Anda di halaman 1dari 27

A.

JUDUL
HADITS TENTANG FADHILAH SHALAT TARAWIH
KITAB

DURROTUN

NASHIHIN

DAN

DALAM

IMPLEMENTASINYA

DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT (Studi Living Hadits di Dsn.


Wetan Gunung Desa Wonojati Kec. Jenggawah)

B. LATAR BELAKANG
Hadis adalah sesuatu yang disandarkan pada Rasulullah SAW, baik
berupa ucapan, perbuatan, ataupun persetujuan, terbatas pada yang muncul
setelah pengangkatan Rasul dan terbatas pada masalah yang terkait dengan
hukum. Kedudukan hadis sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah
Al-Quran, oleh karena itu Hadis bagi umat Islam merupakan suatu yang
penting karena di dalamnya terungkap berbagai tradisi yang berkembang
masa Rasulullah saw. Tradisi-tradisi yang hidup masa kenabian tersebut
mengacu kepada pribadi Rasulullah saw. sebagai utusan Allah swt. Di
dalamnya syarat akan berbagai ajaran Islam karenanya keberlanjutannya terus
berjalan dan berkembang sampai sekarang seiring dengan kebutuhan
manusia. Adanya keberlanjutan tradisi itulah sehingga umat manusia zaman
sekarang bisa memahami, merekam dan melaksanakan tuntunan ajaran Islam
yang sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Kajian terhadap hadis Nabi sampai saat ini masih tetap menarik,
meski tidak sesemarak yang terjadi dalam studi atau pemikiran terhadap alQuran. Faktor utama yang menjadi pemicu adalah kompleksitas problem
yang ada, baik menyangkut otentisitas, variabel lafadh (jumlah hadis bil
mana), maupun rentang waktu yang cukup panjang antara Nabi dalam
realitas kehidupannya sampai masa kodifikasi ke dalam teks hadis.1
Problem sebagaimana disebutkan di atas, dipungkiri atau tidak, akan
merembet kepada wilayah bagaimana hadis tersebut dipahami dan
diaplikasikan. Dengan kata lain, hadis bukan hanya dipahami sebagai
1

Suryadi, Dari Living Sunnah ke Living Hadis dalam Metodologi Penelitian Living Quran dan
Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007), 87-88.

pedoman, tetapi juga diaplikasikan sebagai sebuah landasan dilakukannya


sebuah aktivitas.
Akan tetapi terkadang terjadi kesalah pahaman didalam kehidupan
masyarakat mengenai pemahaman sebuah hadis, sehingga menjadikan
kekeliruan tersebut turun temurun.
Adanya pergeseran pandangan tentang tradisi Nabi Muhammad saw.
yang berujung pada adanya pembakuan dan menjadikan hadis sebagai suatu
yang

mempersempit

cakupan

sunnah,

menyebabkan

kajian

living

hadis menarik untuk dikaji secara serius dan mendalam. Kenyataan yang
berkembang di dalam masyarakat mengisyaratkan adanya berbagai bentuk
dan macam interaksi ummat Islam dengan ajaran Islam kedua setelah alQuran tersebut. Penyebabnya tidak lain adalah adanya perubahan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diaksesnya. Selain itu, pengetahuan yang
terus berkembang melalui pendidikan dan peran para juru dai dalam
memahami dan menyebarkan ajaran Islam. Justru di sinilah, masyarakat
merupakan

objek

kajian

dari

living

hadis.

Karena

di

dalamnya

termanivestasikan interaksi antara hadis sebagai ajaran Islam dengan


masyarakat dalam berbagai bentuknya.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam seperti
apa pemahaman masyarakat mengenai Hadits tentang fadhilah shalat
tarawih dan implementasinya dalam kehidupan masyarakat (Studi Living
Hadits di Dsn. Wetan Gunung Desa Wonojati Kec. Jenggawah). Selain
itu hal menarik lain yang perlu dikaji adalah ekspresi umat terhadap makna
sebuah hadits Nabi sehingga menciptakan tradisi yang turun temurun dari
nenek moyangnya hingga anak cucunya.

