Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 3 : KEGAGALAN LOGAM HASIL CASTING

SEMESTER GASAL
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
BLOK IBTKG 1
OLEH KELOMPOK 6 :

Kanwangwang Dwi N.A


Novia Fisca Liliany
Najla Irhamni P.
Indah Putri A. D
Aisha Rahma F.
Zakiyya Ulpiyah
Anisa Hilda B.
M. Nadhir A.
Citrayuli N.
Grace Valencia H.

141610101036
141610101042
141610101056
141610101057
141610101058
141610101061
141610101063
141610101064
141610101065
141610101066

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nyalah laporan skenario 3 blok IBTKG 1 yang berjudul
Kegagalan Logam Hasil Casting ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi
kelompok tutorial.
Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terimakasih
kepada :
1.

drg. Swasti Prasetyorini, M.Kes selaku tutor kelompok 6 yang telah


membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok tutorial di
blok IBTKG 1 skenario 3.

2.

Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami,


sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan tutorial ini.

3.

Teman-teman kelompok 6 yang telah mencurahkan pikiran dan


tenaganya sehingga laporan tutorial ini dapat berjalan dengan baik dan
laporan ini dapat terselesaikan pada waktunya.

4.

Teman-teman Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember angkatan


2014 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Dan tentunya kami sebagai penyusun mengharapkan agar laporan ini dapat
berguna baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca dikemudian hari. Laporan
ini sangat jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi
laporan hasil tutorial ini.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
1.3 Skenario ............................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 STEP 1 : Mendefinisikan Istilah ........................................................ 3
2.2 STEP 2 : Identifikasi Masalah ........................................................... 3
2.3 STEP 3 : Rumusan Masalah .............................................................. 3
2.4 STEP 4 : Kerangka Konsep ............................................................... 6
2.5 STEP 5 : Learning Objective ............................................................. 6
2.6 STEP 6 : Belajar Mandiri ................................................................... 6
2..7 STEP 7 : Pembahasan ...................................................................... 6
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Salah satu bahan kedokteran gigi yang sering digunakan adalah logam. Logam
memiliki jenis yang bermacam-macam. Baik yang digunakan di laboratotium maupun di
klinik. Khusus untuk logam yang dipakai secara klinis yang langsung berhubungan dengan
tubuh manusia, maka operator dituntut untuk mengetahui sifat logam tersebut baik fisik
maupun mekanis, sehingga dapat mengetahui pengaruhnya terhadap jaringan tubuh.
Logam pada umumnya bersifat keras, mengkilap, pada tempertaur ruang umumnya
berupa padatan, padat atau berat, penghantar panas dan listrik yang baik, opaque (tidak
tembus sinar), elektropositif, memiliki titik didih dan titik lebur yang tinggi.
Logam yang berguna untuk kedokteran gigi. Logam yang dapat digunakan untuk
tumpatan inlay, onlay, mahkota, gigi tiruan kerangka logam, dsb. Dari banyak aplikasi dari
logam dalam kedokteran gigi ini sehingga sangat diperlukan pengetahuan dari segala aspek
tentang logam sehingga akan membantu dan memudahkan kita dalam proses manipulasi,
serta diharapkan dapat menghasilkan suatu hasil manipulasi yang optimal. Walaupun untuk
mengoptimalkan sifat logam itu sendiri, kebanyakan dari logam yang biasa digunakan adalah
campuran dari dua atau lebih energi logam atau pada beberapa keadaan, logam dengan
nonlogam. Contohnya nikel bila dicampur dengam krom akan berubah menjadi keras atau
emas harus dicampur dengan logam keras supaya tidak terlalu lembek jika digunakan pada
rongga mulut. Selain itu logam juga dapat dicampur dengan keramik sehingga kuat dan
tangguh. Contohnya pada pembuatan implant atau pasak pada gigi.

1.2

Tujuan
Penyusunan laporan ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami tentang logam,

logam alloy dan manipulasi logam alloy serta hal yang dapat menimbulkan kegagalan logam
dalam hasil castingnya.

1.3 SKENARIO 3
KEGAGALAN LOGAM HASIL CASTING
Suatu hari Olga mahasiswa FKG merasa sedih karean hasil pekerjaannya tidak
sesuai dengan model yang dia buat. Dia kebingungan karena alloy logam yang telah dia buat

melalui model malam dan di casting sampai akhirnya di polishing ternyata tidak sesuai
dengan model awalnya. Setelah dicermati, selain tidak sesuai dengan model ternyata tampak
porositas di permukaannya. Untuk memperbaiki hasil casting logamnya Olga mempelajari
kembali tentang komposisi dan manipulasi serta fungsi dari logam alloy.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1

STEP 1

1. Casting

: pengecoran /penuangan logam cair dalam

cetakan (mould) yang


bertujuan untuk mendapatkan logam yang sesuai
2. Alloy

dengan cetakan (mould).


: campuran antara logam dan logam atau logam dan

metaloid tertentu yang digunakan untuk casting dalam kedokteran


gigi.
3. Logam

: zat kimia yang keras, memiliki titik lebur tinggi,

energi ionisasi rendah sehingga cenderung melepaskan elektron,


bersifat radiopak karena dapat menyerap sinar ultraviolet, dan
bersifat konduktor yang baik.
4. Polishing
: proses pemolesan atau membuat permukaan yang
halus dan mengkilap.
2.2
1.
2.
3.
4.

STEP 2
Apa saja sifat dari logam?
Apa saja syarat logam alloy yang digunakan dalam kedokteran gigi?
Bagaimana cara manipulasi logam?
Apa yang menyebabkan ketidaksesuaian hasil casting dan

timbulnya porositas?
5. Bagaimana cara mencegah porositas?
6. Apa saja aplikasi logam dalam kedokteran gigi?
2.3

STEP 3

1. Sifat logam:
Keras
Padat
Mengkilap
Titik didih tinggi, titik cair rendah sebagai solder oleh karena

ikatan logam yang kuat


Radiopak
Konduktor panas dan listrik yang baik oleh karena permukaan
logam dapat melepaskan elektron
Energi ionisasi rendah sehingga cenderung melepaskan elektron
Jumlah elektron terluar sebanyak 1-3
Dapat ditempa dan diregangkan
Liat dan dapat dibentuk
Korosi
Tahan impak
Syarat logam alloy untuk kedokteran gigi:

Biokompatibel dalam rongga mulut


Tahan karat dan korosi
Tahan abrasi
Tahan terhadap tekanan
Tidak larut dalam cairan rongga mulut
Tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi
Memberikan penampilan natural pada rongga mulut
Tidak berasa dan berbau
Mudah dicairkan, dicor, dipoles
Saat kering tidak menimbulkan debu toksik
Murah
Tahan terhadap deformasi/perubahan bentuk
Tidak mutagen dan karsinogen
2. Manipulasi logam alloy
a. Membuat model malam yang terdiri dari model, sprue, reservoir,
ventilasi, kawah. Sprue berbentuk seperti pipa yang terbuat dari
inlay wax, sedangkan ventilasi terbuat dari baseplate wax, dan
bentukan kawah terbuat dari malam merah.
b. Mencoba memasukkan model malam dalm bumbung tuang
(sementara).
c. Wetting atau melapisi model malam menggunakan air sabun
untuk menghilangkan minyak dari permukaan malam sehingga
didapatkan hasil yang lebih halus. Sebelum model malam
ditanam dalam bumbung tuang, bumbung tuang terlebih dahulu
dilapisi asbestos liner.
d. Menanam model malam dalam bumbung tuang menggunakan
bahan tanam.
e. Boiling out dan preheating atau melakukan buang malam.
f. Casting atau melakukan pengecoran logam alloy dalam cetakan.
g. Polishing.
3. Penyebab ketidaksesuaian hasil casting dan penyebab timbulnya
porositas:
Logam tidak cair sempurna
Masih ada wax tersisa/tidak terbuang
Kesalahan pemilihan logam, wax, maupun bahan pendam
Tidak ada tahap wetting saat manipulasi
Jika pemilihan bahan pendam salah, dapat menyebabkan pecah
pada bahan pendam sehingga logam cair dapat mengisi bagian
bahan pendam yang pecah dan hasil casting akan berubah

dimensi
Tidak ada pori-pori yang cukup pada bahan tanam

Pemanasan terlalu lama yang dapat menyebabkan bahan tanam

pecah
4. Pencegahan porositas:
Bahan tanam harus memiliki pori-pori yang cukup.
Mempertimbangkan banyaknya logam cair untuk casting (jangan

sampai kekurangan logam cair saat casting).


Melakukan wetting saat manipulasi agar hasil casting halus dan

sesuai dengan cetakan.


Pemanasan dengan suhu dan waktu yang cukup.
5. Aplikasi logam alloy dalam kedokteran gigi:
Tambal amalgamalloy silver
Inlayalloy emas, Ag-Pd, Ni-Cu
Onlayalloy emas, Ag-Pd, Ni-Cu
Crownalloy emas, Ag-Pd, Ni-Cu
Bridgealloy emas, Ag-Pd, Ni-Cu
GTSLalloy emas
Alat ortodonsia
Dental implan
Dental klammeralloy Ag-Pd
2.4

STEP 4
Logam Alloy
Syarat

Klasifikasi

Komposisi
Sifat

Manipulasi

Kesalahan

Biokompatibilitas

Penanganan

Aplikasi

2.5

STEP 5

Learning Object:

1. Definisi logam alloy.


2. Klasifikasi logam alloy (komposisi, sifat, dan manipulasi logam alloy
dalam kedokteran gigi).
3. Manipulasi logam alloy.
4. Penyebab kegagalan saat casting, pencegahan, dan penanganan
kesalahan manipulasi logam alloy dalam kedokteran gigi.
5. Biokompatibilitas dan syarat logam alloy.

2.6

STEP 6

Belajar Mandiri

2.7

STEP 7

Pembahasan
DEFINISI LOGAM ALLOY
Logam adalah segolongan unsur unsur yang berasal dari galian tambang yang
mempunyai kemampuan sebagai penghantar panas dan listrik yang baik. Logam
merupakan bahan dalam kedokteran gigi yang memiliki jenis yang bermacam macam.
Baik yang digunakan di laboratorium maupun di klinik.
Namun beberapa logam ternyata tidak cukup kuat untuk digunakan dalam
kedokteran gigi jika digunakan dalam bentuk murninya, maka dilakukanlah pencampuran
dua logam atau lebih membentuk alloy.
Alloy adalah kombinasi, dalam larutan atau senyawa, dua atau lebih elemen, dan
paling tidak salah satunya adalah logam, dan hasilnya memiliki properti metalik. Alloy
biasanya didesain untuk memiliki sifat yang lebih menguntungkan dibanding dengan
komponennya. Misalnya, baja lebih kuat dari besi, salah satu elemen utamanya, dan
kuningan lebih tahan lama dari tembaga, tapi lebih menarik dari seng.
Sifat-sifat logam tergantung pada perlakuan termis dan mekanis yang dikenakan.
Sifat-sifat suatu alloy tergantung tidak hanya kepada kedua factor ini, tetapi juga pada
komposisinya. Sifat-sifat mekanis suatu alloy dapat sangat berbeda dengan komponen
logam atau metalloid aslinya.
Karena merupakan pencampuran dari beberpa logam maka alloy cenderung
memiliki kekuatan yang lebih besar sehingga lebih baik untuk digunakan dala kedokteran
gigi. namun karena bersumber dari logam tentunya sebagian besar sifat alloy pun
menyerupai logam pembentuknya.
Alloy sangat banyak digunakan dalam kedokteran gigi antara lain sebagai pengisi
inlay, onlay, mahkota, jembatan, dan lain sebagainya. Untuk dapat mendapatkan hasil
yang diinginkan dengan alloy maka perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui sifatsifat alloy, syarat alloy, juga manipulasi alloy.

Pada dasarnya, Alloy bisa beroksidasi alias berubah warna akibat reaksi kimia.
Hal ini bisa saja terjadi karena penyimpanan yang kurang baik, terpapar bahan kimia, atau
bahkan karena keringat si pemakai. Nah, agar cincin ataupun aksesoris lainnya lebih
awet dan tidak cepat berubah warna, berikut beberapa tips untuk merawat aksesoris
berbahan Alloy.
Alloy dapat diklasifikasikan atas binary (terdiri dari 2 konstitusi), ternary (3
konstitusi), quaternary (4 konstitusi), dan sebagainya. Kadang-kadang konstitusi
terpantingnya berupa metalloid atau non-logam, asal campuran elemen tersebut
menunjukkan sifat-sifat logam. (Combe, 1992: 75-76)
Sumber : Combe, EC. 1992. Sari Dental Material. Penerjemah : Slamat Tarigan.
Jakarta : Balai Pustaka.

KLASIFIKASI LOGAM ALLOY


Alloy merupakan campuran dua atau lebih logam, atau satu atau lebih
logam dengan metaloid tertentu yang paling larut dalam keadaan meleleh;
dibedakan dalam binari (2 konstitusi), ternari (3 konstitusi), kuaternari (4
konstitusi), dan lain-lain tergantung jumlah logam dalam campuran itu. Suatu
alloy dapat pula digolongkan berdasarkan sifatnya bila dipadatkan.
(Combe:1992)
Alloy dapat diklasifikasikan atas :

binary
: terdiri dari dua konstitusi dasar
ternary
: terdiri dari tigakonstitusi dasar
quaternary
: terdiri dari empat konstitusi dasar
Suatu system alloy selalu berkaitan dengan semua kemungkinan persentase komposisi
logam dasarnya. Sebagai contoh system gold silver dapat terdiri dari 100% gold sampai
100% silver.
1. Alloy Binary
Bila dua logam yang sedang cair dicampur biasanya diperoleh suatu solusi, yaitu
campuran yang benar benar homogeny.
Pada pendinginan campuran dapat terjadi salah satu dari 3 kemungkinan :
Terbentuk sebuah campuran padatan
Pada suatu pencampuran padatannya hanya satu fase. Yang dimaksud dengan fase adalah
perbedaan fisis yang bersifat hpmpgen yang secara mekanis merupakan system yang
terpisah. Campuran padatan terdiri dari 2 tipe yaitu:
Substitutional Solid Solution
Terbentuk bila dua tipe atom yang tidak serupa berada dalam posisi yang berbeda pada
kisi Kristal yang serupa
Intertitional Solid Solution
Atom atom yang sangat kecil dapat masuk di sela- sela antara atom yang lebih besar
Kedua logam tidak bercampur secara sempurna dalam keadaan padat meskipun kedua hal
ini jarang terjadi

Terjadi pada system bismuth tin, alloy padatnya bersifat heterogen dan mengandung dua
fase. Meskipun pada contohnya yang dikemukakan ini suatu ketidaklarutan yang
sempurna tidak pernah dicapai.
Berdasarkan komposisinya, alloy dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe
yaitu:

a. Alloy CoCr (stellite)


Sifatnya: sangat keras, kaku, tahan korosi
Komposisi: Cobalt (35-65%), Nikel (0-30%), Molid Denum (0-7%), Karbon (0,4%);
dalam jumlah kecil terdapat bisa terdapat Tungsen, Manganese, Silika, dan Besi.
Pengaruh: Co
= keras, kaku, kuat
Cr + Co
= alloy tahan korosi
Ni
= Co
Molibdenum, silika = menguatkan dan mengeraskan
b. Alloy emas, terbagi dalam beberapa tipe:
- Tipe I
: pada kasus besar (beban berat)
Au : 80-90%; terkadang digabungkan dengan Ag (3-12%)
- Tipe II
: untuk segala tipe inlay
- Tipe III : untuk segala tumpatan dan jembatan
- Tipe IV : untuk gigi tiruan sebagian
Tipe

Ket.

Au (%)

Ag(%)

Cu(%)

Pt(%)

Pd(%)

Zn(%)

I
II
III
IV

Lunak
Sedang
Keras
Sangat
keras

80-90
75-78
62-78
60-70

3-12
12-15
8-26
4-20

2-5
7-15
8-11
11-16

sedkit
0-1
0-3
0-4

atau
1-4
2-4
0-5

Tdk ada
0-1
1
1-2

c. Allloy AgCu
- Cu : warna kemerah-merahan, mengurangi kekerasan alloy (dentisitas), mencegah korosi.
- Ag : meningkatkan kekerasan, presipitation hardening pada suhu yang sesuai, mengurangi
warna kemerah-merahan yang ditimbulkan Cu.
Aplikasi alloy dalam kedokteran gigi:
a. Dental amalgam : bahan tambal gigi , alloy yang dipergunakan adalah alloy silver
b. Alloy emas dipergunakan untuk inlay, onlay, mahkota, dan GTJ
c. Alloy Ag Pd, dan alloy Ni Cu dipergunakan dalam inlay, onlay, mahkota,
jembatan
d. Alloy emas, alloy Co Cr, alloy Ag Pd, aluminium bronze dipergunakan dalam gigi
tiruan sebagian tuangan
e. Alloy emas, alloy Co Cr, Alloy Ni Cr, beta titanium, dipergunakan untuk bentuk
kawat
f. Alloy Co - Cr dipergunakan untuk gigi tiruan sebagian tuangan, bedah implant, pisau
turbin, dan busi mobil, yang berkomposisi :
g. Alloy Ag Pd dipergunakan untuk klammer

Menurut ADA, alloy dapat diklasifikasikan berdasarkan angka kekerasan dan


komposisinya, yaitu sebagai berikut :
a. Klasifikasi alloy berdasarkan angka kekerasannya :
1. Tipe I (lunak) angka kekerasan Vickers (VHN) 50-90
2. Tipe II (sedang) angka kekerasan Vickers (VHN) 90-120
3. Tipe II (keras) angka kekerasan Vickers (VHN) 120-150
4. Tipe IV (ekstra keras) angka kekerasan Vickers (VHN) >150.
b. Klasifikasi alloy berdasarkan komposisinya :
1. High noble, komposisi logam mulianya lebih dari 40%
2. Noble, komposisi logam mulianya >25%
3. Base metal, komposisi logam mulianya <25% dan sisanya ialah logam dasar.
Logam memiliki ikatan antar-logam yang disebut ikatan logam. Elekrtron
valensi terluar dari unsure logam terlepas membentuk ion (+). Hal ini akan
menyebabkan keadaan tidak stabil dan akhirnya membentuk awan yang
menyebabkan gaya tarik antar logam sehingga logam dapat berikatan satu
dengan yang lainnya.
Aplikasi logam dan alloy dalam bidang Kedokteran Gigi
Logam ataupun alloy dalam kedokteran gigi dapat digunakan untuk
berbagai kegunaan dalam bidang prosthodonsia, orthodonsia ataupun konservasi
gigi. Aplikasi tersebut dapat dibedakan berdasarkan bahan penyusunnya
maupun berdasarkan klasifikasi tipenya.
Aplikasi logam atau alloy berdasarkan bahan penyusunnya yaitu:

1. Emas : inlay, onlay, mahkota dan gigi tiruan jembatan


2. Ag Pd, Ni Cu : inlay, onlay, mahkota dan jembatan
3. Emas, Nu Cr, Co Cr : digunakan dalam bentuk kawat
4. Co Cr : gigi tiruan sebagian tuangan.
Sedangkan aplikasi logam atau alloy berdasarkan klasifikasi tipenya yaitu :

1.
2.
3.
4.

Tipe I : inlay satu permukaan


Tipe II : inlay beberapa permukaan, ex : bukal dan lingual
Tipe III : digunakan untuk semua mahkota dan jembatan
Tipe IV : kerangka gigi tiruan sebagian.

Manipulasi logam dan alloy


a. Pembuatan model sprue, ventilasi dan kawah

Tujuan dari pembuatan sprue adalah menyediakan saluran dimana logam cair akan
mengalir ke cetakan yang sudah ada didalam cincin cor setelah model malamnya
dibuang, untuk tambalan yang besar / protesa misalnya gigi tiruan sebagian
lepasan dari logam dan untuk gigi tiruan cekat. Sedangkan tujuan diberikannya
ventilasi adalah untuk menghindari terjadinya back pressure, sehingga
mengurangi hasil tuangan dan mungkin juga akan menghindari ledakan, sehingga
aman bagi operator. Pada ujung sprue dibuat bentukan yang disebut reservoir.
Reservoir pada ujung sprue bertujuan untuk mencegah terjadinya porositas yang
dapat terbentuk oleh karena adanya kontraksi bila ruangan untuk reservoir yang
ditempati oleh malam mempunyai ukuran melintang sebesar atau lebih besar dari
ukuran ruangan, maka alloy yang ada dalam reservoir akan lebih lambat mengeras
dari pada ruangan utama dan berlaku sebagai cadangan alloy cair yang siap untuk
mengisi ruangan atau mould space. Pemilihan sprue seringkali bersifat empiris

1.

tetapi ada lima prinsip utama dalam


menentukan pilihan, sebagai berikut :
Pilihlah sprue dengan diameter yang kira kira sama dengan ukuran daerah
yang paling tebal dari model malamnya. Jika model malamnya kecil, tangkai
sprue juga harus kecil karena tangkai sprue yang besar yang direkatkan pada
model yang kecil dan halus dapat menyebabkan perubahan bentuk. Tetapi,
jika diameter sprue terlalu kecil, daerah ini akan memadat terlebih dahulu
sebelum tuangannya sendiri dan bisa terbentuk porositas penyusutan setempat
(porositas tersedot). Untuk mengatasi masalah ini diperlukan area cadangan

2.

pada sprue.
Jika mungkin, tangkai sprue harus direkatkan pada bagian model malam yang
penampang melintangnya terluas. Akan lebih baik bagi logam cair untuk
mengalir dari bagian yang tebal ke daerah - daerah tipis di sekelilingnya.
Rancangan ini mengurangi risiko aliran logam ke daerah mendatar dari bahan

3.

tanam atau daerah daerah kecil seperti garis sudut.


