First Out).
7. Penimbangan, Penempaan, Sortasi, dan Penyimpanan
Penimbangan menggunakan mesin timbang elektrik sehingga
cepat, mudah dan hasilnya akurat dengan berat satu bandella 35 kg serta

65

ukuran bandella 70 x 35 x 15 cm. Pengepresan menggunakan alat hidrolik


tipe twine box dengan kapasitas 50 bandella / 1750 kg / jam.
Agar mutu karet terjaga dari kontaminasi kotoran dan karet mentah
setiap bandella disortasi dengan membuang kotoran yang menempel, karet
mentah dan kotoran lainnya. Bandella yang telah terseleksi diberi nomor,
dibungkus dengan plastik tipis dan siap dikemas.
Pengemasan dan penyimpanan dimaksudkan agar kualitas bandella
tidak terkontaminasi terjadi penurunan sifat plastisitas dan warna.
Pengemasan menggunakan peti jumbo pallete yang berisi 36 ball dengan
berat bersih 1.260 kg. Kemudian diambil sampel nomor 9, 18, 27, dan 36
untuk mengetahui kebenaran mutu yang telah ditentukan.
Penyimpanan diletakkan di area yang telah ditetapkan laboratorium
dan selanjutnya dapat dilakukan pengiriman bila ada permintaan dari
konsumen (eksport) dengan 1 DN (Desember November) berisi 18 peti
pallete (12.600 ton) crumb rubber.
8. Pengujian Laboratorium
Hasil produksi dari pabrik diuji terlebih dahulu melalui pengujian
laborat untuk mengetahui mutu karet tersebut dalam mutu SIR 3L, SIR 5,
SIR 10, SIR 20 atau low grade. Cara proses pengujian mutu karet SIR
yaitu dengan pengambilan sampel yang bertujuan untuk

mengetahui

penetapan pengujian laboratorium. dengan cara mengambil contoh uji


yang dapat mewakili sejumlah produksi. Selain itu dengan penyeragaman
contoh (homogenesis) adalah satu cara untuk mendapatkan contoh uji
yang seragam.

66

Dengan penetapan pengujian kadar kotoran (DIRT TEST)


pengujian ini bertujuan untuk mengetahui benda asing yang tidak larut
dalam terpenting mineral dan tidak dapat melewati / lolos pada saringan
325 mesh. Ada juga penetapan pengujian kadar abu (ash content),
pengujian untuk mengetahui benda asing bukan karet yang tidak habis
terbakar suhu 550oC selama 2 jam di dalam Nuffle Furnace, sampel yang
diambil 5 gram. Penetapan pengujian Plasticity Rotention Indek (PRI),
penetapan ini dilakukan untuk

mengukur ketahanan karet terhadap

digradasi (pemecahan) oleh oksidasi pada suhu tinggi 140oC + 0,2oC.


Pengujian ini meliputi plastisitas wallace dari potongan uji sebelum dan
sesudah pemanasan di dalam oven. Penetapan pengujian warna (lavibond
scale) yaitu pengujian warna hanya dilakukan untuk jenis mutu SIR 3L,
karena jenis karet ini harus memiliki indeks warna yaitu : kecil (biasanya
akna digunakan untuk
berwarna merah.

barang jadi yang putih), tembus cahaya, dan

67

A.

68

69

J. Pemasaran
Setelah lateks diolah menjadi karet siap untuk dijual, yang telah diuji
terlebih dahulu kualitas dan mutunya, kemudian karet yang sudah menjadi
barang setengah jadi itu dikirim ke pusat yaitu di Jakarta. Pemasaran
dilakukan oleh Kantor Pusat di Wisma BCG Lt. 8 Jl. Abdul Muis No. 40 PO
BOX 2050 Jakarta 10001.
Daerah pemasarannya meliputi daerah Jawa, luar Jawa, bahkan
diekspor ke negara Singapura, Jepang, dan Korea.