C. Fokus Penelitian
Bagian ini mencantumkan semua fokus permasalahan yang hendak
dicari jawabannya melalui penelitian. Fokus penelitian harus disusun secara
singkat, jelas, tegas, spesifik, operasional yang dituangkan dalam bentuk
kalimat Tanya.2
Agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan penelitian ini akan
difokuskan pada pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hadis menjelaskan tentang fadhilah shalat tarawih?
2. Bagaimana masyarakat memahami hadis tentang fadhilah shalat tarawih?
3. Bagaimana Implementasi Hadits tentang Fadhilah Shalat Tarawih di
Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati Kec.Jenggawah?

D. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian memiliki tujuan dari tiap-tiap objek yang diteliti.
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang akan dituju dalam
melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus mengacu dan konsisten dengan
masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah sebelumnya.3
Terdapat beberapa tujuan dalam penelitian ini,antara lain:
1. Tujuan umum
untuk mengetahui bagaimana hadist yang menjelaskan tentang
fadhilah shalat tarawih.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui sebatas mana pemahaman

masyarakat

memahami hadits tentang fadhilah shalat tarawih


b. Menjelaskan Implementasi Hadits tentang fadhilah shalat tarawih
dalam kehidupan masyarakat di Dusun Wetan Gunung, Desa
Wonojati Kec.Jenggawah.

2
3

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press,2015), 44-45.
Ibid,45.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan berangkat dari rasa keingin tahuan peneliti
terhadap suatu tradisi masyarakat di Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati
Kec.Jenggawah terkait Hadits tentang fadhilah shalat tarawih. Oleh karena itu
penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis
kepada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai tujuan
ibadah sesuai ajaran Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperdalam pemahaman tentang
Fadhilah Shalat tarawih sebagai salah satu tradisi keislaman yang telah
membudaya dan menyatu dalam kehidupan sebagian masyarakat yaitu
yang telah menjadi salah satu kegiatan rutin pada hari-hari tertentu.
Serta memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti yang dapat
digunakan sebagai bekal untuk menjalani ibadah sesuai tuntunan
agama Islam.
b. Bagi IAIN Jember, sebagai kontribusi dan sumbangsih bagi diskursus
keilmuan Studi keilmuan Al-Quran dan Hadits serta dapat dijadikan
pertimbangan bagi kajian lebih lanjut.
c. Bagi masyarakat penelitian ini dapat menjadi rujukan pemahaman
terhadap

Hadist

kehujjahannya.

tentang

Fadhilah

Shalat

tarawih

beserta

F. Definisi Istilah
Definisi istilah berisi tentang pengertian istilah yang penting yang
menjadi fokus perhatian peneliti dalam judul penelitian.4 Hal ini dimaksudkan
agar tidak ada kerancuan maupun kesalah pahaman dalam memahami makna
istilah yang dimaksud oleh peneliti.
Adapun definisi istilah tentang judul Hadits tentang fadhilah shalat
tarawih dan implementasinya dalam kehidupan masyarakat (Studi Living
Hadits di Dsn. Wetan Gunung Desa Wonojati Kec. Jenggawah). Adalah
sebagai berikut:
1. Pengertian fadhilah
Al-Fadilah

keutamaan

dan

kelebihan.

Istilah

yang

dipergunakan untuk menunjukkan kelebihan, keistimewaan, kehebatan,


dan keunggulan seseorang dari yang lainnya, satu tempat dari yang
lainnya, dan suatu amal ibadah dari yang lainnya.
2. Pengertian tarawih
Dari segi gramatika, kata Tarawih adalah bentuk jama (plural)
dari kata tunggal Tarwhah

( ) yang berarti: istirahat. Menurut

ethimologi berasal dari kata murwahah

()

menyenangkan dengan wazan Mufalahnya al-Rhah

berarti saling

( ) yang

berarti merasa senang. Term ini merupakan bentuk lawan kata dari alTaab yang berarti letih atau payah.
Shalat Tarawih adalah shalat sunah yang khusus dilaksanakan
hanya pada malam-malam bulan Ramadhan. Dinamakan Tarawih
karena orang yang melaksanakan shalat sunah di malam bulan
Ramadhan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap
empat rakaat. Sebab dengan duduk tersebut, mereka beristirahat karena

Ibid, 45.

lamanya melakukan Qiyam Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa


mereka bertumpu pada tongkat karena lamanya berdiri. Dari situ
kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut Tarwihah, dan
semuanya disebut Tarawih.5
3. Implementasi
Kata implementasi berarti pelaksanaan; penerapan: pertemuian
keduia ini bermaksud mencari bentuk tentang hal yang telah disepakati
dulu; yang dimaksud disini adalah bagaimana penerapan masyarakat
Dusun Wetan Gunung terhadap Hadits tentang fadhilah shalat tarawih.