Panjang sprue harus cukup panjang untuk memposisikan model malam
dengan tepat didalam cincin cor dengan jarak sekitar 6 mm dari tepi ujung
cincin tetapi cukup pendek sehingga logam campur cair tidak memadat

4.

sebelum mengisi penuh mold.


Jenis sprue yang dipilih mempengaruhi teknik pembakaran yang digunakan.
Tangkai sprue yang terbuat dari malam lebih sering digunakan daripada yang
plastik. Jika digunakan sprue atau model dari plastik, dianjurkan untuk

menggunakan teknik pembakaran 2 tahap untuk memastikan pembuangan


karbon yang sempurna, karena sprue plastik melunak pada temperatur diatas
5.

titik cair malam inlay.


Model malam dapat diberi sprue secara langsung ataupun tidak langsung.
Pada pemberian sprue langsung, tangkai sprue akan menyediakan hubungan
langsung antara daerah model dengan basis sprue atau daerah crucible
former. Pada yang tidak langsung, diletakkan sebuah penghubung atau batang
cadangan diantar model atau crucible former. Pada pembuatan sprue harus
diperhatikan perlekatan tangkai sprue, posisi tangkai sprue panjang serta arah
dari tangkai sprue dan pelepasan model malam. Panjang sprue tergantung
pada panjang cincin cor. Jika tangkai sprue terlalu pendek, maka model
malam akan terlalu jauh dari ujung luar cincin sehingga gas gas tidak dapat
dialirkan secara memadai untuk memungkinkan logam cair mengisi seluruh
ruang cincin. Jika gas tidak dapat dikeluarkan secara menyeluruh, akan
terjadi porositas. Karena itu, panjang harus disesuaikan sedemikian rupa
sehingga ujung atas model malam berada sekitar 6 mm dari ujung terbuka

dari cincin untuk bahan tanam gipsum.


b. Tahap Penanaman
Pada tahap penanaman model malam harus dibersihkan dari kotoran, debu, dan
minyak. Untuk itu dapat digunakan pembersih model malam komersial atau
deterjen sintetik yang diencerkan. Sisa cairan dapat dihilangkan dengan
dikibaskan dan model dibiarkan mengering diudara terbuka, sementara bahan
tanam disiapkan. Lapisan tipis pembersih yang tertinggal pada permukaan model
malam dapat mengurangi tegangan permukaan dari malam dan pembasahan yang
lebih baik dari bahan tanam sehingga terjadi perlekatan yang sempurna, termasuk
pada bagian bagian model yang kecil dan tipis. Sementara model malam
dikeringkan di udara terbuka, jumlah air destilasi (bahan tanam gipsum) atau
cairan silika koloiadal khusus (bahan tanam fosfat) diukur. Cairan ini dituang
kedalam mangkuk karet yang bersih dan kering, kemudian bubuk ditambahkan ke
dalam cairan secara bertahap dan hati hati untuk mencegah terjebaknya udara
didalam adukan. Pengadukan dilakukan dengan lembut sampai semua bubuk
basah, atau bubuk yang tidak tercampur terdesak keluardari mangkuk secara tidak
sengaja. Bahan tanam ditunggu sampai mencapai final setting, lalu kawah di lepas
dari bumbung tuang dan dibiarkan selama 24 jam.
Yang perlu diperhatikan dalam proses penanaman adalah :

1.

Pengadukan hampa udara, berfungsi untuk mengeluarkan gelembung gelembung udara yang terbentuk selama pengadukan dan mengeluarkan gas gas berbahaya yang dihasilkan dari reaksi kimia yang digunakan sebagai

2.

bahan tanam
kompensasi penyusutan, kadang - kadang perubahan dimensi mould memang

3.

diperlukan terutama untuk mahkota cor penuh


Teknik pengendalian dengan peambahan air, ekspansi mikroskopik linear
akan meningkat sejalan dengan jumlah air yang ditambahkan sampai tercapai

ekspansi maksimal.
c. Tahap burning out dan Preheating
Tahap burning out dimulai dengan menghidupkan kompor gas dan letakkan
bumbung tuang diatas dengan bagian kawah menghadap ke api, biarkan hingga
semua malam terbuang dan pastikan seluruh mould space bersih dari malam.
Sememtara itu siapkan furnice, lalu naikkan suhunya hingga mencapai 700 C
kemudian masukkan bumbung tuang kedalam furnice, lalu dilanjutkan dengan
tahap preheating naikkan suhu furnice hingga mencapai suhu 900 C, pada saat
bahan tanam sudah terlihat membara, model sudah siap di casting. Selama
pembakaran, sejumlah malam yang mencair akan diserap oleh bahan tanam dan
sisa karbon akibat pembakaran malam cair menjadi terperangkap di dalam bahan
tanam yang berpori pori. Burning out akan mengubah karbon menjadi karbon
monoksida atau karbon dioksida. Gas gas ini akan keluar melalui celah sisa
malam yang mencair.
d. Tahap Casting
Casting menggunakan 2 logam Cuprum alloy. Logam campur dicairkan dengan
semburan api dalam crucible yang terpisah. Kemudian dituang kedalam mould
dengan gaya centrifugal. Setelah bumbung tuang telah mencapai suhu normal, lalu
logam dikeluarkan dengan cara membongkar bahan tanam. Hasil logam dicuci
dan dibersihkan sampai sisa bahan tanam tidak ada. Setelah pencucian, terlihat
adanya bitik-bintik tidak teratur pada logam (logam masih kasar) dan tidak sesuai
dengan ukuran semula. Bitik-bintik ini disebabkan oleh beberapa hal terutama
kesalahan dalam penuangan. Terjadinya oksidasi pada logam sebelum penuangan
dapat menyebabkan permukaan logam menjadi kasar. Adapun oksidasi ini dapat
disebabkan beberapa hal yaitu penggunaan api yang bukan berwarna biru atau
kehijauan atau logam yang terlalu lama dipanaskan sehingga terjadi over heating.
Dapat terjadi beberapa kesalahan / kegagalan lain selama proses pembuatan logam
ini, antara lain adanya gelembung udara pada pola malam oleh karena busa sabun

yang dapat menjadikan bentuk permukaan logam kasar, dapat pula bentuk
permukaan mould space retak atau pecah-pecah. Hal ini disebabkan oleh karena
adonan gips dan air yang terlalu encer sehingga gips tidak terlalu kuat atau dapat
pula karena pemanasan pada oven terlalu lama sehingga permukaan mould space
retak.
Casting atau yang sering disebut proses pengecoran atau penuangan dalam
kedokteran gigi dapat diartikan suatu proses pendorongan logam yang sedang
mencair ke dalam mould sehingga menjadi suatu tuangan yang sering disebut
logam tuang. Sehingga pada akhir dari casting alloy dapat dihasilkan suatu
bentukan yang terbentuk dari logam yang terjadi di dalam mould. (Kamus
Kedokteran Gigi-F.J Harty & R.Ogston). Pengecoran adalah suatu proses
manufaktur yang menggunakan logam cair dan cetakan untuk menghasilkan parts
dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam cair
akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai
dengan bentuk yang diinginkan. Proses pengecoran sendiri dibedakan menjadi dua
macam, yaitu traditional casting dan non-traditional/contemporary casting.
~ Teknik traditional terdiri atas :
1. Sand-Mold Casting
2. Dry-Sand Casting
3. Shell-Mold Casting
4. Full-Mold Casting
5. Cement-Mold Casting
6. Vacuum-Mold Casting
~ Teknik non-traditional terbagi atas :
1. High-Pressure Die Casting
2. Permanent-Mold Casting
3. Centrifugal Casting
4. Plaster-Mold Casting
5. Investment Casting
6. Solid-Ceramic Casting

Dalam proses casting diperlukan :


1.

