Anda di halaman 1dari 23

Desain Penelitian

Living Quran - Hadis


Kelompok 8 :
Ikma Pradesta P.P.
Akhmad Ali Zakaria
Abdul Kadir
Metodologi Penelitian Living Quran -
Hadis
1. Desain penelitian kualitatif living Quran Hadis
a. Penelitian kajian Deskriptif-Analitis
b. Desain Kajian Tematik
c. Desain Kajian Komparatif

2. Desain penelitian kuantitatif living Quran Hadis

3. Tahapan penelitian living Quran-Hadis


Desain Kajian Deskriptif Analitis
• Desain kajian ini difokuskan untuk mengkaji satu kasus saja. Mengkaji satu kasus kecil
mengenai fenomena Alquran dan Hadis kemudian dideskripsikan secara utuh dan
dianalisis dengan kerangka teori yang telah ditetapkan sebelumnya.

• Kajian deskriptif-analitis merupakan jenis kajian kasus perkasus, bukan berbasis


kawasan atau berbasis pada ayat atau hadis tertentu sebagai awal penelitian.

• Contoh hasil kajian deskriptif analitis sebagai berikut : 1. Joget solawat. 2. Studi kasus
tradisi sema’an Alquran sabtu legi di Masyarakat Sooko Ponorogo.
Instrumen Dasar Penelitian Living Quran-
Hadis
1. Kajian deskripsi Living Quran dan Hadis
Gambaran deskriptif sebuah tradisi. Kegiatan ini diwujudkan dengan cara menggambarkan secara
utuh dan detail bentul Living Quran atau Living Hadis yang sedang diteliti.

Gambaran deskriptif masyarakat yang melakukan living quran dan hadis.

Landasan Alquran dan hadis yang didapatkan dari masyarakat atau hal yang mengindikasikan
landasan tersebut berdasarkan hasil survey lapangan.

Tambahan takhrij ayat atau hadis yang ditemukan oleh peneliti jika diperlukan.
2. Kajian Normatif terhadap Ayat atau Hadis
 Kajian normatif terhadap ayat dan hadis. Kajian interpretasi yang biasa dilakukan oleh para ulama umumnya
dalam berbagai kitab tafsir atau syarah hadis yang relevan. Disini akan terlihat kecenderungan masyarakat
dalam melakukan living quran-hadis mengikuti pola pemahaman siapa, atau justru membuat pola pemahaman
yang baru.
 Kajian Konstruktif berisi tentang bagaimana ayat dan hadis yang telah ditemukan biasanya dikaji oleh orang-
orang terdahulu atau oleh masyarakat lain. Bagian ini sama dengan kajian perbandingan penggunaan ayat atau
hadis antara suatu daerah yang menjadi objek penelitian dengan penggunaan ayat dan hadis yang sama di
daerah lain.
 Kajian tentang artikulasi yang berisi tentang deskrisi pelaksanaan yang umumnya dilakukan oleh orang lain
atau orang terdahulu.
3. Kajian Empiris.
Kajian ini berfungsi untuk menggambarkan bagaimana suatu ayat dan hadis dihidupkan secara khas oleh suatu masyarakat
atau individu muslim. Bagian ini adalah inti dari kajian yang menggambarkan temuan-temuan unik dalam kegiatan
penelitian living Quran-Hadis. Komponen ini dapat dioperasionalkan melalui kegiatan-kegiatan berikut ini :
a. Kajian Reinterpretasi, menafsirkan ulang ayat atau hadis sesuai dengan apa yang dipahami responden. Hal ini
dilakukan untuk merekonstruksi pemahaman masyarakat terhadap ayat dan hadis sehingga kita dapat memahami pola pikir
mereka mengamalkan suatu ayat dan/atau hadis.
b. Kajian Rekonstruksi, mendeskripsikan filosofi dibalik pokok-pokok dan hal prinsip dalam tradisi yang menjadi
media living Quran dan hadis. Mengurai makna filosofis di balik setiap unsur tradisi dan budaya, sesuai dengan informasi
yang didapat dari narasumber/responden.
c. Kajian Reartikulasi, Penggambaran secara detail tentang prosesi pengamalan tradisi yang diteliti berikut respon
dari berbagai pihak terkait; masyarakat, pelaku, penonton, peneliti lain, atau aparat pemerintah, atau pihak-pihak lain yang
kontra.
Desain Kajian Tematik
• Kajian tematik digunakan untuk meneliti banyak kasus namun masih dalam satu tema besar, kajian
ini dapat pula digunakan untuk meneliti praktik living Quran dan hadis berdasarkam tema-
temanya. Desain penelitian ini digunakan untuk membaca keragaman praktik yaitu berupa
pengamalan serta penggunaan Alquran dan hadis di suatu daerah tertentu. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa desain tematik ini cocok untuk kajian living Quran-hadis berbasis studi
kawasan bukan studi kasus atau tradisi.

