Denver
Denver
Tinjauan Pustaka
anamnesis yang langsung antara dokter dengan pasien karena pasien mampu untuk melakuakan
tanya jawab. Allo anamnesis merupakan anamnesis yang dilakukan tidak langsung antara dokter
dengan pasien karena pasien tidak mampu untuk Tanya jawab dan dapat diwakilkan oleh ornag
yang paling dekat dengan pasien, misalnya keluarga.3 Pada kasus kita yaitu : Seorang ibu
membawa anak perempuanya yang berusia 7 bulan ke poliklinik karena belum bisa
tengkurap. anamnesis yang dipilih dokter dengan melakukan allo anamnesis yaitu kepada
ibunya.
Teknik anamnesis yang pertama dilakukan adalah:
1. Memberikan salam kepada pasien
2. Menanyakan identitas pasien (bayi) dan orang tua. Proses ini sangat penting untuk
menghindari kekeliruan yang dapat menyulitkan pasien maupun dokter.
3. Menanyakan keluhan-keluhan apa saja yang dirasakan pasien dan menentukan
keluhan utama beserta waktunya.
4. Menanyakan riwayat penyakit sekarang atau alur dari awal timbulnya keluhan sampai
datang ke rumah sakit atau klinik pada pasien dan ibu.
5. Menanyakan riwayat kehamilan ibu dan tumbuh kembang pasien.
6. Menanyakan penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan ibu selama
mengandung, biasanya riwayat penyakit seperti alergi, campak, HIV, syphilis dan
penyakit lainnya.2
Pada ibu pasien, hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat melakukan anamnesis
(menanyakan keluhan belum bisa tengkurap) yaitu:
1. Apakah pasien pernah mengalami trauma?
2. Apakah pasien lahir pada usia prepatur atau cukup umur?
3. Berapa berat, panjang pasien saat lahir?
4. Adakah penyakit yang pernah pasien alami mulai dari lahir sampai sekarang?
5. Apakah pasien pendapatkan ASI dan asupan nutrisi lain (PASI)?
6. Jenis persalinan apa yang ibu pilih?
7. Pasein anak ke berapa?
8. Ibu menggandung pada usia berapa?
9. Adakah keluhan atau penyakit yang pernah ibu derita selama hamil dahulu?
10. Apakah ibu rutin untuk membawa pasien ke klinik untuk mengetahui perkembangan
dan pertumbuhanya?
11. Apakah pasien sudah mulai diajarkan (dibantu) oleh ibunya untuk tengkurap?
12. Apakah pasien merasa senang ketika berhasil dibantu tengkurap?
13. Apakah pasien pernah mencoba untuk tengkurap sendiri tanpa batuan?
14. Apakah ada lagi gerakan yang tidak pasien dapat lakukan sesuai dengan pertambahan
umurnya?
2
Tinjauan Pustaka
15. Apakah pasien sudah mendapatkan imunisasi?
Dari skenario, didapatkan bahwa seorang ibu membawa anak perempuanya yang berusia
7 bulan ke poliklinik karena belum bisa tengkurap. Dokter menjelaskan mengenai pemeriksaan
Denver II dan kemudian memeriksa ke-4 sektor Denver pada anak perempuan tersebut. Dari
keterangan ini, dokter mendiagnosis bahwa pasien mengalami Developmental Delay. Untuk
memastikan hal tersebut dokter harus melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang untuk
menegakakan diagnosis.
1.
2. Diagnosis banding
Plasi serebral
Palsi serebral merupakan kelainan motorik yang cukup banyak dijumpai pada anak.
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan otak yang menetap, tidak progresif, terjadi pada usia dini
dan merintangi perkembangan otak normal. Penyebab rusaknya jaringan otak yang berakibat
terjadinya palsi serebral demikian banyak, dapat mengenai satu area otak yang spesifik ataupun
menyebar ke seluruh korteks sampai batang otak. Berbagai gangguan dapat menyerang bersama
ataupun masing-masing pada waktu yang berbeda pada berbagai fase perkembangan jaringan
otak. Manifestasi klinis palsi serebral tidak terbatas pada kelainan motorik sering disertai
gangguan yang lain seperti pendengaran, penglihatan (strabismus), bahkan lebih dari 50%
mereka juga menderita retardasi mental.