Ruang Cetak
Cetakan sekali pakai yang terbuat dari pasir & tanah liat.
Bahan pendam berbasis gisum
Bahan pendam berbasis fosfat
Bahan pendam berbasis silica
2. Api Pengencer Logam
Api dari semburan bahan bakar / torch

Api dari induksi listrik


3. Mesin Pengecoran
Alami dengan bantuan gravitasi
Manual dengan tangan
Centrifugal Casting Machine
4. Ruang laboratorium yang cukup ventilasi.
Jenis logam yang kebanyakan digunakan di dalam proses pengecoran adalah
logam besi bersama-sama dengan aluminium, kuningan, perak, dan beberapa
e.

material non logam lainnya.


Tahap Finishing dan Polishing
Pada tahap ini dilakukan perapian model kasar logam dan disesuaikan dengan
ukuran semula. Kemudian logam dipoles dengan menggunakan arkansas stone
sampai permukaan model terlihat halus. Lalu dilanjutkan dengan rubber warna
merah dan terakhir dengan rubber warna hijau. Setelah permukaan logam terlihat
halus dan mengkilat potong sprue dengan menggunakan diamond disk kemudian
dirapikan dan dipulas pada daerah bekas potongan.

KEGAGALAN PADA SAAT CASTING


Kegagalan pada saat casting atau cacat pengecoran dapat di klasifikasikan menjadi empat
tipe, yaitu :
Distorsi atau perubahan bentuk.
Distorsi pada proses penuangan logam terjadi saat manipulasi malam inlay, sehingga
pencegahan terjadinya distorsi tergantung pada proses manipulasi malam inlay. Distorsi
terjadi akibat stress release, yaitu tekanan yang sangat besar pada material akibat malam di
cetak tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas suhu transisi solid-solid. Distorsi dapat
terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam dari mulut atau die. Keadaan ini
terjadi karena perubahan suhu dan pelepasan stress yang muncul sewaktu terjadinya kontraksi
saat pendinginan, udara yang terjebak serta temperatur selama penyimpanan.
Metode paling praktis untuk menghindari distorsi adalah menanam model sesegera
mungkin setelah dikeluarkan dari mulut atau die. Die dan model malam dipasang pada
saluran tertutup yang mempunyai piston dan mengandung air, dengan temperatur 38 0 (1000F).
Bila piston ditekan, tekanan hidrostatik akan teraplikasikan secara merata pada model yang
sudah selesai dibuat.

Kekasaran dan ketidak-teraturan permukaan


Permukaan hasil cor seharusnya meruakan reproduksi yang akurat dai permukaan
model malam asalnya. Kasarny atau tidak beraturannya ermukaan luar dari tuangan
memerlukan tindakan penyelesaian dan pemolesan tambahan, sedangkan ketidak-teraturan
pada permukaan dalam dari tuangan akan mengganggu duduknya tuangan pada gigi.
Kekasaran permukaan dirumuskan sebagai ketidak-sempurnaan permukaan dominan
dari seluruh permukaan. Kekasara permukaan dari tuangan gigi akan lebih besar daripada
model malamnya. Ketidak-teraturan permukaan mengacu pada ketidak-sempurnaan yang
terisolasi, misalnya suatu bulatan kecil, yang bukan menjadi area karakteristik dari seluruh
area permukaan. Perbedaaan ini mungkin berkaitan dengan ukuran partikel dari bahan tanam
dan kemampuannya untuk memproduksi model malam dalam rincian mikroskopik.
Dengan teknik pengerjaan yang benar, bertambahnya kekasaran permukaan pada
tuangan seharusnya tidak menjadi faktor utama di dalam keakuratan dimensi. Tetapi, teknik
yang tidak benar dapat menjurus ke kasaran permukaan yang sangat menjol serta ketidakteraturan permukaan.
Porositas
Efek gelembung (bubbling) pada casting muncul sebagai tombak dari kelebihan bahan
yang melekat pada permukaan casting. Ini mencerminkan adanya permukaan yang porositas
dalam penanaman model, masalah yang mungkin bisa diatasi oleh vacuum investing.
Bubbling pada casting muncul sebagai bulatan-bulatan banyak yang menempel pada
permukaan dari casting. Ini mencerminkan adanya porositas pada saat investment
(penanaman model). Suatu masalah dimana dapat terisi alloy cair pada investment yang kosong
tadi
Porositas dapat terjadi pada permukaan dalam maupun luar dari hasil casting. Porositas
di permukaan luar adalah suatu faktor dari kekasaran permukaan, tetapi umumnya juga
merupakan manifestasi dari porositas bagian dalam. Porositas internal tidak saja
memperlemah tuangan tetapi juga meluas ke permukaan, dan menyebabkan perubahan
warna. Jika parah, dapat menyebabkan kebocoran pada pertemuan gigi dengan restorasi dan
karies sekunder. Meskipun porositas di dalam tuangan tidak dapat dihindari sepenuhnya,
tetapi dapat dikurangi dengan penggunaan teknik yang benar.

Porositas bisa terlihat sebagai pemukaan lubang pada casting. Bagian pecah pada
investment atau partikel kotor dimana bisa menjatuhkan sprue, mungkin menjadi perlekatan
di dalam casting dan menghasilkan lubang pada permukaan. Untuk alasan ini, semua mould
pada casting dapat diatasi dengan sprue yang lebih ke bawah.
Pada proses pengerasan dibagi menjadi dua, yaitu localized shrinkage porosity
dan microporosity. Porositas karena gas yang terjebak dibagi menjadi :

pinhole porosity

cas inclusions
subsurface porosity
Entrapped air porosity.
Localized shrinkage porosity terjadi pada persimpangan saat pemasangan sprue dan

mungkin terjadi dimana saja diantara dendrite, dimana itu merupakan bagian terakhir dari
casting pada titik lebur logam yang rendah yang dapat memperkuat percabangan dari
dendrite.
Microporosity juga terjadi akibat dari penyusutan pada saat pengerasan tetapi
umumnya hadir dalam casting fine-grain saat proses pengecoran ini terlalu cepat. Fenomena
seperti ini dapat terjadi ketika pengerasan alloy terlalu cepat karena suhu mould terlalu
rendah
Pinhole dan inklusi gas dapat terjadi karena adanya gas yang terjebak saat proses
pengerasan. Porositas akibat inklusi gas lebih besar daripada pinhole. Inhole dihasilkan ketika
alloy mencair sedangkan inklusi gas disebabkan oleh penggunaan api mixing zone atau zona
oksidasi.
Subsurface porosity disebabkan oleh nukleasi stimultaneous butiran padat dan
gelembung gas pada saat pertama ketika alloy membeku pada dinding cetakan. Namun jenis
porositas ini dapat diatasi dengan mengontrol tingkat dimana logam cair memasuki cetakan.
Porositas pada casting tidak dapat dihindari secara keseluruhan, namun porositas mampu di
minimalisasi dengan menggunakan teknik yang tepat.
Entrapped air porosity

atau disebut juga back pressure porosity

ini dapat

menghasilkan cekungan yang besar akibat depresi. Hal ini disebabkan akibat udara dalam
mould tidak dapat keluar melalui pori-pori dari investment atau karena gradient tekanan pada

saat pemasangan sprue. Dan adanya back pressure yang menyebabkan adanya celah pada
marginal.
Gaseous porosity di dalam casting dihasilkan oleh gas dimana menjadi penghancur
pada alloy cair. Copper, gold, silver, platinum dan partikel palladium, semua melarutkan
oksigen di dalam bagian cair. Saat mendingin, alloy membebaskan gas yang terabsorbsi tapi
beberapa sisa gas terjebak ketika alloy menjadi rigid. Tipe porositas dapat terjadi di seluruh
casting. Hal ini dapat dikurangi dengan menghindari pemanasan berlebih dari alloy atau
casting di dalam atmosfer dari gas yang tidak aktif.
Untuk meminimalisir porosity maka ditambahkan flux. Zat yang disebut fluks
biasanya ditambahkan untuk meminimalkan pembentukan oksida yang mempengaruhi
pemanasan dan molding paduan dan mempengaruhi kualitas akhir dari casting. Jenis flux
yang digunakan tergantung pada suhu aliran, jenis sumber panas yang di gunakan, jenis
pengecoran paduan dan jenis investment. (Powers,2008,pg.276). Salah satunya adalah Borax,
atau sodium tetraborate ((Na2, B4)7 . 10 H20).

Tidak adanya atau tidak sempurnanya rincian


Kadang-kadang ditemukan tuangan yang tidak utuh atau mungkin sama sekali tidak
ditemukan tuangan. Penyebab yang jelas dari keadaan ini adalah terhalangnya logam cair
untuk mengisi mold secara utuh. Paling sedikit ada dua factor yang dapat menghambat
jalannya logam cair, yaitu :
1. Mold yang kurang didinginkan
Penganginan yang kurang berhubungan langsung dengan tekanan balik yang
dikeluarkan oleh udara di dalam mold. Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat,
logam cair tidak dapat memasuki mold sebelum memadat. Dalam keadaan ini, harus
dipertimbangkan besarnya tekanan cor. Jika tekanan cornya kurang, tekanan balik tidak dapat
di atasi. Lebih jauh lagi, tekanan cor harus ditahan paling sedikit 4 detik. Mold akan terisi
logama memadat dalam waktu 1 detikatau kurang, meski logam masih cukup lunak selama
tahap awal.
2. Kekentalan yang tinggi dari logam cair
Pembuangan sisa-sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mold

merupakan

penyebab tuangan yang tidak utuh. Jika ada terlalu banyak produk pembakaran yang

tertinggal di dalam mold, pori-pori dari bahan tanam dapat terisi penuh sehingga udara tidakk
dapat keluar seluruhnya. Jika ada cairan atau partikel malam yang tertinggal, kontak antara
logam cair dengan benda asing menghasilkan ledakan yang dapat menimbulkan tekanan balik
akibat pembuangan malam yang tidak sempurna.

Aplikasi alloy dalam kedokteran gigi:


1) Dental amalgam
a. bahan tambal gigi ( alloy yang dipergunakan adalah alloy silver)
2) Alloy emas
a. inlay
b. onlay
c. mahkota
d. Gigi tiruan sebagian
3) Alloy Perak - Paladium dan alloy Nikel Tembaga
a. Inlay
b. Onlay
c. Mahkota
d. Jembatan
4) Alloy cobalt-chrom
a. Kerangka gigi tiruan sebagian
b. Porcelain metal restoration
5) Alloy nikel-chrom alloys
a Kerangka gigi tiruan sebagian
b Crown
c Bridge
d Porcelain metal restoration
6) Alloy titanium-titanium
a. Crown
b. Bridge
c. Gigi tiruan sebagian
d. Implant
(Anusavice, K.J. 1996.)

BIOKOMPATIBILITAS DENTAL ALLOY


Biokompatibilitas
Biokompatibilitas (kompatibilitas jaringan) menggambarkan kemampuan suatu
material untuk melakukan respon host yang tepat seperti yang diharapkan. Sebuah material
yang biokompatibel tidak sepenuhnya inert. Pada kenyataannya, relevansi respon host sangat
penting. Adaptasi ini biasanya dievaluasi oleh para ahli sesuai dengan panduan spesifik
dengan perbandingan produk-produk yang sudah di pasaran yang sangat berperan
penting ( Schmalz, 2009).

Selain itu, konsep klasik biokompatibilitas (inert biomaterial), mempunyai pengaruh


khusus pada biomaterial dalam metabolisme sel yang bersebelahan yang semakin
memperoleh peranan penting (bahan bioaktif). Permukaan material secara umum dapat
digunakan (biofungsionalisasi) untuk melapisi permukaan titanium sinyal protein
(protein morphogenetic tulang untuk meningkatkan lapisan jaringan tulang). Dalam hal
regenerasi tulang, materi determ osteoconductive digunakan untuk bahan sebagai perangsang
untuk pertumbuhan preosteoblasts, sedangkan bahan osteoinductive menginduksi
pembentukan tulang baru dengan diferensiasi sel-sel jaringan ikat lokal dari
tulang pluripotent pembentukan sel ( Schmalz, 2009).
Biokompatibilitas dari suatu bahan ditentukan terutama oleh pelepasan zat terlarut
melalui korosi. Zat ini dapat merusak sel-sel atau dengan merangsang sintesis protein seluler
tertentu, menyebabkan inflamasi serta penyerapan permukaan atau akumulasi protein, atau
interaksi dari bahan matriks ekstraseluler. Adhesi protein dipengaruhi oleh komposisi kimia
bahan-bahan dan karakteristik fisik (Schmalz, 2009).

Karakteristik Biokompatibilitas
Toksisitas
Toksisitas material menggambarkan kemampuan untuk merusak sistem biologis
dengan cara kimia. Toksisitas yang lebih tinggi terjadi dalam tubuh (hewan, manusia),
toksisitas lokal muncul di tempat aplikasi yang berbeda dari keracunan sistemik, di mana efek
samping terjadi di suatu daerah jauh dari lokasi aplikasi. Dalam kedokteran gigi, reaksi lokal
terjadi terutama di pulpa, periodonsium periapikal dan mukosa mulut atau gusi ( Schmalz,
2009).

Alergi
Istilah alergi menunjukkan suatu reaksi yang berubah (alergi) terhadap suatu bahan
tertentu (alergen) yang melibatkan sistem imun tubuh, hanya terjadi pada orang-orang
tertentu. Reaksi alergi terhadap zat dapat dipicu jika oganisme tersebut telah peka terhadap
suatu senyawa. Jenis reaksi alergi dapat dibedakan menjadi empat yaitu jenis I, II dan III
dapat diobati oleh antibodi (IgE, IgG), sedangkan tipe IV terutama disediakan oleh sel-sel.
Material kedokteran gigi dapat menyebabkan reaksi alergi tipe I (reaksi cepat) dan tipe IV
(reaksi tertunda). Konsentrasi yang menyebabkan reaksi pada orang yang sudah peka
bervariasi antara satu subjek dengan subjek lain. Tingkat dosis menyebabkan reaksi alergi
yang lebih rendah daripada menyebabkan reaksi beracun(Nasution, 1992).
Iritasi disebabkan oleh suatu bahan dapat terjadi pada setiap orang, tidak melibatkan
sistem imun tubuh dan ada beberapa faktor-faktor tertentu yang memegang peranan
seperti keadaan permukaan kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, usia pasien,
adanya oklusi dan konsentrasi dari bahan (Nasution,1992).

