Anda di halaman 1dari 2

REKLAMASI PANTAI LOSARI

Sebagai
negara
kepulauan
, Indonesia
memiliki 17,480 pulau dengan
panjang garis pantai 95,181
km. Tidak heranjika sebanyak
440 kabupaten/kota dari total
495 kabupaten/ kota di seluruh
Indonesia berada di wilayah
pesisir (Data KKP 2008).
Dengan visi Kementerian
Kelautan dan Perikanan yaitu
Indonesia Penghasil Produk
Kelautan
dan
Perikanan
Terbesar 2015 dan misi
Menyejahterakan Masyarakat
Kelautan dan Perikanan, diharapkan pembangunan wilayah pesisir sektor kelautan dan
perikanan dapat berkembang dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan ke arah yang lebih
baik.
Pengejawantahan Grand
Strategy tersebut
direfleksikan
dalam Blue
Revolution (Revolusi Biru), yaitu perubahan mendasar cara berfikir mengenai konsep
pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dari daratan menjadi maritim dengan
tujuan meningkatkan produksi kelautan dan perikanan melalui Program Nasional Minapolitan
yang intensif, efisien, dan terintegrasi. Pada akhirnya, revolusi ini bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan rakyat yang adil, merata, dan layak. Akan tetapi, selain
menerapkan strategi di atas, pencapaian visi dan misi KKP juga membutuhkan sarana dan
prasarana yang memadai, serta sumber daya manusia yang berkualitas
Salah satu upaya peningkatan sumber daya lahan adalah reklamasi pesisir dan pulaupulau kecil. Reklamasi pesisir dan pulau-pulau kecil diharapkan dapat memberikan manfaat
sumber daya lahan baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi budaya seperti:
peningkatan ekonomi skala makro dan mikro (investasi & peluang bisnis, lapangan kerja
terbuka, aktivitas pariwisata meningkat, dan alternatif pendapatan terbuka); pengelolaan
lingkungan yang berkelanjutan; dan interaksi sosial budaya (akses ruang publik semakin luas,
aktivitas pariwisata meningkat, ruang akselarasi budaya terbuka).
Reklamasi atau penimbunan laut terjadi di pesisir kota Makassar mulai gencar
dilakukan sejak awal tahun 2000-an. Kasus penimbunan pesisir Buloa Mariso dan GMTDC
dilakukan secara terang-terangan dan melanggar hukum. Pemkot Makassar juga membuat
master plan rencana reklamasi kawasan strategis bisnis global terpadu Makassar yang pada
akhirnya direspon oleh Pemprov dengan membuat rencana pembangunan Centre Point of
Indonesia (CPI). Walaupun belum di akomodir dalam Perda Tata Ruang Kota Makassar,
proyek CPI dan aktivitas penimbunan laut tetap berjalan.
Sekitar tahun 2010, investor reklamasi pesisir kota Makassar mulai bermunculan,
sekitar 14 perusahaan mulai merencakan reklamasi pesisir. Para investor ini bahkan secara
terang-terangan mulai melakukan penimbunan. Walaupun aksi penimbunan dilakukan secara
illegal karena para pengembang belum mengantongi izin reklamasi yang lengkap, namun
pihak Pemkot dan Kepolisian menutup mata. Perusahaan yang akan melalukan reklamasi di

kawasan pantai selatan Makassar yakni : PT. Bosowa Property, Centre Point of Indonesia (PT.
Yasmin Bumi Asri dan Ciputra Indoland), PT. Mariso Indoland, PT. Puncak Bumi Gemilang,
PT. Megasurya Nusa Lestari, PT. Central Cipta Bersama, PT. Tunas Karya Bersama, PT.
Kibar Makassar Bisnisland, dan GMTDC. Sementara, perusahaan yang akan mereklamasi
kawasan pantai utara Makassar yakni PT. Laburino, PT. Vacra Artha Monica, PT. Pelaksana
Jaya Mulia, PT. Sinar Amali Pratama, dan PT. Asindo
Di awal tahun 2015, kegiatan ilegal reklamasi yang dilakukan oleh pengembang
dihentikan oleh Pansus Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Pemkot Makassar atas
desakan masyarakat sipil. Namun, penghentian ini sifatnya hanya sementara, menunggu
kepastian alokasi ruang reklamasi yang akan dibahas oleh Pansus Ranperda RTRW 20152035. Aliansi Selamatkan Pesisir Makassar dalam Rapat Dengar Pendapat Pansus DPRD
Kota Makassar menolak secara tegas alokasi ruang reklamasi, komersialisasi pesisir
Makassar untuk kepentingan pengembangan kota yang ternyata lebih diarahkan pada
kepentingan privatisasi ruang publik untuk tujuan-tujuan komersil, bisnis dan ekonomi
semata.
Pemerintah daerah telah memiliki payung hukum terhadap hal ini. Yaitu dengan
disahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait rencata tata ruang wilayah (RTRW)
tahun 2015-2035 dalam rapat paripurna DPRD, Kota Makassar, Jumat (21/8/2015).
Pengesahan ini setelah dilakukan pembahasan selama empat tahun lebih.
Di balik proyek-proyek pengembangan itu, ratusan penduduk di sekitaran kawasan,
sebagian besar menggantungkan hidup dari nelayan, makin terjepit. Mereka ditolak kerja
dalam proyek-proyek itu. Buruh-buruh dari luar pulau seperti Jawa, kata Saparuddin.
Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Aswar Exwar mengatakan, proyek reklamasi itu akan
menutup akses ekonomi masyarakat pesisir Makassar, utamanya bagi nelayan pencari kerang.
Hal ini telah melanggar hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat pesisir.

Anda mungkin juga menyukai