• Perbedaan antara model tematik dan deskriptif analitis terletak pada starting point-nya. Desain
deskriptif-analitis maka penelitian berangkat dari sebuah praktik atau tradisi berbasis Quran dan
hadis, desain kajian tematik berangkat dari keinginan untuk meneliti praktik sebuah ayat atau hadis
di suatu komunitas.
Desain Kajian Tematik
• Tujuan dan kegunaan dari penelitian living Quran-hadis dengan desain tematik ini adalah untuk
mengungkap adanya keragaman praktik ayat atau hadis. Sebuah ayat dan hadis yang satu dapat
memiliki praktik yang beragam bahkan ketika dapat diterapkan dalam satu wilayah sekalipun.

• Penggunaan desain kajian tematik dapat mengungkap adanya perbedaan praktik sebuah ayat atau
hadis bertema tertentu di sebuah komunitas berikut alasan yang mendasari keragaman tersebut dan
makna filosofis dibalik praktik-praktik yang beragam tersebut.
Unsur-unsur Pokok Desain Kajian Tematik
• Menentukan tema living Quran-hadis. Tema ini haruslah tema yang luas, agar dapat dipastikan
urgensitasnya untuk diteliti.

• Menentukan dan memastikan lokasi penelitian atau sumber data.

• Identifikasi living Quran-hadis dalam sebuah objek penelitian. Ini adalah bagian dari proses
pengumpulan dan pengolahan data dan bagian inilah yang nantinya akan menjadi penentu
kesimpulan penelitian tematik living Quran-hadis.
Contoh Kajian Tematik
• Contoh yang telah selesai dilakukan dalam kajian living hadis dengan menggunakan desain tematik
ini adalah penelitian Alfatih Suryadilaga tentang Model-model Living Hadis di Pesantren al-
Munawwir Krapyak, Yogyakarta. la tidak mengkaji satu praktik Saja, melainkan menelusuri seluruh
praktik living Quran dan hadis yang ada di pesantren tersebut. Artinya, ia tidak berangkat dari sebuah
tradisi Quran-hadis untuk melakukan penelitian living hadis. Namun, ia lebih memilih untuk
berangkat dari sebuah ide untuk meneliti tema-tema apapun yang berkaitan dengan living Quran dan
living hadis di pesantren tersebut. Ini berbeda dengan penelitiannya tentang joget salawat yang ia kaji
dari perspektif living hadis. Ia gunakan model deskriptif-analitis untuk meneliti tradisi yang didasari
oleh hadis tersebut.
• Desain tematik ini juga dapat diterapkan misalnya dalam meneliti secara fenomenologis, tentang
pola-pola apa saja yang muncul di masyarakat dalam rangka menghidupkan ayat dan hadis tentang
interaksi manusia dengan jin. Hasil yang memungkinkan untuk didapati dalam fenomena sosial
keagamaan, misalnya ada yang kemudian melakukan "pemburuan hantu,” ada yang melakukan
ruqyah, ada yang melakukan ”uji nyali”, ada yang mengaku melakukan interaksi khusus dengan jin
secara mutualisme, bahkan ada pula yang mengaku menikah dengan jin dan ada pula yang mengaku
berdakwah kepada jin. Pola-pola interaksi ini dapat ditelusuri secara tematik, untuk kemudian
diungkap bagaimana pola itu muncul; aspek dan unsur apa saja yang membentuk polapola interaksi
yang beragam itu.
Desain Kajian Komparatif
• Kajian Komparatif merupakan kajian perbandingan antara dua atau lebih model living
Quran-hadis. Kajian dengan desain ini dapat berguna untuk melhat polarisasi living
Quran-hadis dari masa ke masa maupun dari ruang ke ruang. Sebuah praktik ayat atau
hadis boleh jadi berbeda dari periode Nabi, sahabat, tabi’in, hingga ke generasi kita,
meskipun ayat dan hadisnya sama persis. Begitu pula, pada waktu yang bersamaan, satu
periode pun, juga sangat memungkinkan untuk terjadi perbedaan dalam merefleksikan
sebuah ayat dan hadis, hanya karena perbedaan kondisi dan ruang budaya atau letak
geografis.
Dua Jenis Kajian komparatif living Quran
dan Hadis
• Untuk mendesain kajian living Quran-hadis secara komparatif, kita dapat membedakannya
meiadi dua dua jenis, yaitu: pertama, komparasi living atas satu ayat atau hadis dalam suatu
tradisI, waktu, maupun tempat yang berbeda-beda. Kedua, komparasi living Quran-hadis
