Anda di halaman 1dari 37

PENGARUH SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH TERHADAP

AKUNTABILITAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA


BANJARBARU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Otonomi daerah membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Melalui UU


Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, dan aturan pelaksanaannya,
khususnya PP Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah maka terhitung tahun anggaran 2001, telah terjadi pembaharuan di dalam
manajemen keuangan daerah. Dengan adanya otonomi ini, daerah diberikan kewenangan yang
luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri dengan sedikit mungkin campur tangan
pemerintah pusat.
Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan
sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
yang berkembang di daerah. Namun demikian, dengan kewenangan yang luas tersebut,
tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah dapat menggunakan sumber-sumber keuangan yang
dimiliki sekehendaknya, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Hak dan kewenangan yang luas
yang

diberikan kepada daerah,

pada hakekatnya

merupakan amanah yang

harus

dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan transparan, baik kepada masyarakat di daerah


maupun kepada Pemerintah Pusat yang telah membagikan dana perimbangan kepada seluruh
daerah di Indonesia.
Pembaharuan manajemen keuangan daerah di era otonomi daerah ini, ditandai dengan
perubahan yang sangat mendasar, mulai dari sistem pengganggarannya, perbendaharaan
sampai kepada pertanggungjawaban laporan keuangannya. Sebelum bergulirnya otonomi
daerah, pertanggungjawaban laporan keuangan daerah yang harus disiapkan oleh Pemerintah
Daerah hanya berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Nota Perhitungan dan sistem yang
digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut adalah MAKUDA (Manual Administrasi
Keuangan Daerah) yang diberlakukan sejak tahun 1981.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, laporan pertanggungjawaban keuangan yang
harus dibuat oleh Kepala Daerah adalah berupa Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus

Kas, Neraca Daerah dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Kewajiban untuk menyampaikan
laporan keuangan daerah ini diberlakukan sejak 1 Januari 2001.
Dengan adanya reformasi atau pembaharuan di dalam sistem pertanggungjawaban
keuangan daerah, sistem lama yang selama ini digunakan oleh Pemda baik pemerintah
propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yaitu Manual Administrasi Keuangan Daerah
(MAKUDA) yang diterapkan sejak 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda
untuk menghasilkan laporan keuangan dalam bentuk neraca dan laporan arus kas sesuai PP
105/2000 pasal 38. Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan tersebut diperlukan suatu
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
Agar transparansi dan akuntabilitas publik terjamin, diperlukan sistem akuntansi yang
baik karena sistem akuntansi merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah
yang transparansi, adil, efektif dan efisien. Pengembangan sebuah sistem yang dianggap tepat
untuk dapat diimplementasikan di daerah, sehingga dapat menghasilkan sistem akuntansi
keuangan daerah (SAKD) yang diharapkan dapat mengganti sistem akuntansi yang selama ini
diterapkan di pemerintah daerah.
Melalui sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) diharapkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah dapat tercapai dan setiap pemerintah
kota/kabupaten/provinsi memiliki kemampuan menyusun laporan keuangan daerah yang
mencakup antara lain: Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Laporan Arus Kas
dan Neraca Daerah.
Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Pemerintah Daerah, telah
banyak menghasilkan produk yang dapat digunakan pemerintah daerah dalam membenahi
manajemen pemerintahan terutama manajemen keuangan daerah, tetapi BPKP tidak lantas
cepat berpuas diri, tetapi tertantang untuk terus mengembangkan teknologi informasi yang
berhubungan erat dengan pengelolaan keuangan pemerintah daerah, karena disadari
sepenuhnya bahwa perubahan dari metode pencatatan single
(manual) ke metode pencatatan double

entry

entry

yang dilakukan selama ini

memerlukan sistem pencatatan dan pembukuan

yang lebih kompleks, sehingga tidak dapat dihindarkan lagi adanya penggunaan program
aplikasi komputer untuk mempermudah kegiatan di bidang pembukuan yang akhirnya dapat
menyajikan laporan-laporan keuangan yang diperlukan tepat waktu dan lebih akurat.
Laporan Pertanggungjawaban merupakan sarana utama akuntabilitas yang diharapkan
dapat mengungkapkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan visi dan misi suatu organisasi
secara transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi masyarakat ( good

governance).

Untuk

menyusun laporan pertanggungjawaban yang baik, diperlukan strategi yang baik sejak dari

perumusan kegiatan, ukuran keberhasilan atau kegagalan setiap kinerja sampai dengan proses
penatausahaan atau sistem akuntansi atas realisasi keuangan masing-masing kinerja. Akhir
dari

laporan

pertanggungjawaban

ini

adalah

pertanggungjawaban

keuangan,

karena

direalisasikan atau tidaknya keuangan pada setiap pelaksanaan kinerja tersebut, atau dengan
kata lain akan tergambar dalam laporan keuangan.
Visi

BPKP

sebagai

katalisator

pembaharuan

manajemen

pemerintah

melalui

pengawasan yang profesional. BPKP sebagai aparat pengawasan intern pemerintah,


melaksanakan sistem akuntansi keuangan daerah ini sebagai bagian dari fungsi pengawasan
yang bersifat preventif adalah bertujuan membantu pemerintah daerah dalam membangun
sistem pengelolaan keuangan daerah yang lebih transparan dan akuntabel kepada publik,
sehingga akan terwujud tata pemerintahan yang baik di daerah (good governance).
Beberapa peraturan berupa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005,
tentang pengelolaan keuangan daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun
2002, tentang pengurusan pertanggungjawaban keuangan daerah serta tata cara pengawasan,
penyusunan dan perhitungan APBD. Ketentuan tersebut pada intinya mengetengahkan agar
pemerintah daerah segera menerapkan sistem akuntansi dalam melaksanakan pengelolaan
keuangan daerah.
Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) merupakan keharusan bagi
pemerintah daerah, apalagi setelah pemerintah pusat (Depdagri) sudah mengeluarkan
Kepmendagri No 29 Tahun 2002, tentang Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD).
Pemerintah mengharapkan dengan diterapkannya sistem tersebut dapat mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan daerah.
Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi unsur pertimbangan utama penerapan
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah. Sebagaimana Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2001
bukan bertujuan menahan hak pemerintah daerah, akan tetapi sebagai cambuk bagi
pemerintah daerah agar pertanggungjawaban keuangan daerah kepada masyarakat lebih
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Salah satu masalah yang menyebabkan lambatnya kemajuan pemerintah daerah dalam
mewujudkan laporan keuangan yang akuntabel terdapat dari aspek ketersediaan sumber daya
manusia. Perubahan praktik akuntansi sederhana single

entry

berbasis kas yang selama ini

hanya menyajikan Laporan Realisasi Anggaran dan Nota Perhitungan dan sistem yang
digunakan untuk menghasilkan laporan tersebut adalah Makuda (manual administrasi
keuangan daerah) menjadi praktik akuntansi double

entry

berbasis akrual yang menyajikan

Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, Neraca Daerah dan Catatan atas Laporan

Keuangan dan menggunakan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) dinilainya relatif
lebih rumit. Kendati relatif lebih rumit, praktik akuntansi

double entryberbasis

akrual dipandang

memiliki kelebihan berupa kandungan informasi yang lebih baik kepada publik.
Permasalahan yang paling mendasar dalam rangka untuk menerapkan akuntansi double
entry

berbasis akrual adalah diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang memahami logika

akuntansi secara baik. Aparatur pemerinrtah daerah yang menangani masalah keuangan tidak
cukup hanya menguasai penatausahaan anggaran melainkan juga harus memahami
karakteristik transaksi yang terjadi dan pengaruhnya terhadap rekening-rekening dalam laporan
keuangan pemda. Kegagalan SDM pemerinrtah daerah dalam memahami dan menerapkan
logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan laporan keuangan yang dibuat dan
ketidaksesuaian laporan dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Dalam hal ini, umumnya
pemerinrtah daerah memiliki keterbatasan jumlah SDM yang menguasai logika akuntansi
secara baik.
Banyaknya SDM keuangan pemerinrtah daerah yang berlatar belakang non-akuntansi
merupakan satu kendala utama saat ini. Akibatnya berbagai pelatihan yang diadakan oleh
pemerinrtah daerah maupun pemerintah pusat tidak memberikan hasil maksimal. Dengan
demikian, upaya melakukan rekutmen pegawai berlatar belakang akuntansi dengan spesifikasi
teknis akuntansi yang baik merupakan suatu pilihan yang tepat untuk dikembangkan. Sehingga
saat ini yang dapat dilakukan untuk memperoleh SDM pemerinrtah daerah yang mampu dalam
membuat laporan akuntabilitas keuangan yang baik adalah melalui pelatihan dan bimbingan
teknis

yang

disertai

dengan

penerapan

langsung

dilapangan

sehingga

apa

yang

didapat pegawai tersebut dapat langsung diaplikasikan.


Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang
dituangkan dalam skripsi dengan judul Pengaruh

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap

Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru

1.2.

Batasan Masalah

Agar masalah yang dihadapi tidak terlalu luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah
penelitian yaitu sebagai berikut :
1.

Pengkajian

dilakukan pada pelaksanaan akuntansi pengelolaan keuangan daerah pada

Pemerintah Kota Banjarbaru yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kota Banjarbaru yang
terdiri daripencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran serta pelaporan.
2.

pengkajian juga dilakukan pada penyusunan laporan keuangan daerah di Pemerintah Kota
Banjarbaru yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kota Banjarbaru yang akuntabel.

3.

dari kedua hal tersebut maka dilakukan pengkajian lebih lanjut apakah terdapat pengaruh
antara sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan daerah
Pemerintah Kota Banjarbaru yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kota Banjarbaru.

1.3.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian terkait dengan latar belakang masalah, adalah sebagai berikut :
1.

Apakah sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh secara simultan terhadap


akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru?.

2.

Apakah sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh secara parsial terhadap


akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru?.

3.

Mana diantara sistem akuntansi keuangan daerah yang berpengaruh dominan terhadap
akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru ?.

1.4.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis rumusan

masalah yang telah dikemukakan, yang dapat diuraikan sebagai berikut :


1.

Untuk mengetahui pengaruh secara simultan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap
akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru?.

2.

Untuk mengetahui pengaruh secara parsial sistem akuntansi keuangan daerah terhadap
akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru?.

3.

Untuk mengidentifikasi sistem akuntansi keuangan daerah yang berpengaruh dominan


terhadap akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru ?.

1.5.

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1.

Aspek praktis, sebagai bahan masukan bagi manajemen dan pimpinan SKPD terkait dalam
perumusan kebijakan tentang Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru.

2.

Aspek akademis, sebagai bahan yang menambah khasanah pengetahuan pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Pancasetia Banjarmasin.

3.

Aspek bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan yang menambah


pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dibidang ilmu manajemen, khususnya mengenai
faktor-faktor yang terkait sistem akuntansi keuangan daerah dan akuntabilitas laporan
keuangan daerah.

Bahan referensi ataupun acuan bagi peneliti selanjutnya terutama bagi peneliti yang

4.

berminat mengadakan penelitian dengan kajian yang sama dimasa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Landasan Teori
2.1.1.

Sistem

Pada dasarnya sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, yang disusun sesuai dengan skema yang menyeluruh. Untuk melaksanakan
suatu kegiatan atau fungsi utama dari organisasi/instansi yang dihasilkan oleh suatu proses
tertentu

bertujuan

menyediakan

informasi

untuk

membantu

pengambilan

keputusan

manajemen, operasi perusahaan dari hari ke hari serta menyediakan informasi yang layak
untuk pihak diluar perusahaan.
Menurut Krismiadji (2005) menyebutkn bahwa Sistem sebagai serangkaian komponen
yang dikoordinasikan untuk mencapai serangkaian tujuan, kemudian menurut Tata Sutabri
(2004) bahwa sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu
untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan.
Setiap organisasi/instansi pemerintah dalam menjalankan segala aktifitasnya harus
terarah dan direncanakan sehingga apa yang telah dicita-citakan atau segala tujuan yang
diinginkan oleh perusahaan/intansi pemerintah dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan.
Oleh karena itu untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan maka dalam penerapan sistem
harus baik dan memadai.
Menurut Abdul Kadir (2003) dalam tujuan sistem adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mendukung fungsi kepengurusan manajemen.

2.

Untuk mendukung pengambilan keputusan manajemen.

3.

Untuk mendukung kegiatan operasi perusahaan.


Menurut Azhar Susanto (2004) tujuan sistem merupakan target atau sasaran akhir

yang logis dicapai oleh suatu sistem, dari pengertian tersebut agar tujuan sistem tersebut bisa
dicapai, maka tujuan sistem tersebut harus diketahui terlebih dahulu ciri-ciri atau kriterianya.
Upaya mencapai suatu sasaran tanpa mengetahui ciri atau kriteria dari sasaran tersebut
kemungkinan besar sasaran tersebut tidak akan tercapai.
2.1.2.

Akuntansi

Akuntansi merupakan media komunikasi dalam dunia usaha, dimana penerapan


akuntansi yang berlaku di setiap organisasi/ instansi itu berbeda. Hal ini tergantung pada jenis

atau badan usaha, besar atau kecilnya organisasi/instansi, rumit atau tidaknya masalah
keuangan organisasi/instansi tersebut. Akuntansi dapat berjalan dengan baik jika ditunjang
dengan suatu sistem yang memadai serta sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa pengertian tentang akuntansi dapat diungkap oleh penulis dalam penelitian ini
untuk memberikan pemahaman tentang akuntansi sebelumnya mengenal lebih jauh tentang
akuntansi pemerintahan diantaranya, adalah menurut Suwardjono dalam Ihyaul Ulum (2004)
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan kejadian yang
bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang, dan
penginterpretasian hasil proses tersebut, sedangkan menurut Niswonger, Fess dan Warren
yang diterjemahkan oleh Marianus Sinaga (2008) Akuntansi adalah proses mengenali,
mengukur, dan mengkomunikasikan informasi ekonomis untuk memperoleh pertimbangan dan
keputusan yang tepat oleh pemakai informasi yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi
merupakan suatu proses pengidentifikasian, pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi.
Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan berguna dalam pengambilan
keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersangkutan.
2.1.3.

Sistem Akuntansi

Pengertian

sistem

akuntansi

dapat

berbeda-beda

meskipun

pada

dasarnya

mengandung maksud yang sama. Berikut akan diuraikan beberapa definisi Sistem Akuntansi
menurut Mulyadi (2001) adalah organisasi formulir, catatan dan laporan keuangan yang
dikordinasikan sedemikian rupa yang menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk
manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan, sedangkan menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daera, menyebutkan bahwa Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan
data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.(Pasal 23:ayat 1) Dari pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa sistem akuntansi keuangan daerah merupakan serangkaian prosedur yang
saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditinjau
untuk menghasilkan informasi dalam bentuk laporan keuangan yang akan digunakan oleh pihak
intern dan pihak ekstern pemerintah daerah untuk mengambil keputusan ekonomi.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akuntansi adalah suatu
prosedur yang terdiri dari catatan dan laporan yang diciptakan untuk menyediakan informasi
mengenai laporan keuangan untuk mempermudah pengelolaan perusahaan.
Didalam

penyusunan

sistem

akuntansi

yang

baik

dapat

diterapkan

dalam

organisasi/instansi, maka tujuan yang akan dicapai dalam penyesuaian sistem akuntansi
tersebut menurut Mulyadi (2001) menyatakan tujuan umum penyusunan sistem akuntansi
tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Untuk menyediakan informasi bagi pengelolaan kegiatan usaha baru.

2.

Untuk memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem yang sudah ada, baik

mengenai mutu, ketepatan penyajian, maupun struktur informasinya.


3.

Untuk memperbaiki pengawasan akuntansi dan pengecekan intern, yaitu untuk memperbaiki

tingkat keandalan (reliability) informasi akuntansi dan untuk menyediakan catatan lengkap
mengenai pertanggungjawaban dan perlindungan kekayaan perusahaan.
4.

Untuk mempengaruhi biaya terikat dalam pelanggaran catatan akuntansi.


Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akuntansi bertujuan untuk

menyediakan informasi bagi pengelola kegiatan, dan sebagai sarana untuk menyediakan
informasi mengenai pertanggungjawaban dan perlindungan kekayaan organisasi/instansi
terkait.
2.1.4.

Keuangan Daerah

Pengertian keuangan daerah menurut Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005


Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yaitu: Keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut.
Sedangkan menurut Abdul Halim (2004) keuangan daerah adalah semua hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang
maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh
Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/ peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dari definisi tersebut terdapat dua hal yang perlu dijelaskan, yaitu:
1.

Yang dimaksud dengan semua hak adalah hak untuk memungut sumber-sumber

penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan
lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan
meningkatkan kekayaan daerah.
2.

Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk

membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintah,


infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut akan
menurunkan kekayaan daerah.
2.1.5.

Akuntansi Keuangan Daerah

Akuntansi keuangan daerah mempunyai dua pengertian, pengertian yang pertama


mengacu pada kegiatan administrasi atau pengurusan keuangan daerah, sehingga akuntansi
keuangan daerah lebih diartikan sebagai tata usaha keuangan atau tata buku. Pengertian yang
kedua mengacu pada kegiatan penyediaan informasi dalam bentuk laporan keuangan bagi
pihak eksternal dari Pemerintah Daerah. Pengertian kedua laporan keuangan inilah yang lebih
mencerminkan definisi akuntansi karena ia tidak membatasi akuntansi hanya sebagai kegiatan
administratif, namun menuntut adanya sistem yang yang bertujuan untuk menghasilkan
informasi berupa laporan keuangan bagi pihak eksternal pemerintah daerah yang memerlukan
dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonominya.
Pengertian akuntansi keuangan daerah menurut Abdul Halim (2004) menyatakan
bahwa:

Akuntansi

Keuangan

Daerah

adalah

proses

pengidentifikasian,

pengukuran,

pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah
(kabupaten, kota atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan
keputusan ekonomi oleh pihak-pihak ekstern entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau
provinsi) yang memerlukan, dari pengertian diatas pihak-pihak eksternal entitas pemerintah
daerah yang memerlukan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah tersebut
antara lain adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); Badan Pengawasan Keuangan;
Investor; Kreditor, dan donatur; Analis Ekonomi dan Pemerhati Pemerintah Daerah; Rakyat;
Pemerintah Daerah lain; dan pemerintah pusat, yang semuanya ada dalam lingkungan
akuntansi keuangan daerah.
Salah satu tujuan dari akuntansi keuangan daerah adalah menyediakan informasi
keuangan yang lengkap, cermat, dan akurat sehingga dapat menyajikan informasi keuangan
yang andal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengevaluasi pelaksanaan keuangan masa lalu dalam rangka pengambilan keputusan
ekonomi oleh pihak eksternal Pemerintah Daerah untuk masa yang akan datang. Laporan
keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan daerah akan digunakan oleh berbagai
pihak eksternal tersebut. Pihak-pihak eksternal Pemerintah Daerah yang berkepentingan

terhadap Pemerintah Daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak-pihak
tersebut meliputi:
1.

DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)

DPRD adalah badan yang memberikan otorisasi kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola
keuangan daerah
2.

Badan Pengawasan Keuangan

Badan pengawasan keuangan adalah badan yang melakukan pengawasan atas pengelolaan
keuangan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Yang termasuk dalam badan ini
adalah: Inspektorat Jenderal dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
3.

Investor, Kreditor, dan Donatur

Badan atau organisasi baik pemerintahan, lembaga keuangan, maupun lainnya baik dari dalam
negeri maupun luar negeri yang menyediakan sumber keuangan bagi Pemerintah Daerah.
4.

Analisis Ekonomi dan Pemerhati Pemerintah Daerah

Yaitu pihak-pihak yang menaruh pemerhati atas aktivitas yang dilakukan Pemerintah Daerah,
seperti: lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi beserta akademisnya), ilmuwan,
peneliti, konsultan, LSM, dan lain-lain.
5.

Rakyat

Rakyat di sini adalah kelompok masyarakat yang menaruh perhatian kepada aktivitas
pemerintah khususnya yang menerima pelayanan Pemerintah Daerah atau yang menerima
produk dan jasa dari Pemerintah Daerah.
6.

Pemerintah Pusat

Pemerintah Pusat memerlukan laporan keuangan pemerintah daerah untuk menilai


pertanggungjawaban Gubernur sebagai wakil pemerintahan (Pasal 2 PP Nomor 108/2000).
7.

Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, atau Kota)

Pemerintah Daerah saling berkepentingan secara ekonomi misalnya dalam hal melakukan
pinjaman.
2.1.6.

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah

Pengertian sistem akuntansi keuangan daerah itu sendiri terdapat dalam Keputusan
Mendagri No. 29 Tahun 2002, tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan Anggaran pendapatan dan Belanja
Daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah yang berbunyi : Sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD)
adalah suatu sistem akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran,

peringkasan transaksi atas kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka
pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi (Pasal 70: ayat 1).
Sedangkan didalam Kepmendagri No. 13 Tahun 2006, mengemukakan : Sistem
akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi
serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai
dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang
dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer (Pasal 23:ayat 1)
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akuntansi keuangan
daerah merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai
dengan suatu skema yang menyeluruh yang ditinjau untuk menghasilkan informasi dalam
bentuk laporan keuangan yang akan digunakan oleh pihak intern dan pihak ekstern pemerintah
daerah untuk mengambil keputusan ekonomi.
Prosedur Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) menurut Kepmendagri No. 29
Tahun 2002, meliputi:
1.

Pencatatan, bagian keuangan melakukan pencatatan dengan menggunakan sistem

pencatatan double entry. Dengan menggunakan cash basis selama tahun anggaran dan
melakukan penyesuaian pada akhir tahun anggaran berdasarkan accrual basis untuk
pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas pemerintah.
2.

Penggolongan dan Pengikhtisaran, Adanya penjurnalan dan melakukan posting ke buku

besar sesuai dengan nomor perkiraan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Banjarbaru.
3.

Pelaporan, setelah semua proses diatas selesai maka akan didapat laporan keuangan.

Laporan keuangan tersebut berupa laporan realisasi anggaran, necara, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan tersebut oleh bagian keuangan akan
dilaporkan kepada pihak-pihak yang memerlukannnya. Pihak-pihak yang memerlukannnya
antara lain: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); Badan Pengawasan Keuangan;
Investor; Kreditor; dan donatur; Analisis Ekonomi dan Pemerhati Pemerintah Daerah; Rakyat;
Pemerintah Daerah lain; dan Pemerintah Pusat yang semuanya ada dalam lingkungan
akuntansi keuangan daerah.
Karena akuntansi pemerintahan/keuangan daerah merupakan salah satu jenis
akuntansi, maka di dalam akuntansi keuangan daerah juga terdapat proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi-transaksi ekonomi yang terjadi di pemerintah
daerah. Sebelum era reformasi keuangan daerah, pengertian pencatatan dalam akuntansi

keuangan daerah selama ini adalah pembukuan. Padahal menurut akuntansi pengertian
demikian tidaklah tepat. Hal ini disebabkan karena akuntansi menggunakan sistem pencatatan.
Menurut Abdul Halim (2004) Ada beberapa macam sistem pencatatan yang digunakan,
yaitu:
1.

Single Entry

Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata
buku saja. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu
kali. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi Penerimaan dan
transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi Pengeluaran.
2.

Double Entry

Sistem pencatatan double entry sering disebut juga dengan sistem tata buku berpasangan.
Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali ( double=
berpasangan/ganda, entry = pencatatan). Pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah
menjurnal. Dalam pencatatan tersebut ada sisi Debit dan Kredit. Sisi Debit ada disebelah Kiri
sedangkan sisi Kredit ada di sebelah Kanan. Dalam melakukan pencatatan tersebut, setiap
pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan dasar akuntansi. Persamaan dasar
akuntansi merupakan alat bantu untuk memahami sistem pencatatan ini. Persamaan dasar
akuntansi tersebut berbentuk sebagai berikut: aktiva + belanja = utang + ekuitas dana +
pendapatan. Suatu transaksi yang berakibat bertambahnya aktiva akan dicatat pada sisi Debit
sedangkan yang berakibat berkurangnya aktiva akan dicatat pada sisi Kredit. Hal yang sama
dilakukan untuk belanja. Hal yang sebaliknya dilakukan untuk utang, ekuitas dana, dan
pendapatan. Apabila suatu transaksi mengakibatkan bertambahnya utang, maka pencatatan
akan dilakukan pada sisi Kredit, sedangkan jika mengakibatkan berkurangnya utang, maka
pencatatan dilakukan pada sisi Debit. Hal serupa ini dilakukan untuk ekuitas dana dan
pendapatan.
3.

Triple Entry

Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan dengan menggunakan sistem
pencatatan double entry, ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Jadi, sementara
sistem pencatatan double entry dijalankan, satuan pemegang kas pada satuan kerja maupun
pada bagian keuangan atau badan/biro pengelola kekayaan daerah juga mencatat transaksi
tersebut pada buku anggaran, sehingga pencatatan tersebut akan berefek pada sisa anggaran.
Menurut Abdul Halim (2004) ada beberapa macam dasar akuntansi yaitu:
1.

Basis Kas (Cash Basis)

Merupakan basis akuntansi yang paling sederhana. Menurut basis ini transaksi diakui/dicatat
apabila menimbulkan perubahan atau berakibat pada kas, yaitu menaikkan atau menurunkan
kas. Menetapkan bahwa pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi hanya dilakukan apabila
transaksi belum menimbulkan perubahan pada kas. Apabila suatu transaksi belum
menimbulkan perubahan pada kas, maka transaksi tersebut tidak dicatat.
2.

Basis Akrual (Accrual Basis)

Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat
transaksi dan peristiwa itu terjadi (dan bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar). Oleh karena itu, transaksi-transaksi dan peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan
akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya.
3.

Basis Kas Modifikasian (Modified Cash Basis)

Menurut butir (12) dan (13) lampiran XXIX (tentang kebijakan akuntansi) Kepmendagri Nomor
29 Tahun 2002 disebutkan bahwa : (12) basis/dasar kas modifikasian merupakan kombinasi
dasar akrual (13) Transaksi penerimaan kas atau pengeluaran kas dibukukan (dicatat atau
dijurnal) pada saat uang diterima atau dibayar (dasar kas). Pada akhir periode dilakukan
penyesuaian untuk mengakui transaksi dan kejadian dalam periode berjalan meskipun
penerimaan atau pengeluaran kas dari transaksi dan kejadian dimaksud belum terealisir. Jadi,
penerapan basis akuntansi ini menuntut Satuan Pemegang Kas mencatat transaksi dengan
basis kas selama tahun anggaran dan melakukan penyesuaian pada akhir tahun anggaran
berdasarkan basis akrual.
4.

Basis Akrual Modifikasian (Modified Accual Basis)

Basis akrual modifikasian mencatat transaksi dengan menggunakan basis kas untuk transaksitransaksi tertentu dan menggunakan basis akrual untuk sebagian besar transaksi.
2.1.7.

Akuntabilitas

Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini
adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun
daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang

telah

ditetapkan

sebelumnya,

melalui

suatu

media

pertanggungjawaban

yang

dilaksanakan secara periodik.


Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan ( disclosure)
atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah, baik
pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka

pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk
didengar aspirasinya.
Menurut Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa : Akuntabilitas publik adalah kewajiban
pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,
melaporkan,

dan

mengungkapkan

segala

aktivitas

dan

kegiatan

yang

menjadi

tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan
kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Makna atau pengertian akuntabilitas dilihat dari aspek manajemen pemerintah menurut
Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah-BPKP, seperti yang dikutip oleh Ihyaul Ulum
(2004) adalah : Akuntabilitas adalah perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan atas pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan
dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawaban secara
periodik.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas bertujuan untuk
memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas dana yang digunakan pemerintah
untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam peningkatan pemberian pelayanan kepada
masyarakat.
Akuntabilitas

adalah

suatu

pertanggungjawaban

oleh

pihak-pihak

yang

diberi

kepercayaan oleh masyarakat/individu di mana nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan


di dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Pertanggungjawaban tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan
pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-hak yang telah dipungut langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat.
Pertanggungjawaban

perlu

dilakukan

melalui

media

yang

selanjutnya

dapat

dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak eksternal (publik) secara periodik
maupun secara tak terduga sebagai suatu kewajiban hukum dan bukan karena sukarela.
Menurut Ihyaul Ulum (2004) mengemukakan dua jenis akuntabilitas yaitu:
1.

Akuntabilitas Keuangan

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai:


a.

Integritas Keuangan
Menurut kamus Bahasa Indonesia, integritas adalah kejujuran, keterpaduan, kebulatan,

keutuhan. Dengan kata lain integritas keuangan mencerminkan kejujuran penyajian. Kejujuran
penyajian adalah bahwa harus ada hubungan atau kecocokan antara angka dan deskripsi
akuntansi dan sumber-sumbernya. Integritas keuangan pun harus dapat menyajikan informasi

secara terbuka mengenai laporan keuangan daerah. Agar laporan keuangan dapat diandalkan
informasi yang terkandung didalamnya harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
disajikan.
Penyajian secara wajar yang dimaksud diatas terdapat didalam Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 2005, menyatakan : Laporan keuangan menyajikan dengan wajar laporan
realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas.
Faktor pertimbangan sehat bagi penyusunan laporan keuangan diperlukan ketika
menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui
dengan pengungkapan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat
dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian
pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan
tidak dinyatakan terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah.
Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya,
pembentukan cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang
terlampau rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi,
sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.
b.

Pengungkapan
Konsep full

disclosure

(pengungkapan lengkap) mewajibkan agar laporan keuangan

didesain dan disajikan sebagai kumpulan potret dari kejadian ekonomi yang mempengaruhi
instansi pemerintah untuk suatu periode dan berisi cukup informasi. Yang menyajikan secara
lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan sehingga membuat
pemakai laporan keuangan paham dan tidak salah tafsir terhadap laporan keuangan tersebut.
Pengungkapan lengkap merupakan bagian dari prinsip akuntansi dan pelaporan
keuangan, sehingga terdapat di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 pada lampiran
II paragraf 50, mengatakan : Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat
ditempatkan pada lembar muka laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.
c.

Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan


Akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah harus menunjukkan ketaatan terhadap

peraturan perundang-undangan, antara lain:

Undang-undang Dasar Republik Indonesia khususnya yang mengatur mengenai keuangan


Negara,

Undang-undang Perbendaharaan Indonesia,

Undang-undang APBN,

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah,

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangan keuangan pusat dan


daerah,

Ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan APBN/APBD,

Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan pusat dan daerah.
Apabila terdapat pertentangan antara standar akuntansi keuangan pemerintah dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka yang berlaku adalah peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
2.

Akuntabilitas Kinerja
PP 105 tahun 2000 dan PP 108 tahun 2000 telah menyatakan mengenai penyusunan

APBD berdasarkan kinerja dan pertanggungjawaban APBD untuk penilaian kinerja berdasarkan
tolak ukur renstra. Demikian pula inpres nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah, yang mencerminkan adanya kemauan politik pemerintah untuk segera
memperbaiki infra struktur sehingga dapat diciptakan pemerintah yang baik.
Tujuan

peraturan

memperbaiki sense
Akuntabilitas

of

perundangan

accountability

kinerja

tentang

akuntabilitas

kinerja

adalah

untuk

di jajaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

merupakan

perwujudan

kewajiban

suatu

instansi

untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan misi organisasi


dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran sesuatu yang berkaitan dengan tanggungjawab
atas pemberian mandat atau amanah kepada seseorang pejabat publik berikut berbagai
sumber daya yang digunakan untuk mencapai misinya.
Menurut Mardiasmo (2004) mengemukakan bahwa : Akuntabilitas Publik terdiri dari atas
dua macam, yaitu:

Akuntabilitas Vertikal (vertical accountibility)

Akuntabilitas Horizontal (horizontal accountibility).


Akuntabilitas

vertikal

(vertical

accountability)

adalah

pertanggungjawaban

atas

pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit
kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan pertanggungjawaban
horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi
dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa
menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.
Prinsip-prinsip akuntabilitas adalah sebagai berikut :
a.

Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staff instansi untuk melakukan pengelolaan

pelaksanaan misi agar akuntabel.


b.

Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara

konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


c.

Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan

d.

Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh

e.

Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai perubahan manajemen instansi

pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan
laporan akuntabilitas.
Menurut Ihyaul Ulum (2004) Akuntabilitas dibedakan dalam beberapa macam tipe,
diantaranya dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1.

Akuntabilitas Internal

Berlaku bagi setiap tingkatan dalam organisasi internal penyelenggaraan negara termasuk
pemerintah, dimana setiap pejabat/petugas publik baik individu/kelompok berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada atasan mengenai perkembangan kinerja/hasil pelaksanaan
kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-waktu bila dipandang perlu.Keharusan
akuntabilitas internal pemerintah tersebut, telah diamanatkan dalam instruksi Presiden Nomor 7
Tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
2.

Akuntabilitas Eksternal

Melekat

pada

setiap

lembaga

negara

sebagai

suatu

organisasi

untuk

mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan dilaksanakan ataupun


perkembangan untuk dikomunikasikan kepada pihak eksternal dan lingkungannya.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas
beberapa dimensi. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Hapwood dan Tomkins juga
Elwood yang diterjemahkan oleh Mahmudi (2005) bahwa:Dimensi akuntabilitas yang harus
dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain:
1.

Akuntabilitas Kejujuran dan Hukum

Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan, sedangkan


akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2.

Akuntabilitas Manajerial

Akuntabilitas manajerial terkait apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas
sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi
manajemen, dan prosedur administrasi.
3.

Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan
hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4.

Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun


daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan
masyarakat luas.
5.

Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas

finansial

adalah

menggunakan uang publik (publik

pertanggungjawaban
money)

lembaga-lembaga

publik,

untuk

secara ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada

pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial sangat penting karena
pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian utama masyarakat. Akuntabilitas finansial
mengharuskan

lembaga-lembaga

publik

untuk

membuat

laporan

keuangan

untuk

menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar. Akuntansi sektor publik memiliki
peran yang sangat penting dalam mendorong terciptanya akuntabilitas finansial. Kekuatan
utama akuntansi adalah pada pemberian informasi. Informasi merupakan bahan dasar untuk
proses pengambilan keputusan untuk menghasilkan produk berupa keputusan. Dalam konteks
organisasi sektor publik, keputusan yang diambil harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik
terutama terkait dengan akuntabilitas kebijakan.oleh karena itu, kualitas informasi berupa
keakuratan, transparansi, ketepatan waktu, validitas, relevansi dan keandalan informasi akan
sangat mempengaruhi kualitas keputusan dan akuntabilitas publik.
2.1.8.

Laporan Keuangan Sektor Publik

Laporan keuangan sektor publik merupakan komponen penting untuk menciptakan


akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan
akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan
informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan
keuangan.

Menurut Paraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 pada lampiran II paragraf 51 dan 52,
mengatakan : Laporan Keuangan menyajikan dengan wajar laporan realisasi anggaran,
Neraca, Laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 pada lampiran II
paragraf 50, mengatakan : Laporan Keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat
ditempatkan pada lembar muka laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.
Dari pengertian diatas terdapat beberapa alasan mengapa perlu dibuat laporan
keuangan. Dilihat dari sisi manajemen perusahaan, laporan keuangan merupakan alat
pengendalian dan evaluasi kinerja manajerial dan organisasi. Sedangkan dari sisi pemakai
eksternal, laporan keuangan merupakan salah satu bentuk mekanisme pertanggungjawaban
dan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan pun menyajikan secara
wajar laporan keuangannya dan menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan.
Komponen laporan keuangan menurut PP RI No. 24 Tahun 2005, menyatakan laporan
keuangan pokok terdiri dari:
1.

Laporan Realisasi Anggaran

Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005,menyebutkan bahwa : Laporan realisasi


anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumberdaya ekonomi yang
dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran
dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Unsur yang dicakup secara langsung oleh
laporan realisasi anggaran terdiri dari pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masingmasing unsur didefinisikan sebagai berikut :
a.

Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara

Umum Daerah atau oleh entitas pemerintah lainnya yang menambah ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu
dibayar kembali oleh pemerintah.
b.

Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih.
c.

Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Negara/Bendahara

Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
d.

Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai

kekayaan bersih.

e.

Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada

entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
f.

Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun
tahun-tahun

anggaran

berikutnya,

yang

dalam

penganggaran

pemerintah

terutama

dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.


g.

Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi.

Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman,
pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
2.

Neraca Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005,menyebutkan bahwa : Neraca

menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai asset, kewajiban, dan
ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Selanjutnya di dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 85 Ayat (2), menyebutkan
bahwa : Posisi aktiva sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pada
pengertian aktiva sumber daya seperti hutan, sungai, kekayaan di dasar laut, dan kandungan
pertambangan, serta harta peninggalan sejarah yang menjadi asset nasional.
Tujuan neraca adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan daerah pada saat
tertentu, biasanya pada akhir tahun anggaran. Posisi keuangan daerah adalah keadaan asset,
kewajiban, dan ekuitas dana yang dimiliki pemerintah daerah pada akhir periode akuntansi.
Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari asset, kewajiban dan ekuitas dana. Masingmasing unsur didefinisikan sebagai berikut :
a.

Asset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah

sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di
masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta
dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
b.

Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya

mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah.


c.

Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan

kewajiban pemerintah.
3.

Laporan Aliran Kas

Di dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 Pasal 81 Ayat (1), menyebutkan bahwa :
Laporan Aliran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menyajikan informasi
mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas
pembiayaan. Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005 Pasal 84 Ayat
(2),menyebutkan bahwa : Laporan Aliran Arus Kas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dapat disusun dengan metode langsung maupun tidak langsung.
Tujuan laporan aliran kas adalah menyajikan informasi mengenai kemampuan dalam
memperoleh kas dan menilai penggunaan kas untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam suatu
periode akuntansi.
Laporan aliran kas menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo
akhir kas daerah dalam suatu periode akuntansi tahun berkenaan. Laporan aliran kas
menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang berkaitan dengan
aktifitas operasi, investasi dan pembiayaan.
Unsur yang dicakup dalam Laporan Aliran Kas terdiri dari penerimaan dan pengeluaran
kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut:
a.

Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum

Negara/Daerah.
b.

Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum

Negara/Daerah.
4.

Catatan atas Laporan Keuangan


Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang

tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas
Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan
oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di
dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas laporan keuangan
mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a.

Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan ekonomi makro, pencapaian target

Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam
pencapaian target.
b.

Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan.

c.

Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-

kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian
penting lainnya.

d.

Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang

belum disajikan pada lembar muka laporan keuangan.


e.

Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan

dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan
penerapan basis kas, dan
f.

Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak

disajikan pada lembar muka laporan keuangan.


Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normative yang perlu
diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Menurut Peraturan
Pemerintah RI No. 24 Tahun 2005, menyatakan ada empat karakteristik yang merupakan
prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
kualitas yang dikehendaki:
1.

Relevan

Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat
mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil
evaluasi mereka di masa lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan
dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. Informasi yang relevan meliputi :
a.

Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)

Informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di


masa lalu.
b.

Memiliki manfaat prediktif (prediktive value)

Informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan
hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
c.

Tepat waktu

Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan
keputusan.
d.

Lengkap

Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, yaitu mencakup semua
informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang
melatarbelakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan
diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat
dicegah.
2.

Andal

Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan
material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverivikasi. Informasi mungkin
relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi
karakteristik :
a.

Penyajian Jujur

Informasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
b.

Dapat Diverifikasi (verifiability)

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan
lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak
berbeda jauh.
c.

Netralitas

Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.
3.

Dapat dibandingkan

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan
dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain
pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan
secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama
dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan
menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang
diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
4.

Dapat dipahami

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan
dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para
pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas
kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk
mempelajari informasi yang dimaksud.
2.1.9.

Hubungan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Akuntabilitas

Laporan Keuangan Daerah


Akuntansi adalah suatu sistem. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
subsistem-subsistem atau kesatuan yang lebih kecil, yang berhubungan satu sama lain dan
mempunyai tujuan tertentu. Suatu sistem mengolah input (masukan) menjadi output (keluaran).

Input sistem akuntansi adalah bukti-bukti transaksi dalam bentuk dokumen atau formulir.
Outputnya adalah laporan keuangan.
Akuntabilitas
pengungkapan,

merupakan

dan

ketaatan

pertanggungjawaban
terhadap

peraturan

mengenai

integritas

perundang-undangan.

keuangan,
Sasaran

pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan perundangundangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang
oleh instansi pemerintah.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2001menyebutkan bahwa : Penerapan
sistem akuntansi keuangan daerah merupakan keharusan bagi pemerintah daerah, karena
dapat membantu pemerintah daerah dalam membangun sistem keuangan daerah yang lebih
transparan dan akuntabel kepada publik.
Laporan keuangan sektor publik merupakan komponen penting untuk menciptakan
akuntabilitas sektor publik. Adanya tuntutan yang semakin besar terhadap pelaksanaan
akuntabilitas publik menimbulkan implikasi bagi manajemen sektor publik untuk memberikan
informasi kepada publik, salah satunya adalah informasi akuntansi yang berupa laporan
keuangan yang transparan.
Agar akuntabilitas publik terjamin, diperlukan sistem akuntansi yang baik yang
transparansi, adil, efektif dan efisien. Pengembangan sebuah sistem yang karena sistem
akuntansi merupakan pendukung terciptanya pengelolaan keuangan daerah dianggap tepat
untuk dapat diimplementasikan di daerah, sehingga dapat menghasilkan sistem akuntansi
keuangan daerah (SAKD) yang diharapkan dapat mengganti sistem akuntansi yang selama ini
diterapkan di pemerintah daerah.
2.1.

Hasil Penelitian Terdahulu


2.1.1.

Merlin A. Gala (2013) Pengaruh

Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap

Akuntabilitas Publik Pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh penerapan sistem akuntansi keuangan
daerah terhadap akuntabilitas publik pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo. Jumlah populasi
dari penelitian ini sebanyak 82 responden dan Sampel dari penelitian ini sebanyak 40
responden yang tersebar pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah
Kabupaten Gorontalo. Data diambil dari kuesioner yang disebarkan kepada responden dan
yang terkumpul sebanyak 35 kuesioner sedangkan 5 kuesioner tidak terkumpul. Berdasarkan
35 kuesioner yang terkumpul hanya 30 kuesioner yang dapat diolah sedangkan 5 diantaranya
tidak dapat diolah karena tidak lengkap jawaban. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi

keuangan daerah terhadap akuntablitas publik (X) berpengaruh positif terhadap akuntabilitas
publik (Y). Koefisien determinasi atau angka R square adalah sebesar 31,4 % dan sisanya
sebesar 68,6% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Oleh karena itu, Pemerintah
Daerah Kabupaten Gorontalo hendaknya mempertahankan maupun meningkatakan penerapan
sistem akuntansi keuangan daerah di daerahnya sehingga dapat tercapai akuntabilitas publik
yang lebih baik.
2.1.2.

Nurhayati Soleha (2012) Pengaruh

Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan

Aktivitas Pengendalian Terhadap Akuntabilitas Keuangan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan sistem akuntansi


keuangan daerah dan aktivitas pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan. Penelitian
dilakukan dengan metode survei penjelasan (explanatory survey method). Populasi penelitian
ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang memiliki pos pendapatan dan belanja
di 6 (enam) Kabupaten/Kota Provinsi Banten dengan jumlah 109 SKPD. Teknik sampel yang
digunakan adalah area probability sampling yaitu sampel yang dialokasikan ke seluruh
kabupaten/kota. Jumlah sampel adalah 53 SKPD dan sampel yang kembali adalah 49 SKPD.
Dengan responden yaitu Kepala SKPD dan auditor intern Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Responden Kepala SKPD untuk mengukur variabel penerapan sistem akuntansi keuangan
daerah (X1) dan variabel penerapan aktivitas pengendalian (X2), sedangkan auditor intern
untuk mengukur variabel akuntabilitas keuangan (Y). Metode analisis yang digunakan adalah
analisis jalur (path analysis).
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) penerapan sistem akuntansi
keuangan daerah dan aktivitas pengendalian berpengaruh secara positif dan signifikan secara
simultan terhadap akuntabilitas keuangan sebesar 55,20%, (2) penerapan sistem akuntansi
keuangan daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap akuntabilitas keuangan
sebesar 20,05%, (3) penerapan aktivitas pengendalian berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap akuntabilitas keuangan sebesar 35,15%.
2.1.3.

Adrianus, Fajar (2010) Pengaruh

Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap Kualitas

Laporan Keuangan Kabupaten Bandung. Skripsi. Bandung

Dalam rangka menjalankan reformasi secara menyeluruh dan wewenang pengelolaan


keuangan daerah, pemerintah harus menyusun sebuah sistem akuntansi pemerintahan yang
mengacu pada SAP. Hal ini ditujukan agar pemerintah dapat menghasilkan laporan keuangan
yang relevan, andal dan dapat dipercaya. Namun pada kenyataannya tetap ditemukan
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan survey analitik. Sampel dalam penelitian ini
terdiri dari 24 organisasi perangkat daerah / SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Bandung melalui teknik purposive sampling. Analisis Statistik yang digunakan adalah regresi
linier sederhana dengan uji t- statistik dengan tingkat signifikansi 5%. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bandung mendapat hasil sebesar 81,5 % yang tergolong pada interval baik
sedangkan kualitas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung tergolong pada interval
sangat baik dengan hasil 86,6%. Sedangkan hasil pengujian dari penelitian ini menunjukan
bahwa terdapat pengaruh antara Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap kualitas laporan
keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung melalui persamaan regresi Y = 5,867 + 0,462X
dengan koefisien determinasi sebesar 78,3% yang berarti bahwa sebesar 78,3 % perubahan
mengenai kualitas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung dapat diterangkan oleh
variabel Sistem Akuntansi Keuangan Daerah sedangkan sisanya sebesar 21,7% dipengaruhi
oleh variabel lain. Kata Kunci: Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Kualitas Laporan
Keuangan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.

Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, penelitian deskriptif kuantitatif dapat

diartikan sebagai penelitian yang bertujuan untuk menguraikan atau menggambarkan sifat
(karakteristik) dari suatu keadaan atau objek penelitian yang dilakukan melalui pengumpulan
dan analisis data kuantitatif serta pengujian statistik pengaruh secara parsial antara variabel
sistem akuntansi keuangan daerah terhadap akuntabilitas laporan keuangan Pemerintah Kota
Banjarbaru.
Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian explanatory. Menurut Sugiyono (2006)
penelitian explanatory merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabelvariabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan yang lainnya pada penelitian
ini.
3.2.

Definisi Operasional Variabel


Definisi konseptual adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu untuk

menggambarkan berbagai fenomena yang sama. Dari pengertian tersebut maka difinisi
konseptual pada variabel penelitian ini adalah :
1.

Pencatatan (X1)

Pencatatan adalah melakukan pencatatan dengan menggunakan sistem pencatatan double


entry

dan menggunakan cash

basis

selama tahun anggaran dan melakukan penyesuaian pada

akhir tahun anggaran berdasarkan accrual basis untuk pengakuan asset, kewajiban dan ekuitas
pemerintah.
2.

Penggolongan dan Pengikhtisaran (X2)

Penggolongan dan Pengikhtisaran, Adanya penjurnalan dan melakukan posting ke buku besar
sesuai dengan nomor perkiraan.
3.

Pelaporan (X3)

Pelaporan, setelah semua proses diatas selesai maka akan didapat laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut berupa laporan realisasi anggaran, necara, laporan arus kas dan catatan
atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas selama satu
periode pelaporan.
4.

Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah(Y)

Akuntabilitas laporan keuangan daerah merupakan merupakan pertanggungjawaban mengenai


integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku.
Sementara definisi operasional variabel merupakan suatu definisi yang diberikan kepada
suatu variabel dengan memberi arti atau menspesifikkan kegiatan atau membenarkan suatu
operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2006). Adapun
definisi operasional dalam penelitian ini yaitu :
1.

Pencatatan (X1)

a.

Pencatatan akuntansi dengan cash basis untuk pengakuan belanja dan pembiayaan (X1.1)

b.

Tidak melakukan pencatatan akuntansi dengan cash basis untuk pengakuan belanja dan

pembiayaan (X1.2)
c.

Dalam pelaksanaan administrasi keuangan untuk pengakuan asset, kewajiban dan

ekuitas Pemerintah Kota Banjarbaru melakukan pencatatan akuntansi dengan menggunakan


accrual basis (X1.3)
d.

Pelaksanaan

administrasi

ekuitas Pemerintah

Kota

keuangan

Banjarbaru tidak

untuk

pengakuan

melakukan

asset,

pencatatan

kewajiban
akuntansi

dan

dengan

menggunakan accrual basis (X1.4)


2.

Penggolongan dan Pengikhtisaran (X2)

a.

Penjurnalan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banjarbarudilakukan secara teratur (X2.1)

b.

Penjurnalan

konsesten (X2.2)

yang

dilakukan

oleh Pemerintah

Kota

Banjarbarudilakukan

secara

c.

Pemerintah Kota Banjarbaru dalam melakukan posting ke buku besar telah sesuai dengan
nomor perkiraan yang telah ditetapkan(X2.3)

d.

Pemerintah Kota Banjarbaru dalam melakukan posting ke buku besar sesuai dengan akun yang
telah ditetapkan (X2.4)

3.
a.

Pelaporan(X3)
Informasi

yang

terdapat

dalam

laporan

realisasi

anggaranPemerintah

Kota

Banjarbaru menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu


periode pelaporan (X3.1)
b.

Laporan arus kas yang disajikan Pemerintah Kota Banjarbaru telah memenuhi standar
akuntansi pemerintah, yaitu yang menyajikan informasi kas yang mencakup aktivitas
operasional,

pembiayaan,

saldo

awal,

penerimaan,

pengeluaran,

dan

saldo

akhir

kasPemerintah Kota Banjarbaru (X3.2)


c.

Neraca Pemerintah Kota Banjarbaru menggambarkan posisi keuangan mengenai asset,


kewajiban, dan ekuitas dana pada periode tertentu (X3.3)

d.

Pemerintah Kota Banjarbaru telah membuat catatan atas laporan keuangan berdasarkan
standar akuntansi pemerintahan yang diantaranya menyajikan informasi tentang kebiakan
fiskal/keuangan, pemda APBD, dan pencapaian target undang-undang APBN (X3.4)

4.
a.

Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah (Y) :


Laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru menyajikan informasi laporan keuangan daerah
secara terbuka kepada masyarakat (Y1.1)

b.

Laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru sudah menggambarkan dengan jujur transaksi
serta peristiwa lainnya sehingga laporan keuangan tersebut dapat disajikan secara wajar(Y1.2)

c.

Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna
laporan keuangan, sehingga laporan keuangan sudah membuat pemakai laporan keuangan
paham dan tidak salah tafsir terhadap laporan keuangan tersebut (Y1.3)

d.

Laporan keuangan Pemerintah Kota Banjarbaru sudah menunjukkan ketaatannya terhadap


peraturan perundang-undangan yang berlaku (Y1.4)

3.3.
3.3.1.

Jenis dan Sumber Data


Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari :

a.

Data Kualitatif yaitu data atau informasi dalam bentuk tertulis mengenai gambaran umum
pengelolaan keuangan daerahPemerintah Kota Banjabaru yang dilaksanakan oleh DPPKAD
Kota Banjarbaru.

b.

Data Kuantitatif adalah data pengukuran atau data statistik objektif melalui perhitungan ilmiah
berasal dari sampel orang-orang yang menjadi objek penelitian yang diminta menjawab atas
sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan
mereka.

3.3.2.

Sumber Data
Sedangkan sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a.

Data Primer data yang diperoleh secara langsung dari instansi terkait, melalui wawancara
dengan pimpinan DPPKAD Kota Banjarbaru yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

b.

Data Sekunder adalah berupa dokumen-dokumen dan laporan tertulis yang tersedia di instansi
serta informasi lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3.4.
3.4.1.

Populasi dan Sampel


Populasi
Menurut Saryono (2011) populasi adalah keseluruhan subjek yang diteliti. Populasi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pegawai DPPKAD Kota Banjarbaru yang berjumlah 65
pegawai.

3.4.2.

Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi. Sampel
dikehendaki untuk menjawab suatu masalah penelitian merupakan bagian dari populasi
terjangkau yang dapat mewakili populasi (representative) (Saryono, 2011). Penentuan besar
sampel yang digunakan adalah penentuan besar sampel berdasarkan pertimbangan, menurut
Arikunto (2006) apabila subjek kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Karena dalam penelitian ini populasinya hanya
berjumlah 65 pegawai, maka keseluruhan polasi dijadikan sebagai subjek peneltian yaitu
sebesar 65 pegawai (sampel disesuaikan dengan reasliasi di lapangan).

3.5.

Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1.

Studi Dokumentasi
Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan mempelajari
dokumen-dokumen yang sudah ada. Hal ini dimaksud untuk mendapatkan data dan informasi
yang berhubungan dengan materi penelitian. Studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari
buku-buku dan hasil laporan lain yang ada kaitannya dengan penelitian.

2.

Observasi atau pengamatan

Kegiatan untuk mendapatkan data yang faktual dengan cara mengadakan pengamatan
terhadap kondisi fisik, fasilitas, dan perilaku secara langsung pada obyek penelitian.
Pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti dan
diambil dari hasil pengamatan gejala yang dapat menunjang penelitian ini.
3.

Pengisian Quesioner
Digunakan untuk mendapatkan data primer yang lebih terstruktur disamping diharapkan lebih
memberikan kenyamanan pribadi terhadap responden. Pengumpulan data dari responden
/sumber data primer dengan cara mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis/angket.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah daftar pertanyaan yang mengacu
pada variabel bebas dan variabel tergantung. Instrumen penelitian merupakan pengukuran
terhadap fenomena sosial dimana peneliti pada prinsipnya akan menggunakan alat ukur atau
instrumen penelitian secara spesifik terhadap variabel yang akan diteliti.
Penyusunan skala pengukuran pada kuesoner digunakan metode Likerts Summated
Ratings (LSR), dengan alternatif pilihan 1 sampai dengan 5 jawaban pertanyaan dengan
ketentuan sebagai berikut:

a.

Nilai 5 : Untuk jawaban Sangat Tinggi (ST) artinya responden beranggapan bahwa pernyataan
memiliki pengaruh yang sangat tinggi terhadap implikasi dari penyataan tersebut.

b.

Nilai 4 : Untuk jawaban Tinggi (T) artinya responden beranggapan bahwa pernyataan memiliki
pengaruh yang tinggi terhadap implikasi dari penyataan tersebut.

c.

Nilai 3 : Untuk jawaban Sedang (S) artinya responden beranggapan bahwa pernyataan memiliki
pengaruh yang sedang atau biasa-biasa saja terhadap implikasi dari penyataan tersebut.

d.

Nilai 2 : Untuk jawaban Rendah (R) artinya responden beranggapan bahwa pernyataan memiliki
pengaruh yang rendah terhadap implikasi dari penyataan tersebut.

e.

Nilai 1 : Untuk jawaban Sangat Rendah (SR) artinya responden beranggapan bahwa pernyataan
memiliki pengaruh yang sangat rendah terhadap implikasi dari penyataan tersebut.
Kategori jawaban di atas dapat berubah sesuai dengan kebutuhan dari pernyataan yang
dibuat.

3.6.
3.6.1.
A.

Teknik Analisis Data


Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas
Uji validitas merupakan pengukuran yang dilakukan untuk menguji apakah instrumen
yang dipakai cukup layak digunakan dalam penelitian agar mampu menghasilkan data yang
akurat.

Ghozali

(2005)

menyatakan

bahwa

pengukuran

validitas

dilakukan

dengan

korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Perhitungan

korelasi bivariate masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk menggunakan
perangkat lunak SPSS versi 22,00.
Menurut Ghozali (2005) bahwa uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r
hitung dengan r tabel. Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir atau
pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid. Dalam memberikan interpretasi terhadap
koefisien korelasi dinyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium
(skor total) serta korelasinya tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas
yang tinggi pula.
Menurut Sugiyono (2006) bahwa jika nilai validitas setiap pertanyaan lebih besar dari
0,30 maka butir pertanyaan dianggap sudah valid. Jadi kalau korelasi antara butir dengan skor
total kurang dari 0,3 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.
B.

Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dinyatakan reliabel atau handal jikajawaban seseorang terhadap pertanya
an konsisten dan stabildari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dilakukan untukmengetahui k
onsisten hasil sebuah jawaban tentang tanggapanresponden.
Menurut pernyataan Ghozali (2005) maka penelitian inimenggunakan pengukuran reliabi
litas one shot atau pengukuransekali saja. Pengujian reliabilitas menggunakan uji statistikCronbac
hs Alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakanreliabel jika memberikan nilai Cronbachs Al
pha >

0,60.(Nunnally dalam Ghozali,

Reliabilitas yang kurang


s
3.6.2.

dari0.6

2005).
adalah kurang

baik, sedangkan

0.7 dapat

diterima danreliabilita

dengan Cronbachs Alpha 0.8 atau diatasnya adalahbaik.

Model Analisis
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis adalah
Regresi Linear Berganda (Multiple Regression) dengan model sebagai berikut :
Y=a+bX +bX +bX +e
1

Dimana:
Y

Akuntabilitas laporan keuangan

Konstanta

Pencatatan

Penggolongan dan pengikhtisaran

Pelaporan

Koefisien regresi pencatatan

Koefisien regresi penggolongan dan pengikhtisaran

Koefisien regresi pelaporan

Term of error

Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan
(confidence interval) 95% atau = 0,05 (alpha = 5%).
Dalam pengolahan dan untuk keperluan analisis data peneliti menggunakan Statistical
Program for Social Science (SPSS) Relase 22,0 kemudian dalam meminimalkan kekeliruan
(error) dipergunakan taraf significan () sebesar 0,05.
Dari persamaan regresi linier berganda tersebut diatas, maka dilakukan uji statistik
sebagai berikut :
A.

Menghitung Koefisien Determinasi (R )


2

Untuk melihat Personal Background variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat
dapat diketahui dari besarnya koefisien determinasi berganda (R ). Dengan kata lain, nilai
2

koefisien R digunakan untuk mengukur besarnya sumbangan variabel bebas terhadap variabel
2

terikatnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi adalah sebagai berikut (Gujarati,2008) :

Jika R diperoleh dari hasil perhitungan semakin besar atau mendekati 1 maka dapat
2

dikatakan bahwa sumbangan dari variabel bebas terhadap variasi variabel terikat semakin
besar. Itu berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variabel terikatnya.
Sebaliknya jika R semakin kecil atau mendekati 0 maka dapat dikatakan bahwa sumbangan
2

dari variabel bebas terhadap variasi variabel terikatnya semakin kecil. Hal ini berarti model yang
digunakan semakin lemah untuk menerangkan variasi variabel terikatnya. Secara umum dapat
dikatakan bahwa koefisien determinasi berganda (R ) berada diantara 0 dan 1 atau 0 < R < 1.
2

B.

Uji-F (secara simultan)


Uji F merupakan alat uji statistik secara simultan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama.
Adapun langkah-langkah untuk uji F atau uji simultan adalah sebagai berikut :
Perumusan Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis pertama (H )
1

Ho =

Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara variabel sistem akuntansi keuangan daerah
yang terdiri daripencatatan (X ), penggolongan dan pengikhtisaran (X ) dan pelaporan (X )
1

terhadap akuntabilitas laporan keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


H =
1

Terdapat pengaruh secara simultan antara variabel sistem akuntansi keuangan daerah yang
terdiri daripencatatan (X ), penggolongan dan pengikhtisaran (X ) dan pelaporan (X ) terhadap
1

akuntabilitas laporan keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


Dasar pengambilan keputusan :

Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [Sig 0,05]
atau F

> Ftabeluntuk

= 5% maka Ho ditolak dan H diterima, artinya signifikan.


1

Jika nilai Probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [Sig 0,05]
atau F

C.

hitung

hitung

< Ftabeluntuk

= 5% maka Ho diterima dan H ditolak, artinya tidak signifikan.


1

Uji-t test (secara parsial)


Uji t merupakan alat uji statistik untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat yaitu sistem akuntansi keuangan daerah yang terdiri dari pencatatan (X ),
1

penggolongan dan pengikhtisaran (X ) dan pelaporan (X ) terhadap akuntabilitas laporan


2

keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


Adapun langkah-langkah untuk uji t adalah :
Perumusan Hipotesis nol (Ho) dan hipotesis kedua (H )
2

1.

Ho =

Hipotesis 2a
Pencatatan(X ) tidak

berpengaruh

terhadap terhadapakuntabilitas

laporan

keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


H =
2a

Pencatatan(X ) berpengaruh terhadap terhadapakuntabilitas laporan keuangan (Y) Pemerintah


1

Kota Banjarbaru.
2.

Ho =

Hipotesis 2a
Penggolongan dan pengikhtisaran (X ) tidak berpengaruh terhadap terhadap akuntabilitas
2

laporan keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


H =
2a

Penggolongan dan pengikhtisaran (X ) berpengaruh terhadap terhadap akuntabilitas laporan


2

keuangan (Y)Pemerintah Kota Banjarbaru.


3.

Ho =

Hipotesis 2a
Pelaporan

(X ) tidak
3

berpengaruh

terhadap terhadapakuntabilitas

laporan

keuangan (Y) Pemerintah Kota Banjarbaru.


H =
2a

Pelaporan (X ) berpengaruh terhadap terhadapakuntabilitas laporan keuangan (Y) Pemerintah


3

Kota Banjarbaru.
Dasar pengambilan keputusan :
-

Jika nilai probabilitas 0,05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [Sig 0,05]
atau t

hitung

= 5% maka Ho ditolak dan H diterima, artinya signifikan.


2

Jika nilai Probabilitas 0,05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas Sig atau [Sig 0,05]
atau t

hitung

D.

> ttabeluntuk

< ttabeluntuk

= 5% maka Ho diterima dan H ditolak, artinya tidak signifikan.

Uji Variabel Dominan

Untuk mengkaji variabel yang dominan digunakan indikator koefisien beta standardized
dari variabel-variabel dari model regresi. Koefisien beta standardized diperoleh dari hasil
perkalian antara koefisien parsial korelasi (SDx1/Sdy) dan koefisien variabelnya (bi).
3.6.3.

Uji Asumsi Klasik


Menurut
Arikunto (2002) menyatakan penggunaan modelregresi linier berganda harus memenuhi
asumsi klasik, yaitu antara lain: uji normalitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas.
Sebelum

melakukan

pengujian

hipotesis

dari

penelitian

yang

akandilakukan, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik, halini untuk memastikan
bahwa alat uji regresi berganda dapat digunakan atau tidak.
Apabila uji asumsi klasik telah terpenuhi, maka alat ujistatistik regresi linear berganda d
apat digunakan. Model regresilinear berganda dapat disebut sebagai model yang baik apabila
model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas

dari

asumsi-asumsi

klasik

yaitu multikolinearitas dan heteroskedastisitas.


A.

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Menurut Sugiyono (2006) bahwa model
yang paling baik adalah apabila datanya berdistribusi normal atau mendekati normal. Jika data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah diagonal, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Jika distribusi data residual
normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya. Selain menggunakan grafik, untuk mengetahui apakah
data berdistribusi normal atau mendekati normal bisa juga dilakukan dengan
menggunakan uji Statistic Non Parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S) yaitu dengan menggunakan OneSample Kolmogorov-Smirnov Test

B.

(Ghozali, 2006).

Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahuiapakah
dual

suatu

periodepengamatan

nilai yang diprediksi

ke periode

denganstandardized

ngan menggunakan metode grafik,

a grafik.Jika pola
menyempit), maka

pengamatan

ataugambaran

hubungan

antara

delete residual nilai tersebut. Heteroskedastisitasdapat diuji de

yaitu denganmelihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pad

titik-titik yang terbentuk membentuk

telahterjadi

yang lain,

terjadi perbedaan variasi resi

heteroskedastisitas

pola

pada

teratur(bergelombang, melebar, kemudian

model regresi. Sebaliknya,

jikatidak

terbentuk

pola yang jelas dimana titik-titik menyebar


tidakterjadi heteroskedastisitas
C.

pada

diatas

dan

di

bawah

angka nol

pada sumbu Y, maka

model regresi (Ghozali, 2005).

Uji Autokolarelasi
Salah satu asumsi regresi linier adalah tidak terjadinya autokorelasi. Autokorelasi adalah
korelasi antara sesama urutan pengamatan dari waktu ke waktu (Husein Umar, 2009). Uji
autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Untuk memeriksa adanya
autokorelasi, biasanya memakai Uji Durbin-Watson :

Keterangan:
DW = nilai Durbin Watson
e = nilai residual
et-1 = nilai residual satu periode sebelumnya
Suliyanto (2011) menguungkapkan bahwa nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan
dengan nilai d-tabel. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan seperti kriteria sebagai
berikut :
Tabel 3.1
Kriteria Pengujian Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
DW
< dL
dL s.d dU
dU s.d 4 dU
4 dU s.d 4 dL
>4 dL

Kesimpulan
Ada autokorelasi (+)
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi (-)

Sumber : Suliyanto (2011)

Autokorelasi digunakan untuk menguji suatu model apakah antara variabel pengganggu
masing-masing variabel bebas saling mempengaruhi. Untuk mengetahui apakah pada model
regresi mengandung autokorelasi dapat digunakan pendekatan D-W (Durbin Watson). Menurut
Singgih Santoso (2001) kriteria autokorelasi ada 3, yaitu:

Nilai D-W di bawah -2 berarti diindikasikan ada autokorelasi positif.

Nilai D-W di antara -2 sampai 2 berarti diindikasikan tidak ada autokorelasi.

Nilai D-W di atas 2 berarti diindikasikan ada autokorelasi negatif


D.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat
problem multikolinearitas.
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara variabel
bebas (independent
0.7

(Nunnally

variable).

dalam

Jika nilai korelasi antara variabel bebas tersebut lebih besar dari

Ghozali,

2005)

maka

dapat

dikatakan

bahwa

terjadi

gejala

multikolinearitas. Disamping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini juga dapat
dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan Variance

Inflation Factor (VIF)

dari model penelitian.

Jika nilai Tolerance < 0.10 atau nilai VIF > 10 maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala
multikolinearitas dalam model penelitian.
3.7.
3.7.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
Kota Banjarbaru Alamat Kantor : Jl.Panglima Batur No.1 Banjarbaru Kalsel.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


Sumber:Penulis, diolah dari berbagai sumber, tahun 2014

3.7.2.

Waktu Penelitian
Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian sampai penyelesaian tugas akhir
(skripsi) ini yang layak untuk diujikan diperkirakan 5 (lima) bulan dengan jadwal sebagai
berikut :

1.

Tahap persiapan selama 1 (satu) bulan.


2.

Tahap pengumpulan data selama 1 (satu) bulan.

3.

Tahap pengolahan data selama 1 (satu) bulan.

4.

Tahap
5.

penyusunan

selama

Tahap pembuatan laporan dan perbaikan selama 1 (satu) bulan.

(satu)

bula

Anda mungkin juga menyukai