Gambaran klinis palsi serebral tampaknya berubah progesif selama perkembangan anak,
tetapi sebetulnya merupakan akibat perkembangan anak. Saat dia belajar bergerak, duduk,
bereaksi terhadap sikap tubuh, proses itu dipandu oleh sistim sensorik dengan member informasi
ke otak tentang keadaan abnormal fungsi tubuh baik tonus otot maupun pola gerakan. Keadaan
abnormal ini yang terjadi berulang-ulang sepanjang hidup, akan memberi kesan pada otak yang
menyebabkan reaksi berupa progesifnya kecacatan dengan bertambahnya umur terutama bila tak
mendapat pengobatan. Pada tipe ataksia terjadi kelambatan kontrol mata, tangan, duduk maupun
berdiri. Hal ini menyebabkan kelambatan perkembangan secara umum. Anak tidak mampu
mempertahankan posisi tubuh atau cukup fixasi untuk menggerakkan tubuh. Pada palsi serebral
tipe ataksik, juga terjadi gangguan nafas dan suara, kadang hanya timbul tangisan.4
2.
Rakhitis
Rakhitis adalah pelunakan dan melemahnya tulang pada anak-anak, biasanya karena
kekurangan vitamin D yang ekstrim dan berkepanjangan. Vitamin D sangat penting dalam
3
Tinjauan Pustaka
penyerapan kalsium dan fosfor dari saluran pencernaan, yang dibutuhkan anak untuk
membangun tulang yang kuat. Kekurangan vitamin D membuat sulit untuk mempertahankan
dengan tepat tingkat kalsium dan fosfor pada tulang. Jika seseorang kekurangan vitamin D,
tubuh tidak akan menyerap kalsium dan fosfor dengan optimal.
Ketika tubuh Anda merasakan ketidak seimbangan kalsium dan fosfor dalam aliran darah,
bereaksi dengan mengambil kalsium dan fosfor dari tulang untuk meningkatkan kadar darah
yang diperlukan tubuh. Hal ini lantas melemahkan struktur tulang, yang dapat menyebabkan
cacat kerangka, seperti Bowlegs atau salah kelengkungan tulang belakang. Rakhitis dapat terjadi
selama periode pertumbuhan yang cepat, ketika tubuh membutuhkan tuntutan kalsium dan fosfat
yang tinggi. Rakhitis dapat terjangkit pada anak-anak 6 sampai 24 bulan dan jarang terjadi pada
bayi baru lahir.5 Dalam proses tengkurap pada bayi diperlukan kekuatan tulang untuk menupang
berat badanya serta saraf dan pengelihatan. Sesuai kasus bayi 7 bulan yang belum bisa tengkurap
didiagnosa menderita rakhitis.
3. Pemeriksaaan fisik
1. Pengukuran antropometri
Untuk menilai pertumbuhan fidik anak, sering digunkanan ukuran-ukuran antopometri
yang dapat dibedakan menjadi 2 kelompok:
Berdasarkan umur (age dependence)
-
Kesulitan menggunakan cara ini adalah dengan menetapkan umur anak yang tepat,
karena tidak semua anak mempunyai catatan mengenai tanggal lahir.
Tidak bergantung umur
-
Tinjauan Pustaka
Berat badan merupakan ukuran antopometri yang penting, dipakai pada setiapa
kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan
hasil dari peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara lain:
tulang, otot, lemak, cairan tuibuh lainya. Berat badan dipakai sebagai indicator terbaik dalam
mengetahui keadaan gizi danntumbuh kembang anak sensitive terhadap perubahan sedikit
saja, pengukuran objektif dan dapat diulangi, dapat digunakan timbangan yang relative
murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu. Kerugiannya, indicator berat badan uini
tidak sensitive terharap proporsi tubuh misalnya pendek gemuk atau kurus tinggi. Perlu
diketahui bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam sehari akibat masukan (intake) makananan
dan minuman dengan keluaran (output) melalui uruin, feses, keringat dan bernafas.
Indikator berat badan dalam klinik dimanfaatkan untuk:
1. Bahan informasi untuk menilai keadaan gizi yang akut maupun yang kronis tumbuh
kembang dan kesehatan.
2. Monitor keadaan kesehatan, misalnya pengobatan penyakit.
3. Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang diperlukan nanti.1
2. Tinggi badan
Tinggi badan merupakan ukuran antopometri kedua yang penting. Keistimewaannya
adalah tinggi badan pada masa pertumbuhana meningakat terus sampai tinggi maksimal dicapai,.