Inflamasi
Inflamasi adalah perubahan yang terlihat pada jaringan yang terkait dengan perubahan
permeabilitas vaskular dan peregangan (dilatasi) yang seringkali diikuti oleh perembesan
leukosit ke dalam jaringan yang dipengaruhi. Perubahan ini menyebabkan eritema, edema,
panas, nyeri, dan functio laesa dan merupakan tanda-tanda utama adanya inflamasi. Secara
khusus, inflamasi dapat berlangsung melalui tiga tahap yaitu seketika, akut, dan kronis.
Lekosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) akan keluar dari pembuluh darah melalui
proses migrasi lintas endotel (transendotel migration) dalam kondisi normal, contohnya
residen leukosit yang dijumpai di dalam jaringan. Residen leukosit yang terpenting adalah sel
mast (mast cell), sel dendritik periferal, turunan monosit misalnya dendrosit dermal
(histiocytes) dan makrofag. Residen leukosit mengirim infomasi yang mengawali prosesproses inflamasi seketika (immediate inflammation). Inflamasi seketika hanya dalam hitungan
menit diikuti oleh inflamasi akut(acute inflammation) yang juga berlangsung singkat (dalam
hitungan jam) dan ditandai dengan adanya aliran netrofil ke area inflamasi setelah keluar dari
darah. Jika masalah belum dapat diatasi, inflamasi akut memberi jalan bagi suatu proses yang
mungkin tidak akan pernah berakhir yakni inflamasi kronis (chronic inflammation) yang
didominasi oleh migrasi limfosit dan makrofag ke dalam jaringan lokal. Lekosit-lekosit yang
dikirim ke dalam jaringan-jaringan lokal pada inflamasi akut dan kronis dinamakan lekosit
inflamas (Indriyanti, 2009).

Karsinogenik dan Mutagenik


Mutagenisitas terjadi karena suatu material mampu menimbulkan perubahan didalam gen
reproduksi sel yang kadangkala menyebabkan kerusakan sel dan terjadinya pertumbuhan sel
yang tidak terkendali (Powers, 2006).
Zat yang dilepaskan dari suatu bahan dapat menyebabkan perubahan dalam DNA genomik
(genotoxicity). Sel memiliki sejumlah mekanisme untuk memperbaiki kerusakan genotoksik.
Atau dapat juga dengan pengalihan kerusakan genetik sel kepada generasi berikutnya dapat
dihindari oleh kematian sel terprogram (apoptosis), namun jika cacat genetik yang ditularkan
kepada generasi berikutnya, efek ini disebut mutagenisitas. Beberapa bahan atau zat
dibebaskan dari mereka mungkin juga mendorong terbentuknya tumor ganas, dengan kata
lain, mereka memiliki efek karsinogenik. Mutagenik dapat dinilai sebagai indikator
dari karsinogenisitas zat yang dapat secara langsung menyerang DNA (Schmalz, 2009).

Biokompatibilitas Amalgam
Amalgam merupakan bahan yang paling sering digunakan karena bahan ini dapat bertahan
lama sebagai bahan tumpatan, mudah memanipulasinya, mudah beradaptasi dengan cairan
mulut dan harganya relatif murah. Namun, mengenai masalah efek samping yang ditimbulkan
oleh bahan ini masih dipertanyakan karena masih ada anggapan bahwa amalgam berbahaya
bagi kesehatan tubuh pasien, hal ini karena di dalam amalgam terkandung merkuri. Merkuri

dalam keadaan bebas sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat meracuni tubuh oleh
karena itu merkuri di dalam amalgam dianggap berbahaya. Bahaya merkuri ini tidak hanya
mengancam kesehatan pasien tetapi juga dokter gigi itu sendiri, uap merkuri yang terhirup
pada saat mengaduk amalgam dapat menimbulkan efek toksik kumulatif pada dokter gigi
tersebut.
Merkuri yang terkandung dalam amalgam memamg dapat melakukan penetrasi ke dalam
struktur gigi. Merkuri yang telah msuk ke dalam dentin dapat menyebabkan terjadinya
diskolorisasi pada gigi, tidak hanya itu saja merkuri juga dapat berpenetrasi sampai pada
pulpa gigi sehingga malah terjadi inflamasi pada gigi tersebut. Selain itu, tumpatan amalgam
juga melepaskan sebagian kecil merkuri pada saat penguyahan makanan sehingga sebagian
merkuri masuk dalam tubuh, hal ini juga semakin menambah keraguan atas tingkat
biokompatibilitas dari amalgam itu sendiri.
Keraguan atas tingkat biokompatibilitas amalgam terhadap kesehatan tubuh seharusnya tidak
perlu terjadi karena sebetulnya mengenai kemungkinan reaksi toksik pada pasien akidat
penetrasi merkuri pada gigi serta alergi yang ditimbulkannya belum begitu jelas. Kontak
pasien dengan uap merkuri selama pengisian tumpatan amalgam begitu singkat dan jumlah
uap merkuri begitu kecil untuk dapat membahayakan tubuh. Bahaya pemakaian amalgam
telah banyak dipelajari, perkiraan yang paling bisa diandalkan adalah bahwa merkuri dari
tumpatan amalgam tidak cukup signifikan untuk dapat meracuni pasien

Biokompatibilitas Beberapa Jenis Dental Alloy


Dalam suatu penelitian, korosi kimia dan pelepasan ion dari empat alloy casting gigi
diteliti. Hasil dari ICPAES menunjukkan peningkatan jumlah unsur yang dilepaskan dalam
kaitannya dengan waktu pengkondisian. Peningkatan pelepasan terkait dengan kerentanan
korosi dari alloy. Lebih besarnya jumlah pelepasan unsur (khususnya Ni) dari Minalux
(P<0,001) sebagaimana jika dibandingkan dengan Supercast, bisa terkait dengan kandungan
Cr dan Mo yang lebih rendah pada Minalux. Alloy Supercast memiliki lebih banyak Cr dan
Mo dalam komposisinya, sehingga kurang rentan terhadap korosi. Cr ditambahkan ke dalam
alloy-alloy yang berbasis nikel untuk meningkatkannya kemampuannya dalam membentuk
sebuah laposan oksida protektif pada permukaan. Telah ditunjukkan bahwa kandungan
kromium sekitar 16 sampai 27 persen bisa memberikan kketahanan korosi yang optimum
untuk alloy-alloy yang berbasis nikel. Disamping itu, Mo memerang sebuah peran aktif
dalam pembentukan lapisan oksida. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi Cr dan Mo
pada lapisan permukaan bisa secara sinergis mengurangi tingkat pelarutan logam.
Struktur fase dari sebuah alloy sangat penting bagi sifat-sifat korosinya dan
biokompatibilitasnya. Interaksi antara lingkungan biologik dengan struktur fase adalah yang
menentukan unsur mana yang akan dilepaskan dan bagaimana tubuh akan merespon terhadap
alloy. Sebuah alloy tidak harus melepaskan unsur dalam kaitannya dengan komposisinya.
Banyak fase yang sering meningkatkan pelepasan unsur dari allooy. Untuk ketahanan korosi,
disamping kemuliaan logam, sebuah alloy memerlukan mikrostruktur homogen. Telah