4. Masyarakat
Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Namun yang
dimaksud penulis adalah masyarakat Dusun wetan gunung Desa wonojati
Kec. Jenggawah.

G. Kajian Kepustakaan
a. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian
terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian
membuat ringkasannya baik penelitian yang sudah dipublikasikan atau belum
terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Dengan melakukan
langkah ini, maka akan dapat dilihat sampai sejauh mana orisinalitas dan
perbedaan penelitian yang hendak dilakukan.6
Adapun hasil penelitian yang menjadi kaca perbandingan di antaranya
adalah skripsi yang ditulis oleh Afifah7 dengan judul Perbedaan Pelaksanaan
Shalat Tarawih Di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta Selatan. Penelitian
5

Soelaiman Mahmoed, Shalat Tarawih (Jakarta: CV usrah, 1983), 1-2


Tim Penyusun, Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember Press, 2015), 45.
7
Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazdhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah.
6

yang dilakukan oleh Afifah membahas tatacara pelaksanaan shalat tarawih di


masjid raya pondok indah Jakarta selatan dan penyebab terjadinya perbedaan
dalam pelaksanaan shalat tarawih di masjid raya pondok indah Jakarta selatan.
Sedangkan dalam penelitian ini tidak membahas taat cara pelaksanaan shalat
tarawih,

melainkan

membahas

tentang

fadhilah

shalat

tarawih

dan

implementasinya dalam kehidupan masyarakat di Dusun Wetan Gunung Desa


Wonojati Kec. Jenggawah.
Data pustaka lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sumingan yang
berjudul: Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Studi Pemikiran Ibnu Taimiyyah Dan
Imam Nawawi. Thesis ini bertujuan untuk mengetahui jumlah rakaat shalat
tarawih menurut Ibnu Taimiyyah dan Imam Nawawi dan untuk mengetahui
penyebab perbedaan jumlah rakaat shalat tarawih diantara keduanya. Sedangkan
dalam penelitian ini tidak mengkaji pemikiran tokoh, melainkan mebahas
tentang fadhilah shalat tarawih dan implementasinya dalam kehidupan
masyarakat.

b. Kajian Teori
Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai
perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan
mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam mengkaji
permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan
tujuan penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, posisi teori dalam
penelitian kualitatif diletakkan sebagai perspektif, bukan untuk diuji.8
1) Pengertian
Shalat tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan
shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat rakaat. Shalat
tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih

Ibid., 46.

ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat
malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.9
Adapun shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu
dan shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan
shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang
dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.
Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah
(dianjurkan).

Bahkan

menurut

ulama

Hanafiyah,

Hanabilah,

dan

Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah muakkad (sangat


dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat
tarawih merupakan salah satu syiar Islam.
Imam Asy Syafii, mayoritas ulama Syafiiyah, Imam Abu Hanifah,
Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih
afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjamaah sebagaimana
dilakukan oleh Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu
anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara
berjamaah karena merupakan syiar Islam yang begitu nampak sehingga
serupa dengan shalat ied.

2)

Hadits tentang shalat tarawih

Hadits Abu Hurairah ra.,riwayat Al-Jamaah:

. )

.
Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan
mengharap balasan dari Allah , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.
(Muttafaqun alaih).
9

M Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Shalat Tarawih 20rakaat, 8.

Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih


dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab
(sunnah).10. Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama
tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim
(5/140) dan Al-Majmu (3/526).
Ketika Al-Imam An-Nawawi menafsirkan qiyamu Ramadhan
dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar memperjelas kembali
tentang hal tersebut: Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat
diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang
dimaksud

dengan

qiyamu

Ramadhan

hanya

diperoleh

dengan

melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).


(Fathul Bari, 4/295).