Walaupun kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi, dimana tinggi badan meningkat pesat saat bayi
kemudian mnelambat dan menjadi pesat kembali (pacu tumbuh adolesen), selanjutnya melambat
lagi dan akhirnya berhenti pada usia 18-20 tahun. Tulang-tulang anggota gerak berhenti
bertambah panjang, tetapi ruas-ruas tulang belakang berlanjut tumbuh hingga 30 tahun, dengan
pengisisan tulang pasa ujung atas dan bawah korpus-korpus ruas0 ruas tulang belakang, sehingga
tinggi basan sedikit bertambah sekitar 3-5 mm. antara 30-45 tahun tinggi tetap statis dan
akhirnya menyusut.
Keuntungan indikator tinggi badan adalah pengukuran objektif dan dapat diulang, alat
dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa, merupakan indikator yang baik untuk gangguian
pertumbuhan fisik yang sudah lewat, sebagai perbandingan terhadap perubahan-perubahan
relative, seperti nilai berat badan dan lingkar lengan atas. Kerugiannya adalah perubahan tinggi
relatif pelan, sukar mengukur tinggi badan yang tepat, dan kadang-kadang diperlukan lebih dari
seorang tenaga. Disamping itu diperlukan 2 macam teknik pengukuran, pada anak umur kurang
dari 2 tahun dengan posisi tidur terlentang (panjang supinasi) dan pada umur lebih dari 2 tahun
Tinjauan Pustaka
dengan posisi berdiri. Panjang supinasi biasannya 1 cm lebih panjang dari pada tionggi berdiri
pada anak yang sama meskipun diukur dengan teknik pengukuran yang terbaik dan secara
cermat.1
3. Lingkaran kepala
Lingkaran kepala mencerminkan volume intracranial. Dipakai untuk menaksir
pertumbuhan otak, apabila otak tidak tumbuh maka kepala akan kecil,. Sehingga pada linggkar
kepala (LK) yang lebih kecil dari normal (mikrosefali), maka menunjukkan adanya retardasi
mental, sebaliknya kalau terjadi penyumbatan pada aliran cairan serebrospinal pada hidrosepalus
akan meningkatkan volume kepala, sehingga LK lebih besar dari pada normal. Saat ini yang
digunakan sebagai acuan Lk adalah LK dari Nellhaus yang diperoleh dari 14 penelitian didunia,
dimana tidaj terdapat perbedaan yang bermakna terhadap suku bangsa, ras, maupun secara
geografi. Sehingga kurve LK Nellhaus (1968) tersebut dapat digunakan di Indonesia.
Pertumbuhan LK yang paling pesat adalah pada 6 bulan pertama kehidupan, yaitu 34 cm
pada waktu lahir dan menjadi 44 cm pada umur 6 bulan, sedangkan pada umur 1 tahun menjadi
47 cm, 2 tahun 49 cm dan dewasa 54 cm, oleh karena itu manfaat pengukuran LK terbatas pada 6
bulan pertama hingga berumur 2 tahun, kecuali pada kasus hidrosedalus.
4. Lingkar lengan atas
Lingkar lengan atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembangan jaringan lemak dan otot
yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh dibandingan dengan berat badan LLA
dapat dipakai untuk menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada kelompok umur prasekolah.
Laju tumbuh lambat, dari 11 cm pada saat lahir menjadi 16 cm pada umur 1 tahun. Selanjutnya
tidak berubah selama 3 tahun. Keuntungan penggunaan LLA ini adalah alatnya murah, bisa
dibuat sendiri, mudah dibawa, cepat penggunaanyam dan dapat digunakan oleh tenaga yang
tidak terdidik. Sedangkan kerugianya adalah untuk mengidentifikasi anak dengan gangguan gizi
beat, sukar menentukan LLA tanpa ada kenaikan jaringan dan hanya dapat untuk anak umur 1-3
tahun, walaupun ada yang mengatakan dapat untuk anak mulai daro 6 bulan sampai 5 atau 6
tahun.1
5. Lipatan kulit
Tebal lipatan kyulit pada triseps dan subskapular merupaka refleksi tumbuh kembang
jaringan lemak dibawah kulit, yang mencerminkan kecukupan energy. Dalam keadaan defisiensi,
Tinjauan Pustaka
lipatan kulit menipis dan sebaliknya menebal jika masukan energi berlebih. Tebal lipatan kulit
dimanfaatkan untuk menilai terdapatnya keadaan gizi lebih, khususnya pada kasus obesitas.1
6. Pemeriksaan Denver
Penggunaan tanda-tanda perkembangan untuk menilai perkembangan, berfokus pada
prilaku khas yang klinis dapat diamati atau diterima berdasarkan pada perbandingan antara
prilaku pasien dengan prilaku anak normal yang terjadi dalam urutan seragam dalam kisaran usia