dengan budaya lain yang serupa, namun tidak dilandasi oleh semangat living Quran-hadis.
lJenis pertama meniscayakan penelitian tentang perbandingan pengamalan penggunaan,
ataupun pemaknaan fungsional satu ayat atau satu hadis oleh person atau komunitas yang
berbeda-beda. Sedangkan jenis kedua meniscayakan penelurusan perbedaan antara sebuah
tradisi yang didasari oleh semangat living Quran-hadis dengan tradisi lain yang serupa,
namun tidak dilandasi oleh Alquran dan hadis.
Contoh Kajian komparatif living Quran
dan Hadis
• Contoh komparatif jenis pertama misalnya, dapat dijumpai dalam melihat living hadis tentang
anjuran berwalimah (mangadakan pesta makan dalam resepsi pernikahan) ini dapat diteliti secara
komparatifantara satu daerah dengan daerah lainnya, antara individu dengan individu lainnya,
maupun antara komunitas satu dengan komunitas lainnya. Bagaimana hadis tentang walimah itu
hidup dalam sebuah keluarga dan bagaimana ia hidup dalam keluarga lainnya? Atau, bagaimana
hadis tersebut hidup dalam sebuah tradisi di suatu daerah, dan bagaimana ia hidup dalam nadisi
di daerah lainnya? Itulah pertayaan-pertanyaan pemantik awal untuk melakukan kajian living
Quran-hadis dengan model desain komparatif. Tentu, pertimbangan untuk memilih objek yang
dibandingkan tersebut haruslah tepat dan proporsional. Tidak bisa asal dibandingkan begitu saja.
• Contoh model desain komparatif jenis kedua, misalnya adalah ketika kita hendak meneliti
perbedaan antara dua model tradisi yang serupa, namun berbeda landasannya, maka akan dapat
diketahui nilai-nilai living Quran-hadisnya yang tidak ada di tradisi lain. Sebagai contoh, kita
hendak meneliti budaya perayaan ulang tahun,antara ulangtahun yang didasari oleh sekedar
budaya,karena mengikuti trend, dan ulang tahun yang didasari oleh semanat living Quran-hadis
tentu memiliki nilai yang berbeda. Kedua jenis perayaan ulang tahun ini dapat diteliti secara
komparatif. Hasil dari studi komparatif ini nantinya dapat menjadi rekomendasi dan bahan
pertimbangan bagi para ahli hukum Islam atau ahli fikih dalam menetapkan fatwa atas sebuah
kegiatan. Namun,perlu diingat, bahwa penelitian living Quran-hadis tidak boleh sampai pada
tahap berfatwa atas baik dan buruknya sebuah praktik tradisi Yang sedang dikaji.
Desain penelitian kuantitatif living Quran
dan Hadis
• Penelitian kuantitatif ini merupakan upaya untuk mengukur sejauh mana resepsi masyarakat terhadap suatu ayat dan hadis
melalui data-data angka yang diperole dari hasil survey atau penelitian eksperimen. Sedangkan penelitian kualitatif yang
telah kita kaji model-model desainnya di atas, lebih menekankan pada kajian tentang nilai dan makna budaya, makna
kultural, atau makna fungsional dalam praktik living Quran-hadis. Ia tidak mengukur secara pasti seberapa besar tingkat
penerimaan masyarakat melalui angka, namun melalui rasa, ekspresi, dan refleksi pengalaman. Penelitian kuantitatif
living Quran hadis ini memerlukan kajian matematis untuk mengolah, menafsirkan, dan menganalisis data agar dapat
ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat kuantitatif. Terkait manfaatnya, jelas bahwa penelitian kuantitatif living Quran
hadis ini penting untuk melihat secara nyata dengan data angka yang terukur tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan
hadis tersebut di dalam kehidupan sosial-keagamaan. Sebagai pengkaji al-Quran maupun hadis, kita juga dapat
mengetahui secara pasti sejauh mana tingkat resepsi masyarakat terhadap al-Quran dan hadis. Apakah misalnya, resepsi
mereka terhadap al-Quran dan hadis telah mencapai 50 persen atau jauh di bawah angka tersebut.
Komponen penelitian kuantitatif Living
Quran dan Hadis
• Untuk mendesain penelitian kuantitatif living Quran-hadis, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Ayat dan hadis apa yang akan disurvey