3) Penentuan rakaat shalat tarawih


Adapun mengenai jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan di
zaman Umar tidak disebutkan secara tegas dalam riwayat di atas 11, dan
ada perbedaan dalam beberapa riwayat yang nanti akan kami jelaskan
selanjutnya.
a) Shalat Tarawih 11 Raka.at dimasa sayidina 'Umar R.A
Disebutkan dalam Muwaththo Imam Malik riwayat sebagai berikut.

10

Syarh Shahih Muslim, 6/282.

11

ibid

10

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad


bin Yusuf dari As-Sa`ib bin Yazid dia berkata, "Umar bin Khatthab
memerintahkan Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad Dari untuk
mengimami orang-orang, dengan sebelas rakaat." As Sa`ib berkata,
"Imam membaca dua ratusan ayat, hingga kami bersandar di atas
tongkat karena sangat lamanya berdiri. Dan kami tidak keluar
melainkan di ambang fajar." (HR. Malik dalam Al Muwaththo
1/115). Syaikh Musthofa Al Adawi mengatakan bahwa riwayat ini
shahih.12
b) Shalat Tarawih 23 Raka.at di masa sayidina 'Umar R.A
Dalam Musnad Ali bin Al Jad terdapat riwayat sebagai berikut.

:




.

Telah menceritakan kepada kami Ali, bahwa Ibnu Abi Dzib
dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata,
Mereka melaksanakan qiyam lail di masa Umar di bulan
Ramadhan sebanyak 20 rakaat. Ketika itu mereka membaca 200
ayat Al Quran. (HR. Ali bin Al Jad dalam musnadnya, 1/413)
Syaikh Musthofa Al Adawi mengatakan bahwa riwayat ini shahih.13
Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa riwayat di atas
terdapat illah yaitu karena terdapat Yazid bin Khoshifah. Dalam
12
13

Adadu Rakaat Qiyamil Lail, Musthofa Al Adawi, Daar Majid Asiri, hal. 36.
Adadu Rakaat Qiyamil Lail, hal. 36.

11

riwayat Ahmad, beliau menyatakan bahwa Yazid itu munkarul


hadits. Namun pernyataan ini tertolak dengan beberapa alasan:
1. Imam Ahmad sendiri menyatakan Yazid itu tsiqoh dalam
riwayat lain.
2. Ulama pakar hadits lainnya menyatakan bahwa Yazid itu
tsiqoh. Ulama yang berpendapat seperti itu adalah Ahmad,
Abu Hatim dan An Nasai. Begitu pula yang menyatakan tsiqoh
adalah Yahya bin Main dan Ibnu Saad. Al Hafizh Ibnu Hajar
pun menyatakan tsiqoh dalam At Taqrib.\
3. Perlu diketahui bahwa Yazid bin Khoshifah adalah perowi
yang dipakai oleh Al Jamaah (banyak periwayat hadits).
4. Imam Ahmad rahimahullah dan sebagian ulama di banyak
keadaan kadang menggunakan istilah munkar untuk riwayat
yang bersendirian dan bukan dimaksudkan untuk dhoifnya
hadits14
Pendapat Para Ulama Mengenai Jumlah Rakaat Shalat
Tarawih
Disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani,

"









Dari Az Zafaroniy, dari Imam Asy Syafii, beliau berkata,
Aku melihat manusia di Madinah melaksanakan shalat malam
sebanyak 39 rakaat dan di Makkah sebanyak 23 rakaat. Dan sama
sekali hal ini tidak ada kesempitan (artinya: boleh saja melakukan
sepertiitu,-pen).15

14
15

Lihat catatan kaki Adadu Rakaat Qiyamil Lail, hal. 37


Fathul Bari, 4/253.

12

Ibnu Abdil Barr mengatakan,

Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah


rakaat tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang
dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh
mengerjakan sedikit rakaat. Siapa yang mau juga boleh
mengerjakan banyak.16
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,



-



-



At Tamhid, 21/70.