tertentu. Prilaku adalah respon dari sistem neuromotor terhadapkeadaan tertentu. Perkembangan
sistem neuromotor ini, seperti organ lain yang mula-mula ditentukan oleh genetik dan kemudian
dibentuk oleh pengaruh lingkungan. Peran orang tua dalam deteksi dini gangguan perkembangan
sangat besar. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya mengetahui tahapan perkembangan anak yang
normal. Apabila ibu merasa ada yang perlu dicemaskan maka hal tersebut dapat ditanyakan
kepada dokter pada saat kunjungan rutin (check up) 2 bulanan. Apakah ada kemungkinan terjadi
suatu keterlambatan perkembangan ataukah hanya sekedar variasi normal belaka. Agar dapat
mendeteksi dini gangguan perkembangan, orang tua harus mengetahui perkembangan anak yang
normal dengan skrining denver.6
Bagian Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bersama Unit Kerja Pediatri
Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia menyusun skema praktis perkembangan mental anak balita,
yang dikenal dengan SKALA YAUMIL-MIMI, adapun perkembangantersebut:
1. Dari lahir sampai 3 bulan: belajar mengangkat kepala; belajar mengkikuti objek dengan
matanya; melihat ke muka orang yang tersenyum; bereaksi terhadap suara; mulai
mengenal ibunya dengan pengelihatan, penciuman, pendengaran dan kontak; menahan
barang yang dipegangnya; mengoceh spontan.
2. Dari 3 bulan samapi 6 bulan:mengangkat kepala 90 derajatn dan mengangkat dada
dengan bertopang tangan; mulai belajr meraih benda-benda yang ada dalam
jangkauannya; menaruh benda-benda d mulutnya; berusaha memperluas lapangan
pandang; tertawa dan menjerit karena gembira dan diajak main; mulai berusaha mencari
benda-benda yang hilang.
3. Dari 6 bulan sampai 9 bulan: dapat duduk tanpa dibantu, dapat tengkurap dan berbalik
sendiri; dapt merangkak meraih benda dan mendekati seseorang; memindahkan benda
dari satu tangan ke tangan lain; memegang benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk;
bergembira dengan dengan melempar-lempar benda; mengeluarkan kata-kata tanpa arti;
Tinjauan Pustaka
mengenal muka anggota keluarga dan takut kepada muka asing; mulai berpartisipasi
dalam permainan tepuk tangan.
4. Dari 9 bulan sampai 12 bulan: dapat berdiri sendiri tanpa dibantu; dapat berjalan dengan
dituntunm menirukan suara; mengulang bunyi yang didengarkanya; belajar mengatakan
satu atau dua kata; mengerti perintah sederhana atau larangan; memperlihatkan minat
yang besar dalam mengeksplorasi sekitar, ingin menyentuh apa saja danmemasukan
benda ke mulutnya; berpartisipasi dalam permainan.
5. Dari 12 bulan sampai 18 bulan: berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekelilingh
rumah; menyusun 2 atau 3 kotak; dapat mengucapkan 5-10 kata; memperlihatkan rasa
cemburu dan rasa bersaing.
6. Dari 18 bulan sampai 24 bulan: naik turun tangga; menyusun 6 kotak; menunjuk mata
dan hidungnya; menyusun 2 kata; belajar makan sendiri; menggambar garis di kertas atau
dipasair; mulai belajar mengontrol buang air kecil dan air besar; menaruh minat pada
orang-orang yang lebih besar; memperlihatkan minat pada orang lain dan bermain-main
dengan mereka.
7. Dari 2 tahun sampai 3 tahun: belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki;
membuat jembatan dengan 3 kotak; mampu menyusun kalimat; mempergunakan kata
saya bertanya; mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya; menggambar lingkaran;
bermain bersama anak lain dan menyadari akan lingkuanga lain di luar keluarganya.
8. Dari 3 tahun sampai 4 tahun: berjalan sendiri mengunjungi tetangga; berjalan pada jari
kaki; belajar berpakaian dan membuka baju sendiri; menggambar garis silang;
menggambar orang hanya kepala dan badan; mengenal 2 atau 3 warna; bicara dengan
baik; menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya; banyak bertanya; mengenal sisi
atas, bawah, muka dan belakang; mendengarkan cerita-cerita; bermain dengan anak lain;
menunjukkan rasa kasih saying kepada saudara-saudaranya; mengerjakan tugas-tuigas
sederhana.