70

BAB IV
ANALISIS DATA

Bab ini menjelaskan analisis hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi produksi karet pada petani mitra usaha PT. J. A Wattie yang
meliputi, jumlah tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah. Pembahasan
analisis hasil penelitian ini dengan menggunaakan analisis regresi linier berganda,
uji hipotesis dan bagian akhir pengujian asumsi klasik.
B. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh jumlah
tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah terhadap hasil produksi karet
pada petani mitra usaha PT. J.A. Wattie di Desa Pegadingan. Adapun bentuk
persamaan regresinya sebagai berikut :
LnY = a + b1Lnx1+ b2Lnx2 + b3Lnx3 + b4Lnx4 + b5Lnx5 + E
Dimana :
LnY

= Variabel Produksi (Rp)

= Konstanta

LnX1 = Jumlah tenaga kerja


LnX2 = Luas lahan
LnX3 = Pupuk
LnX4 = Modal

71

LnX5 = Upah
E

= penyimpangan yang mungkin terjadi

b1, b2, b3, b4 = Koefisien regresi


Berdasarkan

hasil

perhitungan

dengan

menggunakan

bantuan

komputer pada program SPSS Windows release 11.0 diperoleh hasil analisis
regresi sebagai berikut :

C. Tabel 4.1
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Variabel
X1 (Luas lahan)
X2 (Pupuk)
X3 (Jumlah tenaga kerja)
X4 (Modal)
X5 (Upah)

Koefisien
Regresi
0,242
0,210
0,152
0,127
0,276

Standar
Error
0,090
0,049
0,054
0,059
0,078

t hitung

Signifik
an t

2,675
4,299
2,837
2,152
3,541

0,006
0,001
0,001
0,003
0,002

Konstanta
= 7,824
Adj. R Square
= 0,954
R Square
= 0,973
R
= 0,998
F
= 2351,537
Sig. F
= 0,000
Sumber : Data primer diolah
Sehingga diperoleh model persamaan sebagai berikut :
Y = 7,824+0,242LnX1+0,210LnX2+0,152LnX3+0,127 LnX4 + 0,276Ln X5+e
Adapun arti dari masing-masing koefisien regresi tersebut adalah
sebagai berikut :

72

= 7,824 anti Ln 2.499,885 artinya jika variabel luas lahan, pupuk,


jumlah tenaga kerja dan modal sama dengan nol maka
produksi yang diterima sebesar 2.499,885.

b1

= 0,242

artinya jika terjadi kenaikan luas lahan sebesar 1 %,


maka produksi akan naik rata-rata sebesar 0,242%
dengan asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini
menunjukkan

bahwa

kenaikan

luas

lahan

menyebabkan naiknya produksi.


b2

= 0,210

artinya jika terjadi kenaikan pupuk sebesar 1 %, maka


produksi akan naik rata-rata sebesar 0,210% dengan
asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kenaikan pupuk menyebabkan
naiknya produksi.

b3

= 0,152

artinya jika terjadi kenaikan jumlah tenaga kerja


sebanyak 1%, maka produksi akan naik rata-rata
sebesar 0,152% dengan asumsi variabel lain tetap.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan
jumlah tenaga kerja menyebabkan naiknya produksi.

b4

= 0,127

artinya jika terjadi kenaikan modal sebesar 1 %, maka


produksi akan naik rata-rata sebesar 0,127% dengan
asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kenaikan modal menyebabkan
naiknya produksi.

73

b5

= 0,276

artinya jika terjadi kenaikan upah sebesar 1 %, maka


produksi akan naik rata-rata sebesar 0,276% dengan
asumsi variabel lain tetap. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kenaikan upah menyebabkan
naiknya produksi.

