Anda di halaman 1dari 17

LOMBA GAGASAN TERTULIS MAHASISWA

Peranan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat


Bahari) dalam Mengatasi Eksploitasi Sirip Ikan Hiu Melalui
Sistem DNA Barcode
HALAMAN JUDUL

G019

NATIONAL AVICENA COMPETITION


2016

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan gagasan
tertulis yang berjudul Peranan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran
Obat Bahari) dalam Mengatasi Eksploitasi Sirip Ikan Hiu Melalui Sistem DNA
Barcode. Penulisan gagasan tertulis ini bertujuan untuk mengikuti kegiatan
Avicena Competition 2016, selain itu gagasan tertulis ini bertujuan untuk turut
andil menyumbangkan sumbangan pemikiran dalam hal menangani perburuan
hewan laut, khususnya ikan hiu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ni Made Asih, S.Pd, M.Si selaku
pembimbing, yang telah memberikan ilmu, pengarahan, dan bimbingannya
kepada penulis. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada keluarga atas
dukungan dan motivasi yang terus diberikan selama proses pembuatan gagasan
tertulis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman Jurusan
Matematika Universitas Udayana angkatan 2014 yang telah banyak memberikan
saran dan koreksi selama pembuatan gagasan tertulis ini.

Denpasar, 3 Agustus 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................iv
RINGKASAN ..........................................................................................................v
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG ...........................................................................1
B. TUJUAN DAN MANFAAT..................................................................3
GAGASAN ..............................................................................................................4
A. KONDISI KEKINIAN ...........................................................................4
B. SOLUSI/PENDAPAT TERDAHULU .................................................. 5
C. PEMECAHAN MASALAH ..................................................................6
D. PIHAK PIHAK YANG BERPERAN .................................................... 9
E. LANGKAH STRATEGIS YANG PERLU DILAKUKAN .................. 9
KESIMPULAN ......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Proses DNA Barcode.. 8

iv

RINGKASAN

Indonesia merupakan Negara dengan sebutan Negara maritim terbesar di


dunia karena 2/3 wilayahnya merupakan lautan. Hal ini tentu saja berdampak pada
melimpahnya biota laut yang tersebar di setiap wilayah Indonesia. Melihat begitu
banyaknya keanekaragaman laut di Indonesia menyebabkan perairan laut
Indonesia menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang melimpah terutama
dalam bidang pengembangan bioteknologi. Pola pikir sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa sumber laut tidak akan pernah habis, menyebabkan terjadinya
eksploitasi besar-besaran, serta banyak perburuan terhadap biota laut di Indonesia
yang tidak dilakukan secara lestari. Salah satunya eksploitasi sirip ikan hiu karena
dianggap memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta memiliki khasiat seperti dapat
digunakan sebagai obat antikanker, obat antikolesterol, dan sebagai penambah
vitalitas pria.

Maka dari itu penulis menyampaikan gagasan P4OB (Pusat

Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) dalam Mengatasi Eksploitasi


Sirip Ikan Hiu Melalui Sistem DNA Barcode. Selain sebagai upaya pencegahan
eksploitasi sirip ikan hiu, P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat
Bahari) melalui sistem DNA Barcode juga dapat digunakan sebagai salah satu
upaya peningkatan devisa negara. Dengan konsep P4OB (Pusat Penelitian,
Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode dapat
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang mampu mengolah sendiri kekayaan
lautnya dan menjadikan Indonesia sebagai Negara pelopor dalam menekan angka
perburuan sirip ikan hiu. Selain itu, P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan,
Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode juga akan tetap mengikuti
standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) agar obat yang diproduksi tetap
memiliki mutu dan kualitas yang terjamin.

KATA KUNCI : P4OB, DNA Barcode, eksploitasi, sirip ikan hiu

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebutan Negara Indonesia sebagai Negara maritim terbesar di dunia
karena 2/3 wilayahnya yang merupakan wilayah lautan memang sudah tidak asing
lagi. Laut adalah penyedia sumber protein terbesar di dunia. Luas perairan
territorial Indonesia adalah 3,1 km2 dan 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif
(P20-LIPI 2015-2019) tentu saja membuat Indonesia juga kaya akan berbagai
jenis biota laut.
Melihat

begitu

banyaknya

keanekaragaman

laut

di

Indonesia

menyebabkan perairan laut Indonesia menyimpan potensi keanekaragaman hayati


yang melimpah terutama dalam bidang pengembangan bioteknologi. Bila dilihat
dari jenisnya, biota laut Indonesia yang saat ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan bioteknologi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kelompok
hewan laut, tumbuhan laut, dan mikroorganisme. Dari kelompok hewan laut
sendiri banyak potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang bioteknologi,
antara lain ikan, kuda laut, kerang, udang, kepiting, ular laut. Untuk kelompok
ikan sendiri tercatat terdapat 147 spesies ikan (LIPI 2015), dan 6.037.654
penangkapan ikan terjadi di Indonesia (BPS, 2014). Namun, sangat disayangkan
bahwa semakin lama penangkapan ikan menjadi semakin tidak terkendali, salah
satunya perburuan ikan hiu untuk diambil siripnya.
Pola pikir sebagian masyarakat yang menganggap bahwa sumber laut
tidak akan pernah habis, menyebabkan ikan hiu terus menerus menjadi sasaran
guna memenuhi permintaan pasar. Selain itu, Begitu populernya khasiat sirip ikan
hiu yang dipercaya dapat digunakan sebagai obat antikanker, obat antikolesterol,
dan mampu menambah vitalitas pria menyebabkan perburuan ikan hiu semakin
tidak terkendali. Padahal kenyataannya, setidaknya dua hingga tiga hiu mati setiap
detiknya akibat perburuan di dunia, dan Indonesia merupakan Negara yang
melakukan ekspor hiu terbesar, yaitu 100.000 ton/tahun (FAO, 2010).

Akibat dari perburuan ikan hiu yang dilakukan secara tidak lestari
menyebabkan menurunnya populasi ikan hiu, terutama di lautan Indonesia.
Tercatat satu jenis hiu di Indonesia yang telah dikategorikan sebagai sangat
terancam langka (critically endangered), 5 jenis yang termasuk terancam langka
(endangered), 23 jenis yang termasuk kategori rawan punah (vulnerable), serta 35
jenis hiu yang termasuk dalam kategori hampir terancam (near threatened). Hiu
umumnya menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan diyakini
berperan penting di dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem,
sehingga apabila keberadaannya terancam di alam dikhawatirkan dapat merubah
tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya
keseimbangan suatu ekosistem.
Melalui P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari),
diharapkan Indonesia menjadi Negara yang mampu menekan angka perburuan
biota laut yang digunakan sebagai obat secara ilegal, khususnya penangkapan ikan
hiu yang saat ini telah masuk kategori dilindungi, dan penggunaan metode DNA
barcode pada tahap penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah suatu biota
dengan kandungan zat aktif yang berpotensi digunakan sebagai bahan obat bahari
dapat diproduksi secara massal pada tahap pengolahan.
Konsep P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
dengan sistem DNA barcode dicanangkan untuk menjadikan Indonesia menjadi
Negara yang mampu mengolah kekayaan alam laut sebagai bahan obat serta
mampu mengembangkan hingga melakukan pemasaran obat-obatan bahari
Dengan dibentuknya P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat
Bahari) dengan sistem DNA barcode, banyak keuntungan lain yang diperoleh
seperti pemanfaatan keanekaragaman laut menjadi bahan sediaan farmasi,
sehingga P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) tidak
akan berhenti sampai proses penelitian saja. Potensi ekonomi yang dihasilkan dari
kekayaan laut Indonesia benar-benar tercapai, dan masih banyak keuntungan
lainnya.

Kedepannya, Indonesia diharapkan mampu menjadi Negara pelopor dalam


menekan angka penangkapan hewan laut yang digunakan sebagai obat secara
ilegal, khususnya perburuan sirip ikan hiu.

B. Tujuan dan Manfaat


Dari pemaparan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan manfaat dan tujuan
dari konsep ini, adalah:
1. Menjadikan Indonesia sebagai Negara pelopor dalam menekan angka
perburuan biota laut khususnya sirip ikan hiu sebagai obat secara ilegal.
2. Pemanfaatan biota laut sebagai bahan obat tidak berhenti sampai tahap
penelitian saja.
3. Potensi ekonomi yang dihasilkan dari kekayaan laut Indonesia benar-benar
tercapai.

GAGASAN

A. Kondisi Kekinian
Sudah tidak asing lagi terdengar bahwa Negara Indonesia merupakan
Negara yang memiliki lautan terluas di dunia. Tercatat stok ikan saat ini mencapai
7,305 juta ton yang tersebar di 11 wilayah pengelolaan perikanan (KKP, 2013).
Selain itu, sekitar 68 dari 475 jenis ikan hiu yang ada di dunia hidup di laut
Indonesia (IUCN, 2012). Hal itu menyebabkan Indonesia mejadi Negara yang
menempati tempat teratas sebagai produsen hiu terbesar di dunia (KKP, 2014).
Semakin hari, permintaan konsumen terhadap ikan hiu yang dijadikan bahan obat
semakin meningkat. Seperti peningkatan permintaan ikan hiu yang diambil
siripnya untuk dijadikan obat antikanker. Obat adalah suatu bahan atau paduan
bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam meneatapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, meyembuhkan penyakit atau gejala
penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan atau
badan manusia (Kep.MenKes RI No. 193/Kab/B.VOO/71). Padahal jika ditelaah,
zat aktif yang terdapat pada sirip ikan hiu bisa digantikan dengan biota laut lain,
misalnya untuk spesies spons yang berjumlah 1.216, terdapat 73 senyawa aktif
yang bersifat antikanker seperti Barangmide yang ditemukan di Kepulauan
Barang Lombo dan Bitungolide A-F dari Pulau Bitung (Yetti, 2006).
Sebagai Negara yang kaya akan berbagai keanekaragaman biota laut,
seharusnya Indonesia mampu mengolah dan mengembangkan biota laut lainnya
menggantikan sirip ikan hiu sebagai bahan baku obat. Seperti khasiat sirip ikan
hiu yang dipercaya sebagai obat antikolesterol yang sebenarnya bisa digantikan
dengan kandungan zat aktif yang ada pada kepiting dan kulit udang (Yetti, 2006).
Namun, sangat disayangkan terkadang penemuan kandungan obat yang terdapat
pada biota laut hanya berhenti pada proses penelitian saja dikarenakan minimnya
data untuk mengidentifikasi jumlah dan penyebaran suatu spesies secara cepat dan
akurat. Selain itu, nilai ekonomis yang tinggi pada sirip ikan hiu, serta minimnya
wawasan tentang dampak kepunahan ikan hiu nantinya menyebabkan perburuan

biota laut hanya dititikberatkan pada ikan hiu saja. Padahal, Departemen Kelautan
dan Perikanan memperkirakan perolehan devisa dari bioteknologi kelautan bisa
mencapai (US$4 miliar). Ini asumsi bila digarap secara optimal (Yetti, 2006).
Sebagai salah satu negara yang mengeksploitasi ikan hiu terbesar di dunia,
Indonesia berkewajiban untuk mengelola sumberdaya perikanan hiu secara
berkelanjutan, namun minmnya data tangkapan spesifik per spesies menyebabkan
pemerintan kesulitan menetapkan langkah-langkah pengelolaannya (P20-LIPI
2015-2019). P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
melalui sistem DNA barcode merupakan solusi yang mampu membawa Negara
Indonesia tidak saja sekedar mampu mengolah sendiri hasil laut dan
memanfaatkan potensi ekonomi dari hasil laut, namun P4OB (Pusat Penelitian,
Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) dengan sistem DNA Barcode juga
merupakan langkah awal Indonesia untuk menekan angka perburuan sirip hiu
sebagai obat secara ilegal.
B. Solusi/Pendapat Terdahulu
Berdasarkan pengamatan, sudah ada beberapa solusi yang pernah
diterapkan di Indonesia dalam upaya menekan angka perburuan sirip hiu sebagai
obat secara ilegal, yaitu:
1. Sejak tahun 2012, Indonesia telah mengadopsi resolusi IOTC (Indian
Ocean Tuna Commission) 10/12 untuk melarang penangkapan ikan hiu
dari Suku Alopiidae. Namun, sejauh ini upaya tersebut belum
menunjukkan hasil yang signifikan karena belum adanya sosialisasi dan
pendekatan kepada masyarakat nelayan terkait penyadaran masyarakat
untuk setidaknya mengurangi penangkapan terhadap jenis hiu tersebut di
perairan Indonesia.
2. Melakukan advokasi pelaksanaan National Plan of Action Pengelolaan
Hiu yang berkelanjutan melalui pendekatan ekosistem, atau dikenal
sebagai EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries ManagementPengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem oleh WWFIndonesia. Namun, solusi ini tidak memberikan dampak yang signifikan

karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perburuan ikan hiu


tetaplah tinggi.
3. Perancangan buku ilustrasi edukatif berbasis media komunikasi visual
yang dirancang dengan bentuk buku panduan yang menyerupai
ensiklopedia, namun dengan media visual ilustrasi sebagai elemen yang
dominan (Gunawan et all., 2015) untuk mengubah paradigma masyarakat
bahwa populasi ikan hiu sebagai biota laut tidak akan pernah habis.
Namun sekali lagi solusi ini bukanlah solusi efektif karena rentang
konsumen di tingkat akhir (end consumer) sangat luas, sehingga
pendekatan yang terlalu spesifik bukan cara yang efektif digunakan dalam
mengkomunikasi pesan awal.

C. Pemecahan Masalah
Indonesia memang terkenal dengan keanekaragaman hayati laut, dengan
jumlah biota laut yang banyak dan tersebar di berbagai wilayah Indonesia
menyebabkan data spesifik per spesies di Indonesia menjadi sulit didapatkan.
Untuk itulah, suatu ide DNA barcode muncul untuk mengidentifikasi data spesies
yang tersebar di lautan Nusantara. DNA barcode dapat menyediakan sebuah
barcode biologi dari urutan pendek DNA yang distandarisasi untuk mengenali
suatu spesies.
Ide penggunaan barcoding ditujukan untuk membedakan spesies dan
mengidentifikasi specimen yang sulit dikenali, seperti fase larva, potongan organ,
maupun material yang mengalami pemrosesan, dengan menggunakan sekuens gen
yang cukup pendek (Hebert et all., 2003). Metode DNA memiliki keuntungan
karena pengujian DNA dapat diprediksi dan tidak bergantung pada jenis spesies,
DNA stabil dan spesifik.
Berdasarkan Consortium for the Barcode of Life (CBOL), terdapat
komponen yang diperlukan di dalam penelitian barcode, yakni:
1. Spesimen: bisa berupa fosil, jaringan beku, benih, dan lain-lain.

2. Laboratorium analisis. Di sini dibutuhkan alat-alat untuk keperluan isolasi


DNA, PCR, dan elektroforesis.
3. Database. Database ini berupa data-data yang sudah dikoleksi dan bisa
dicocokkan dengan spesimen yang sedang dianalisis. Di sinilah perlunya
kerja sama yang erat antara institusi antar negara (di dalam CBOL) untuk
tukar informasi, agar diketahui
spesimen yang diteliti apakah sudah terdaftar sebagai spesies ataukah
belum diketahui spesies apa.
4. Data analisis. Kegiatan ini tentu saja membutuhkan program dan peralatan
komputer yang handal. Data molekuler yang telah didapatkan tentu saja
harus bisa dicari kesesuaiannya dengan database yang ada secara cepat dan
akurat.
Analisis DNA bisa menggunakan inti sel atau mitokondria, namun
mitokondria lebih baik karena perkembangannya lebih cepat, selain itu ukurannya
lebih kecil. Pada hewan, DNA mikondria dijadikan dasar untuk penyusunan
barcode DNA, sedangkan pada tanaman oleh karena jumlahnya variasi sekuen
mitokondrianya relatif kecil, maka DNA plastida (kloroplas) dijadikan dasar
sebagai bahan membuat barcode DNA.
Sampel pada barcode DNA adalah salah satu jaringan pada suatu species.
Sedangkan untuk metodenya sendiri terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
1. Ekstrasi dan Isolasi DNA
2. Amplifikasi DNA (polychains reaction)
3. Analisis DNA

Gambar 1.1 Proses DNA Barcode


P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) dirancang
menggunakan sistem DNA barcode pada tahap penelitian menuju tahap
Pengolahan. Dimana zat aktif pada suatu biota laut yang berpotensi untuk
dijadikan bahan obat diidentifikasi terlebih dahulu apakah biota laut tersebut
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai obat secara massal, apabila pada hasil
DNA

barcode

menunjukkan

bahwa

suatu

spesies

yang

diteliti

tidak

memungkinkan untuk diolah secara massal, maka proses penelitian tidak akan
dilanjutkan menuju proses pengolahan. Namun apabila memungkinkan, maka
proses pengolahan bisa dilakukan hingga ke proses pemasaran. Hal tersebut
dilakukan agar biota laut bisa dieksplorasi secara lestari. P4OB (Pusat Penelitian,
Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode juga akan
dirancang mengikuti Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) baik dari
manajemen mutu, struktur organisasi pada P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan,
Pemasaran Obat Bahari), bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene,
hingga proses produksi. Selain itu, pembuatan laboratorium untuk proses
penelitian akan dirancang mengikuti Standar Mutu ISO 17025. Tata letak dan
design ruangan pun akan dirancang sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, dan kesalahan lain, serta agar
memudahkan untuk dilakukan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif

untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan


dampak lain yang dapat mempengaruhi kualitas obat.

D. Pihak - Pihak yang Berperan


Gagasan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
dengan sistem DNA barcode hanya akan terwujud apabila mendapat dukungan
dari berbagai pihak, yaitu :
1. Pusat Penelitian Oseanografi yang merupakan satuan kerja di bawah
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga riset negara
berkelas dunia dalam penelitian, pengembangan dan pemanfaatan Ilmu
Pengetahuan.
2. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) juga sangat berperan dalam
hal pengawasan mutu obat agar obat bahari yang dihasilkan selalu terjamin
mutunya.
3. Bantuan pengadaan alat dari proses penelitian hingga proses pemasaran,
pembangunan seharusnya mendapatkan bantuan dana setidaknya 2% dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
4. Dukungan dari para investor juga sangat dibutuhkan dalam hal bantuan
dana.
5. Peran Pemerintah Daerah juga dibutuhkan dalam hal pengadaan lahan dan
lokasi yang strategis untuk pembangunan gedung.
E. Langkah Strategis yang Perlu Dilakukan
Untuk dapat benar-benar mewujudkan gagasan ini, diperlukan beberapa
langkah strategis, salah satunya dengan pembuatan proposal ini. Diharapkan
proposal ini dipertimbangkan oleh Pemerintah Pusat dan dimasukkan ke dalam
salah satu agenda APBN. Apabila proposal ini disetujui untuk diimplementasikan,
maka diperlukan beberapa langkah strategis dalam pelaksanannya, yaitu :
1. Mengajukan proposal ke pihak investor dan perusahaan teknologi dalam
rangka pengadaan barang yang dibutuhkan selama proses penelitian

hingga pemasaran, hingga pihak swasta dalam rangka penggalangan dana


atau modal untuk penelitian tahap selanjutnya.
2. Bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah guna
menentukan lokasi pembangunan gedung, dan design tata letak bangunan
pabrik oleh arsitektur pembangunan yang memang berkompeten
mengingat pembangunan laboratorium, kawasan pabrik pengolahan obat
memiliki standar mutu tersendiri dalam pembangunannya
3. Bekerjasama dengan Consortium for the Barcode of Life (CBOL).
Konsorsium ini mengakomodir hasil-hasil penelitian pengembangan DNA
Barcode dari anggota dan saling tukar informasi yang terkait dengan
kegiatan tersebut. CBOL berpusat di National Museum of Natural History,
Washington DC, Amerika Serikat. Sampai saat ini CBOL telah
beranggotakan

sekitar

130

organisasi

dari

43

negara.

Karena

pengembangan DNA Barcode merupakan suatu pekerjaan yang komplek


dan tidak mungkin dilakukan oleh satu instansi saja, maka dengan
bekerjasama dan menjadi anggota dari konsorsium ini, Indonesia akan
lebih mampu untuk mengembangkan sistem DNA Barcode pada biota laut
di Indonesia.
4. Tenaga apoteker, tenaga veterinarian harus benar-benar merupakan tenaga
handal dan memang berkompeten pada bidangnya. Terutama tenaga kerja
pada bagian pengawasan mutu obat, dan bagian perencanaan produksi
serta pengendalian inventori.

10

KESIMPULAN
DNA Barcode merupakan sebuah ide yang dapat menyediakan sebuah
barcode biologi dari urutan DNA yang distandarisasi untuk mengenali suatu
spesies. Pemodelan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari)
dirancang dengan sistem DNA Barcode agar Penelitian kandungan zat aktif pada
biota laut dapat ditindaklanjuti hingga ke tahap produksi dan tahap pemasaran.
P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan, Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem
DNA Barcode dirancang dengan tetap mengacu pada aturan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) untuk menjamin agar obat yang dihasilkan tidak pernah
mengesampingkan mutu dan kualitas. Kedepannya Indonesia diharapkan mampu
menjadi Negara mandiri yang mampu mengolah sendiri hasil kekayaan lautnya.
Selain itu, mengingat Indonesia merupakan produsen hiu terbesar di dunia,
melalui gagasan ini diharapkan Indonesia akan menjadi Negara pelopor dalam
menekan angka perburuan sirip ikan hiu yang digunakan sebagai obat secara
ilegal.
Adapun cara mewujudkan gagasan P4OB (Pusat Penelitian, Pengolahan,
Pemasaran Obat Bahari) melalui sistem DNA Barcode ini adalah bekerjasama
dengan pihak investor, perusahaan teknologi, hingga pihak swasta dalam rangka
penggalangan dana dan pengadaan barang yang dibutuhkan selama proses
penelitian hingga pemasaran. Mencari tenaga apoteker, tenaga veterinarian yang
harus benar-benar merupakan tenaga handal dan memang berkompeten pada
bidangnya. Terutama tenaga kerja pada bagian pengawasan mutu obat, dan bagian
perencanaan produksi serta pengendalian inventori.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. 2014. Produksi Perikanan Tangkap


Menurut Provinsi dan Jenis Penangkapan, 2000-2014. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
2. Gunawan, H.K., Damajanti, M.N., and Muljosumarto, C. 2015.
Perancangan Buku Ilustrasi Edukatif Upaya Pelestarian Ikan Hiu.
Surabaya: Universitas Kristen Petra.
3. Hebert PDN, Ratnasingham S, de Waard JR. 2003. Barcoding animal life:
cytochrome c oxidase subunit 1 divergences among closely related
species. Proc R Soc 270: 9699.
4. http://www.didisadili.com/2013/12/upaya-meningkatkan-konservasi-ikanhiu.html/ Diakses pada 4 Agustus 2016
5. http://www.mongabay.co.id/2015/04/24/hasil-kajian-kkp-stok-ikannasional-tinggal-7305-ton/ Diakses tanggal 25 Juli 2016
6. http://www.mongabay.co.id/tag/hiu/ Diakses pada tanggal 25 Juli 2016
7. http://www.mongabay.co.id/tag/sirip-hiu/ Diakses pada tanggal 25 Juli
2016
8. http://www.oseanografi.lipi.go.id/Document/ImplementatifP2O20152019.pdf Diakses pada tanggal 4 Agustus 2016
9. Kep.MenKes RI No. 193/Kab/B.VOO/71. 1971. Peraturan Tentang
Pembungkusan dan Penandaan Obat. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
10. Pusat Oseanografi LIPI. 2015. Rencana Implementasi. Jakarta: Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
11. Siregar, Y.I. 2015. Menggali Potensi Sumber Laut Indonesia. Pekanbaru:
Universitas Riau.
12. Yetti, E. Melirik prospek Bioteknologi Kelautan Indonesia. Cibinong:
Puslit bioteknologi LIPI.

12

Anda mungkin juga menyukai