9. Dari 4 tahun sampai 5 tahun: melompat dan menari; menggambar orang dari kepala,
lengan, badan,; menggambar segi empat dan segi tiga; pandai berbicara; dapat
menghitung jari-jarinya; dapat meyebut hari-hari dalam seminggu; mendengar dan
mengulang hal-hal dan bercerita; minat kepada kata baru dan artinya; protes bila dilarang
keinginannya; mengenal 4 warna; memperkirakan bentuk dan besar, membedakan besar
dan kecil; menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa.1
Tinjauan Pustaka
Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah salah satu metode skrining
terhadap kelainan perkembangan anak, test ini bukanlah test diagnostic atau tes IQ. Skrining
merupakan suatu proses pemeriksaan rutin sederhana yang dilakukan pada anak. Tujuannya
untuk mendeteksi apakah terjadi keterlambatan perkembangan. Apabila hasil skrining
mencurigakan baru dilakukan pemeriksaan secara lebih mendetil (developmental assessment)
yang seyogyanya dilakukan oleh Dokter Spesialis Anak yang terlatih di bidang ini.1
Gambar 1. Formulir penilaian Denver II.7
Test ini mudah dan cepat (13-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas
yang tinggi. Digunakan untuk skrining anak usia 0-6 tahun. Aspek yang dinilai terdiri dari 125
gugus tugas perkembangan. Dari pemeriksaan ini akan didapatkan hasil normal atau suspek
(terduga). Semua tugas perkembangan ini disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur
dalam 4 kelompok besar yang disebut dengan sektor perkembangan, yang meliputi:
1. Personal social (prilaku social)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan sendiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkunganya, kemandirian dan rasa tanggung jawab. Contohnya: menatap muka, dag-dag
tangan, membantu di rumah, membuka dan memakai bajum menyebut nama teman,
menyiapakan makanan sendirim, tersenyum, gosok gigi, cuci tangan. Pola asuh sangat
berpengaruh pada sektor personal social ini.
2. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakuan
gerakan yang melihatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakuan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat, pemecahan masalah, cikal-bakal perkembangan
kognitif,
prewriting
skill,
handprehension.
Contonya:
melihat,
mengikuti
objek,
menggenggam pinset, membuang manit-manik dari botol, membuat menara dari kubus,
menggambar orang, membuat garis lurus, lingkaran, dan tanpa plus (+),
3. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan, kosa kata, artikulasi, keutuhan kata dan pemahaman. Contohnya: bersuara, tertawa,
memekik, mengoceh, menyebut kata, mengenal bagian tubuh, mengenal warna, menunjuk
dan menyebut gambar, mama-papa spesifik dan non spesifik dan bereaksi terhadap bunyi:
bel, suara, kecekan.
9
Tinjauan Pustaka
4. Gross motor ( motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Contohnya: tengkurap,
duduk, berdiri, berjalan, lari, lompat, lari, keseimbangan tubuh.1,6
Alat-alat yang dipergunakan dalam pemeriksaan Denver II:
a. Alat peraga: benang sulaman merah (pom-pom), manik-manik atau kismis, krincingan
dengan gagang kecil, balok-balok warna (1inci),bel kecil, bola tenis, botol kecil dengan
lubang 5 inci, pensil merah, boneka kecil dengan botol susu atau sendok, cangkir palstik
dengan pegangan, kertas kosong, krayon dan bolpen.
b. Lembar formulir Denver II
c. Buku petunjuk untuk referensi yang menjelaskan test dan cara melakuakan penilaian.1
Prosedur Denver II terdiri dari 2 tahap:
a. Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak dengan usia:
- 3 sampai 6 bulan
- 9 sampai 12 bulan
- 18 samapai 24 bulan
- 3 tahun
- 4 tahun
- 5 tahun
b. Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan pertumbuhan
perkembangan pada tahap pertama, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnosis yang
lengkap.1
Penilaian Denver II
Dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bangaimana melakukan penilaian apakah
lulus (Passed=P), gagal (Fail=F), atau anak tidak dapat melalukan tugas karena tidak mendapat
kesempatan untuk mencoba ( No Opportunity =N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur
kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir Denver II.
Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa P dan berapa F, selanjutnya berdasarkan
pedoman selanjutnya hasil test diklasifikasikan dalam normal, abnormal, meragukan dan tidak
dapat melakuakan. Pengujian Denver II dimulai dari 3 kotak tugas sebelum terkena garis
horizontal dan berhenti jika ditemuai tiga hasil pemeriksaan yang gagal dan tetap tanya gugus
tugas yang ada di sektor yang berbeda.
a. Abnormal
- Bila terdapat atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih.