16

13









Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi

shallallahu alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang


dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah beliau
tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari
13 rakaat. Akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan rakaat
yang panjang. Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay
bin Kaab ditunjuk sebagai imam, dia melakukan shalat sebanyak
20 rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat.
Namun ketika itu bacaan setiap rakaat lebih ringan dengan diganti
rakaat yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih
ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat dengan
bacaan yang begitu panjang. Sebagian salaf pun ada yang
melaksanakan shalat malam sampai 40 rakaat, lalu mereka
berwitir dengan 3 rakaat. Ada lagi ulama yang melaksanakan
shalat malam dengan 36 rakaat dan berwitir dengan 3 rakaat.
Semua

jumlah

rakaat

di

atas

boleh

dilakukan.

Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai


macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah
melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jamaah.
Kalau jamaah kemungkinan senang dengan rakaat-rakaat yang
panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10
rakaat ditambah dengan witir 3 rakaat, sebagaimana hal ini
dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sendiri di
bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu,
demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jamaah tidak

14

mampu

melaksanakan

rakaat-rakaat

yang

panjang,

maka

melaksanakan shalat malam dengan 20 rakaat itulah yang lebih


utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama.
Shalat malam dengan 20 rakaat adalah jalan pertengahan antara
jumlah rakaat shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh.
Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 rakaat
atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh
sedikitpun.

Bahkan

para

ulama

juga

telah

menegaskan

dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.


Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat
malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau
kurang dari 11 rakaat, maka sungguh dia telah keliru.17
Al Kasaani mengatakan, Umar mengumpulkan para
sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh
Ubay bin Kaab radhiyallahu Taala anhu. Lalu shalat tersebut
dilaksanakan

20

rakaat.

Tidak

ada

seorang

pun

yang

mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma atau


kesepakatan para sahabat
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, Shalat tarawih
dengan 20 rakaat inilah yang menjadi amalan para sahabat dan
tabiin.
Ibnu Abidin mengatakan, Shalat tarawih dengan 20 rakaat
inilah

yang

dilakukan

di

timur

dan

barat.

Ali As Sanhuriy mengatakan, Jumlah 20 rakaat inilah yang


menjadi amalan manusia dan terus menerus dilakukan hingga
sekarang ini di berbagai negeri.

17

Majmu Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa, cetakan ketiga, 1426 H, 22/272.

15

4) Dasar Hukum Shalat tarawih


Dalam Shahih Al Bukhari pada Bab Keutamaan Qiyam
Ramadhan disebutkan beberapa riwayat sebagai berikut.







- -

- -


.






- -

-

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin
'Abdurrahman dari

Abu Hurairah

radhiyallahu 'anhu

bahwa

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang


melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman kepada
Allah dan mengharapkan pahala (hanya dari-Nya) maka akan
diampuni dosa-dosanya yang lalu". Ibnu Syihab berkata; Kemudian
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, namun orang-orang
terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara
bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman
kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan 'Umar bin Al
Khaththob radhiyallahu 'anhu. (HR. Bukhari no. 2009).







- -

16


.







Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari
'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata, "Aku keluar
bersama 'Umar bin Al Khoththob radhiyallahu 'anhu pada malam
Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompokkelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada
seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari
sepuluh orang. Maka 'Umar berkata, "Aku berpikir bagaimana
seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu
orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan
keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang
dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya
pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu
jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata, "Sebaikbaiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu
adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam.18 Yang beliau
maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orangorang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Bukhari
no. 2010).

18

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, Hal ini merupakan dalil tegas bahwa shalat
di akhir malam lebih afhdol daripada di awal malam. Namun hal ini bukan berarti memaksudkan
bahwa shalat sendirian lebih afdhol dari shalat secara berjamaah. (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al
Asqolani, Darul Marifah, 1379, 4/253)

17

Adapun mengenai jumlah rakaat shalat tarawih yang dilakukan


di zaman Umar tidak disebutkan secara tegas dalam riwayat di atas,19
Keutamaan Shalat tarawih

)5

Teks hadits

:

:






Adadu Rakaat Qiyamil Lail, hal. 46.