Selanjutnya akan dilakukan uji statistik yaitu uji signifikansi variabel


independen terhadap variabel dependen yang terdiri dari uji t, Uji F dan uji
koefisien determinasi (R2). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar 0,998, yang mendekati +1. Hal ini berarti bahwa variabel
independen (luas lahan, pupuk, jumlah tenaga kerja, modal dan upah)
mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan hasil produksi karet di
Perkebunan Karet Desa Pegadingan. Sedangkan dalam perhitungan koefisien
determinasi diperoleh hasil sebesar 0,973 yang berarti bahwa variabel
independen (luas lahan, pupuk, jumlah tenaga kerja, modal dan upah) dalam
model menjelaskan variasi indeks produksi sebesar 97,3% dan sisanya sebesar
2,7% dijelaskan oleh faktor atau variabel lain di luar model.
1. Pengujian Secara Serentak (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini telah
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = b5 =0

berarti secara simultan tidak ada pengaruh

yang signifikan antara variabel independen


dengan variabel dependen.

74

Ha : b1 b2 b3 b4 b5 0

berarti secara simultan ada pengaruh yang

signifikan antara variabel independen dengan


variabel dependen.
Kriteria pengujian :
Nilai F-hitung diperbandingkan dengan nilai F-tabel (dengan tingkat
signifikansi 5% ( = 5%) dan derajat kebebasan df pembilang k 1 = 5 dan
df penyebut n k = 24, sehingga F-tabel bernilai 2,62 maka :
Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima, atau p < 0,05
Jika F-hitung < F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak, atau p > 0,05
Daerah penerimaan dan penolakan Ho ditunjukkan dalam gambar sebagai
berikut :

Daerah Penerimaan Ho

2,62

Daerah Penolakan Ho

2351,537

Gambar 4.1
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Untuk Uji F
Dari hasil perhitungan yang ditunjukkan dalam print out komputer
diperoleh nilai F-hitung sebesar 2351,537 dengan signifikansi F sebesar
0,000. Dari angka tersebut berarti F-hitung (2351,537) lebih besar
daripada F-tabel (2,62) atau p < 0,05 (0,000 < 0,05) maka keputusannya
menolak Ho dan menerima Ha. Dengan demikian secara simultan kelima

75

variabel independen yaitu variabel luas lahan (X1), pupuk (X2), jumlah
tenaga kerja (X3), modal (X4) dan

upah (X5) secara bersama-sama

signifikan mempengaruhi produksi (Y).


2. Pengujian Secara Individual (Uji t)
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa uji t ini digunakan
untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap
variabel dependen. Dari hasil perhitungan dengan komputer diperoleh nilai
t-hitung seperti disajikan dalam tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji t
Variabel
Independen

Koefisien
Regresi

t-hitung

t-tabel
= 5%

X1
0,242
2,675
X2
0,210
4,299
X3
0,152
2,837
X4
0,127
2,152
X5
0,276
3,541
Sumber : Data primer diolah (2004)

2,064
2,064
2,064
2,064
2,064

Signifikansi
0,006
0,001
0,001
0,003
0,002

Untuk mengetahui signifikansi dari masing-masing variabel telah


ditetapkan hipotesis sebagai berikut :
Ho : bi = 0 berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen.
Ha : bi 0 berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel
independen terhadap variabel dependen.

76

Nilai t-hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel dengan uji dua sisi
(dengan tingkat signifikansi 5% (= 0,05) dan derajat kebebasan (df = n-k)
24, sehingga t-tabel bernilai + 2,064), maka :
Ho ditolak jika t-hitung berada di daerah penolakan Ho, atau p < 0,05
Ho diterima jika t-hitung berada di daerah penerimaan Ho, atau p > 0,05
a. Pengujian Terhadap Variabel Luas lahan (X1)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out
komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,675.
Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,675) lebih besar dari t-tabel
(2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga
keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan luas
lahan terhadap produksi.

Ho ditolak

Ho diterima

-2,064

Ho ditolak

2,064
2,675

Gambar 4.2
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Luas lahan
b. Pengujian Terhadap Variabel Pupuk (X2)

77

Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out


komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 4,299.
Dengan melihat posisi nilai t-hitung (4,299) lebih besar dari t-tabel
(2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga
keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan pupuk
terhadap produksi.

Ho ditolak

Ho ditolak

Ho diterima

-2,064

2,064
4,299

Gambar 4.3
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Pupuk
c. Pengujian Terhadap Variabel Jumlah Tenaga Kerja (X3)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out
komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,837
Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,837) lebih besar dari t-tabel
2,064, maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga
keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan jumlah
tenaga kerja terhadap produksi.
Ho ditolak

-2,064

Ho diterima

Ho ditolak

2,064
2,837

78

Gambar 4.4
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Jumlah Tenaga Kerja
d. Pengujian Terhadap Variabel Modal (X4)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out
komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 2,152
Dengan melihat posisi nilai t-hitung (2,152) lebih besar dari t-tabel
(2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga
keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
modal terhadap produksi.

Ho ditolak

-2,064

Ho diterima

Ho ditolak

2,064
2,152

79

Gambar 4.4
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Modal
e. Pengujian Terhadap Variabel Upah (X5)
Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan oleh print out
komputer (hasil terlampir) diperoleh nilai t-hitung sebesar 3,541,
dengan melihat posisi nilai t-hitung (3,541) lebih besar dari t-tabel
(2,064), maka nilai t-hitung berada di daerah penolakan Ho sehingga
keputusannya menolak Ho dan menerima Ha. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara
upah terhadap produksi.

Ho ditolak

Ho diterima

-2,064

Ho ditolak

2,064
3,541

Gambar 4.5
Daerah Penolakan dan Penerimaan Ho Upah
C. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Autokorelasi
Adanya autokorelasi dan standar error yang besar menyebabkan
terjadinya bias atau penyimpangan yaitu dengan cara membandingkan

80

nilai t-hitung dengan tabel standarized normal distribution. Terdapat atau


tidaknya autokorelasi dengan melihat prosedur uji statistik Durbin Watson
test dari hasil regresi yang dilakukan.
-

Dengan uji dua ujung yaitu Ho adalah tidak ada autokorelasi baik
positif maupun negatif

Kriteria : Ho ditolak jika d < dL atau d > (4-dL)


Ho diterima jika dU < d < (4-dU)

Dari hasil regresi diperoleh nilai dW = 1,898 dengan n = 30 serta taraf


nyata () 5% maka nilai dL = 1,01 dU = 1,85 sehingga (4-dU) = 2,15
dan (4-dL) = 2,99.

Daerah Penerimaan Ho
Daerah Ketidak pastian Daerah Ketidak pastian
Daerah Penolakan Ho

dL
1,01

Daerah Penolakan Ho

dU
2
1,85 d
1,898

(4-dU)

(4-dL)

2,15

2,99

Gambar 4.6
Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho
Untuk Uji Autokorelasi

81

Berdasarkan gambar di atas, maka nilai Durbin-Watson test (1,898) berada


di daerah penerimaan Ho sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model
tidak terjadi autokorelasi.

2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah peristiwa yang terjadi pada model regresi,
bila dua atau lebih variabel bebas bergerak bersama dalam satu pole yang
sama. Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah persamaan regresi
yang dilakukan mengandung asumsi klasik atau tidak, dimana terjadi
hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel bebas.
Berdasarkan Klein's Rule of Thumb, jika nilai R2 regresi awal lebih besar
daripada

nilai

R2

dari

regresi

antar

variabel

penjelas

maka

multikolinearitas dapat diabaikan.


Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolinearitas
Regresi antar
variabel bebas

r2

rx1,x2
0,496
rx1,x3
0,221
rx1,x4
0,483
rx1,x5
0,472
rx2,x3
0,575
rx2,x4
0,319
rx2,x5
0,308
rx3,x4
0,487
rx3,x5
0,224
rx4,x5
0,318
Sumber : Data Primer diolah

R2

Keterangan

0,973
0,973
0,973
0,973
0,973
0,973
0,973
0,973
0,973
0,973

Tidak ada multikolinearitas


Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas
Tidak ada multikolinearitas

82

Melihat dari hasil korelasi dan nilai toleransi per variabel maka dapat
dijelaskan bahwa Nilai korelasi antar variabel independen terhadap
variabel independen yang lain tidak terjadi multikolinieritas. Hal tersebut
disebabkan nilai rx1x2 dan seterusnya (antar variabel independen) lebih
kecil dari nilai R2yx1 x2 x3 x4 (nilai R2 regresi awal).
3. Uji Heteroskedastisitas
Korelasi adanya heteroskedastisitas adalah biasnya varians
sehingga uji signifikansi menjadi tidak valid dengan adanya pengaruh
individu yang dipisahkan. Berdasarkan uji Park cara yang digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel adalah :

a. Menentukan hipotesis
Ho diterima jika t hitung < t tabel, artinya dalam persamaan regresi
tidak terjadi heteroskedastisitas
Ho ditolak jika t hitung > t tabel, artinya dalam persamaan regresi
terjadi heteroskedastisitas
b. Menentukan nilai kritis dengan = 5%, derajat kebebasan n k = 18
maka diperoleh t-tabel sebesar 2,064
c. Mencari t-hitung dengan menggunakan Rank Spearman, yang
didefinisikan dengan 1-R2 xi
Selanjutnya nilai t-hitung yang dihasilkan dari masing-masing variabel
dibandingkan dengan t-tabel (dengan tingkat signifikansi 5% ( = 5%)
dan derajat kebebasan (df (n k)) = 24, sehingga t-tabel 2,064). Jika
nilai t-hitung lebih kecil dari t-tabel, maka dalam model tidak terjadi

83

heteroskedastisitas. Sebaliknya jika t-hitung lebih besar dari t-tabel


maka terjadi heteroskedastisitas.
Dari hasil uji Park yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh
hasil t-hitung sebagai berikut :
Tabel 4.4
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
RlnX1
RlnX2
RlnX3
RlnX4
RlnX5
Sumber : Data primer diolah

t-hitung
0,612
1,646
-0,630
-0,467
-1,046

t-tabel
2,064
2,064
2,064
2,064
2,064

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat dijelaskan sebagai berikut :


a. Pengujian tenaga kerja (X1) diperoleh t-hitung sebesar 0,612. Karena
nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas.
b. Pengujian luas lahan (X2) diperoleh t-hitung sebesar 1,646. Karena
nilai t-hitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas.
c. Pengujian pupuk (X3) diperoleh t-hitung sebesar -0,630, karena nilai thitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat
heteroskedastisitas.

84

d. Pengujian modal (X4) diperoleh t-hitung sebesar -0,467, karena nilai thitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat
heteroskedastisitas.
e. Pengujian upah (X3) diperoleh t-hitung sebesar -1,046, karena nilai thitung < t-tabel (2,064), maka Ho diterima yang berarti tidak terdapat
heteroskedastisitas.

85

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi karet pada petani mitra usaha PT. J. A WATTIE di
desa Pegadingan Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap yang meliputi, jumlah
tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal dan upah. Berdasarkan analisis yang
dijelaskan dalam Bab IV peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis regresi maka diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut :
Y = 7,824 + 0,242LnX1+ 0,210LnX2 + 0,152LnX3 + 0,127LnX4 + 0,276 LnX5+e
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan :
a. a = 7,824 anti Ln 2.499,885 artinya jika variabel tenaga kerja, luas
lahan, pupuk, modal dan upah sama dengan nol maka produksi yang
diterima sebesar 2.499,885.
b. b1

0,242,

menunjukkan

bahwa

kenaikan

tenaga

kerja

menyebabkan naiknya hasil produksi.


c. b2

= 0,210, menunjukkan bahwa kenaikan luas lahan menyebabkan

naiknya hasil produksi.


d. b3

= 0,152, menunjukkan bahwa kenaikan pupuk menyebabkan

naiknya hasil produksi.

86

e. b4

= 0,127, menunjukkan bahwa kenaikan modal menyebabkan

naiknya hasil produksi.


f. b5

= 0,276, menunjukkan bahwa kenaikan upah menyebabkan

naiknya hasil produksi.


2. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap hipotesis, maka dapat disimpulkan
bahwa variabel tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal

dan upah

berpengaruh signifikan terhadap produksi karet yang ditunjukkan dengan


nilai F-hitung (2351,537) lebih besar daripada F-tabel (2,62) sehingga
hipotesis terbukti.
3. Hasil uji signifikansi t (secara parsial) juga menunjukkan bahwa dari
kelima variabel independen yang meliputi tenaga kerja, luas lahan, pupuk,
modal dan upah berpengaruh signifikan terhadap produksi karet dengan
nilai t masing-masing sebesar masing-masing sebesar 2,675 (untuk
variabel tenaga kerja), 4,299 (untuk variabel luas lahan), 2,837 (untuk
variabel pupuk), 2,152 (untuk variabel modal), serta 3,541 (untuk variabel
upah).
4. Hasil perhitungan perhitungan koefisien determinasi diperoleh hasil
sebesar 0,973 yang berarti bahwa variabel independen (tenaga kerja, luas
lahan, pupuk, ,modal dan upah) dalam model menjelaskan variasi indeks
produksi sebesar 97,3% dan sisanya sebesar 2,7% dijelaskan oleh faktor
atau variabel lain di luar model.

87

5. Berdasarkan uji asumsi klasik, dapat diketahui bahwa dalam model tidak
terjadi autokorelasi, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas.
6. Dari hasil penelitian, diketahui penggunaan faktor produksi (tenaga kerja,
luas lahan, pupuk, modal dan upah) yang paling berpengaruhi adalah luas
lahan.

B. Saran
Berdasarkan hasil temuan-temuan yang diperoleh dan terlepas dari
implikasi yang telah diberikan, penelitian ini masih memiliki sejumlah
keterbatasan. Oleh karena itu peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Dengan diketahuinya pengaruh dari tenaga kerja, luas lahan, pupuk, modal
dan

upah

maka

pihak

perkebunan

Ciseru-Cipari

harus

lebih

memperhatikan penggunaan faktor-faktor tersebut sehingga akan dapat


meningkatkan produksi karet.
2. Upah yang selama ini diberikan harus memenuhi prinsip keadilan, sesuai
dengan ketentuan pemerintah yang telah ditentukan dan layak bagi setiap
karyawan karena upah merupakan faktor yang sangat penting dalam
meningkatkan produksi karet, sehingga dengan penentuan sistem upah
yang tepat bagi karyawan juga dapat meningkatkan loyalitas karyawan.
Dengan demikian akan meningkatkan produksi karet dan akan
menguntungkan pihak perkebunan.

88

3. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini masih sangat terbatas karena
peneliti hanya menggunakan lima variabel independen yaitu tenaga kerja,
luas lahan, pupuk, modal dan upah sehingga kontribusi peneliti ini masih
sangat terbatas. Untuk itu diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk
menggunakan variabel yang lebih luas sehingga dapat memberikan
kontribusi secara optimal bagi perusahaan.
4. Peneliti masih menggunakan subyek penelitian yang terbatas dimana
sampel yang digunakan dalam penelitian hanya mencakup 30 petani karet.
Untuk itu penelitian mendang diharapkan dapat menggunakan sampel
penelitian yang lebih banyak dan cakupan obyek penelitian yang lebih luas
sehingga

implikasi

dan

kontribusi

digeneralisasikan dengan lebih baik.

penelitian

mendatang

dapat

Anda mungkin juga menyukai