10
Tinjauan Pustaka
-
Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan ditambah 1 sektor
atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
b. Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan garis vertikel usia.
c. Tidak dapat dites
- Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
d. Normal
- Semua yang tidak tercantum dalam criteria tersebut diatas.
Dalam pelaksanaan skrining dengan Denver II ini, umur anak perlu ditetapkan dahulu, dengan
menggunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk satu tahun. Bila dalam
perhitungan umur anak kurang dari 8 hari dibulatkan ke bawah, antara 9 sampai 22 hari menjadi
setengah bulan dan diatas 23 bulan dibulatkan ke bulan di atasnya. Contoh perhitungan umur
sebagai berikut: Astri lahir tanggal 15 Mei 2012 dari kehamilan yang cukup bulan dan tes
dilakuakn pada tanggal 24 Desember 2012, maka perhitungannya sebagai berikut:
2012 12 - 24
2012 5 - 15
0
Usia Astri adalah 7 bulan 9 hari, karena 9 hari lebih besar dari 8 hari maka dibulatkan menjadi
setengah bulan, sehingga usia Astri 7 setengah bulan. Kemudian garis umur ditarik vertical pada
formulir Denver II yang memotong kotak-kotak tugas perkembangan pada ke-4 sektor. Tugastugas yang terletak disebelah kiri garis tersebut, pada umumnya telah dapat dikerjakan oleh anakanak seusia Astri (7 bulan). Apabila Astri gagal mengejakan tugas sesuai dengan skenario yang
didapat maka berarti suatu keterlambatan dialami Astri pada tugas tersebut. Bila tugas-tugas
yang gagal dikerjakan berada pada kotak terpotong oleh garis vertical umur, maka itu bukan
suatu keterlambatan, karena pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat perkembangan
lagi. Begitu pula kotak-kotak disebelah kanan garis umur. Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat
kode-kode R dan nomor. Kalau terdapat kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan
pada orang tua, sedangkan bila terdapat kode dengan nomer nmaka tugas perkembangan dites
11
Tinjauan Pustaka
sesuai petunjuk dibalik formulir. Agar lebih cepat dalam melakuakn skrining, makan dapat
digunakan tahap pra-skrining dengan menggunakan:
a. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas (sehingga
seluruhnya terdapat 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu
gagal atau ditolak, maka dianggap suspect dan perlu dilanjutkan dengan DDST
lengkap. Dari penelitian Frankenburg didapatkan 25% anak pada pemeriksaaan DDST
Short Form ternyata memerlukan pemeriksaan DDST lengkap.
b. PDQ (Pra-screening Developmental Questionnaire)
Bentuk kuisisoner ini digunakan bagi orang tua yang pendidikan SLTA ke atas. Dapat
diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik. Dipilih 10 pertanyaan pada
kuisioner yang sesuai dengan umur anak, kemudian dinilai berdasarkan criteria yang
sudah ditentukan dan pada kasus yang dicurigai dilakuakan test DDST lengkap.1
7. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik umum yang dapat dilakuan:
a. Pemeiksaan tanda-tanda vital
1. Tekanan darah
Untuk mengukur tekanan darah pada bayi padat digunakan metoda Dopper atau
sfigmomanometer air raksa. Tekanan darah dapat diukur di lengan atau tungkai.
Caranya sama seperti pengukuran pada orang dewasa. Teklana darah normal pada
bayi:
Usia
Neonatus
6-12 bulan
2. Nadi
Denyut nadi bervariasi dan lebih sensitive terhadap adanya penyakit, olah raga atau
emosi dibandingkan orang dewasa. Caranya palpasi arteri femoralis di daerah tungkai
inguinal atau palpasi arteri brakialis di fosa antekubiti. Pengukuran dilakuakan selama
1 menit penuh. Nadi normal bayi sebagai berikut:
Usia
Rata-rata
Kisaran
Baru lahir
140
90-190
0-6 bulan
130
80-180
6-12 bulan 115
75-155
3. Frekuensi nafas
Sama seperti nadi, bila dibandingkan dengan dewasa frekuensi napas bayi lebih
sensitive terhadap pengaruh penyakit, olah raga dan emosi. Menghitung frekuensi
12
Tinjauan Pustaka
nafas paling tepat pada waktu tidur, dapat dilakukan dengan inspeksi (melihat gerakan
abdomen),
palpasi
(meletakan
tangan
pada
dinding
abdomen),
auskultasi
rectal rata-rata lebih tinggi pada bayi dan anak kecil, biasanya tidak dibawah 37,20C.