2. Jenis penelitian kuantitatif apa yang akan dilakukan; apakah penelitian survey, penelitian eksperimen,
penelitian tentang tingkat keterpengaruhan (asosiatif-korelatif), penelitian evaluatif atas kegiatan
menghidupkan sunnah (ihya al-sunnah atau living the Quran-hadis), ataupun jenis-jenis lainnya.

3. Menentukan responden yang menjadi sumber data penelitian

4. Menentukan lokasi dan waktu penelitian

5. Memastikan populasi dan sampel

6. Memastikan intrumen penilaian .

7. Memastikan ketepatan metode yang akan digunakan untuk menganalisis data kuantitatif.
Langkah-langkah penelitian kuantitatif
1. Merumuskan Masalah
Dalam penelitian apapun, baik kualitatif maupun kuantitatif, merumuskan masalah adalah hal yang paling penting. Kegiatan
perumusan masalah adalah kegiatan mengajukan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya dan
mengidentifikasikan faktor-faktor yang berhubungan di dalamnya.
2. Menyusun kerangka berpikir untuk mengajukan hipotesis.
Penyusunan kerangka berpikir ini selanjutnya akan menjadi dasar argumentasi yang menjelaskan kaitan yang mungkin ada di
dalam berbagai faktor terkait dan membentuk suatu rumusan masalah.
3. Merumuskan hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara atau jawaban Sementara yang akan diuji kebenarannya melalui penelitian la baru
bersifaat dugaan kuat atas jawaban dari suatu pertanyaan yang telah diajukan dalam rumusan masalah. Hipotesis ini biasanya
berupa pernyataan, bukan pertanyaan Menguji hipotesis Bagian ini adalah wujud dari proses penelitian. Ia merupakan
kegiatan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan dan untuk membuktikan bahwa fakta~ fakta
tersebut mendukung atau menolak hipotesis.
4. Menarik kesimpulan
Dalam penelitian kuantitatif murni living Quran-hadis, penarikan kesimpulan semata-mata dilakukan untuk memastikan
penilaian apakah hipotesis yang telah diajukan itu diterima atau ditolak. Berbeda dengan peneltian campuran, kualitatif dan
kuntitatif, ia akan menguji lebih lanjut mengenai nilai yang ada dibalik penolakan atau penerimaan hipotesis tersebut .
Tahapan penelitian living quran- Hadis
• Tahap 1: Persiapan