ditunjukkan bahwa mikrostruktur alloy Ni-Cr bukan fase tunggal dan demikian juga tidak
menunjukkan homogeneitas kimawi. Ini berarti bahwa ada plat-plat disamping plat lainnya
dengan sebuah komposisi berbda yang bertindak sebagai sel-sel elektromikia.
Berkenaan dengan alloy-alloy Co-Cr yang diteliti, pelepasan unsur lebih tinggi pada
Wironit dibading pada Minalia. Ini bisa diakibatkan oleh kandungan Cr Wironit yang lebih
rendah.
Berelium meningkatkan korosi alloy gigi, tapi pelepasannya dari Supercast berada di
bawah batas pendeteksian yang ditentukan yaitu 6 ppb untuk semua periode yang diuji.
Pelepasan Cr dari alloy-alloy Ni-Cr dan Co-Cr yang diteliti jauh lebih rendah jika
dibandingkan dengan pelepasan Co dan Ni. Penelitian-penelitian lain juga telah
menunjukkan hasil yang sama untuk pelepasan Cr yang rendah pada saliva buatan, asam
laktat dan larutan garam. Pada penelitian kali ini, alloy Co-Cr lebih rentan korosi
dibanding alloy-alloy Ni-Cr. Temuan ini sesuai dengan hasil dari penelitian Al-Hiyasat
dkk. Geis-Gerstorfer dkk., menunjukkan bahwa alloy Co-Cr-Mo lebih tahan korosi jika
dibandingkan dengan alloy No-Cr-Mo, yang bisa terkait dengan media pengkondisian.
Tipe-tipe media pengkondisian yang berbeda seperti media kultur sel, saliva buatan,
larutan garam dan asam encer telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Media ini
mengandung berbagia mineral dan konstituen organik yang bisa memiliki sebuah
pengaruh terhadap kerentanan korosi dari alloy. pH yang berubah-ubah, kandungan garam
dan protein bisa menghaslkan pelepasan unsur yang lebih besar dari alloy. Berbagai
penelitian telah menggunakan media pengkondisian yang berbeda: saliva buatan
digunakan dalam peneltian kali ini, Al-Hiyasat dkk., menggunakan air suling dan GeisGerstorfer dkk., menggunakan kombinasi asam laktat dan sodium klorida. Saliva buatan
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sebuah lingkungan yang kurang agresif.
Pengujian untuk evaluasi biokompatibilitas
Tujuan uji biokompatibilitas adalah untuk menghilangkan produk atau komponen
produk potensial yang bersifat merugikan atau merusak jaringan milut dan maksilofasial.
Pengujian biokompatibilitas dikelompokkan menjadi 3 macam adalah sebagai berikut :
Kelompok I, uji primer.
Uji primer terdiri atas evaluasi sitotoksik dimana bahan kedokteran gigi
dalam keadaan segar atau tanpa diproses, sehingga lansung ditempatkan
langsung pada biakan sel jaringan atau membran (penghalang seperti lempeng
dentin) yang menutupi sel biakan yang bereaksi terhadap efek dari produk atau
komponen yang meresap melalui penghalang. Banyak produk yang pada
mulanya dianggap bersifat sangat sitotoksik ternyata mampu dimodifikasi atau
penggunaannya dikendalikan oleh pabrikpembuat untuk mencegah efek
sitotoksik tersebut
II. Kelompok uji II, uji sekunder

Pada pengujian kali ini, produk dievaluasi terhadap potensinya untuk


memunculkan toksisitas sistemik, toksisitas inhalasi, iritasi kulit, dan
sensitivitas serta respon implantasi.
III. Kelompok III, uji penggunaan pra klinis
Suatu produk dapat disetujui oleh US Food and Drug Administration
(FDA) stelah berhasil melalui uji primer dan sekunder sehingga tidak
membahayakan manusia.
Uji penggunaan pulpa dan dentin, pengujian ini dirancang untuk
mengetahui biokompatibilitas bahan kedokteran gigi yang diletakkan pada
dentin dekat pulpa gigi. Hewan yang digunakan untuk uji ini adalah hewan
bukan pengerat (primata, anjing, berang-berang dan babi mini) dengan gigi
geligi permanen yang erupsi sempurna.
Bahan uji yang baik, akan merangsang sedikit respon peradangan pada
pulpa dan jika menunjukkannsuatu respon, rentang waktu dari respon tersebut
juga di ukur. Sebagai landasan, semakin sedikit dentin reparatif yang terbentuk
kemudian, semakin banyak jaringan pulpa vital yang berhubungan dengan
karies dan perawatan gigi lainnya.

BAB 3
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Logam merupakan substansi kimia opak mengkilap yang merupakan penghantar


(konduktor) panas atau listrik yang baik serta bila dipoles merupakan pemantul atau
reflektor sinar yang baik.
2 Sifat logam
1

Sifat fisik
Berkilap jika dipoles
Penghantar panas dan penghantar listrik
Opaque

Liat dan dapat dibentuk


Keras
Syarat logam untuk kedokteran gigi
Syarat kimia
Syarat biologi
Syarat fisik
Syarat ekonomis
Syarat estetik
Biokompatibel
Klasifikasi logam alloy
High noble Alloy (HN) atau logam sangat mulia
Noble alloy (N) atau logam
Redominantly base metal alloy atau alloy berbahan utama logam
dasar
Manipulasi logam
Membuat model malam
Wetting
Menanam model malam
Boiling out dan preheating
Casting
Polishing
Aplikasi untuk kedokteran gigi
Gigi tiruan sebagian
Mahkota stainless steel
Restorasi mahkota (inlay dan onlay)
Dental implant
Instrument ortodonty, dsb

DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, Kenneth J.2003.Science of Dental Material.11th ed. St. Louis : W B Saunders
Baum, phillips & lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi.Jakarta: EGC
Craig RG, et al.2002. Restorative Dental Material. 11th ed. Mosby Elsveier: Missouri
Kim,S.E., Hyun, Y.T., et al.2001. Centrifugal Castability Of Tial Base Alloys. Korea-Japan :
Foundary Engineers.
McCabe, JF., Walls, AWG. 2008. Applied Dental Materials. 9 th ed. Blackwell: Munksgaard
Powers M. John. 2008. Dental Material. 9

th

ed : Molby Elsevier: St. Louis

Stephen F.RTosenstiel,Martin F.Land,Junhei Fujimoto. 2006. Contemporary Fixed


Prosthodontics. Elsevier Health Sciences.
Indriyanti, R., Efek Kororsi Dental Alloy terhadap Parameter Imunologis; Tinjauan
Inflamasi Gusi setelah Pemasangan SSC, Tesis, Bandung : Bagian Ilmu Kedokteran Gigi
Anak FKG Unpad, 2009
Schmalz G. Arenholt-Bindslev D.2009. Biocompatibility of dental materials. Springer :
Jerman. 196

Anda mungkin juga menyukai