Pemeriksaan kulit
Pemeriksaaan kepala dan wajah
Pemeriksaan leher
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan telinga
Pemeriksaan hidung, mulut dan faring
Pemeriksaan torak dan paru
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan genitalia.3
4. Pemeriksaan penunjang
Apabila dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter belum bisa menegakkan diagnosis
utama, maka dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada Developmental Delay, diagnosis klinik
digambarkan dengan belum mampunya bayi perempuan berusai 7 bulan untuk tengkurap. Selain
itu perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium:
a.
b.
sel).
Test mantoux
Test mantoux adalah suatu cara yang digunakan untuk mendiagnosis TBC. Tes mantoux
itu dilakukan dengan menyuntikan suatu protein yang berasal dari kuman TBC sebanyak
0,1ml dengan jarum kecil di bawah lapisan atas kulit lengan bawah kiri dengan dosis
yang tepat. Kemudian, reaksi yang dihasilkan harus dibaca tepat waktu. Untuk
memastikan anak terinfeksi kuman TBC atau tidak, akan dilihat indurasinya setelah 4872 jam. Indurasi ini ditandai dengan bentuk kemerahan dan benjolan yang muncul di area
13
Tinjauan Pustaka
sekitar suntikan. Bila nilai indurasinya 0-4 mm, maka dinyatakan negatif. Bila 5-9 mm
dinilai meragukan, sedangkan di atas 10 mm dinyatakan positif.
c.
14
Tinjauan Pustaka
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA namun pada lateral
pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan
datar (flat).
d.
CT scan kepala
CT Scan digunakan dalam pemeriksan trauma kepala untuk menentukan adanya kelainan
15
Tinjauan Pustaka
e. Rangsangan: Adanya rangsangan, bimbingan dan kesempatan anak untuk menggerakan semua
bagian tubuh, akan mempercepat perkembangan motorik.
f. Perlindungan: Perlindungan yang berlebihan sehingga anak tidak ada waktu untuk bergerak,
misalnya anak hanya digendong terus, ingin naik tangga tidak boleh, akan menghambat
perkembangan motorik anak.
g. Prematur: Kelahiran sebelum masanya disebut prematur, biasanya memperlambat perkembangan
motorik.
h. Kelainan: Individu yang mengalami kelainan, baik fisik maupun psikis, social, mental, biasanya
mengalami hambatan perkembangan motorik.1
6. Epidemiologi Developmental Delay
Prevalensi GDD diperkirakan 5-10% dari populasi anak di dunia, sedangkan angka
kejadian GDD diperkirakan 1%-3% anak-anak berumur <5 tahun, dan sebagian besar anak
dengan GDD memiliki kelemahan pada semua tahapan kemampuannya. Global Delay
development merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam kehidupan anak
(lahir hingga usia 18 bulan). Sekitar 8% dari seluruh anak usia lahir hingga 6 tahun di dunia
memiliki masalah perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih area perkembangan.
Sementara di Indonesia khususnya di Jakarta, telah dilakukan Stimulasi Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang Anak (SSDIDTK). Hasilnya, dari 476 anak yang diberi pelayanan
SDIDTK, ditemukan 57 (11,9%) anak dengan kelainan tumbuh kembang. Adapun lima jenis
kelainan tumbuh kembang yang paling banyak dijumpai adalah Delayed Development (tumbuh
kembang yang terlambat) sebanyak 22 anak, Global Delayed Development sebanyak 4 anak, gizi
kurang sebayak 10 anak, Mikrochepali sebanyak 7 anak dan anak yang tidak mengalami
kenaikan berat badan dalam beberapa bulan terakhir sebanyak 7 anak.4
7. Patofisiologi Developmental Delay
Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan Global Delayed Development
dan beberapa penyebab dapat diterapi. Seperti yang dijelaskan di atas ada 5 etiologi tertinggi
penyebab Developmental Delay ini selain, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
kandungan dan kelahiran prematur. Salah satu contoh pada plasi serebral dimana terjadi
malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar. Serebral
palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat
nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat
diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (struktural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau
16
Tinjauan Pustaka
luka-luka kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin atau
infeksi).4
8. Penatalaksanaan Developmental Delay