Dalam tahap persiapan penelitian living Quran-hadis ini kita harus terlebih dahulu memastikan adanya
fenomena sosial tentang al-Quran dan hadis. Fenomena ini harus benar-benar terjadi, dan dapat diamati
secara langsung, bukan sekedar diamati melalui video atau rekaman yang diunggah oleh orang lain ke
media-media sosial misalnya. Khusus dalam konteks penelitian living Quran dan hadis, termasuk hal
terpenting untuk dipersiapkan di tahap ini adalah memastikan adanya praktik living Quran atau living
hadis dalam sebuah fenomena sosial yang sedang kita amati. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
wawancara kepada para ahli atau para pelaku sebuah fenomena, untuk menggali apakah fenomena
tersebut diinisiasi oleh al-Quran dan hadis, atau setidaknya memiliki semangat living Quran-hadis. Cara
lain adalah dengan melakukan studi pustaka, atau pengamatan terhadap instrumen-instrumen yang
digunakan, apakah mengandung ayat dan hadis atau tidak.
Tahap 2: Merumuskan Masalah

Setelah melakukan survey lapangan dan survey literatur atau penjajakan masalah penelitian, langkah selanjutnya
adalah melakukan perumusan masalah. Hal ini sebaiknya didahului dengan kegiatan identifikasi masalah. Dalam
melakukan identifikasi, dapat dibantu dengan mendaftar masalah-masalah atau pertanyaan apapun yang terlintas. Setelah
terkumpul, barulah dilakukan pemilahan dan pemilihan masalah yang prioritas. Lebih bagus lagi jika masalah yang
diprioritaskan itu adalah yang representatif terhadap masalah-masalah yang telah teridentifikasi tersebut Setelah masalah-
masalah tersebutteridentifikasi dengan baik, barulah kemudian dilakukan perumusan. Masalah-masalah yang teridentifikasi
tentunya tidak dapat dijadikan prioritas dan fokus penelitian. Oleh karena itu perlu dirumuskan satu masalah atau
pertanyaan besar yang merepresentasikan seluruh atau sebagian besar masalah yabg telah teridentifikasi tersebut.

Tahap 3 : Menentukan posisi penelitian dan memastikan orisinalitas

Penting kiranya bagi kita untuk memiliki teori atau minimal, mengetahui kesimpulan-kesimpulan yang disajikan oleh
para peneliti sebelum kita. Kedudukan teori atau penelitian terdahulu yang relevan sangatlah penting bagi posisi penelitian
kita, terutama sekali untuk penelitian akademik. Bahkan, bobot sebuah penelitian seringkali diukur berdasarkan teori dan
penelitian terdahulu tersebut. Meski demikian, bukan berarti setiap penelitian wajib memiliki teori terlebih dahulu. Teori
pada dasarnya adalah peruwujudan dari sebuah perspektif ilmiah. Istilah teori biasanya dipakai dalam penelitian kuantitatif.
Fungsi utama dari teori adalah sebagai patokan atau pijakan awal,untuk melakukan penilaian dan pengukuran terhadap
objek yang diteliti. Ia juga berguna untuk memastikan apakah posisi penelitian kita itu hendak mendukung. menguji,
membantah, atau: mengembangkan teori yang ada sebelumnya. Dengan demikian, teori dapat berfungsi sebagai pembuat
fakta, penguji dan sekaligus sasaran pengujian sebuah penelitian.
• Tahap 4: Merumuskan dan Mendesain Metodologi Penelitian.