19

18



:

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang keutamaan Shalat

19

Tarawih pada Bulan Ramadhan. Maka Nabi shallallahu alaihi wa


sallam bersabda :
1. Di malam pertama, Orang mukmin keluar dari dosanya , seperti
saat dia dilahirkan oleh ibunya.
2. Di malam kedua, ia diampuni, dan juga kedua orang tuanya, jika
keduanya mukmin.
3. Di malam ketiga, seorang malaikat berseru di bawah Arsy:
Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang telah
lewat.
4. Di malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala
membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan.
5. Di malam kelima, Allah Taala memberikan pahala seperti pahala
orang yang shalat di Masjid al-Haram, masjid Madinah, dan
Masjid al-Aqsha.
6. Di malam keenam, Allah Taala memberikan pahala orang yang
ber-thawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap
batu dan cadas.
7. Di malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa
alaihissalam dan kemenangannya atas Firaun dan Haman.
8. Di malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang pernah
Dia berikan kepada Nabi Ibrahim alaihissalam.
9. Di malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah
Taala sebagaimana ibadah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
10. Di malam kesepuluh, Allah Taala mengaruniai dia kebaikan
dunia dan akhirat.
11. Di malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan
dari perut ibunya.
12. Di malam kedua belas, ia datang pada hari kiamat dengan wajah
bagaikan bulan di malam purnama.

20

13. Di malam ketigabelas, ia datang di hari kiamat dalam keadaan


aman dari segala keburukan.
14. Di malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi
kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih,
maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat.
15. Di malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para
pemikul Arsy dan Kursi.
16. Di malam keenam belas, Allah menerapkan baginya kebebasan
untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga.
17. Di malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.
18. Di malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, Hai hamba
Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu
bapakmu.
19. Di malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya dalam
surga Firdaus.
20. Di malam kedua puluh, Allah memberi pahala para Syuhada
(orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang
saleh).
21. Di malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya gedung
dari cahaya.
22. Di malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam
keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.
23. Di malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah
kota di dalam surga.
24. Di malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa
yang dikabulkan.
25. Di malam kedua puluh lima, Allah Taala menghapuskan darinya
azab kubur.
26. Di malam keduapuluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama
empat puluh tahun.

21

27. Di malam keduapuluh tujuh, ia dapat melewati shirath pada hari


kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.
28. Di malam keduapuluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu
derajat dalam surga.
29. Di malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu
haji yang diterima.Di malam ketiga puluh, Allah ber firman : Hai
hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air
Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan
engkau hamba-Ku. 20

H. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research).
Objek yang menjadi kajian penelitian ini adalah masyarakat di Dusun Wetan
Gunung, Desa Wonojati Kec.Jenggawah. penelitian ini termasuk dalam
penelitian kualitatif. Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian dengan
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati.21 Sedangkan menurut suharsimi Arikunto
dalam Andi Prastowo ditegaskan bahwa penelitian deskriptif tidak untuk
menjuji suatu Hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya
tentang suatu variable, gejala atau keadaan.22
Berkaitan dengan penelitian ini, penggunaan paradigma kualitatif
dimaksudkan untuk memahami situasi sosial secara mendalam mengenai
Implementasi dari Hadits tentang shalat Tarawih sebagai budaya masyarakat
Dusun Wetan Gunung Kec. Jenggawah yang merupakan Hadits fenomena
Hadits yang hidup di masyarakat (living hadits). Penggunaan metode kualitatif

20

Al-Khubawi, Durrotun Nashihin. Hal 16-17


Lexy J Mmoleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), 3.
22
Andy Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian
(Yogyakarta: ar-ruzz media, 2011), 186.
21

22

ini bertujuan untuk mendapatkan informasi atau data deskriptif berupa katakatatertulis ataupun lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.
Berkaitan dengan arah living hadits dapat dilihat dalam tiga bentuk,
yaitu tulis, lisan dan praktik. Ketiga model dan bentuk living hadits tersebut satu
dengan lainnya sangat berhubungan. Untuk membahas berbagai arah living
hadits

perlu pemahaman metodologi yang sesuai dengan objek kajiannya

masyarakat yang akan diteliti.23 maka berangkat dari hal tersebut dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi yaitu pendekatan
dan penelitian dalam meneliti fakta religius bersifat subjektif serta pikiranpikiran, perasaan-perasaan, ide-ide, emosi-emosi, maksud-maksud, pengalamanpengalaman, dan sebagainya dari seseorang yang yang diungkapkan dalam
tindakan luar(perkataan dan perbuatan)24 dengan pendekatan ini dapat diketahui
sejauhmana masyarakat memahami hadits tentang fadhilah shalat tarawih dan
implementasinya

di

Dusun

Wetan

gunung

Kec.

Jenggawah

peneliti

menggunakan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi yaitu


pendekatan dan penelitian ilmiah dalam meneliti fakta religious yang bersifat
subjektif serta pikiran-pikiran, perasaan, ide-ide, maksud-maksud, pengalamanpengalaman, dan sebagainya dari seseorang yang diungkapkan dalam tindakan
luar (perkataan dan perbuatan). Dengan pendekatan ini dapat diungkap sejauh
mana masyarakat memahami Hadits tentang Shalat Tarawih dan bagaimana
Implementasinya dalam kehidupan masyarakat.

2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan komponen yang penting didalam sebuah
penelitian ini untuk memperjelas kepada pembaca tentang dimana penelitian ini
akan dilakukan, lokasi yang ditentukan dalam penelitian ini adalah Dusun
Wetan Gunung yang beralamatkan di Dusun Wetan Gunung, Desa Wonojati
Kec.Jenggawah.
23

M. Mansyur,dkk, Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadits (Yogyakarta :Teras, 2007),
154.
24
Imam Suprayogo & Thobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: Rosda karya,
2003), 103.

23

3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data yaitu primer
dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek yang
akan diteliti dalam hal ini yang menjadi data primer adalah kepala dusun, tokoh
masyarakat dan masyarakat Dusun Wetan Gunung,Wonojati, Jenggawah,Jember
yang melaksanakan tradisi shalat tarawih yaitu yang mengetahui objek yang
diteliti serta bertanggung jawab terhadap pendeskripsian suatu objek yang
diteliti baik berupa kata-kata maupun tindakan mereka.

4. Tekhnik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data diantaranya:
a. Metode Intervew(wawancara)
Wawancara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) adalah
Tanya jawab dengan seseorang(pejabat dsb) yang diperlukan untuk dimintai
keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal. Untuk dimuat dalam,
disiarkan melalui radio atau ditayangkan pada layar televisi. Sedangkan
menurut Sudarwan Danim, wawancara adalah suatu metode pengumpulan
data yang berupa pertemuan antara dua orang atau lebih secara langsung dan
pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau sekelompok subjek
penelitian untuk dijawab.25
Dalam konteks penelitian ini jenis interview yang peneliti gunakan
adalah interview bebas terpimpin.yaitu penyusun tidak terjebak dengan
daftar pertanyaan akan tetapi tetap fokus pada subjek dan objek penelitian
dengan responden dari masyarakat Dusun Wetan Gunung Kec. Jenggawah
yaitu tokoh agama, remaja masjid, dan komunitas masyarakat yang
melaksanakan tradisi shalat tarawih.

25

Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, 212.

24

b. Metode Observasi
Menurut

Hadi

menerangkan

bahwa

pengamatan

(observasi)

merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap suatu


gejala yang tampak pada suatu objek peneliti26. observasi adalah mengamati
dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti,
terhadap

fenomena

sosialkeagamaan

selama

beberapa

waktu

tanpa

mempengaruhi tradisi yang diobservasi, dengan mencatat, merekam,


memotretnya guna penemuan data analisis.

c.

Dokumentasi
Dokumentasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) adalah

pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam


bidang pengetahuan dan pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan
(seperti gambar, kutipan atau guntingan Koran dan bahan refrensi lainnya).

d. Tekhnik Analisis Data


Menurut Miles dan Huberman teknik analisis data kualitatif memiliki
3 alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi
Adapun langkah-langkah peneliti dalam menganalisis data adalah
sebagai berikut:
1) Reduksi Data
Menurut Miles dan Huberman Reduksi data adalah proses
pemilihan, pemutusan, perhatian pada penyederhanaan dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.27
Setelah memperoleh data keseluruhan tentang pemahaman masyarakat
26

Andy Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan Penelitian


(Yogyakarta: ar-ruzz media, 2011), 220.
27
Miles dan Huberman, Analitis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-metode Baru
(Jakarta: UI Press, 1992), 16.