Tidak ada terapi khusus bagi penderita Developmental delay, tetapi untuk beberapa
keadaan dapat dilakukan penatalaksanaan. Dapat diberikan obat-obatan sesuai dengan kebutuhan
anak, seperti obat-obatan untuk relaksasi otot, anti kejangm untuk athetosis, ataksia, psikotropik
dan lain-lain.1 Pengobatan secara farmakologi dapat tetap dengan mempertimbangan
farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat tersebut, karena pada bayi fungsi organ tubuhnya
belum sempurna, terutama dalam proses metabolisme dan ekskresinya, begitu juga ikatan protein
belum berfungsi baik sehingga fraksi obat bebas akan banyak di dalam tubuh bayi. Sehingga
dibutuhkan dosis yang lebih kecil dari orang dewasa. Selain itu perlu bayi diberikan vitamin dan
mineral. Vitamin merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan klesehatan dan sering kali bekerja sebagai kofaktor untuk metabolisme
enzim, sedangkan mineral adalah senyawa anorganik yang merupakan bagian penting dari
enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis tubuh yang digunakan untuk proses pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan termasuk tulang, seperti vitamin B kompleks. Tindakan non-farmakologi
juga dapat dilakuakan dengan melakukan fisioterapi. Fisioterapi untuk bayi yang lahir dengan
risiko tinggi atau bayi yang diperkirakan dalam kehidupan selanjutnya akan mengalami
gangguan perkembangan atau cacat, fisioterapi ditujukan untuk meningkatkan tonus otot,
memperbaiki pola-pola yang tidak benar, meningkatkan kualitas gerakan atau pola gerakan
spontan, serta pendidikan orang tua. Tekniknya beragam, misal touching atau massage ,
pengaturan posisi untuk mencegah pola yang abnormal, latihan-latihan gerakan pasif dan lainlain. Orang tua perlu diajarkan untuk menstimulasi gerakan atau mencegah posisi anak yang tak
normal serta memberikan asupan gizi yang adekuat dan kasih sayang.4
9. Manifestasi klinis Developmental Delay
Sebagian besar pada anak dengan Developmental Delay difokuskan pada keterlambatan
perkembangan kemampuan kognitif, motorik dan bahasa. Gejala yang terlihat:
-
Keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada usia: anak terlambat untuk
Tinjauan Pustaka
-
Keterlambatan perkembangan dapat terjadi pada otak anak saat otak terbentuk pada masa gestasi.
Penyebab yang mungkin antara lain: lahir premature, kelainan genetik dan herediter, infeksi,
tetapi seringkali penyebabnya tidak dapat ditentukan. Secara umum, perjalanan penyakit
Developmental Delay ini akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya, keterlambatan
tengkurap juga akan diikuti dengan keterlambatan merangkak, berdiri dan berjalan. Anak juga
dapat mengalami pertumbuhan yang normal jika orang tua menyadari keterlambatan anaknya
dengan melakuakan intervensi seperti fisioterapi.4
Kesimpulan
Pemantauan perkembangan anak sangat penting, karena dengan pemantauan yang baik
maka dapat dilakukan deteksi dini kelainan perkembangan dengan menggunakan pemeriksaan
Denver II, sehingga intervensi dini dapat dilakuakan agar tumbuh kembang anak dapat lebih
optimal sesuai dengan usianya.
Daftar Pustaka
1. Soetjiningsih, Gde R, editor. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2012.h.18-72.
18
Tinjauan Pustaka
2. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter berpikir, bekerja dan
menampilkan diri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;2006.h.213-20.
3. Universitas Kristen Krida Wacana. Buku panduan keterampilan klinik (skills lab).
Jakarta: UKRIDA; 2008.h.34-66.
4. Oka L, Soetjiningsih. Aspek kognitif dan psikososial pada anak dengan palsi serebral.
Sari Pediatri; Vol. 2, No. 2, Agustus 2004: 109 112.
5. Lumbantobing SM. Neurologi perkembangan anak dalam anak dengan mental
terbelakang. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
6. . R, Samil W, editor edisi Bahasa Indonesia. Nelson esensi pediatri. Edisi ke-4. Jakarta:
EGC; 2007.h. ..
7. Gambar formulir
Denver
II.
Diunduh
tanggal
Januari
2013
dari:
http://dokunimus.blogspot.com/2012/01/tabel-pemeriksaan-denver-ii-dan-jadwal.html.
8. John W, Thomas J; alihbahasa, Lukmanato J. Diagnosa fisik. Edisi ke-17. Jakarta: EGC;
2005.h. 39-42.
9. Amir S, Purwantyastuti, Rianto S, dkk. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.h.770-3.
19