Setelah masalah penelitian benar-benar jelas dan dianggap fokus, barulah metodologi penelitian dapat dirumuskan.
Metodologi tidak dapat dirumuskan sebelum masalah dan tujuan peneletiannya benar-benar jelas. lni karena metodologi
disusun dan didesain Untuk mencapai sebuah tujuan melalui rumusan masalah-masalah yang akan dikaji. Dalam rangka
merumuskan metodologi, perlu untuk diperhatian beberapa unsur pokok metodologi agar komprehensif dan tepat guna. Unsur
pokok metodologi adalah metode dan teknik pelaksanannya. Unsur pokok sebuah metodologi penelitian adalah adanya data
dan cara pengolahannya. Sementara itu dalam kaitannya dengan desain metodologi, hal-hal apapun terkait dengan objek
penelitian, data yang diperlukan, dan rencana pengelolaannya harus benar-benar diketahui. lika hal itu tidak dicapai, maka
dipastikan metodologi yang akan digunakan adalah lemah. Akibatnya, di tengah jalan, seorang peneliti menemui banyak
kebuntuan metodologis. Oleh karena itu, metodologi baru akan dapat tergambarkan dengan baik dan dapat dilaksanakan
dengan baik jika sang peneliti benar-benar memahami permasalahan penelitian, tujuan penelitian, mengenali data-data
penelitian, objek penelitian, dan metode-metode teknis operasionalisasinya.
• Tahap 5: Proses Pengumpulan Data.

Sebagaimana telah diuraikan dalam langkah sebelumnya, yaitu pada bagian desain metodologi penelitian, beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam metode pengumpulan data adalah di antaranya:

1. Mengenali Ienis Data yang Dibutuhkan

2. Mengenali Sumber-sumber Data

3. Teknik Sampling

Jika terjadi perubahan desain metodologi, maka kita tidak boleh lupa untuk mengubah tentang metodologi tersebut di
bagian proposal yang akan menjadi bab pendahuluan di dalam laporan penelitian.
• Tahap 6: Proses Pengolahan Data.

Tahapan yang paling puncak dari penelitian living Quran-hadis, adalah tahapan pengolahan data. Ini adalah tahapan paling

inti. Data yang terkumpul tidak akan memiliki manfaat dan makna jika tidak diolah dengan baik. Pengolahan data biasa

juga disebut dengan analisis data. Tahapan ini terdiri dari serangkaian kegiatan berupa penelaahan. pengelompokan,

sistematisasi, penafsiran, dan Verifikasi data. Tujuan dari tahapan ini adalah agar data-data yang telah dikumpulkan tadi

dapat memiliki nilai sosial, akademis, dan ilmiah. Kegiatan analisis dapat dilakukan dengan cara yang sangat beragam,

namun harus terstruktur, sistematis, dan rasional. Pembakuan dan penyeragaman metode analisis justru akan berakibat

mempersulit penelitian dan mengurangi validitas penafsiran data. Hanya saja, hal yang harus dicatat adalah bahwa metode

yang dipakai harus konsisten dengan paradigma, teori, dan metode yang telah dipilih dalam proposal penelitian atau bab

pendahuluan.
• Tahap 7: Penyajian dan penyusunan laporan Penelitian.

Penyajian dan penyusunan paporan Penelitian adalah berbeda dengan penyajian data yang telah diuraikan sebelumnya. Ini

adalah hal yang paling utama di ujung proses penelitian. Sebuah penelitian yang lengkap datanya, bagus metodologinya,

bagus analisisnya 'Sekalipun, tidak akan dinyatakan selesai atau sempurna jika tidak disajikan. Bahkan, ia akan dianggap

tidak ada sekali. Penyajian data atau dISpIay ini merupakan penentu kualitas penelitian yang paling mungkin diukur oleh

para pengguna dan pembaca penelitian. lika penyajiannya tidak bagus dan tidak rapi, maka penelitian pun akan dianggap

tidak baik lnilah tahap terakhir dari proses penelitian. Penelitian baru dapat dinyatakan selesai jika telah dilaporkan secara

sempuma. Bahkan, terdapat sejenis adagium bahwa penelitian yang baik adalah penelitian yang selesai, yaitu selesai

dilaporkan secara sempurna. Untuk mendapatkan kualitas analisis yang bagus, hams segera dilaporkan saat itu juga, yaitu

saat melakukan pengumpulan data dan saat menganalisisnya. Kecuali, dalam penelitian kuantitatif, penulisan laporan

biasanya akan lebih bagus jika dilakukan setelah seluruh data telah selesai dianalisis bukan saat masih dianalisis.
Sekian Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai