G019
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan gagasan
tertulis yang berjudul Peranan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran
Obat Bahari) dalam Mengatasi Eksploitasi Sirip Ikan Hiu Melalui Sistem DNA
Barcode. Penulisan gagasan tertulis ini bertujuan untuk mengikuti kegiatan
Avicena Competition 2016, selain itu gagasan tertulis ini bertujuan untuk turut
andil menyumbangkan sumbangan pemikiran dalam hal menangani perburuan
hewan laut, khususnya ikan hiu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ni Made Asih, S.Pd, M.Si selaku
pembimbing, yang telah memberikan ilmu, pengarahan, dan bimbingannya
kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga atas
dukungan dan motivasi yang terus diberikan selama proses pembuatan gagasan
tertulis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman Jurusan
Matematika Universitas Udayana angkatan 2014 yang telah banyak memberikan
saran dan koreksi selama pembuatan gagasan tertulis ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proses DNA Barcode.. 8
iv
RINGKASAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebutan Negara Indonesia sebagai Negara maritim terbesar di dunia
karena 2/3 wilayahnya yang merupakan wilayah lautan memang sudah tidak asing
lagi. Laut adalah penyedia sumber protein terbesar di dunia. Luas perairan
territorial Indonesia adalah 3,1 km2 dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif
(P20-LIPI 2015-2019) tentu saja membuat Indonesia juga kaya akan berbagai
jenis biota laut.
Melihat
begitu
banyaknya
keanekaragaman
laut
di
Indonesia
Akibat dari perburuan ikan hiu yang dilakukan secara tidak lestari
menyebabkan menurunnya populasi ikan hiu, terutama di lautan Indonesia.
Tercatat satu jenis hiu di Indonesia yang telah dikategorikan sebagai sangat
terancam langka (critically endangered), 5 jenis yang termasuk terancam langka
(endangered), 23 jenis yang termasuk kategori rawan punah (vulnerable), serta 35
jenis hiu yang termasuk dalam kategori hampir terancam (near threatened). Hiu
umumnya menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan diyakini
berperan penting di dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem,
sehingga apabila keberadaannya terancam di alam dikhawatirkan dapat merubah
tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya
keseimbangan suatu ekosistem.
Melalui P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari),
diharapkan Indonesia menjadi Negara yang mampu menekan angka perburuan
biota laut yang digunakan sebagai obat secara ilegal, khususnya penangkapan ikan
hiu yang saat ini telah masuk kategori dilindungi, dan penggunaan metode DNA
barcode pada tahap penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah suatu biota
dengan kandungan zat aktif yang berpotensi digunakan sebagai bahan obat bahari
dapat diproduksi secara massal pada tahap pengolahan.
Konsep P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
dengan sistem DNA barcode dicanangkan untuk menjadikan Indonesia menjadi
Negara yang mampu mengolah kekayaan alam laut sebagai bahan obat serta
mampu mengembangkan hingga melakukan pemasaran obat-obatan bahari
Dengan dibentuknya P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat
Bahari) dengan sistem DNA barcode, banyak keuntungan lain yang diperoleh
seperti pemanfaatan keanekaragaman laut menjadi bahan sediaan farmasi,
sehingga P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) tidak
akan berhenti sampai proses penelitian saja. Potensi ekonomi yang dihasilkan dari
kekayaan laut Indonesia benar-benar tercapai, dan masih banyak keuntungan
lainnya.
GAGASAN
A. Kondisi Kekinian
Sudah tidak asing lagi terdengar bahwa Negara Indonesia merupakan
Negara yang memiliki lautan terluas di dunia. Tercatat stok ikan saat ini mencapai
7,305 juta ton yang tersebar di 11 wilayah pengelolaan perikanan (KKP, 2013).
Selain itu, sekitar 68 dari 475 jenis ikan hiu yang ada di dunia hidup di laut
Indonesia (IUCN, 2012). Hal itu menyebabkan Indonesia mejadi Negara yang
menempati tempat teratas sebagai produsen hiu terbesar di dunia (KKP, 2014).
Semakin hari, permintaan konsumen terhadap ikan hiu yang dijadikan bahan obat
semakin meningkat. Seperti peningkatan permintaan ikan hiu yang diambil
siripnya untuk dijadikan obat antikanker. Obat adalah suatu bahan atau paduan
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam meneatapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, meyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan atau
badan manusia (Kep.MenKes RI No. 193/Kab/B.VOO/71). Padahal jika ditelaah,
zat aktif yang terdapat pada sirip ikan hiu bisa digantikan dengan biota laut lain,
misalnya untuk spesies spons yang berjumlah 1.216, terdapat 73 senyawa aktif
yang bersifat antikanker seperti Barangmide yang ditemukan di Kepulauan
Barang Lombo dan Bitungolide A-F dari Pulau Bitung (Yetti, 2006).
Sebagai Negara yang kaya akan berbagai keanekaragaman biota laut,
seharusnya Indonesia mampu mengolah dan mengembangkan biota laut lainnya
menggantikan sirip ikan hiu sebagai bahan baku obat. Seperti khasiat sirip ikan
hiu yang dipercaya sebagai obat antikolesterol yang sebenarnya bisa digantikan
dengan kandungan zat aktif yang ada pada kepiting dan kulit udang (Yetti, 2006).
Namun, sangat disayangkan terkadang penemuan kandungan obat yang terdapat
pada biota laut hanya berhenti pada proses penelitian saja dikarenakan minimnya
data untuk mengidentifikasi jumlah dan penyebaran suatu spesies secara cepat dan
akurat. Selain itu, nilai ekonomis yang tinggi pada sirip ikan hiu, serta minimnya
wawasan tentang dampak kepunahan ikan hiu nantinya menyebabkan perburuan
biota laut hanya dititikberatkan pada ikan hiu saja. Padahal, Departemen Kelautan
dan Perikanan memperkirakan perolehan devisa dari bioteknologi kelautan bisa
mencapai (US$4 miliar). Ini asumsi bila digarap secara optimal (Yetti, 2006).
Sebagai salah satu negara yang mengeksploitasi ikan hiu terbesar di dunia,
Indonesia berkewajiban untuk mengelola sumberdaya perikanan hiu secara
berkelanjutan, namun minmnya data tangkapan spesifik per spesies menyebabkan
pemerintan kesulitan menetapkan langkah-langkah pengelolaannya (P20-LIPI
2015-2019). P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
melalui sistem DNA barcode merupakan solusi yang mampu membawa Negara
Indonesia tidak saja sekedar mampu mengolah sendiri hasil laut dan
memanfaatkan potensi ekonomi dari hasil laut, namun P4OB (Pusat Penelitian,
Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) dengan sistem DNA Barcode juga
merupakan langkah awal Indonesia untuk menekan angka perburuan sirip hiu
sebagai obat secara ilegal.
B. Solusi/Pendapat Terdahulu
Berdasarkan pengamatan, sudah ada beberapa solusi yang pernah
diterapkan di Indonesia dalam upaya menekan angka perburuan sirip hiu sebagai
obat secara ilegal, yaitu:
1. Sejak tahun 2012, Indonesia telah mengadopsi resolusi IOTC (Indian
Ocean Tuna Commission) 10/12 untuk melarang penangkapan ikan hiu
dari Suku Alopiidae. Namun, sejauh ini upaya tersebut belum
menunjukkan hasil yang signifikan karena belum adanya sosialisasi dan
pendekatan kepada masyarakat nelayan terkait penyadaran masyarakat
untuk setidaknya mengurangi penangkapan terhadap jenis hiu tersebut di
perairan Indonesia.
2. Melakukan advokasi pelaksanaan National Plan of Action Pengelolaan
Hiu yang berkelanjutan melalui pendekatan ekosistem, atau dikenal
sebagai EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries ManagementPengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem oleh WWFIndonesia. Namun, solusi ini tidak memberikan dampak yang signifikan
C. Pemecahan Masalah
Indonesia memang terkenal dengan keanekaragaman hayati laut, dengan
jumlah biota laut yang banyak dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia
menyebabkan data spesifik per spesies di Indonesia menjadi sulit didapatkan.
Untuk itulah, suatu ide DNA barcode muncul untuk mengidentifikasi data spesies
yang tersebar di lautan Nusantara. DNA barcode dapat menyediakan sebuah
barcode biologi dari urutan pendek DNA yang distandarisasi untuk mengenali
suatu spesies.
Ide penggunaan barcoding ditujukan untuk membedakan spesies dan
mengidentifikasi specimen yang sulit dikenali, seperti fase larva, potongan organ,
maupun material yang mengalami pemrosesan, dengan menggunakan sekuens gen
yang cukup pendek (Hebert et all., 2003). Metode DNA memiliki keuntungan
karena pengujian DNA dapat diprediksi dan tidak bergantung pada jenis spesies,
DNA stabil dan spesifik.
Berdasarkan Consortium for the Barcode of Life (CBOL), terdapat
komponen yang diperlukan di dalam penelitian barcode, yakni:
1. Spesimen: bisa berupa fosil, jaringan beku, benih, dan lain-lain.
barcode
menunjukkan
bahwa
suatu
spesies
yang
diteliti
tidak
memungkinkan untuk diolah secara massal, maka proses penelitian tidak akan
dilanjutkan menuju proses pengolahan. Namun apabila memungkinkan, maka
proses pengolahan bisa dilakukan hingga ke proses pemasaran. Hal tersebut
dilakukan agar biota laut bisa dieksplorasi secara lestari. P4OB (Pusat Penelitian,
Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode juga akan
dirancang mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) baik dari
manajemen mutu, struktur organisasi pada P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan,
Pemasaran Obat Bahari), bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene,
hingga proses produksi. Selain itu, pembuatan laboratorium untuk proses
penelitian akan dirancang mengikuti Standar Mutu ISO 17025. Tata letak dan
design ruangan pun akan dirancang sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, dan kesalahan lain, serta agar
memudahkan untuk dilakukan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif
sekitar
130
organisasi
dari
43
negara.
Karena
10
KESIMPULAN
DNA Barcode merupakan sebuah ide yang dapat menyediakan sebuah
barcode biologi dari urutan DNA yang distandarisasi untuk mengenali suatu
spesies. Pemodelan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
dirancang dengan sistem DNA Barcode agar Penelitian kandungan zat aktif pada
biota laut dapat ditindaklanjuti hingga ke tahap produksi dan tahap pemasaran.
P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem
DNA Barcode dirancang dengan tetap mengacu pada aturan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) untuk menjamin agar obat yang dihasilkan tidak pernah
mengesampingkan mutu dan kualitas. Kedepannya Indonesia diharapkan mampu
menjadi Negara mandiri yang mampu mengolah sendiri hasil kekayaan lautnya.
Selain itu, mengingat Indonesia merupakan produsen hiu terbesar di dunia,
melalui gagasan ini diharapkan Indonesia akan menjadi Negara pelopor dalam
menekan angka perburuan sirip ikan hiu yang digunakan sebagai obat secara
ilegal.
Adapun cara mewujudkan gagasan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan,
Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode ini adalah bekerjasama
dengan pihak investor, perusahaan teknologi, hingga pihak swasta dalam rangka
penggalangan dana dan pengadaan barang yang dibutuhkan selama proses
penelitian hingga pemasaran. Mencari tenaga apoteker, tenaga veterinarian yang
harus benar-benar merupakan tenaga handal dan memang berkompeten pada
bidangnya. Terutama tenaga kerja pada bagian pengawasan mutu obat, dan bagian
perencanaan produksi serta pengendalian inventori.
11
DAFTAR PUSTAKA
12