25

terhadap hadist fadilah shalat tarawih di Dusun Wetan Gunung Kec.


Jenggawah. Maka peneliti segera melakukan pemilihan data dari cartatan
tertulis
2) Penyajian Data
Penyajian data di sini sekumpulan sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.28
Setelah mereduksi data kemudian peneliti melakakukan penyajian
data yang terkumpul baik itu data primer maupun data sekunder tentang
pemahaman masyarakat terhadap hadits tentang fadhilah shalat tarawih
dengan memaparkan hasil temuan selama proses penelitian dilakukan.
Kemudian menjelaskan pendapat masyarakat Dusun Wetan Gunung Kec.
Jenggawah pemahaman terhadap hadits-hadits tentang fadhilah shalat
tarawih.
Dengan melihat penyajian-penyajian ini peneliti akan dapat
memahami apa yang akan terjadi dan apa yang harus dilakukan
berdasarkan pemahaman yang kita dapat dari penyajian tesebut.
3) Analisis Data
Data hasil penelitian dikumpulkan sepenuhnya dianalisis secara
kualiatatif. Analisis dilakukan setelah data-data di lapangan sudah
terkumpul secara berkesinambungan yang diawali dengan proses
klarifikasi data agar tercapai kosistensi di lapangan. Analisis terhadap
informasi lapangan mempertimbangkan hasil pertanyaan-pertanyaan yang
dianggap mendasar dan universal.29

28

Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Rancangan Penelitian, 244.


Burhan bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis Kearah Ragam Varia
Kontemporer, cet. Ke-3 (Jakarta:PT. Raja Grafindo, 2004), 106.
29

26

e. Keabsahan Data
Kredibilitas penelitian dapat diukur dari keabsahan data yang ada.
Untuk memperoleh keabsahan data, peneliti menggunakan literatur
(seperti buku, majalah dan sebagainya), yang menunjang hal yang
berkaitan dengan penelitian dan teori menjadi penting dilakukan oleh
peneliti untuk mencapai keabsahan data.
I.

Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan gambaran singkat tentang skripsi
yang akan dikemukakan secara beraturan dari bab per bab dengan sistematika
yang bertujuan agar pembaca dapat dengan mudah mengetahui gambaran isi
secara global.
Oleh sebab itu penelitian ini memiliki sistematika pembahasan, adapun
sistematika yang dimaksud sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang, focus penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
Bab II: Kajian Pustaka, yang berisi penelitian terdahulu dan kajian teori.
Bab III: Memaparkan tentang metode penelitian yang mencakup
pendekatan dan jenis penelitian, subjek penelitian, tekhnik pengumpulan data dan
analisis serta pembahasan temuan.
Bab IV: memaparkan Hadis-hadis tentang Fadhilah shalat tarawih dan
pemahaman masyarakat terhadap hadis tersebut.
Bab V: Implementasi Hadis Tentang Fadilah Shalat Tarawih dalam
kehidupan masyarakat di Dusun Wetan Gunung Desa Wonojati Kec. Jenggawah
Kab. Jember.
Bab VI: Penutup yang berisi Kesimpulan dan saran-saran.

27

DAFTAR PUSTAKA
Suryadi, Dari Living Sunnah ke Living Hadis dalam Metodologi Penelitian Living
Quran dan Hadis (Yogyakarta: Teras, 2007).
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Jember: IAIN Jember
Press,2015).
Mahmoed, Soelaiman. 1983. Shalat TarawiH. Jakarta: CV usrah.
Taimiyah, Ibnu. T.t. Majmu Al Fatawa. Cetakan Ketiga. T. Tp: Darul Wafa.
Moleong, Lexy J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
Prastowo, Andy. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mansyur, M. dkk. 2007. Metodologi Penelitian Living Quran dan Hadits.
Yogyakarta :Teras.
Suprayogo, Imam, dan Thobroni. 2003. Metodologi Penelitian Sosial Agama.
Bandung: Rosda karya.
Prastowo, Andy. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Miles dan Huberman. 1992. Analitis Data Kualitatif Buku Sumber tentang
Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press.
Burhan bungin. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif (Aktualisasi Metodologis
Kearah Ragam Varia Kontemporer. Cet. Ke-3. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai