Anda di halaman 1dari 39

SISTEM AKUNTANSI DAN LAPORAN KEUANGAN SKPD

Catatan ini mengulas tentang pemahaman dan teknis akuntansi dan penyusunan laporan keuangan
SKPD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan daerah. Adanya peralihan sistem akuntansi dari
sistem akuntansi pembukuan tunggal dan berbasis kas dan terpusat ke sistem akuntansi berpasangan
berbasis modifikasi kas ke akrual dan desentralisasi pelaksanaannya, manual ini memberikan suatu
panduan praktis bagi pemerintah daerah dalam akuntabilitas keuangan daerah.
Secara umum proses akuntansi SKPD ini terbagi dalam 3 tahapan utama, yaitu pemahaman dasar
akuntansi, konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, serta proses penyusunan laporan
keuangan SKPD. Manual ini diharapkan akan membantu mempercepat proses peralihan sistem
akuntansi keuangan daerah guna menciptakan akuntabilitas keuangan daerah yang lebih baik dan
mandiri.
Secara sistematik, penyajian materi ditampilkan dalam urutan sebagai berikut:
Prinsip dasar akuntansi dan kaitannya dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
Prosedur Akuntansi SKPD dan Penjurnalan
Pemahaman dan penyusunan Buku Besar
Posting Buku Besar dan penyusunan Neraca Saldo
Jurnal Penyesuaian
Penyusunan Neraca Lajur
Laporan Keuangan SKPD Laporan Realisasi Anggaran
Jurnal Penutup
Neraca SKPD
Akuntansi bagi SKPD adalah amanat dari PP nomor 24 tahun 2005 mengenai Standar
Akuntansi Pemerintahan dimana pelaksanaan dan penyusunan laporan keuangan berada
pada tingkat SKPD. Pemahaman prinsip dasar dan proses akuntansi pelaporan adalah
hal yang mutlak harus dipahami dan dilaksanakan oleh staf dan pimpinan SKPD sebagai
bentuk pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan
sebelumnya. Secara umum ada 3 konsep utama yang disajikan agar peserta dapat
memahami akuntansi bagi SKPD ini dengan baik. Pertama adalah pemahaman akuntansi
secara umum dan standar akuntansi yang ditetapkan bagi sektor pemerintahan. Ini
sebagai pemahaman dasar yang membedakan konsep akuntansi yang digunakan
sebelumnya dengan konsep akuntansi yang baru.
Kedua adalah pemahaman konsep penjurnalan dan posting ke buku besar. Di sini
termasuk juga jurnal penyesuaian dan jurnal penutup. Penjurnalan sebagai inti dari
akuntansi pembukuan berpasangan yang mengacu pada aturan dasar akuntansi
pembukuan berpasangan.
Ketiga adalah penyusunan laporan keuangan, baik berupa penyusunan neraca lajur atau
neraca percobaan, laporan realisasi anggaran, sampai dengan penyusunan neraca SKPD.
Laporan keuangan SKPD inilah yang merupakan akuntabilitas pelaksanaan realisasi
anggaran yang diamanatkan.
Tujuan kegiatan lokakarya ini adalah menjadikan pimpinan dan staf SKPD mandiri
dalam melaksanakan proses akuntansi dan keuangannya sehingga mereka dapat
menyampaikan laporan keuangan SKPD baik dalam bentuk Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca SKPD, dan mampu menyusun Catatan Atas Laporan Keuangan dengan baik dan
benar.

1. Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan SKPD


Sebagaimana yang kita ketahui bahwa reformasi akuntansi di pemerintahan daerah
dimulai dengan terbitnya Kepmendagri 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah. Sejak munculnya Kepmendagri
29 Tahun 2002 tersebut, pemerintah daerah mulai disibukkan dengan upaya untuk
menerapkan akuntansi sebagaimana yang diarahkan dalam Kepmendagri tersebut. Pada
waktu itu, di Indonesia belum memiliki standar akuntansi pemerintahan yang bisa
digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan sistem akuntansi. Sehingga pemerintah

daerah mengalami stagnasi dalam mengimplementasikan sistem akuntansi keuangan


daerah. Kondisi ini dipersulit dengan lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki oleh
pemerintah daerah. Sangat sedikit sekali pemerintah daerah yang memiliki tenaga
dengan latar belakang pendidikan akuntansi. Kedua hal tersebut menyebabkan proses
pelaksanaan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan menjadi terhambat.
Perubahan mulai terjadi lagi sejak diterbitkannya PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah dan PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta
Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sampai
saat ini kita masih mengacu pada peraturan-peraturan tersebut dalam
mengimplementasikan sistem akuntansi di pemerintahan daerah.

Pelaksanaan akuntansi di pemerintah daerah tidak terlepas dari aturan legal yang
mewajibkannya. Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang sistem akuntansi
di pemerintah daerah, mulai dari UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara sampai
dengan Permendagri 13 Tahun 2006 yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah
dalam menjalankan manajemen keuangan daerah. Kesemua dasar hukum tersebut
menyebutkan bahwa pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan
yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, Laporan Arus Kas (LAK)
serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Implikasi dari kewajiban untuk menyusun
laporan keuangan tersebut adalah penyelenggaraan sistem akuntansi di lingkup
pemerintah daerah. Terlepas dari kewajiban yang tertuang dalam peraturan perundangundangan, pada dasarnya setiap entitas memiliki kewajiban untuk membuat laporan
keuangan. Terlebih lagi organisasi publik yang memperoleh sumber dana dari
masyarakat/publik. Mengingat aktivitas yang dilakukan
menggunakan dana publik, maka pertanggungjawaban atas pengelolaan dana tersebut
menjadi tuntutan publik.

Data ini menjelaskan pengertian akuntansi secara ringkas. Rata-rata pemerintah daerah
menganggap bahwa akuntansi merupakan suatu proses yang sulit dipahami sehingga
sulit untuk dilaksanakan. Hal ini tidak terlepas dari kapasitas sumber daya manusia yang
dimiliki oleh pemerintah daerah yang tidak memiliki background pendidikan akuntansi.
Namun perlu kami tegaskan dalam workshop ini bahwa aparat pemerintah daerahpun bisa
mempelajari dan memahami akuntansi tanpa harus kuliah dulu di S1 akuntansi. Kita
akan melakukan latihan dan mempelajari akuntansi dengan bahasa yang sederhana
sehingga bisa diikuti oleh semua peserta dengan berbagai latar belakang pendidikan.

Akuntansi pada dasarnya tidak hanya merupakan proses pencatatan semata, namun
ruang lingkup akuntansi meliputi baik pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian
pengikhtisaran transaksi serta menginterpretasikan hasilnya dan menyajikannya dalam
bentuk laporan keuangan.
Jika dicermati dari definisi akuntansi tersebut, sebenarnya SKPD selama ini juga telah
menjalankan akuntansi. SKPD telah melakukan proses pencatatan, pengukuran,
pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi. SKPD telah melakukan proses
pencatatan di Buku Kas Umum (BKU), telah melakukan proses pengukuran dengan
memberikan nilai di setiap transaksi keuangan yang dilakukannya, telah melakukan
proses pengklasifikasin dengan membuat buku sendiri-sendiri atas mata anggaran yang
ada dalam BKU serta telah melakukan pengikhtisaran/perangkuman/rekapitulasi dalam
bentuk laporan pertanggungjawaban (SPJ). Hanya saja, proses akuntansi yang dilakukan
berbeda dengan konsep akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, pada pertemuan
kali ini kita akan mencoba untuk mempelajari akuntansi sebagaimana yang diamanatkan
oleh PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan PP 24 Tahun 2005
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Selama ini, pemerintah daerah kurang memperhatikan posisi keuangan yang dimilikinya.
Hal ini disebabkan oleh karena pemerintah daerah belum menjalankan akuntansi secara
penuh. Akuntansi yang dijalankan oleh pemerintah daerah masih terbatas pada unsur
pendapatan dan belanja. Sementara itu, posisi aset dan kewajiban belum mendapat
perhatian yang memadai. Dengan menggunakan akuntansi, maka posisi kekayaan
pemerintah daerah yang diwakili dengan jumlah aset serta jumlah kewajiban yang
menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dapat diketahui. Kondisi keuangan
pemerintah daerah bisa diketahui dan bisa diperbandingkan antar pemerintah daerah
ataupun antar SKPD. Jika dulu pemerintah daerah berupaya untuk menutupi informasi
keuangan pemerintah daerah, dengan adanya reformasi di bidang pengelolaan keuangan
yang mengarahkan untuk mengimplementasikan good governance maka pemerintah daerah
tidak dapat lagi menutup-nutupi kondisi keuangannya dari publik. Jangankan kepada
publik, kepada SKPD di lingkungan pemerintah daerah itu sendiripun seringkali tidak
transparan. Sebagai contoh, jika salah satu SKPD ingin mengetahui posisi kas
pemerintah daerah, maka yang muncul adalah kecurigaan dan tidak dipublikasikan
dengan alasan bahwa informasi tersebut rahasia sifatnya (hanya pimpinan yang boleh
mengetahuinya). Konsep good governance menuntut adanya transparansi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah. Upaya transparansi ini bisa dilakukan melalui pelaksanaan
akuntansi dan pembuatan laporan keuangan. Dengan diterbitkannya UU No. 14 Tahun
2008 tentang keterbukaan informasi publik, maka informasi laporan keuangan juga
harus dipublikasikan agar masyarakat selaku stakeholders mengetahui dan bias melakukan
analisa yang diperlukan dalam rangka mengevaluasi kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah.

Pengertian sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan erat satu
dengan lainnya untuk mencapai tujuan secara bersama-sama. Artinya bahwa sebuah
sistem itu berjalan bersama-sama, berurutan untuk mencapai sebuah tujuan yang sama
sehingga dihasilkan informasi yang berkualitas. Sistem akuntansi merupakan
serangkaian metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan
yang disediakan bagi suatu organisasi. Bahasa lebih teknisnya, sistem akuntansi ini
merupakan aktivitas mengorganisir formulir, catatan dan laporan sedemikian rupa untuk
menghasilkan informasi keuangan yang dibutuhkan manajemen dalam pengambilan
keputusan. Jadi, sistem akuntansi merupakan proses yang berkelanjutan dan berulang
dalam upaya menghasilkan laporan keuangan.

Slide ini mengetengahkan beberapa item yang harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah
dalam rangka menyusun sistem akuntansi. Tujuannya adalah agar sistem akuntansi yang
dibentuk memiliki tingkat konsistensi yang tinggi.
Beberapa elemen yang membentuk sistem akuntansi diantaranya adalah kebijakan
akuntansi, pembuatan pedoman sistem akuntansi, perancangan formulir, laporan serta
teknologi informasi yang digunakan. Kualitas sistem akuntansi yang dibentuk sangat
dipengaruhi oleh keterpaduan di antara elemen-elemen tersebut. Elemen-elemen sistem
akuntansi ini dirancang oleh pemerintah daerah untuk kemudian ditetapkan dengan
menggunakan peraturan kepala daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem
akuntansi yang dirancang oleh sebuah pemerintah daerah bisa berbeda dari daerah
lainnya.
Hal ini disebabkan karena ada unsur kebijakan daerah yang mewarnai perumusan
sistem akuntansi tersebut. Artinya bahwa sistem akuntansi dirancang sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik masing-masing daerah. Pemerintah daerah tidak perlu
terlalu takut untuk melakukan modifikasi dan inovasi karena aturan main yang lebih
tinggi telah memberikan kelonggaran kepada daerah untuk merancang peraturan kepala
daerah tentang sistem akuntansi yang akan dijalankan.
Meskipun Permendagri 13 Tahun 2006 telah memberikan rambu-rambu dan beragam
format laporan, namun format laporan yang disajikan bukan merupakan harga mati bagi
pemerintah daerah. Pemda diperkenankan untuk melakukan modifikasi sesuai dengan
kebutuhan dengan
tidak menghilangkan esensi dari laporan tersebut. Elemen-elemen pembentuk sistem
akuntansi ini bias mengacu pada Permendagri 13 Tahun 2006 ataupun Surat Edaran dari

Departemen Dalam Negeri tentang Sistem dan Prosedur Akuntansi maupun tentang
kebijakan akuntansi. Selebihnya, daerah diperkenankan untuk mengambil kebijakan
akuntansi yang sesuai dengan kondisi masingmasing daerah.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi pemerintah


daerah dalam menyusun laporan keuangan yang berkualitas. SAP tidak menentukan satu
kebijakan akuntansi yang harus dianut oleh pemerintah daerah, melainkan memberikan
kelonggaran bagi pemerintah daerah untuk berkreasi dalam merancang system
akuntansi yang sesuai dengan karakteristik keuangan di masing-masing daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan akuntansi yang berisi sistem
dan prosedur yang telah
dipilih
oleh pemerintah daerah dalam rangka menyajikan laporan keuangan. Dengan kata lain,
kebijakan akuntansi ini bisa bervariasi antar daerah. Poin penting dari kebijakan
akuntansi ini berisi pengakuan, pengukuran dan penyajian. Pengakuan dalam akuntansi
adalah proses penetapan kapan suatu transaksi harus dicatat dalam jurnal. Pengakuan
atas transaksi akuntansi terbagi menjadi 2 basis, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual.
Penjelasan mengenai kedua basis ini akan kita bahas pada slide selanjutnya. Pengukuran
adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam
laporan keuangan pemerintah daerah. Contoh dari pengukuran adalah apakah suatu
transaksi atau kejadian akan diukur dengan menggunakan nilai historis (nilai jual-beli
ketika transaksi itu dilakukan) atau menggunakan nilai pasar (yang didasarkan pada
harga pasar yang berlaku). Penyajian menunjukkan bagaimana sebuah laporan atau pos
laporan keuangan itu disajikan atau dibuat. Penyajian ini lebih mengarah pada format
laporan. Sebagai contoh, SAP telah memberikan panduan bagaimana Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) disajikan dan memberikan contoh format LRA.

Pedoman akuntansi berisi beberapa konsep yang telah disepakati untuk dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dalam menjalankan sistem akuntansi. Pedoman akuntansi berisi
format laporan keuangan yang akan dihasilkan. Format laporan keuangan ini tentunya
mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Bagan akun merupakan
standarisasi pos-pos yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu transaksi. Adanya
bagan akun ini mendorong terciptanya konsistensi dan keseragaman dalam penyusunan
laporan keuangan. Konsistensi dan keseragaman ini diperlukan untuk memudahkan
analisis terhadap laporan keuangan dan memudahkan untuk membandingkan kinerja
keuangan antar tahun.

Dalam pedoman sistem akuntansi juga harus dibuatkan jurnal standar berisi pedoman
membuat jurnal secara umum berdasarkan karakteristik transaksinya. Bagaimana cara
menjurnal transaksi yang bersumber dari pencairan UP/ GU/TU (Uang Persediaan/Ganti
Uang/Tambahan Uang), bagaimana cara menjurnal transaksi yang bersumber dari
penerimaan kas, bagaimana jurnal untuk mencatat pengurangan aset tetap dan lain-lain.
Dengan adanya jurnal standar ini, fungsi akuntansi di SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) maupun di SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah) memiliki acuan
dalam menyelenggarakan akuntansi.
Pedoman akuntansi ini juga memberikan arahan tentang model pelaporan keuangan dan
format buku/dokumen/ formulir yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan sistem
akuntansi. Bila SAP memberikan pedoman format laporan keuangan, maka pedoman
akuntansi ini memuat informasi yang lebih detil lagi dengan mengemukakan bentuk
buku ataupun catatan yang menjadi bagian dari sistem dan prosedur akuntansi yang
dibentuk. Seperti bentuk buku jurnal, buku besar, buku besar pembantu, dan lain-lain.
Intinya, pembuatan pedoman akuntansi ini diharapkan dapat meningkatkan
keseragaman pelaksanaan system akuntansi di suatu daerah.

Prinsip-prinsip akuntansi merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup


konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi
yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. SAP telah menetapkan 7
prinsip akuntansi yang wajib ditaati oleh pemerintah daerah di wilayah Indonesia
dengan tujan untuk menyeragamkan praktik-praktik akuntansi yang digunakan
walaupun dengan beberapa kelonggaran yang diberikan. Secara lebih terinci, prinsipprinsip akuntansi ini bisa dibaca di PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) dan kami juga merancang materi pelatihan tersendiri tentang SAP
ini.

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) memberikan rambu-rambu bagi pemerintah


daerah dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam slide
ini dinyatakan dengan tegas bahwa SAP digunakan sebagai pedoman dalam menyusun
dan menyajikan laporan keuangan. Pengertian pedoman adalah bahwa prinsipprinsip
akuntansi yang dituangkan dalam SAP member kelonggaran bagi pemerintah daerah
untuk memilih dan membuat kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing. Pilihan-pilihan atas prinsip-prinsip akuntansi yang akan diterapkan oleh

suatu pemerintah daerah dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah


yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Sebagai contoh, dalam SAP
dinyatakan bahwa periodisasi penyusunan laporan keuangan dilakukan minimal 1 kali
dalam setahun. Namun, bila pemerintah daerah setempat merasa perlu untuk menyusun
laporan keuangan semesteran, maka pilihan prinsip akuntansi tersebut dituangkan
dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah. Contoh lain, dalam SAP tidak
memberikan batasan yang tegas untuk pengukuran sebuah aset tetap. Berapa batasan
suatu belanja untuk dapat diakui sebagai aset tetap. SAP hanya memberikan petunjuk
secara umum tentang kapan sebuah aset diakui sebagai aset tetap. Pengakuan sebuah
aset menjadi aset tetap sangat bervariasi antar pemerintah daerah. Di suatu pemerintah
daerah dengan jumlah APBD yang relatif kecil, pembelian aset senilai Rp 250.000 bisa
dianggap sebagai aset tetap karena dipandang cukup material.
Sementara itu, di pemerintah daerah dengan jumlah APBD yang besar, pembelian aset
senilai Rp 250.000 dianggap sebagai barang pakai habis karena dianggap tidak material.
Oleh karena itu, penetapan batasan suatu pembelian aset diakui sebagai aset tetap
harus dituangkan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah.

Slide ini menjelaskan pengertian dari bagan akun (chart of


account) atau yang seringkali disebut sebagai perkiraan atau rekening. Bagan akun ini
merupakan daftar akun yang disusun secara sistematis dalam rangka menjaga
konsistensi dan keseragaman perlakuan akuntansi baik di level SKPD, SKPKD maupun
antar SKPD dan SKPKD. Bagan akun ini digunakan untuk memudahkan proses
pencatatan dan pelaporan serta memudahkan proses konsolidasi laporan keuangan
SKPD.
Kode rekening adalah kode-kode atau simbol dari rekeningrekening transaksi suatu
organisasi yang mempermudah pencatatan data yang akan menjadi dasar penyusunan
laporan-laporan keuangan. Pada dasarnya rekening-rekening transaksi perusahaan
dibagi atas 2 golongan, yaitu:
1. Rekening neraca atau rekening riil, yaitu rekening yang pada akhir periode akan
dilaporkan di dalam neraca. Rekening-rekening ini terdiri dari: Aktiva (aset),
Kewajiban (utang), dan Ekuitas (modal).
2. Rekening-rekening LRA atau rekening-rekening nominal, yaitu: rekening-rekening
yang pada akhir periode akan dilaporkan dalam laporan realisasi anggaran dan
sifatnya sementara (temporary) artinya nilainya harus Rp 0 pada setiap awal periode.
Rekening-rekening ini terdiri dari: Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Mengenai standarisasi kode rekening secara nasional, sampai saat ini bentuk Bagan
Akun Standar (BAS) yang dijanjikan belum ada. Pihak Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan hanya memberikan petunjuk untuk mengacu pada urut-urutan yang ada
dalam PP 24 Tahun 2005 tentang SAP.
Namun urut-urutan tersebut juga hanya menampung 1 digit saja, sedangkan digit ke 2
dan seterusnya diserahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah masingmasing. Artinya, setiap daerah diperkenankan untuk mengembangkan bagan akun

standar sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.

Slide ini mengetengahkan keterkaitan antara posisi keuangan, transaksi keuangan serta
pelaporannya. Pada dasarnya, neraca akhir diperoleh dari saldo awal yang diambil dari
neraca awal (neraca pada awal periode akuntansi) ditambah dan/atau dikurangi dengan
transaksi-transaksi selama tahun berjalan yang tertuang dalam Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Arus Kas. Saldo awal ini diambilkan dari saldo rekening-rekening
riil, yaitu rekening-rekening yang ada di neraca yang terdiri dari aset, kewajiban dan
ekuitas pada awal periode. Bila sebelumnya pemerintah daerah belum menyusun
laporan keuangan, maka saldo awal ini diambilkan dari neraca awal yang diperoleh dari
hasil inventarisasi dan appraisal (penilaian). Pada periode berjalan, terjadi transaksi
penerimaan dan pengeluaran kas serta transaksi non kas. Transaksi ini ada yang
mempengaruhi neraca secara langsung ada pula yang mempengaruhi LRA. Pada akhir
periode pelaporan, transaksi-transaksi yang mempengaruhi neraca secara langsung
akan menambah saldo neraca akhir, sedangkan transaksi transaksi yang mempengaruhi
LRA akan diakumulasi sehingga menghasilkan informasi sisa perhitungan. Pada akhir
periode, sisa perhitungan ini akan dimasukkan atau bahasa akuntansinya ditutup ke
dalam neraca dan menambah saldo ekuitas di neraca akhir. Jadi, saldo neraca akhir
pemerintah daerah bersumber dari transaksi yang terjadi pada periode berjalan, dan
dari hasil penutupan saldo yang ada di LRA.

Bagan ini menggambarkan secara umum proses atau alur akuntansi. Proses diawali dari
ketersediaan dokumen sumber. Dokumen sumber adalah dokumen yang dianggap sah
untuk diakui sebagai dasar pencatatan. Dokumen sumber tersebut berasal dari transaksi
penerimaan kas, pengeluaran kas dan selain kas. Dalam konteks pemerintah daerah,
dokumen sumber yang dianggap sah terdiri dari Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D
(baik Pembayaran Langsung/LS, UP, GU maupun TU) dan SPJ (Surat
Pertanggungjawaban) yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang untuk transaksi
pengeluaran kas, STS (Surat Tanda Setoran) untuk transaksi penerimaan kas, dan Bukti
Memorial untuk transaksi selain kas. Berdasarkan dokumen sumber tersebut, maka
fungsi akuntansi akan mencatatnya ke dalam buku jurnal. Buku jurnal merupakan
catatan resmi pertama yang dilakukan oleh fungsi akuntansi dalam mencatat transaksi
ataupun kejadian.

Buku jurnal bisa dibedakan menjadi buku jurnal penerimaan kas, pengeluaran kas dan
bukujurnal umum.
Hal yang perlu mendapat penekanan pada slide ini juga adalah penggunaan jenis buku
jurnal sangat tergantung pada kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh masing-masing
daerah. Pemilihan untuk menggunakan jurnal khusus dan jurnal umum diserahkan pada
kebutuhan masing-masing pemerintah daerah.
Setelah transaksi dicatat dalam buku jurnal yang dilakukan secara historis, langkah
selanjutnya adalah melakukan posting ke dalam buku besar. Pengertian posting adalah
memindahkan saldo atau angka yang ada di buku jurnal ke dalam masing-masing buku
besar berdasarkan kode rekeningnya.
Posting dari buku jurnal ke buku besar dilakukan secara periodik. Buku besar merupakan
kumpulan dari catatan historis per kode rekening.
Buku besar pembantu dibuat bila dianggap perlu oleh pemerintah daerah. Intinya adalah
buku besar pembantu merupakan buku yang menjelaskan secara lebih rinci transaksi
yang ada dalam buku besar.
Sebelum membuat laporan keuangan, maka pemerintah daerah dapat membuat kertas
kerja dalam rangka membantu/mempermudah penyusunan laporan keuangan. Kertas
kerja berisi historis mutasi debit dan kredit dari ringkasan per kode rekening sampai
menjadi saldo akhir dan laporan keuangan. Penggunaan kertas kerja ini biasanya
dilakukan bila proses akuntansi dilakukan secara manual tanpa bantuan komputer.
Setelah kertas kerja dibuat, maka laporan keuangan siap untuk disajikan. Terdapat 4
jenis laporan keuangan, yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca Daerah,
Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Mulai dari proses penjurnalan sampai dengan penyusunan laporan keuangan, kebijakan
akuntansi memegang peranan yang penting. Sebelum melakukan penjurnalan, fungsi
akuntansi di pemerintah daerah, baik di SKPD maupun di SKPKD perlu memperhatikan
kebijakan akuntansi yang telah ditetapkan oleh kepala daerah dalam peraturan kepala
daerah. Dalam penyusunan laporan keuanganpun, kebijakan akuntansi pemerintah
daerah juga memegang peranan penting, terutama dalam hal bentuk laporan keuangan
serta komponen-komponen yang membentuk laporan keuangan yang harus disusun oleh
SKPD maupun SKPKD.

Sistem pencatatan akuntansi dibedakan menjadi 2, yaitu single entry dan double entry.
Pengertian single entry adalah mencatat suatu transaksi atau kejadian pada satu sisi saja.
Contoh konkrit dari pencatatan single entry ini adalah pencatatan yang dilakukan oleh
bendahara pengeluaran di Buku Kas Umum (BKU). Setiap ada transaksi pengeluaran kas
akan dicatat di kolom pengeluaran, dan setiap transaksi penerimaan kas akan dicatat di
kolom penerimaan. Tidak ada catatan pembanding lainnya. Kelebihan dari single entry ini
adalah pembuatannya sangat sederhana sehingga mudah untuk melakukannya.

Kelemahan dari single entry ini adalah sulit mendeteksi bila terjadi kesalahan. Pengertian
dari double entry adalah mencatat suatu transaksi atau kejadian pada dua sisi, yaitu sisi
debit dan sisi kredit. Kedua sisi tersebut harus dalam kondisi balance (saldonya
seimbang). Kelebihan penggunaan double entry ini adalah memudahkan untuk melakukan
cross check bila dilakukan proses audit dan memudahkan untuk melihat atau mendeteksi
adanya kesalahan. Kelemahannya adalah double entry ini lebih rumit dan memakan waktu
dibandingkan single entry.

Dalam akuntansi, perlu dibedakan antara konsep pengakuan dan pengukuran.


Pengakuan lebih menyoroti pada kapan suatu transaksi atau kejadian itu akan dicatat
dalam jurnal. Sedangkan pengukuran merupakan pemberian nilai dari suatu transaksi
atau kejadian. Pengukuran dan pengakuan atas sebuah transaksi atau kejadian ini lebih
lanjut diatur dalam kebijakan akuntansi.
Contoh dari sebuah pengakuan adalah kapan fungsi akuntansi mengakui belanja ATK
yang telah di pertanggungjawabkan, kapan sebuah belanja modal diakui menambah aset
tetap daerah.Contoh dari pengukuran adalah berapa nilai yang patut diakui atas sebuah
belanja modal gedung, berapa nilai yang wajar untuk menilai asset tetap tanah?

Dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), maka pengakuan atas
transaksi pendapatan adalah pada saat kas atau setara kas diterima oleh Kas Daerah.
Selama belum masuk ke dalam rekening Kas Daerah, maka belum diakui sebagai
pendapatan.
Belanja baru diakui apabila kas atau setara kas telah dikeluarkan dari Kas Daerah dan
ketika belanja tersebut telah dipertanggungjawabkan (di-SPJ-kan). Selama belanja
tersebut belum di-SPJ-kan (meskipun telah dibayarkan oleh bendahara pengeluaran)
maka atas transaksi tersebut belum bisa diakui sebagai belanja daerah.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pengertian dari Kas Daerah. Menurut Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan, yang dimaksud dengan Kas Daerah adalah rekening
kas yang dikelola oleh BUD. Pengertian ini berbeda dengan Departemen Dalam Negeri
yang menerjemahkan Kas Daerah sebagai kas yang ada di BUD, di bendahara
pengeluaran dan di bendahara penerimaan. Perbedaan ini membawa konsekuensi yang
berbeda terhadap rancangan sistem akuntansi yang dibuat oleh pemerintah daerah.
Oleh karena itu, Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Depdagri tentang kebijakan
akuntansi dan sistem dan prosedur akuntansi pemerintahan dalam beberapa hal berbeda

secara konseptual dengan konsep yang diajarkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Dalam menyikapi perbedaan tersebut, pemerintah daerah perlu berhati-hati dalam
menyikapinya dan menelaah secara cerdas tentang dampak atau konsekuensi yang
ditimbulkan oleh kedua model sistem tersebut sebelum merancang sistem akuntansi
yang akan diimplementasikan di daerahnya.

Kriteria pengakuan yang dilakukan oleh fungsi akuntansi sangat dipengaruhi oleh basis
akuntansi yang digunakan oleh sebuah organisasi. Terdapat 2 golongan besar basis
akuntansi, yaitu Basis Kas dan Basis Akrual.
Perbedaan utama Basis Kas dan Basis Akrual adalah timing, kapan sebuah transaksi
diakui. Pada Basis Kas, pengakuan dilakukan ketika kas atau setara kas diterima atau
dikeluarkan, sedangkan pada Basis Akrual pengakuan dilakukan ketika hak dan
kewajiban untuk menerima atau membayarkan transaksi terjadi. Pengakuan atas hak
dan kewajiban ini juga harus didukung oleh dokumen legal dan sah.
Untuk memudahkan ilustrasi, penerapan Basis Kas ini pada dasarnya sama dengan yang
diterapkan oleh bendahara. Ketika bendahara mengeluarkan uang tunai, maka pada saat
itu transaksi pengeluaran kas dicatat, dan pada saat bendahara menerima pendapatan,
maka pada saat itu transaksi penerimaan kas dicatat.
Sebagai contoh: pada tanggal 5 Januari diterima pendapatan retribusi parkir sebesar Rp
500.000,00 maka pada tanggal 5 Januari akan dicatat penerimaan kas dari pendapatan
retribusi parkir senilai Rp 500.000,00.
Contoh penerapan Basis Akrual dan perbandingannya dengan Basis Kas: Pembayaran
belanja listrik, telepon dan air umumnya dilakukan pada tanggal 10 bulan berikutnya.
Misalkan, beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari diketahui sebesar Rp
1.500.000,00. Pembayaran beban listrik, telepon dan air pada bulan Januari akan
dibayarkan pada tanggal 10 Februari. Bila menggunakan Basis Kas, maka pembayaran
listrik telepon dan air akan dicatat pada tanggal 10 Februari, yaitu pada saat kas
dikeluarkan dengan cara mencatat:
Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
Kas di bendahara pengeluaran berkurang sebesar Rp 1.500.000,00.
Jika dibuat laporan realisasi, maka pada bulan Januari tidak terdapat belanja listrik,
telepon dan air, sedangkan pada bulan Februari terdapat belanja listrik, telepon dan air
sebesar Rp 1.500.000,00.
Bila menggunakan Basis Akrual, maka pencatatan atas belanja listrik, telepon dan air
dilakukan pada tanggal 31 Januari dengan cara:
Belanja listrik, telepon dan air bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.
Hutang belanja bertambah sebesar Rp 1.500.000,00.

Pengakuan hutang belanja ini dilakukan karena pada tanggal 31 Januari belum
dilakukan pembayaran secara tunai atas beban listrik, telepon dan air tersebut. Pada
saat pembayaran pada tanggal 10 Februari maka bendahara pengeluaran sebenarnya
tidak membayar beban listrik, telepon dan air, melainkan membayar utang. Oleh karena
itu pencatatannya menjadi:
Kas di bendahara pengeluaran berkurang Rp 1.500.000,00.
Hutang belanja berkurang Rp 1.500.000,00.
Jika dibuat laporan realisasi belanja, maka pada bulan Januari akan terlihat belanja
listrik, telepon dan air sebesar Rp 1.500.000,00 dan pada bulan Februari tidak terdapat
beban belanja listrik, telepon dan air.
Masing-masing basis memiliki kelebihan dan kelemahan. Penggunaan Basis Kas memiliki
kelebihan pada kesederhanaannya dan kemudahannya. Karena sederhana, maka model
pencatatannya relatif lebih sedikit dibandingkan Basis Akrual. Namun, penggunaan
Basis Kas memberikan informasi yang kurang akurat. Kelebihan Basis Akrual adalah
memberikan gambaran keuangan yang lebih akurat sehingga evaluasi kinerja terhadap
biaya pelayanan dan pencapaiannya bisa dilakukan. Disamping itu, dengan Basis Akrual,
pengelolaan aset tetap bisa dilakukan secara efisien dan akurat karena ada unsure
pembandingnya, yaitu belanja modal. Kelemahan Basis Akrual adalah transaksi yang
harus dicatat menjadi lebih banyak dan relatif lebih rumit dibandingkan
Basis Kas.

Slide ini menjelaskan basis akuntansi yang disarankan oleh PP 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yaitu basis cash towards accrual, artinya bahwa
ketika mengakui pendapatan, belanja dan pembiayaan menggunakan Basis Kas,
sedangkan untuk aset, kewajiban dan ekuitas menggunakan Basis Akrual. Dengan kata
lain, pengakuan pos-pos di laporan realisasi anggaran (LRA) menggunakan Basis Kas,
sedangkan untuk pengakuan pospos neraca menggunakan Basis Akrual.
Namun demikian, pemerintah daerah juga diperkenankan untuk menggunakan Basis
Akrual secara penuh. Meskipun menggunakan Basis Akrual namun pemerintah daerah
tersebut juga harus tetap menyajikan LRA dengan menggunakan Basis Kas. Hal ini
dilatarbelakangi oleh tujuan LRA yang menyajikan perbandingan antara realisasi dengan
anggarannya. Karena penyusunan anggaran di pemerintah daerah mengunakan Basis
Akrual, maka penyajian realisasi atas anggaran tersebut juga harus didasarkan atas
Basis Akrual juga agar memenuhi syarat komparabilitas.

Slide ini menggambarkan persamaan dasar akuntansi. Gambar ini memberikan gambaran
yang lebih mudah terutama bagi aparat pemerintah daerah yang mayoritas tidak
memiliki latar belakang pendidikan akuntansi. Sisi sebelah kiri menunjukkan aset atau
kekayaan yang dimiliki oleh entitas atau pemerintah daerah, sedangkan sisi sebelah
kanan mencerminkan sumber pendanaan untuk memperoleh asset atau kekayaan. Sisi
kiri seringkali disebut sebagai aktiva atau aset, sedangkan sisi kanan disebut sebagai
pasiva. Sumber pendanaan (pasiva) berasal dari 2 sumber yaitu dari kewajiban (hutang)
dan ekuitas (modal sendiri). Sehingga, kalau dibuat persamaan maka:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Antara sisi kiri (aktiva) dan sisi kanan (pasiva) harus seimbang (balance) Perumusan
persamaan akuntansi ini akan berguna untuk menentukan debit dan kredit sebuah
transaksi. Sebagai pedoman awal, sisi kiri (aset) memiliki saldo normal debit, sedangkan
sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit. Jika dibuat persamaan:
Aktiva (Aset) = Pasiva
Debit = Kredit

Slide ini ingin memberikan gambaran lebih jelas tentang struktur persamaan akuntansi.
Aset diwakili dengan gambar rumah. Kita coba membuat logika yang sederhana. Jika
Anda ingin membeli rumah seharga (katakanlah) Rp 300 juta. Sedangkan uang yang
Anda miliki adalah sejumlah Rp 100 juta yang cukup untuk digunakan sebagai uang
muka (DP) pembelian rumah. Sisanya Anda harus pinjam ke bank untuk melunasi
transaksi pembelian rumah. Maka, dapat dinyatakan bahwa untuk membeli rumah
senilai Rp 300 juta, didanai dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp.100 juta dan
kewajiban (utang) sebesar Rp 200 juta. Sehingga antara sisi kiri (yaitu aset) dan sisi
kanan (pasiva) terjadi keseimbangan pada nilai Rp 300 juta. Bila dinyatakan dalam
bentuk persamaan:
Aset = kewajiban + ekuitas
300 juta = 200 juta + 100 juta
300 juta = 300 juta (balance)

Jenis aset sangat beraneka ragam, bisa berbentuk rumah, tanah, mobil, kas, deposito,
piutang, dan lain-lain.

Slide ini mencoba untuk menguraikan persamaan akuntansi menjadi pedoman penentuan
debitkredit. Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa sisi kiri
(aset) memiliki saldo normal debit dan sisi kanan (pasiva) memiliki saldo normal kredit.
Pengertian dari saldo normal ini adalah saldo yang bernilai positif. Saldo normal aset
adalah debit, artinya bahwa jika aset bertambah, maka dicatat di sisi sebelah debit,
sebaliknya jika aset berkurang maka dicatat di sisi kredit.
Di sisi pasiva, baik kewajiban maupun ekuitas, memiliki saldo normal kredit. Artinya
bahwa jika kewajiban atau ekuitas bertambah dicatat disisi kredit, sebaliknya jika
kewajiban atau ekuitas berkurang dicatat di sisi debit.
Dalam slide ditunjukkan contoh pencatatan sebuah transaksi. Ditunjukkan bahwa aset
yang dimiliki adalah berupa kas senilai Rp 26.650 dicatat di sebelah debit (karena nilai
nya positif). Kas yang dimiliki tersebut bersumber dari kewajiban sebesar Rp 10.000
(dicatat di sisi sebelah kredit) dan bersumber dari ekuitas (modal sendiri) sebesar Rp
16.650 (dicatat di sisi sebelah kredit).

Persamaan dasar akuntansi kemudian dikembangkan lagi. Jika kita ambil contoh sebuah
usaha bisnis, ketika suatu perusahaan memperoleh laba (rugi) maka laba (rugi) tersebut
akan menambah (mengurangi) ekuitas yang dimiliki oleh pemilik. Jika dituliskan dalam
bentuk persamaan menjadi sebagai berikut:
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Ketika sebuah usaha mendapatkan laba, maka persamaan dasar akuntansinya akan
bertambah menjadi:
Aset = Kewajiban + (Ekuitas + Laba)
Secara ringkas, laba dihitung dengan mengurangkan belanja dari pendapatan. Atau:
Laba = Pendapatan Belanja.

Jika rumus perhitungan laba dimasukkan dalam persamaan dasar akuntansi, maka akan
menjadi:
Aset = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan Belanja
Persamaan ini bisa ditata ulang sebagai berikut:
Aset + Belanja = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan
Ini adalah persamaan dasar akuntansi yang dijadikan pedoman untuk menentukan saldo
normal dari masing-masing kategori akun/rekening. Petunjuknya adalah sisi sebelah kiri
tanda "=" memiliki saldo normal debit, sedangkan sisi sebelah kanan tanda "=" memiliki
saldo normal kredit. Artinya bahwa jika aset dan belanja bertambah, maka dicatat di sisi
debit, sebaliknya bila berkurang dicatat di sisi sebelah kredit. Jika kewajiban, ekuitas
dan pendapatan bertambah maka dicatat di sisi sebelah kredit, jika berkurang dicatat di
sisi sebelah debit.
Dalam bentuk persamaan akan terlihat sebagai berikut:
Aset + Belanja = Kewajiban + Ekuitas + Pendapatan
Debit = Kredit
Secara rinci dapat dilihat dalam slide.

Sistem pencatatan dibedakan menjadi 2, yaitu system pembukuan tunggal dan sistem
pembukuan berpasangan. Sistem pencatatan dengan menggunakan pembukuan tunggal
(single entry) di satu sisi memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi pencatat dalam
mendokumentasikan transaksinya. Namun terdapat beberapa kelemahan atas sistem
pembukuan tunggal ini. Pertama, karena transaksi yang dicatat hanya pada satu sisi,
maka diperlukan waktu yang cukup lama untuk merekapitulasi jumlah pendapatan dan
belanja, baik yang tunai maupun yang kredit. Kedua, pembukuan tunggal ini tidak
pernah mencatat transaksi yang akan mempengaruhi mutasi akunakun neraca, yaitu
aset dan kewajiban. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan system pembukuan
tunggal ini tidak dapat menghasilkan informasi neraca. Kalaupun bisa, dilakukan melalui
proses identifikasi secara manual satu persatu komponen-komponen neraca. Karena
fungsi akuntansi tidak mampu membuat laporan neraca dari system yang ada, maka
sulit sekali bagi pemerintah daerah ataupun stakeholders lainnya untuk mengetahui posisi
keuangan pemerintah daerah atau perusahaan.

Slide ini memberikan ilustrasi tentang sistem pembukuan tunggal. Sebagai contoh, saldo
awal kas yang dimiliki adalah sebesar Rp 50. Pada tanggal 2 Januari dilakukan transaksi
pembelian ATK sebesar Rp 45. Pembelian ini akan mengurangi saldo kas menjadi Rp 5.
Pada tanggal 2 Januari pula, diterima pendapatan retribusi sebesar Rp 150. Penerimaan
pendapatan ini akan meningkatkan saldo kas menjadi Rp 155.

Sistem pembukuan tunggal ini hanya mencatat transaksi satu kali, yaitu transaksi yang
mempengaruhi mutasi kas. Jika bendahara melakukan pembelian secara kredit, maka
sistem pembukuan tunggal ini tidak mampu untuk menampung karakteristik transaksi
tersebut, karena transaksi non kas yang dilakukan tidak membawa dampak terhadap
saldo berjalan. Ini merupakan salah satu kelemahan sistem pembukuan tunggal.

Kelemahan yang ada pada sistem pembukuan tunggal dapat diatasi dengan
menggunakan sistem pembukuan berpasangan (double entry). Artinya bahwa setiap
transaksi dicatat di dua sisi secara berpasang-pasangan, yaitu sisi debit dan sisi kredit.
Kedua sisi tersebut harus seimbang (balance).
Penggunaan sistem pembukuan berpasangan ini memungkinkan satu transaksi dicatat di
lebih dari 2 perkiraan/akun/ rekening secara bersamaan. Sebagai contoh, kita kembali
pada ilustrasi persamaan dasar akuntansi, yaitu kita membeli rumah seharga Rp 300
juta yang didanai dari ekuitas sebesar Rp 100 juta dan hhutang ke bank sebesar Rp 200
juta. Maka ada 3 perkiraan/akun/rekening yang terpengaruh atas transaksi ini adalah
aset rumah sebesar Rp 300 juta bertambah (dicatat di sebelah debit), kewajikan
bertambah Rp 200 juta (dicatat di
sebelah kredit), dan ekuitas bertambah Rp 100 juta (dicatat di sebelah kredit).

Slide ini memberikan resume mengenai aturan debit-kredit berdasarkan kategori


perkiraan/akun/rekening. Terdapat tambahan pedoman untuk transaksi pembiayaan.
Agar mudah untuk diingat, maka penerimaan pembiayaan diidentikkan dengan
pendapatan dan pengeluaran pembiayaan diidentikkan dengan belanja. Kolom
bertambah menunjukkan kondisi jika rekening yang bersangkutan mengalami mutasi
tambah, sedangkan kolom berkurang menunjukkan kondisi jika rekening yang
bersangkutan mengalami mutasi kurang.

Slide ini memberikan ilustrasi mengenai pengertian debit dan kredit. Secara sederhana,
debit berarti memasukkan transaksi di kolom sebelah kiri, sedangkan kredit adalah
memasukkan transaksi di kolom sebelah kanan. Tidak ada makna implicit lain dari
pengertian debit dan kredit ini.
Pemahaman bahwa debit berarti selalu bertambah, dan kredit berarti selalu berkurang
adalah salah. Oleh karena itu kita perlu membuang jauh-jauh konsep tersebut.
Pengertian bertambah atau berkurang serta aturan main dicatat di sisi debit atau kredit
mengacu pada Slide 27.

Kita coba untuk mengilustrasikan perbedaan system pembukuan tunggal dan sistem
pembukuan berpasangan. Kita ambil 2 jenis transaksi yang akan kita ubah dari system
pembukuan tunggal menjadi sistem pembukuan berpasangan. Transaksi yang kita pilih
adalah pembelian ATK sebesar Rp 45 dan penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp
150.
Berdasarkan 2 jenis transaksi tadi, bila dicatat dalam system pembukuan berpasangan
akan terlihat sebagaimana dalam slide ini.

Untuk transaksi pertama, pembelian ATK sebesar Rp 45 akan dicatat


perkiraan/akun/rekening belanja ATK bertambah dicatat di sisi debit sebesar Rp 45, dan
kas berkurang dicatat di sisi kredit sebesar Rp 45. Pencatatan ini menunjukkan bahwa
pembelian ATK sebesar Rp 45 itu dibayar secara tunai sehingga posisi kasnya

berkurang.
Untuk transaksi yang kedua, pemerintah daerah menerima pendapatan retribusi sebesar
Rp 150. Perkiraan yang terpengaruh atas transaksi ini adalah kas bertambah dicatat di
sisi debit sebesar Rp 150, dan rekening pendapatan retribusi bertambah dicatat di sisi
kredit sebesar Rp 150. Pencatatan ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah
menerima pendapatan retribusi secara tunai.
Berikut ini disajikan komparasi secara langsung antara pencatatan dengan
menggunakan sistem pembukuan tunggal dan sistem pembukuan berpasangan. Sisi
sebelah kanan yang berwarna adalah sistem pembukuan berpasangan sedangkan 2
kolom sebelumnya adalah system pembukuan tunggal.

Mari kita cermati bersama-sama untuk lebih memahami perbedaan keduanya. Dengan
sistem pembukuan tunggal, kita bisa langsung melihat saldo kas pada tanggal 3 Januari.
Sedangkan pada sistem pembukuan berpasangan kita tidak mengetahui saldo kas kita
secara langsung. Untuk bisa mengetahui saldo masing-masing rekening, maka dibuatkan
buku besar yang mengelompokkan transaksi berdasarkan jenis rekeningnya.
Disamping itu terlihat bahwa penggunaan system pembukuan tunggal lebih sederhana
dari sisi pencatatannya. Tidak terlalu banyak rekening yang harus dicatat. Sedangkan

Slide ini memberikan contoh buku besar atas transaksi pembelian ATK dan penerimaan
pendapatan retribusi. Yang pertama adalah buku besar kas yang menggambarkan
transaksi-transaksi yang mempengaruhi kas. Transaksi pertama adalah pembelian ATK
yang dibeli secara tunai, sehingga kas pemerintah daerah berkurang sebesar Rp 45.
Karena kas merupakan kelompok aset, maka ketika kas berkurang dicatat di sisi kredit.
Transaksi kedua yang mempengaruhi kas adalah penerimaan pendapatan retribusi
sebesar Rp 150. Atas transaksi ini dicatat di sisi sebelah
debit yang menunjukkan bahwa kas pemerintah daerah bertambah.
Buku besar yang kedua adalah pendapatan retribusi. Hanya ada satu transaksi yang
mempengaruhinya yaitu penerimaan pendapatan retribusi sebesar Rp.150. Sebagaimana
pedoman debit-kredit yang telah kita bahas sebelumnya, ketika pendapatan bertambah

maka dicatat di sisi sebelah kredit.


Buku besar yang ketiga adalah belanja ATK. Berdasarkan transaksi tanggal 2 Januari terdapat pembelian ATK
sebesar Rp 45. Transaksi ini menunjukkan bahwa belanja ATK bertambah sehingga dicatat di sisi sebelah debit.

1. Prosedur Akuntansi SKPD dan Jurnal


Berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, setiap
pemerintah daerah dan SKPD diwajibkan untuk melaksanakan system akuntansi dan
membuat laporan keuangan. Karena secara legal ada tuntutan untuk membuat laporan
keuangan dan banyak stakeholders (termasuk masyarakat) membutuhkan laporan tersebut,
maka perlu dirancang Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Inti dari SAPD ini
adalah prosedur untuk mengumpulkan data, memproses data untuk menghasilkan
informasi akuntansi. Informasi akuntansi itu tidak lain dan tidak bukan adalah laporan
keuangan. Sistem akuntansi yang dijalankan oleh pemerintah daerah ini bisa

dilaksanakan secara manual maupun terkomputerisasi.


Penegasan ini perlu dilakukan mengingat sampai detik ini, paradigma bahwa setiap
pencatatan harus dilakukan secara manual (menggunakan tulisan tangan asli) masih
mencengkeram banyak pihak termasuk lembagalembaga pemeriksa dan pengawas di
pemerintahan.
Sistem akuntansi yang dirancang oleh suatu pemerintah daerah bisa berbeda dari
pemerintah daerah lainnya. Hal ini dimungkinkan karena Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) maupun Pedoman Pengelolaan Keuangan yang dikeluarkan oleh
Departemen Dalam Negeri memberikan ruang bagi pemerintah daerah untuk melakukan
modifikasi sesuai dengan kebutuhan daerah. Hal ini telah ditekankan dalam
Permendagri 59 Tahun 2008 tentang revisi atas Permendagri 13 Tahun 2006. Namun
demikian, roh dari SAPD yang dirancang oleh pemerintah daerah harus tetap mengacu
pada aturan main yang lebih tinggi yaitu UU, PP ataupun Permendagri.
Oleh karena itu, SAPD yang hendak dijadikan pedoman bagi SKPD-SKPD harus
ditetapkan oleh peraturan kepala daerah. Selanjutnya SAPD tersebut disosialisasikan
kepada seluruh pengelola keuangan di SKPD agar memiliki persepsi yang sama dalam
menjalankan SAPD tersebut.
SAPD dapat dipisahkan menjadi 2, yaitu Sistem Akuntansi SKPD dan sistem Akuntansi
BUD/SKPKD. Pembedaan atas kedua sistem tersebut dilakukan atas dasar adanya
perbedaan fungsi antara SKPD dan BUD/SKPKD. SKPD memiliki fungsi untuk
mengajukan dokumen perencanaan serta menyetujui dilakukannya suatu pembayaran
ataupun penerimaan pendapatan. Sedangkan BUD/SKPKD memiliki fungsi otorisasi dan
pembayaran serta menerima setoran pendapatan.
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh SKPD terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran
(LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK). Sedangkan laporan
keuangan utama yang dihasilkan oleh BUD/SKPKD adalah Laporan Arus Kas dan
Catatan atas Laporan Keuangan. Secara periodik, laporan dari SKPD maupun dari BUD
tersebut akan dikonsolidasi menjadi laporan keuangan pemerintah daerah yang akan
menjadi obyek pemeriksanaan BPK.
SKPD tidak perlu membuat Laporan Arus Kas karena fungsi dari bendahara pengeluaran
di SKPD merupakan kepanjangan tangan dari BUD. Terlebih lagi, pada akhir tahun uang
yang tersisa di bendahara pengeluaran harus disetorkan ke kas daerah. Sebaliknya, BUD
diwajibkan untuk membuat Laporan Arus Kas karena BUD bertanggungjawab untuk
mengelola kas umum daerah.
Slide ini menyajikan prosedur akuntansi mulai dari proses pencatatan, pengikhtisaran
dan pelaporan. Prosedur merupakan rangkaian aktivitas/kegiatan yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara yang sama. Prosedur digunakan sebagai pedoman untuk
menjamin pelaksanaan yang seragam dalam suatu organisasi.
Dalam kerangka transaksi di pemerintah daerah, prosedur bisa dibedakan berdasarkan
jenis transaksinya, diantaranya adalah penerimaan dan pengeluaran kas, transaksi yang
berkaitan dengan aset tetap serta transaksi yang sifatnya non kas (transaksi selain kas).
Masing-masing jenis transaksi tersebut memiliki prosedur akuntansi yang sama yaitu
pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan.
Sebagai pedoman umum, ketika merancang SAPD, setidaknya dirinci menjadi prosedur
akuntansi penerimaan kas, prosedur akuntansi pengeluaran kas, prosedur akuntansi
aset dan prosedur akuntansi selain kas. Namun pemisahan ini sifatnya juga opsional
yang kebijakannya ditetapkan oleh masingmasing
daerah sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik transaksinya. Yang perlu dipahami
bahwa pengertian kas yang dimaksud dalam prosedur penerimaan kas dan pengeluaran
kas perlu sedikit diperhatikan.
Sebagaimana yang telah kita bahas pada slides sebelumnya, yang dimaksud dengan kas di
sini bisa diartikan sebagai kas milik kas daerah atau kas di bendahara pengeluaran atau

bendahara penerimaan. Kas yang mana yang dimaksud dalam konteks ini harus
disepakati bersama di level pemerintah daerah karena akan mempengaruhi sistem dan
prosedur yang akan dirancang nantinya.
Sebagai ilustrasi, jika pengertian kas dalam SAPD ini adalah untuk menunjukkan jumlah
kas yang ada di rekening kas daerah, maka prosedur akuntansi penerimaan kas berisi
serangkaian proses akuntansi untuk transaksi-transaksi yang menambah rekening kas
daerah.
Jika kas didefinisikan sebagai kas yang ada di bendahara, baik BUD maupun bendahara
pengeluaran/penerimaan maka pengertian prosedur akuntansi penerimaan kas bagi
bendahara pengeluaran merupakan pengeluaran kas bagi BUD.Untuk tujuan
kesederhanaan dan kemudahan perancangan prosedur dan implementasinya, alternatif
yang pertama bahwa kas yang dimaksud dalam SAPD adalah kas yang ada di rekening
kas daerah sebaiknya digunakan.
Prosedur akuntansi penerimaan kas berisi serangkaian proses pencatatan,
penggolongan dan peringkasan serta pelaporan transaksi penerimaan kas. Kategori
penerimaan kas ini adalah transaksi yang menambah posisi kas daerah. Penerimaan kas
bisa bersumber dari pendapatan, pengembalian kelebihan belanja ataupun dari dana
perimbangan.
Contoh dari pengembalian kelebihan belanja ini adalah bila SP2D gaji yang dibayarkan
lebih besar dari realisasinya, maka sisanya harus disetorkan kembali ke kas daerah
dengan menggunakan dokumen STS. Transaksi ini masuk dalam kategori penerimaan
kas.
Sebagai ilustrasi, Dinas Pendapatan telah menerima SP2D gaji senilai Rp
750.000.000,00 untuk membayarkan gaji kepada seluruh PNS yang ada dilingkungan
Dinas Pendapatan. Ketika dibayarkan, ternyata diketahui bahwa terdapat 2 orang PNS di
Dinas Pendapatan yang telah meninggal dunia sehingga tidak bisa dibayarkan gaji
rutinnya. Gaji untuk kedua PNS tersebut adalah sebesar Rp. 4.500.000,00. Maka, atas
kelebihan gaji sebesar Rp.4.500.000,00 ini bendahara pengeluaran menyetorkannya
kembali ke kas daerah dengan menggunakan STS.
Slide ini menggambarkan alur dari prosedur akuntansi penerimaan kas. Ditinjau dari sisi
pelaksana dari akuntansi penerimaan kas ini untuk SKPKD dilakukan oleh Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) utamanya fungsi akuntansi, sedangkan di SKPD
dilaksanakan oleh Pejabat
Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD.
Dokumen yang digunakan sebagai dasar pengakuan akuntansi penerimaan kas terdiri
dari Surat Tanda Setoran (STS), nota kredit, bukti transfer dan dokumen lainnya yang
dianggap sah. Setelah dokumen resmi diterima oleh pelaksana, maka dicatat di buku
jurnal penerimaan kas sebagai catatan formal pertama atas sebuah transaksi atau
kejadian. Selanjutnya diklasifikasikan/digolongkan ke dalam buku besar dan buku besar
pembantu. Buku besar merupakan catatan yang digunakan untuk mengklasifikasikan
transaksi yang dicatat dalam jurnal penerimaan kas ke dalam perkiraan/akun/rekening
dari komponen pendapatan.
Buku Besar Pembantu merupakan catatan pendukung yang digunakan untuk melengkapi
informasi yang dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah. Buku besar pembantu sifatnya
opsional, dibuat bila dianggap perlu. Hasil akhir dari prosedur akuntansi penerimaan
kas ini adalah berupa laporan keuangan, utamanya
pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca dan laporan arus kas.
Prosedur akuntansi pengeluaran kas merupakan serangkaian proses pencatatan,
penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian yang terkait dengan
pengeluaran kas. Pengeluaran kas ini bersumber dari penerbitan SP2D baik SP2D
UP/GU/TU maupun LS dan pengesahan SPJ UP/GU/TU.

Pengertian pengeluaran kas ini tidak bisa diidentikkan dengan belanja ataupun
pengeluaran pembiayaan. Dalam beberapa hal, terjadi pengeluaran kas dengan
menggunakan pos pendapatan sebagai obyek pengeluaran kasnya. Misalnya, ketika
wajib bayar mengajukan restitusi pendapatan kepada pemerintah daerah, maka untuk
membayarkan kelebihan pendapatan yang diterima oleh pemerintah daerah, BUD akan
menerbitkan SP2D dengan menggunakan kode rekening pendapatan.
Dalam perkembangannya, pengeluaran kas juga bias dilakukan tanpa menerbitkan
SP2D. Hal ini masih diperkenankan bila BUD hendak melakukan manajemen kas jangka
pendek dalam bentuk deposito. Artinya bahwa, ketika BUD menilai terdapat idle cash yang
belum termanfaatkan, kemudian BUD berinisiatif untuk melakukan investasi jangka
pendek dengan mendepositokan sebagian dananya di bank, maka atas pengeluaran kas
ini tidak perlu diterbitkan SP2D melainkan cukup dengan surat pemindahbukuan dan
nota debit.
Slide ini menjelaskan alur prosedur akuntansi pengeluaran kas. Sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam prosedur akuntansi penerimaan kas, pelaksana di SKPKD dilakukan
oleh PPKD dan di SKPD dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
Dokumen yang digunakan dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas antara lain SP2D,
SPJ, nota debit, bukti transfer dan dokumen lain yang dianggap sah. Dokumen ini
dianggap sah bila telah diotorisasi dan disahkan/diverifikasi oleh pihak yang berwenang.
SP2D dikatakan sah bila telah diotorisasi oleh BUD dan divalidasi oleh bank persepsi
setelah dilakukan pencairan dana.
Setelah dokumen pengeluaran kas diterima oleh pelaksana maka pencatatan transaksi
pertama kali dilakukan di jurnal di jurnal pengeluaran kas. Langkah selanjutnya adalah
mem-posting ke dalam buku besar dan/atau buku besar pembantu. Buku Besar merupakan
catatan yang digunakan untuk mengklasifikasikan transaksi yang dicatat dalam Jurnal
Pengeluaran Kas ke dalam masingmasing kelompok kode rekening. Buku Besar
Pembantu merupakan catatan pendukung yang digunakan untuk melengkapi informasi
yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah.
Prosedur akuntansi pengeluaran kas memberikan kontribusi untuk penyusunan laporan
keuangan terutama yang terkait dengan pengeluaran kas. Mayoritas prosedur ini akan
mendukung penyusunan Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Laporan Arus
Kas.
Slide ini menunjukkan bahwa dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas baik di SKPD
maupun di SKPKD samasama mengakomodasi mekanisme pengeluaran kas melalui
UP/GU/TU maupun melalui LS. Mekanisme UP/GU/TU merupakan prosedur pemberian
petty cash (kas kecil) BUD kepada bendahara pengeluaran untuk digunakan membelanjai
kegiatan operasionalnya. Secara periodik bendahara pengeluaran akan melakukan
pertanggungjawaban atas penggunaan petty cash yang dipegangnya.
Mekanisme LS digunakan untuk mendanai kegiatan yang telah dilakukan oleh pihak
ketiga. Artinya bahwa suatu kegiatan telah selesai dilakukan (outputnya sudah tersedia)
dan dokumen pertanggungjawabannya (SPJ nya) sudah lengkap, baru kemudian
dilakukan pembayaran. Biasanya mekanisme LS ini dilakukan bila pekerjaan pengadaan
barang atau jasa dilakukan oleh pihak ketiga/kontraktor.
Prosedur akuntansi aset tetap digunakan untuk mencatat mutasi yang terjadi pada aset
tetap. Prosedur akuntansi aset tetap ini bisa dipisahkan, terutama bila banyak mutasi
aset yang tidak melibatkan kas.
Bila perolehan aset tetap berasal dari pembelian, maka pencatatan atas aset tetap
tersebut ditambahkan pada saat mencatat transaksi pengeluaran kas. Ini yang disebut
sebagai jurnal korolari atau jurnal tambahan.
Jika mutasi aset tetap baik mutasi tambah maupun mutasi kurang tidak melibatkan
mutasi kas, maka dokumen yang digunakan sebagai dasar pencatatan adalah bukti

memorial yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang.


Berdasarkan bukti memorial tersebut maka dilakukan pencatatan ke dalam jurnal umum
untuk kemudian di-posting ke dalam buku besar dan/atau buku besar pembantu.
Contoh dari mutasi kurang atas aset tetap ini adalah penghapusan aset tetap karena
hilang atau dijual atau sudah tidak berfungsi lagi.
Contoh mutasi tambah atas aset tetap selain dari pembelian adalah dari hadiah/donasi,
hibah, tukar guling (ruislaag) ataupun hasil kerjasama operasi atas pemanfaatan aset
tetap milik daerah. Prosedur akuntansi aset tetap ini berperan penting untuk
mendukung penyusunan laporan keuangan neraca pemerintah daerah.
Prosedur akuntansi selain kas ini dirancang untuk mengakomodasi pencatatan dan
pelaporan transaksi-transaksi yang tidak melibatkan mutasi kas. Contoh dari transaksi
yang masuk dalam kategori selain kas ini antara lain: pencatatan koreksi kesalahan dan
pengakuan utang-piutang.
Mayoritas transaksi yang termasuk dalam kategori selain kas adalah transaksi
penyesuaian dan penutupan akhir tahun. Pada slide berikutnya akan dijelaskan
pengertian penyesuaian dan penutupan akhir tahun.
Sebagaimana prosedur-prosedur sebelumnya, setelah bukti memorial disahkan oleh
pihak yang berwenang maka dicatat di jurnal umum untuk kemudian diklasifikasikan ke
dalam buku besar dan/atau buku besar pembantu. Prosedur ini akan mendukung
tersusunnya laporan keuangan secara lengkap dan akurat utamanya laporan arus kas.
Siklus akuntansi yaitu proses pencatatan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
dalam suatu organisasi atau unit kerja yang dilakukan secara terus-menerus untuk
menyediakan laporan unit kerja pada periode waktu tertentu. Siklus ini dimulai dari
terjadinya transaksi, sampai penyiapan laporan keuangan pada akhir suatu periode.
Secara runtun, siklus akuntansi diawali dari adanya bukti transaksi yang sah. Pengertian
sah ini menunjukkan bahwa transaksi tersebut telah diotorisasi dan diverifikasi
kebenarannya oleh pihak yang berwenang. Sebagai contoh, transaksi penerimaan
pendapatan dikatakan sah apabila telah mendapatkan validasi dari bank bahwa uang
tersebut telah disetorkan dan menambah rekening kas daerah.
Atas dasar bukti transaksi yang sah, maka dicatat ke dalam jurnal secara kronologis
sesuai dengan perkiraan/akun/rekening yang sesuai. Setelah dicatat dalam jurnal,
transaksi-transaksi yang telah tercatat tadi diklasifikasikan ke dalam buku besar. Buku
besar adalah kumpulan rekening yang digunakan untuk meringkas data keuangan yang
telah dicatat sebelumnya dalam jurnal. Dengan kata lain, buku besar digunakan untuk
mengelompokkan transaksi yang memiliki perkiraan/akun/rekening yang sama dalam
satu buku. Buku besar pembantu merupakan kumpulan dari detil transaksi yang
memiliki perkiraan/akun/rekening yang sama. Buku besar pembantu ini merupakan
catatan yang berisi rincian dari buku besar. Buku besar pembantu ini sifatnya opsional,
artinya bisa dibuat apabila dibutuhkan. Sebagai contoh, pemerintah daerah menerima
pendapatan pajak kendaraan bermotor roda 2 sebesar Rp 300 juta. Maka buku besar
yang dibuat ada 2, yaitu buku besar "kas" dan buku besar "pendapatan pajak kendaraan
bermotor". Bila pemerintah daerah ingin mencatat secara historis untuk kendaraan
bermotor roda 2, maka bisa dibuatkan buku besar pembantu dengan
perkiraan/akun/rekening "pendapatan pajak kendaraan bermotor roda 2". Jadi, tujuan
dari pembuatan buku besar pembantu adalah memberikan informasi tambahan secara
sistematis atas buku besar yang dimiliki.
Setelah masing-masing transaksi dalam buku jurnal diklasifikasikan ke masing-masing
buku besarnya, maka dilakukan proses pengikhtisaran. Yang dimaksud dengan
pengikhtisaran ini adalah perangkuman perkiraan/akun/rekening dari semua buku besar
yang ada. Pada akhir tahun, untuk membuat laporan keuangan yang lebih representatif,
maka dibuat jurnal penyesuaian atas beberapa pos pendapatan, belanja, maupun pos-pos
yang ada di neraca.

Jika jurnal penyesuaian sudah dibuat, maka neraca saldo hasil dari pengikhtisaran juga
harus disesuaikan lagi. Oleh karena itu pemerintah daerah kemudian membuat neraca
saldo setelah penyesuaian.
Berdasarkan neraca saldo yang telah disesuaikan, maka pemerintah daerah/unit kerja
dapat menyusun Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Pada akhir tahun, pos-pos yang ada
di LRA ini harus ditutup sehingga saldonya menjadi nol, sehingga pada tahun berikutnya
pencatatan pendapatan dan belanja serta pembiayaan berawal lagi dari nol, tidak
melanjutkan saldo-saldo tahun sebelumnya. Karena karakteristik pos-pos dalam LRA
sifatnya hanya periodik dan sementara, maka akun/perkiraan/rekening disebut sebagai
rekening nominal yang akan ditutup (di-nol-kan) pada akhir periode pelaporan
keuangan. Setelah dilakukan penutupan (dengan cara membuat jurnal penutup) dan
menghasilkan neraca saldo setelah penutupan maka laporan neraca bisa disusun.
Slide ini menggambarkan tahapan dalam siklus akuntansi yang diawali dari analisa
terhadap transaksi keuangan. Analisa transaksi menjadi aspek penting untuk
menentukan ketepatan dan keakuratan pencatatan ke dalam jurnal.
Setelah dilakukan analisis transaksi baru dimasukkan ke dalam jurnal. Mencatat
transaksi ke dalam jurnal disebut dengan istilah menjurnal. Jurnal yang berisi kronologis
transaksi atau kejadian keuangan kemudian digolong-golongkan ke dalam buku besar
sesuai dengan rekening yang ada dalam jurnal.
Resume atau ringkasan dari buku besar ini dituangkan dalam neraca saldo. Neraca saldo
berisi semua kode rekening yang ada dalam laporan keuangan, yaitu rekening aset,
kewajiban, ekuitas, pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Guna menghasilkan laporan keuangan yang akurat, pada akhir periode pelaporan
disusun jurnal penyesuaian sekaligus mem-posting-nya kembali ke dalam buku besar. Jadi
ada hubungan timbalbalik antara jurnal dan buku besar.
Setelah transaksi penyesuaian dilakukan maka neraca saldo setelah penyesuaian sudah
siap digunakan untuk menyusun laporan keuangan. Neraca saldo setelah penyesuaian
digunakan untuk menyusun LRA. Setelah LRA tersusun, kemudian dibuatkan jurnal
penutup yang bertujuan untuk me-nol-kan rekening-rekening yang ada di LRA serta
memindahkannya ke komponen ekuitas.
Setelah membuat jurnal penutup, maka neraca siap untuk dihasilkan. Tahap terakhir
dari siklus ini adalah analisa laporan keuangan. Analisa laporan keuangan ini berguna
untuk menilai kinerja keuangan dari suatu unit kerja.
Slide ini menjelaskan jenis dokumen yang membentuk laporan keuangan. Ditinjau dari
sisi jenis transaksinya, maka dokumen dibedakan menjadi dokumen untuk transaksi
penerimaan kas daerah, dokumen untuk transaksi pengeluaran kas daerah dan transaksi
non kas.
Berdasarkan dokumen yang ada, dibuatkan catatannya. Pencatatan pertama yang
dilakukan adalah membuat jurnal. Pencatatan kedua adalah membuat buku besar
dan/atau buku besar pembantu.
Jurnal bisa dibedakan menjadi jurnal penerimaan kas dan jurnal pengeluaran kas serta
jurnal umum. Kategorisasi jurnal merupakan kebijakan akuntansi yang ditetapkan
dengan menggunakan peraturan kepala daerah.
Setiap pencatatan yang dilakukan oleh fungsi akuntansi harus didasarkan atas dokumen
transaksi yang sah. Kriteria dokumen transaksi yang sah ditentukan dalam sistem dan
prosedur akuntansi yang ditetapkan oleh peraturan kepala daerah. Dokumen transaksi
yang sah tentunya sudah melewati proses otorisasi dan verifikasi oleh pihak yang
berwenang. Otorisasi bisa dilakukan oleh atasan langsung bendahara, sedangkan
verifikasi bisa dilakukan oleh verifikator di SKPD atau di SKPKD. Mekanisme verifikasi
ini tergantung bagaimana sistem penatausahaan keuangan daerah dirancang dan
dibangun.

Dokumen transaksi yang digunakan untuk mencatat penerimaan kas utamanya dari
Surat Tanda Setoran (STS) yang telah divalidasi oleh bank persepsi serta nota kredit.
Sementara itu Tanda Bukti Penerimaan (TBP) dan Rekap Penerimaan Harian merupakan
dokumen pelengkap. Dokumen utama untuk mencatat transaksi pengeluaran kas adalah
SP2D, nota debit dan pengesahan SPJ. Dokumen SPP dan SPM serta bukti pengeluaran
(kuitansi) merupakan dokumen pendukung dan pelengkap yang menjadi syarat terbitnya
SP2D.
Untuk transaksi/kejadian yang tidak melibatkan kas menggunakan dokumen yang
bernama bukti memorial yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang.
Transaksi pengeluaran kas yang terjadi di pemerintah daerah bisa dibedakan menjadi 2:
Transaksi yang dibayarkan kepada pihak ketiga secara langsung oleh BUD melalui
mekanisme LS.
Transaksi yang dibayarkan melalui bendahara pengeluaran.
Jika transaksi pengeluaran kas dibayarkan melalui bendahara pengeluaran, maka BUD
harus memberikan kas kecil kepada bendahara pengeluaran. Dan bila terdapat
kelebihan dana di bendahara pengeluaran, maka BUD berhak menarik kembali dana
yang telah diberikan kepada bendahara pengeluaran.
Transaksi yang melibatkan transfer dana/kas dari BUD ke bendahara pengeluaran atau
sebaliknya dari bendahara pengeluaran ke BUD disebut sebagai transaksi transitoris.
Artinya, sebenarnya tidak terdapat pengeluaran kas ketika BUD memberikan dana
kepada bendahara pengeluaran dan demikian pula sebaliknya. Yang terjadi adalah
transfer kas atau perpindahan posisi kas yang semula di BUD beralih ke bendahara
pengeluaran.
Contoh dari transaksi transitoris ini adalah penerbitan SP2D UP/GU/TU dan penyetoran
kelebihan TU/GU ke kas daerah.
Oleh karena itu, pada saat menjurnal dibuatkan rekening perantara yang menunjukkan
adanya transaksi mutasi kas dari (ke) BUD ke (dari) bendahara pengeluaran. Hal ini
mengacu pada prinsip bahwa setiap transaksi atau kejadian keuangan yang
dipandang material harus disajikan dalam laporan keuangan.
Jurnal merupakan catatan resmi pertama atas transaksi atau kejadian keuangan.
Pencatatan ke dalam jurnal dilakukan secara periodik. Guna memudahkan penelurusan,
setiap pencatatan ke dalam jurnal didasarkan pada kode akun atau perkiraan atau
rekening.
Jurnal bisa dijadikan sebagai buku harian untuk mencatat setiap transaksi/kejadian
secara periodik. Pada saat menjurnal, penetapan debit-kredit harus sudah benar. Jika
ditinjau dari sisi bendahara, jurnal ini hampir sama dengan pencatatan di Buku Kas
Umum (BKU) yang mencatat transaksi secara historis.
Jurnal dapat dibuat seperti buku catatan ataupun merupakan kumpulan dari print-out
yang dihasilkan oleh komputer atau berupa lembaran-lembaran kartu. Tidak terdapat
aturan bahwa jurnal itu harus dibentuk dalam sebuah buku. Bahkan seringkali jurnal itu
tidak di print-out, cukup disimpan dalam sebuah database. Tindakan mencetak jurnal hanya
dilakukan bila diperlukan saja.
Dari sisi teknis penulisan, pencatatan dalam jurnal bias dilakukan dengan tulisan tangan
ataupun menggunakan fasilitas komputer. Terlebih lagi sekarang sudah sangat banyak
aplikasi akuntansi yang bisa digunakan untuk merekam transaksi dan kejadian-kejadian
keuangan.
Jika pada masa lalu segala pencatatan harus dilakukan dengan tulisan tangan, maka di
era yang sudah berbasis teknologi informasi kaidah tulis tangan tersebut sudah
ditinggalkan. Terlebih lagi tidak terdapat aturan secara eksplisit yang mewajibkan fungsi
akuntansi menjurnal dengan cara tulis tangan.

Jika diklasifikasikan, jenis jurnal bisa bermacam-macam. Dilihat dari jenis transaksinya,
maka Jurnal bisa dibedakan menjadi Junal Penerimaan Kas, Jurnal Pengeluaran Kas dan
Jurnal Umum. Namun, jika dilihat dari siklus akuntansi maka jurnal bisa dibedakan
menjadi jurnal transaksi yang menampung transaksi secara harian, jurnal penyesuaian
untuk mencatat transaksi yang ditujukan untuk membawa laporan keuangan sesuai
dengan kondisi yang sesungguhnya.
Jurnal korolari digunakan untuk menampung transaksi yang mempengaruhi neraca
sebagai akibat dari pengeluaran atau penerimaan kas yang terjadi pada periode
berjalan. Jadi, jurnal korolari ini jurnal tambahan yang mengikuti jurnal
transaksi. Jurnal korolari hanya dibuat jika transaksi pada periode berjalan
mempengaruhi mutasi pos-pos di neraca.
Jurnal penutup digunakan untuk memindahkan saldo LRA ke neraca. Jadi, jurnal
penutup ini me-nol-kan pos-pos di LRA dan memindahkan saldo SILPA dari LRA ke
neraca.
Jurnal transaksi atau jurnal harian digunakan untuk mencatat transaksi yang terjadi
selama periode pelaporan dan dilakukan secara kronologis. Sebagaimana konsep jurnal
yang telah kita bahas, maka setiap transaksi dicatat di 2 perkiraan atau lebih pada saat
yang bersamaan. Untuk memudahkan pengendalian, maka penjurnalan dilakukan per
bukti transaksi. Bila dalam satu bukti transaksi terdapat 3 perkiraan, maka ketigatiganya dicatat dalam satu kali pencatatan dan dalam satu jurnal transaksi sehingga
terdapat keseimbangan antara sisi debit dan sisi kredit.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, buku jurnal bias dibedakan menjadi buku
penerimaan kas khusus untuk mencatat transaksi yang menyebabkan saldo kas
bertambah, buku jurnal pengeluaran kas yang digunakan untuk mencatat transaksi yang
menyebabkan saldo kas berkurang. Terakhir, jurnal umum digunakan untuk mencatat
transaksi yang sifatnya non kas.
Slide ini memberikan contoh bentuk jurnal standar yang bisa digunakan oleh pemerintah
daerah. Contoh-contoh yang kami berikan ini bukan merupakan aturan baku yang harus
diacu oleh pemerintah daerah. Jurnal yang diketengahkan dalam pelatihan ini semuanya
merupakan jurnal standar yang bias dimodifikasi sesuai dengan kebijakan masingmasing daerah. Oleh karena itu, perlu bagi pemerintah daerah untuk membuat
kebijakan akuntansi tentang sistem dan prosedur akuntansi yang akan diberlakukan di
wilayahnya.
Sebagai contoh, ketika BUD menerbitkan SP2D UP untuk mengisi kas ke bendahara
pengeluaran, maka jurnal yang dibuat bisa seperti yang ada di slide, yaitu perkiraan "kas
di bendahara pengeluaran" di sebelah debit dan "kas di kas daerah" di sebelah kredit.
Namun, jika daerah menetapkan bahwa untuk transaksi yang sifatnya transitoris
(perantara) dan hanya merupakan perpindahan kas dari kas daerah ke bendahara
pengeluaran dicatat di rekening transitoris, maka pencatatannya bisa dibuat dengan
akun "kas di bendahara pengeluaran" di sebelah debit dan "R/K BUD" di sebelah kredit.
Jadi, materi yang kita paparkan ini sifatnya merupakan tambahan pengetahuan dan
wawasan untuk merumuskan kebijakan akuntansi di pemerintah daerah.
Untuk pertanggungjawaban dana UP/GU/TU, realisasi atas belanjanya baru diakui bila
telah mendapat pengesahan dari pihak yang berwenang. Jurnal standar yang dibuat
adalah rekening belanja di sisi debit, dan rekening "kas di bendahara pengeluaran" di
sisi kredit.
Kasus yang sama juga berlaku untuk pengembalian sisa dana TU. Khusus untuk dana
yang dikeluarkan dengan SP2D TU ini perlu sedikit hati-hati karena perlakuan akuntansi
terhadap dana TU ini juga sangat tergantung pada kebijakan tentang penatausahaan
pengeluaran kas.
Prosedur pengeluaran kas dengan TU ini sangat bervariasi pelaksanaannya di daerah-

daerah. Ada pemerintah daerah yang menyamakan prosedur TU dengan UP. Namun ada
juga pemerintah daerah yang memperlakukan SP2D TU sebagaimana SP2D LS. Hal ini
akan membawa dampak pada jurnal standar atas SP2D TU dan juga pengembaliannya.
Jurnal standar untuk pengembalian TU pada pelatihan ini berasumsi bahwa pencairan
dana TU mengikuti model pencairan dana UP, sehingga ketika terdapat kelebihan sisa
dana TU dan harus disetorkan ke kas daerah, maka jurnal standarnya adalah perkiraan
"kas di kas daerah" dicatat sebagai debit dan perkiraan "kas di bendahara pengeluaran"
di sisi kredit.
Pencatatan atas pengesahan SPJ baik SPJ UP maupun GU dibuat dengan mencatat
perkiraan belanja yang di-SPJ-kan di sisi debit dan perkiraan "kas di bendahara
pengeluaran" di sisi kredit.
Sedangkan pencatatan untuk SPJ TU juga sangat tergantung pada kebijakan
penatausahaannya. Jika mengikuti pola UP maka pencatatan pengesahan SPJ TU sama
dengan SPJ UP dan GU.
Bila bentuk jurnal dibuat sebagai jurnal khusus, maka model pencatatannya bisa
dilakukan sebagaimana yang terlihat di slide. Pengertian jurnal khusus adalah jurnal yang
mencatat transaksi yang seragam dalam satu buku. Misalnya, jurnal khusus pengeluaran
kas digunakan khusus untuk mencatat transaksi yang mengurangi saldo kas.
Model pencatatan dalam jurnal khusus ini lebih sederhana dibandingkan yang dicatat
dalam model jurnal umum yang mengisikan kolom debit dan kolom kredit. Dalam jurnal
khusus pengeluaran ini secara implisit dinyatakan bahwa perkiraan yang dicatat di sisi
kredit adalah "kas", sedangkan yang dicatat di sisi debit adalah belanja yang tertera di
jurnal khusus.
Penggunaan jurnal khusus ini bisa dilakukan jika karakteristik yang ada di suatu entitas
banyak yang seragam, sehingga dengan penggunaan jurnal khusus ini bisa lebih efisien
(tidak memakan tempat yang banyak dan pencatatan yang sifatnya berulang). Untuk
implementasi di pemerintah daerah, jurnal khusus bisa dibuat untuk jurnal khusus gaji
atau jurnal khusus pendapatan pajak.
Artinya bahwa jurnal tersebut khusus untuk menampung transaksi gaji yang sifatnya
rutin, setiap bulan pasti ada dengan komponen belanja gaji yang seragam. Demikian
pula untuk pendapatan.

3. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan


Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang
dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam penyusunan standar akuntansi, oleh
penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta
oleh pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan.
Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan
keuangan pemerintah:
a. Basis akuntansi;
b. Prinsip nilai historis;
c. Prinsip realisasi;
d. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
e. Prinsip periodisitas;
f. Prinsip konsistensi;
g. Prinsip pengungkapan lengkap;
h. Prinsip penyajian wajar.
Basis Akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas
untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi
Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam Neraca.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan diakui pada saat

kas diterima di Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan dan
belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah atau
entitas pelaporan.
Entitas pelaporan tidak menggunakan istilah laba. Penentuan sisa pembiayaan anggaran
baik lebih ataupun kurang untuk setiap periode tergantung pada selisih realisasi
penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan dan belanja bukan tunai seperti bantuan
pihak luar asing dalam bentuk barang dan jasa disajikan pada Laporan Realisasi
Anggaran.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas dana diakui dan
dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan
berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas
diterima atau dibayar.
Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan sebagaimana dimaksud
pada Paragraf 26 SAP menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan
dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Namun demikian, penyajian Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas.
Nilai Historis ( Historical Cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar nilai
wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan dibayarkan
untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan
pemerintah. Nilai historis lebih dapat diandalkan daripada penilaian yang lain karena
lebih obyektif dan dapat diverifikasi. Dalam hal tidak terdapat nilai historis, dapat
digunakan nilai wajar aset atau kewajiban terkait.
Realisasi ( Realization)
Bagi pemerintah, pendapatan yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran
pemerintah selama suatu tahun fiskal akan digunakan untuk membayar hutang dan
belanja dalam periode tersebut. Prinsip layak temu biaya-pendapatan (matching-cost against
revenue principle) dalam akuntansi pemerintah tidak mendapat penekanan sebagaimana
dipraktekkan dalam akuntansi komersial.
Substansi Mengungguli Bentuk Formal ( Substance Over Form)
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain
yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek
formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda
dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
Periodisitas ( Periodicity)
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi menjadi
periodeperiode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan posisi sumber daya
yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah tahunan.
Namun, periode bulanan, triwulanan, dan semesteran juga dianjurkan.
Konsistensi ( Consistency)
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode ke
periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak berarti
bahwa tidak boleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi
yang lain. Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode
yang baru diterapkan mampu memberikan informasi yang lebih baik dibanding metode
lama. Pengaruh atas perubahan penerapan metode ini diungkapkan dalam Catatan atas

Laporan Keuangan.
Pengungkapan Lengkap ( Full Disclosure)
Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan dapat
ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau Catatan atas Laporan
Keuangan.
Penyajian Wajar ( Fair Presentation)
Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Faktor pertimbangan sehat bagi
penyusun laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat
serta tingkatnya dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan
keuangan. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan
prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan
terlalu tinggi dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian,
penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan
cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau
rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi, sehingga
laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak handal.
4. Macam Jurnal
Tujuan penyesuaian:
Setiap rekening riil, khususnya rekening aktiva dan rekening kewajiban menunjukkan
jumlah yang sebenarnya pada akhir periode.
Setiap rekening nominal, khususnya rekening pendapatan dan biaya menunjukkan
pendapatan dan biaya yang seharusnya diakui dalam suatu periode.
Sebagaimana yang telah kita bahas pada pembahasan sebelumnya bahwa rekening riil
adalah rekening yang masuk
dalam kategori aktiva (aset), kewajiban dan ekuitas. Saldo dalam rekening riil ini akan
dibawa sampai pada periodeperiode berikutnya.
Sedangkan rekening nominal merupakan rekening yang masuk dalam kategori
pendapatan, belanja dan pembiayaan. Pada akhir tahun rekening nominal ini akan
ditutup dan saldo sisa lebihnya akan dimasukkan menambah ekuitas.
Jurnal penyesuaian ini dibuat dalam rangka mengakomodasi transaksi-transaksi
pendapatan dan belanja yang memiliki pengaruh lebih dari satu periode anggaran.
Dengan melakukan penyesuaian kita dapat memberikan informasi tentang hak-hak yang
harus kita terima dan kewajiban yang harus segera kita penuhi. Salah satu ciri dari
jurnal penyesuaian ini adalah tidak melibatkan kas dalam pencatatannya. Jurnal
penyesuaian juga dilakukan untuk memindahkan saldo SILPA/SIKPA yang ada di LRA ke
Neraca.
Jurnal korolari digunakan untuk mencatat transaksi harian yang berpengaruh pada
mutasi perkiraan yang ada di neraca. Sebagai contoh, ketika pemerintah daerah
melakukan belanja modal, maka sebenarnya pemerintah daerah sedang dalam rangka
menambah aset tetap mereka. Artinya, ketika pembayaran untuk merealisasikan belanja
modal maka pada saat yang sama perkiraan aset tetap di neraca juga ikut bertambah.
Oleh karena itu, ketika mencatat transaksi pembayaran belanja modal tersebut pada
saat yang bersamaan dibuat jurnal korolari (jurnal tambahan) untuk mengakui
penambahan aset tetap di neraca. Karena sifatnya mengikuti jurnal transaksi yang akan
mempengaruhi posisi neraca, maka jurnal ini disebut jurnal korolari atau jurnal
tambahan.
Pada slide berikutnya akan diberikan contoh jurnal korolari.

Contoh penerapan jurnal korolari yang paling mudah adalah ketika dilakukan
pembayaran kepada pihak ketiga dengan menggunakan SP2D LS atas pembelian ala-alat
berat - bulldozer. Maka jurnal lengkap yang dibuat oleh fungsi akuntansi adalah sebagai
berikut: Belanja modal alat-alat berat - bulldozer bertambah dicatat sebelah debit. Kas di
kas daerah berkurang dicatat di sebelah kredit.
Alat-alat berat - bulldozer bertambah dicatat di sisi debit, dan perkiraan "diinvestasikan
dalam aset tetap" dicatat disebelah kredit. Alat-alat berat - bulldozer masuk dalam
kategori aset (aktiva) sedangkan diinvestasikan dalam aset tetap masuk dalam kategori
ekuitas.
Jurnal penutup merupakan jurnal yang digunakan untuk menutup
perkiraan/akun/rekening nominal ke rekening riil. Dengan kata lain, jurnal penutup
digunakan untuk menutup perkiraan-perkiraan yang ada di LRA ke perkiraanperkiraanyang ada di neraca. Jurnal penutup ini hanya dibuat pada akhir periode
pelaporan keuangan, yaitu akhir tahun anggaran. Cara membuat jurnal penutup adalah
setiap perkiraan pendapatan didebit untuk menghasilkan saldo nol, dan setiap perkiraan
belanja dikredit untuk menghasilkan saldo nol juga. Setelah dilakukan penutupan maka
akan terbentuk selisih antara pendapatan dan belanja. Selisih itu disebut sebagai
surplus/defisit. Surplus atau defisit ini akan ditutup ke komponen ekuitas di neraca.
Petunjuk mudah untuk melakukan jurnal penutup adalah: Perkiraan/akun/rekening yang
bersaldo debit ditutup dengan cara dikredit. Perkiraan/akun/rekening yang semula
bersaldo kredit ditutup dengan cara di debit.

5. Buku Besar
Setelah penjurnalan selesai dilakukan, maka langkah kedua adalah mengklasifikasikan
rekening yang ada di jurnal ke dalam masing-masing buku besarnya serta penyusunan
neraca saldo.
Buku besar adalah kumpulan rekening yang digunakan untuk meringkas data keuangan
yang telah dicatat sebelumnya dalam jurnal. Buku besar digunakan untuk
mengelompokkan transaksi yang memiliki perkiraan/akun/rekening yang sama dalam
satu buku, sehingga secara periodik bisa diketahui saldo untuk satu
perkiraan/akun/rekening.
Proses untuk memindahkan transaksi dari jurnal ke dalam buku besar disebut sebagai
posting. Posting bisa dilakukan secara harian ataupun dilakukan secara periodik. Jika
jurnal yang dibuat adalah jurnal khusus, maka posting ke buku besar bisa dilakukan
secara periodik. Atas dasar saldo akhir yang tertera dalam buku besar digunakan untuk
membuat neraca saldo.
Buku besar dibuat per rekening/akun/perkiraan. Semua perkiraan yang membentuk
neraca dan laporan realisasi anggaran akan memiliki satu buku besar. Oleh karena itu,
langkah awal dalam menyusun buku besar adalah menentukan berapa jumlah buku
besar yang harus dibuat dengan menyusun jenis perkiraan/akun/rekening. Setelah
diketahui jumlah buku besar yang harus dibuat, maka dibuatkan bagan perkiraan buku
besar dan menetapkan kode perkiraan/kode rekening buku besarnya.
Pembuatan kode rekening idealnya dibuat secara sistematis dan terstruktur.
Pengelompokan jenis akun juga dibuat sedemikian rupa sehingga bias mengelompokkan
jenis belanja sesuai dengan keseragaman dan kesamaan karakteristiknya. Jumlah buku
besar yang tepat menghindarkan kemungkinan transaksi yang tidak masuk dalam buku
besar.
Berikut ini diberikan contoh buku besar untuk transaksi penerimaan kas. Buku besar
yang dibuat adalah untuk perkiraan/akun/rekening "kas di bendahara penerimaan".
Kalau dilihat dari transaksi yang ada dalam buku besar kas di bendahara penerimaan ini
terdapat 2 transaksi penerimaan kas, yang pertama bersumber dari penerimaan
retribusi IMB pada tanggal 5 Januari 2007 dan yang kedua dari retribusi pemakaian

kekayaan daerah pada tanggal 15 Januari 2007. Saldo kas di bendahara penerimaan
sampai dengan tanggal 15 Januari 2007 adalah sebesar Rp.155.000.000,00. Jadi, dengan
membuat buku besar kita bisa mengetahui saldo perkiraan tertentu untuk periode
tertentu.
Slide ini memberikan contoh buku besar untuk perkiraan/akun/rekening "retribusi ijin
mendirikan bangunan" dan "retribusi pemakaian kekayaan daerah". Memasukkan
transaksi ke dalam buku besar dilakukan dengan memindahkan dari jurnal ke buku
besar tanpa perlu menganalisis kembali aturan debit-kredit.
Slide ini memberikan contoh buku besar untuk perkiraan "kas di bendahara pengeluaran"
yang bersumber dari SP2D UP/GU/TU, dan digunaan untuk belanja ATK serta
pengembalian sisa dana UP/GU/TU. Dalam pembuatan buku besar ini, ada satu kolom
yang perlu ditambahkan yaitu kolom saldo. Penambahan kolom ini diperlukan untuk
mengetahui saldo akhir setiap buku besar. Disamping itu, kolom saldo akhir juga
berguna untuk memasukkan saldo awal suatu perkiraan/akun/rekening terutama untuk
rekening-rekening riil (rekening-rekening neraca).
Bagan perkiraan buku besar digunakan sebagai pedoman untuk mencatat transaksi di
jurnal serta memudahkan penyusunan laporan keuangan. Adanya bagan perkiraan buku
besar meningkatkan konsisten dan keseragaman dalam pencatatan dan pembuatan
laporan keuangan.
Pembuatan perkiraan buku besar seyogianya disusun secara sistematis dan diurutkan
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan pedoman yang diberikan oleh
Permendagri 13 Tahun 2006, bagan akun diurutkan berdasarkan pos-pos yang ada
dalam laporan keuangan.
Urutan
Urutan
Urutan
Urutan
Urutan
Urutan
Urutan

yang disarankan dalam Permendagri 13 Tahun 2006 adalah sebagai berikut:


1: Aset
2: Kewajiban
3: Ekuitas
4: Pendapatan
5: Belanja
6: Pembiayaan

Masing-masing pos laporan keuangan diberikan kode yang runtut. Oleh karena itu,
bagan akun ini seringkali disebut kode rekening atau kode akun.
Berikut ini disajikan contoh bagan akun buku besar untuk pos-pos yang ada di neraca.
Aset (aktiva) dibedakan menjadi 2 kelompok besar: aktiva lancar dan aktiva tetap.
Pengelompokan ini didasarkan atas jangka waktu pemanfaatan aktiva tersebut. Aktiva
lancer menampung pos-pos yang memiliki umur ekonomis atau masa manfaat kurang
dari 1 tahun, sedangkan aktiva tetap menampung pos-pos yang memiliki umur ekonomis
lebih dari 1 tahun. Aktiva lancar dirinci menjadi kas, piutang, persediaan, dan lain-lain.
Sedangkan aktiva tetap dirinci lagi berdasarkan jenis aktiva tetap yang dimiliki. Uruturutan pembuatan kode akun ini didasarkan pada tingkat likuiditasnya. Likuiditas adalah
kemudahan suatu aset itu untuk diubah menjadi kas.
Kewajiban/hutang dibedakan menjadi 2 yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka
panjang. Hutang jangka pendek digunakan untuk menampung kewajiban yang menjadi
tanggungjawab pemerintah daerah yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun, sedangkan
hutang jangka panjang memiliki masa jatuh tempo lebih dari 1 tahun. Jika terdapat
bagian dari hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam kurun waktu 1 tahun ke
depan (dalam rangka pembayaran angsuran) maka bagian yang jatuh tempo dalam 1
tahun tersebut dipindahkan ke hutang jangka pendek.
Untuk ekuitas dibedakan menjadi 3, yaitu ekuitas dana lancar yang digunakan untuk
mengimbangi aktiva lancar, ekuitas dana investasi yang digunakan untuk mengimbangi
aktiva tetap dan ekuitas dana cadangan yang digunakan untuk mengimbangi pos dana
cadangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah.

Bagian ini mengetengahkan pos-pos yang ada dalam laporan realisasi anggaran yang
terdiri dari pendapatan dan belanja. Pendapatan dibedakan menjadi 3, yaitu pendapatan
asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dari sisi
belanja dibedakan menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak
langsung adalah belanja yang tidak berhubungan secara langsung dengan output yang
dihasilkan oleh unit kerja. Sedangkan belanja langsung merupakan komponen belanja
yang berhubungan secara langsung dengan upaya untuk menghasilkan output.
Buku besar pembantu ini merupakan catatan yang berisi rincian dari buku besar. Buku
besar pembantu berisi informasi yang lebih rinci dari buku besar dan dijaga
pencatatannya dalam rangka penelusuran data dan informasi. Penggunaan buku besar
pembantu ini sifatnya opsional, tergantung pada kebutuhan informasi yang diperlukan
dan tergantung pada sumberdaya yang dimiliki oleh unit kerja tersebut.
Penggunaan buku besar pembantu sebenarnya membantu fungsi akuntansi untuk
menyusun neraca saldo dan laporan keuangan terutama untuk memantau detil transaksi
yang seringkali terjadi.
1.

Posting dari Buku Besar ke Neraca Saldo

Setelah membuat buku besar, maka daftar saldo untuk setiap perkiraan di buku besar
dikumpulkan menjadi satu dalam dokumen yang disebut neraca saldo. Neraca saldo
berisi daftar saldo-saldo sementara setiap akun/perkiraan buku besar pada periode
tertentu. Dengan kata lain, neraca saldo merupakan upaya untuk meringkas atau
merangkum daftar perkiraan yang ada di buku besar.
Salah satu fungsi dari neraca saldo adalah untuk menguji kebenaran pencatatan
transaksi yang terjadi pada periode tertentu ke dalam jurnal dan ke buku besar dengan
cara menjumlahkan saldo debit nya dan seluruh saldo kreditnya.
Apabila jumlah debit sama dengan jumlah kredit berarti ada kemungkinan pencatatan
telah benar, tetapi jika tidak sama berarti pencatatannya salah.
Pembuatan neraca saldo ini dilakukan secara periodik, bias bulanan atau triwulanan.
Neraca saldo ini digunakan untuk melakukan pengecekan apakah pengklasifikasian
dalam buku besar telah dilakukan secara benar. Cara pengecekannya adalah dengan
melihat keseimbangan antara jumlah total sisi debit dan sisi kredit.
Jika terdapat ketidakseimbangan antara jumlah debit dan kredit, terdapat beberapa
kemungkinan kesalahan yang terjadi, antara lain adalah kesalahan pada saat menjurnal.
Pada awal menjurnal harus sudah dipastikan bahwa antara sisi debit dan sisi kredit
harus seimbang. Bila sejak awal pembuatan jurnal sudah tidak balance, maka ketika
direkapitulasi dalam neraca saldo juga tidak akan seimbang.
Kemungkinan yang kedua adalah kesalahan ketika melakukan posting ke buku besar.
Meskipun pembuatan jurnal sudah benar, namun jika proses postingnya salah akan
menyebabkan neraca saldo juga salah. Kesalahan pada proses posting ini bisa berbentuk
salah memasukkan ke dalam kode perkiraan/akun buku besar, kesalahan dalam
memasukkan ke dalam kolom debit atau kredit ataupun kesalahan dalam memasukkan
nilai nominalnya.
Jika proses posting dilakukan secara manual, maka peluang terjadi kesalahan juga sangat
tinggi. Namun jika sudah menggunakan program aplikasi, maka kesalahan di proses
posting ini bisa diminimalisir. Kemungkinan kesalahan yang lain adalah kesalahan dalam
menghitung saldo dalam buku besar. Dengan kata lain terjadi kesalahan kalkulasi
transaksi dalam satu buku besar.
1.

Jurnal Penyesuaian

Di perusahaan yang profit oriented, jurnal penyesuaian dilakukan untuk menyesuaikan


saldo rekening yang ada di laporan laba rugi dan neraca agar menunjukkan posisi yang
sesungguhnya. Berbeda dengan perusahaan profit oriented, jurnal yang dibuat oleh
pemerintah daerah digunakan untuk menyesuaikan posisi neraca agar menggambarkan
kondisi yang sesungguhnya. Sedangkan pos-pos di Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) tidak dilakukan penyesuaian. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan penggunaan basis akuntansi. Kalau perusahaan swasta menggunakan Basis
Akrual, sedangkan pemerintah daerah menggunakan cash toward
accrual. Sebagai gambaran, bila ada pendapatan retribusi yang menjadi hak pemerintah
daerah namun belum diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, maka saldo
pendapatan retribusi di LRA tidak bertambah. Yang berubah adalah ada penambahan
piutang retribusi di neraca. Karena asetnya bertambah, maka ekuitas pemerintah daerah
juga bertambah. Maka pada akhir tahun anggaran dilakukan jurnal penyesuaian untuk
mengakui adanya piutang pendapatan retribusi dan peningkatan ekuitas pemerintah
daerah.
Transaksi yang perlu disesuaikan pada akhir periode penyusunan laporan keuangan
(akhir tahun) untuk pemerintah daerah utamanya meliputi transaksi-transaksi neraca.
Disini disajikan beberapa contoh transaksi yang memerlukan penyesuaian. Pertama
adalah piutang pendapatan pajak dan retribusi. Pengakuan piutang pendapatan ini
didasarkan atas informasi jumlah pendapatan yang seharusnya diterima sampai dengan
tanggal 31 Desember namun riil kasnya belum ada. Informasi ini utamanya berasal dari
Dinas Pendapatan serta dinas penghasil lainnya.
Penyesuaian juga dilakukan untuk menyajikan informasi sisa barang pakai habis yang
masih belum digunakan. Sisa tersebut akan dimasukkan sebagai pos persediaan di
neraca.
Slide ini memberikan contoh jurnal penyesuaian yang dilakukan pada akhir periode
pelaporan keuangan.
Contoh yang pertama adalah jurnal penyesuaian untuk mengakui investasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah. Bila investasi dilakukan dengan menerbitkan SP2D,
maka sebenarnya pengakuan investasi dilakukan bersamaan dengan pengakuan
pengeluaran pembiayaan untuk investasi. Artinya, bahwa ketika terbit SP2D maka
dibuatkan jurnal transaksi untuk mengakui realisasi pengeluaran pembiayaan dan
dibuatkan juga jurnal korolari untuk mengakui investasi di neraca.
Jurnal penyesuaian atas transaksi investasi yang dicontohkan dalam slide ini dilakukan
bila pada akhir tahun terdapat dividen saham yang diberikan oleh BUMD. Jurnal korolari
dan penyesuaian untuk pengakuan penambahan investasi bentuknya sama, yaitu
menggunakan akun "penyertaan modal" di sisi debit dan "ekuitas dana investasi" di sisi
kredit. Akun "penyertaan modal" masuk dalam kategori aset, sehingga jika aset
bertambah dicatat di sisi sebelah debit. Sedangkan akun "ekuitas dana investasi" masuk
dalam kategori ekuitas sehingga bila ekuitas bertambah maka dicatat di sisi sebelah
kredit.
Contoh yang kedua merupakan penyesuaian untuk mengakui sisa lebih pembiayaan
anggaran (SILPA) di neraca. Jadi jurnal ini digunakan untuk memindahkan saldo SILPA
dari perhitungan anggaran ke ekuitas di neraca. Bentuk jurnal untuk memindahkan
SILPA ini dipengaruhi oleh saldo akhir SILPA.
Contoh ketiga jurnal penyesuaian adalah pengakuan atas terjadinya piutang pendapatan.
Karena basis yang digunakan adalah cash toward accrual, maka bagian pendapatan yang
menjadi hak pemerintah daerah diakui pada akhir periode penyusunan laporan
keuangan. Pengakuan itu dilakukan melalui jurnal penyesuaian. Pedoman jurnal untuk
membuat penyesuaian terhadap piutang pendapatan dapat dilihat di slide. Dalam slide
diberikan contoh pendapatan retribusi pemakaian kekayaan daerah yang menjadi hak
pemerintah daerah. Jurnal standar untuk mengakui piutang pendapatan ini adalah
dengan mencatat perkiraan "piutang retribusi pemakaian kekayaan daerah" dicatat di
sebelah debit dan "cadangan piutang retribusi" dicatat di sebelah kredit. Perkiraan
"piutang retribusi pemakaian kekayaan daerah" masuk dalam kategori aset, sedangkan

"cadangan piutang retribusi" masuk dalam kategori ekuitas, yaitu ekuitas dana lancar.
Contoh yang keempat adalah pengakuan atas persediaan yang dimiliki oleh unit kerja.
Pengakuan persediaan ini dilakukan setelah ada stock opname atas barang pakai habis
miliki pemerintah daerah pada akhir periode penyusunan laporan keuangan. Jurnal
standar untuk mengakui persediaan adalah dengan mendebit perkiraan "persediaan
ATK" dan mengkredit perkiraan "cadangan persediaan ATK". Perkiraan "persediaan
ATK" merupakan bagian dari aset, sedangkan perkiraan "cadangan persediaan ATK"
merupakan bagian dari ekuitas dana lancar.
1.

Neraca Lajur

Neraca lajur adalah kertas kerja yang berbentuk kolomkolom (lajur) yang digunakan
untuk menampung rangkuman transaksi-transaksi rekening buku besar beserta
penyesuaiannya sehingga dihasilkan suatu laporan keuangan.
Neraca lajur digunakan agar dalam menyusun laporan keuangan dapat lebih sistematis
dan meminimalkan kesalahan dalam menyusun laporan keuangan. Neraca lajur tidak
bersifat formal dan hanya untuk kepentingan internal penyusun laporan keuangan
sehingga tidak perlu dilampirkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah.
Dalam neraca lajur, saldo rekening-rekening buku besar disesuaikan, diseimbangkan dan
disusun menurut cara-cara yang sesuai dengan penyusunan rekening-rekening dalam
laporan keuangan. Pemakaian neraca lajur juga dapat menunjukkan bahwa prosedurprosedur yang perlu dilakukan untuk menyusun laporan keuangan telah dilaksanakan
seluruhnya.
Urutan kolom-kolom dari kiri ke kanan neraca lajur adalah: neraca saldo penyesuaian
neraca saldo setelah penyesuaian LRA neraca. Urutan kolom-kolom dari kiri ke kanan
neraca lajur secara praktek adalah: neraca awal mutasi neraca saldo penyesuaian
LRA neraca. Dengan mencantumkan kolom mutasi maka dapat diketahui pos-pos yang
menyebabkan perubahan dalam saldo awal setiap perkiraan/rekening.
1.

Laporan Keuangan SKPD - Laporan Realisasi Anggaran

kita akan menyelesaikan penyusunan laporan keuangan yang diawali dengan menyusun
LRA terlebih dahulu sampai dengan penjelasan atas CaLK. Bagaimana menyusun
Laporan Realisasi Anggaran, membuat jurnal penutup, membuat neraca serta
pemahaman tentang catatan atas laporan keuangan.
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu
periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja organisasin
tersebut.
Kita perlu membedakan antara laporan keuangan (financial reports) dengan pelaporan
keuangan (financial reporting).
Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan
keuangan.
Pelaporan keuangan itu sendiri meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan
dan penyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang
terlibat (misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah, organisasi
profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang berlaku termasuk SAP.
Sebagaimana yang telah disampaikan dalam SAP bahwa tujuan dari laporan keuangan
adalah untuk menyajikan informasi kinerja keuangan suatu entitas yang meliputi
penyerapan anggaran, laporan arus kas dan kekayaan unit kerja. Informasi yang
diberikan dalam laporan keuangan ini adalah informasi yang bersifat material dan
signifikan sehingga ia berguna bagi proses pengambilan keputusan mengenai alokasi
sumber daya.

Melalui laporan keuangan kita bisa mengetahui kekuatan finansial kita, berapa sumber
daya alam yang kita miliki, seberapa banyak sarana dan prasarana yang kita punyai.
Berdasarkan informasi posisi keuangan tersebut, pemerintah daerah bisa mengambil
keputusan tentang strategi peningkatan kualitas pelayanan publik pada periode
berikutnya dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan sumber daya yang
dimilikinya.
Siapa pengguna laporan keuangan pemerintah daerah? Pertanyaan ini penting diajukan
mengingat selama ini laporan keuangan pemerintah daerah menjadi suatu informasi
yang hanya ditujukan pada kalangan tertentu saja, utamanya kepada DPRD dan
pemerintah pusat. Namun perlu kita sadari bahwa mayoritas sumber dana yang
digunakan dalam kegiatan operasional pemerintah daerah adalah bersumber dari
masyarakat. Pembayaran pajak dan retribusi yang kita lakukan akan masuk ke kas
daerah atau kas negara yang selanjutnya digunakan untuk melaksanakan fungsi
pelayanan publik. Karena sumber dana yang digunakan bersumber dari masyarakat,
maka pemerintah daerah selaku pengelola dana masyarakat juga wajib untuk
mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat menjadi pihak utama yang harus diberikan laporan
keuangan. Dan laporan keuangan ini harus dipublikasikan di media massa agar
masyarakat bias menilai kinerja keuangan pemerintah daerah. Publikasi laporan
keuangan ini di beberapa daerah masih dianggap tabu karena informasi keuangan dinilai
rahasia dan tidak seharusnya diketahui oleh publik. Namun, peraturan perundangundangan telah mewajibkan bagi pemerintah daerah untuk memberikan informasi
tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah termasuk laporan keuangannya kepada
publik.
Pihak lain yang juga berkepentingan terhadap laporan keuangan adalah para wakil
rakyat yang mewakili rakyat dalam memantau penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain wakil rakyat, para pemeriksa juga memerlukan laporan keuangan sebagai dasar
untuk menilai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan menilai kinerja
pemerintah daerah dalam menggunakan dana publik untuk membangun sarana dan
prasarana publik.
Bila pemerintah daerah memperoleh hibah atau dana bantuan dari investor, maka
tentunya investor dan pemberi dana hibah juga menuntut pemerintah daerah
melaporkan kondisi keuangannya agar dapat dinilai kontribusi investasi yang mereka
berikan kepada pemerintah daerah setempat.
Selain itu, para calon donatur ataupun investor juga perlu menilai laporan keuangan
pemerintah daerah guna menilai tingkat efektivitas serta risiko yang ada di suatu daerah
sebelum mereka memberikan donasi maupun investasi. Pemerintah pusat juga perlu
informasi laporan keuangan sebagai sarana untuk melakukan konsolidasi laporan
keuangan dan menilai kinerja pemerintah daerah dalam rangka pelayanan publik kepada
masyarakat. Hasil penilaian ini salah satunya digunakan sebagai dasar untuk
menentukan besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan diberikan kepada masingmasing daerah.
Permendagri 13 Tahun 2006 telah mewajibkan SKPD untuk menyelenggarakan
akuntansi dan membuat laporan keuangan sebagai salah satu bentuk desentralisasi
pengelolaan keuangan ke SKPD. Atas dasar aturan tersebut, maka SKPD wajib membuat
laporan keuangan SKPD yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). SKPD tidak perlu membuat laporan arus kas
mengingat semua penerimaan pendapatan langsung masuk ke kas daerah, dan semua
belanja didanai dari kas daerah. Jadi yang membuat laporan arus kas hanyalah BUD
saja.
Dengan alasan ini pula, maka pengertian kas dalam setiap materi kita sebenarnya
merujuk pada kas yang ada di BUD yaitu kas daerah.
Sebagaimana namanya, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) mencoba untuk menunjukkan
tingkat pencapaian anggaran. Bahasa sederhananya, LRA mencoba untuk
membandingkan antara anggaran dengan realisasinya sehingga bias diketahui tingkat

pelampauan pendapatan atau sisa belanja yang diperoleh selama satu tahun anggaran.
Hal yang perlu diperhatikan bahwa LRA ini sebenarnya mengindikasikan bagaimana
pemerintah daerah mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya untuk
menyelenggarakan pelayanan publik. Sebagai contoh, dari LRA kita bisa mengetahui
berapa persen dana yang dikelola oleh pemerintah daerah digunakan untuk membayar
belanja pegawai, berapa porsi dana yang digunakan untuk belanja modal untuk
pelayanan publik, berapa dana yang dialokasikan untuk pendidikan, dan lain-lain. Dari
LRA juga bisa diketahui berapa persen tingkat pencapaian pendapatan asli daerah.
Disisi yang lain, LRA juga menunjukkan kinerja keuangan program dan kegiatan yang
telah dilakukan oleh pemerintah daerah dan menunjukkan seberapa besar tingkat
ketaatan pemerintah daerah terhadap APBD yang telah disepakati bersama dengan
DPRD.
Komponen LRA versi PP 24 Tahun 2005 tentang SAP terdiri dari pendapatan, belanja,
transfer, surplus/defisit, pembiayaan, dan SILPA/SIKPA.
Komponen LRA ini berbeda dengan struktur APBD yang telah ditetapkan bersama
dengan DPRD. Struktur APBD mengacu pada PP 58 Tahun 2005 dan Permendagri 13
Tahun 2006. Disinilah banyak muncul perdebatan sengit karena pemerintah daerah
dibingungkan dengan struktur laporan yang berbeda di antara kedua aturan tersebut.
Terlebih lagi bahwa DPR/D yang telah mengesahkan APBD pasti akan membandingkan
dengan APBD tersebut dengan realisasinya. Di sisi yang lain, para pemeriksa juga akan
mendasarkan pemeriksanaan pada aturan main yang berlaku di pemerintah daerah,
yaitu perencanaan dan penatausahaan sesuai dengan PP 58 Tahun 2005 dan
Permendagri 13 Tahun 2006. Hal ini menimbulkan kesan bahwa format LRA versi PP 24
Tahun 2005 tentang SAP menjadi kurang bermakna bagi mayoritas stakeholders.
Namun, terlepas dari permasalahan tersebut, harus kita pahami bahwa semangat dari
SAP adalah memberikan informasi keuangan kepada stakeholders. Ditinjau dari sudut
pandang akuntansi, pelaporan keuangan dengan versi SAP ini memang ditujukan untuk
pihak diluar pemerintah daerah itu sendiri. Jadi SAP ini merupakan standar akuntansi
keuangan bagi pemerintah daerah.
Sedangkan laporan keuangan versi Permendagri 13 Tahun 2006 ditujukan untuk
kepentingan manajerial di internal pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah
tidak terlepas dari sistem pengendalian internal. Salah satu cara untuk bisa melakukan
pengendalian internal dan menilai kinerja maka pelaporan keuangannya disusun
sebagaimana yang tertuang mulai dari penganggaran sampai dengan laporan realisasi
anggaran. Dengan kata lain, Permendagri 13 Tahun 2006 lebih mengarahkan pada
akuntansi manajemen di pemerintah daerah.
Terlepas dari aspek kemanfaatan penyajian LRA versi PP 24 Tahun 2005, pemerintah
daerah harus tetap membuat laporan dengan komponen sebagaimana yang diarahkan
dalam SAP. Langkah paling mudah untuk memenuhi tuntutan PP 24 Tahun 2005 adalah
dengan melakukan konversi LRA ke SAP. Yang dimaksud dengan konversi ini adalah
memetakan komponen LRA versi Permendagri 13 Tahun 2006 ke komponen LRA versi
SAP. Mengapa perlu dilakukan konversi? Pertanyaan ini muncul karena mayoritas SKPD
di pemerintah daerah kurang mendapat wawasan tentang SAP sehingga urusan konversi
ini diserahkan kepada BUD.
Konversi diperlukan mengingat sistem akuntansi yang berjalan di pemerintah daerah
berbasis pada anggaran. Artinya, formulasi penganggaran daerah akan menentukan
penatausahaannya. Jika penganggaran daerah mengacu pada Permendagri 13 Tahun
2006, maka realisasi penerimaan kas dan pengeluaran kas akan mengacu pada
Permendagri 13 Tahun 2006. Artinya, semua dokumen yang digunakan sebagai dasar
pencatatan akuntansi juga akan mengacu pada Permendagri 13 Tahun 2006. Disisi yang
lain, laporan keuangan pemerintah daerah harus mengacu pada SAP dengan formulasi
yang berbeda. Oleh karena itu, untuk menjembatani perbedaan tersebut, langkah yang
paling praktis adalah dengan melakukan konversi atas laporan keuangan. Jika SKPD
telah menyelenggarakan akuntansi dan membuat laporan keuangan maka SKPD juga
perlu melakukan konversi.

Dalam bagan yang tertera di slide diberikan pedoman untuk melakukan konversi LRA
versi Permendagri 13 Tahun 2006 ke LRA versi SAP. Jika di LRA versi Permendagri 13
Tahun 2006 belanja dibedakan menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung,
sedangkan di LRA versi SAP tidak membedakan belanja tidak langsung dan tidak
langsung. LRA versi SAP hanya mengelompokkan belanja sesuai dengan jenis
belanjanya, bukan sifat dari belanjanya. LRA versi SAP membedakan belanja menjadi
belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga dan transfer.
Jika di LRA versi Permendagri 13 Tahun 2006 belanja pegawai bisa bersifat belanja tidak
langsung dan bisa bersifat belanja langsung, maka belanja pegawai di masing-masing
sifat belanja akan dikonversi ke belanja pegawai sebagai salah satu komponen dari
belanja operasi. Belanja barang dan jasa di LRA versi Permendagri 13 tahun 2006
dipetakan menjadi belanja barang di LRA versi SAP.
Yang perlu berhati-hati adalah konversi atas belanja tidak langsung yang terdiri dari
belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial,belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan dan belanja tidak terduga.
Belanja bagi hasil dikonversikan ke transfer, sedangkan belanja bantuan keuangan
dikonversikan juga ke transfer (karena pada SAP tidak mengenal ada belanja bantuan
keuangan).
Transfer yang terdapat di LRA versi SAP berisi pendapatan ataupun belanja
yang ditujukan untuk bagi hasil antar pemerintah daerah atau dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah. Transfer penerimaan bersumber dari DAU dan
DAK, sedangkan transfer pengeluaran berbentuk Belanja Bagi Hasil Pajak dan
Bukan Pajak serta Bantuan Keuangan.
Slide berikut ini memberikan contoh format LRA sesuai dengan Permendagri 13 Tahun
2006 yang nantinya akan dikonversikan di LRA versi SAP. Informasi yang diberikan
dalam LRA ini adalah jumlah anggaran setelah perubahan, jumlah realisasi serta selisih
lebih atau selisih kurang. Jika melihat dari format ini maka nantinya dapat dianalisis
seberapa efektif pencapaian pendapatan pemerintah daerah, dan seberapa besar
efisiensi biaya yang berhasil dilakukan. Berapa sisa anggaran yang diterima pada akhir
periode anggaran. Berdasarkan sisa anggaran ini dilakukan analisis lebih lanjut tentang
penyebab terjadinya selisih lebih atau selisih kurang.
Paradigma lama yang menilai bahwa sisa anggaran nol adalah bagus hendaknya kita
tinggalkan dari pemikiran kita. Mengapa? karena sekarang kita menjalankan anggaran
kinerja. Tolok ukur baik atau buruk kinerja pemerintah daerah tidak semata-mata
didasarkan atas habis atau tidaknya anggaran tahun berjalan, melainkan dari
pencapaian kinerja program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Apakah output nya
tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan apakah outcome nya juga
tercapai sehingga output yang dihasilkan memang bermanfaat bagi masyarakat dan
aparat.
Komponen LRA yang pertama adalah pendapatan dan belanja. Pendapatan dikurangi
dengan belanja akan menimbulkan surplus atau defisit. Jika pendapatan lebih besar
dibandingkan belanjanya maka akan terjadi surplus, dan jika pendapatan lebih kecil dan
belanjanya maka pemerintah daerah dikatakan menderita defisit.
Komponen kedua dari LRA adalah pembiayaan. SKPD memang tidak diperkenankan
untuk menganggarkan pembiayaan. Pembiayaan ini hanya ada di SKPKD/BUD. Hakekat
dari pembiayaan ini adalah untuk memanfaatkan surplus anggaran atau mencari sumber
dana guna menutup defisit anggaran.
Dari aspek pembiayaan ada 2 komponen yaitu pengeluaran pembiayaan dan penerimaan
pembiayaan. Pengeluaran pembiayaan dikurangi dengan penerimaan pembiayaan akan
menghasilkan pembiayaan netto. Pembiayaan netto ini bisa positif bisa negatif.
Aspek terakhir dari LRA ini adalah sisa lebih (kurang) pembiayaan anggaran yang
seringkali disingkat menjadi SILPA atau SIKPA. SILPA atau SIKPA ini berasal dari

penambahan surplus/defisit dan pembiayaan netto. Jika hasil penjumlahannya bernilai


positif, maka disebut SILPA, tapi kalau hasil penjumlahannya negatif maka disebut
SIKPA. SILPA bersaldo normal kredit, sedangkan SIKPA bersaldo normal debit.

Jurnal Penutup dan Neraca SKPD


Sebelum membuat neraca, maka satu prosedur yang harus dilalui adalah membuat
jurnal penutup. Sebagaimana yang telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya, jurnal
penutup ini adalah jurnal yang dibuat untuk menutup saldo rekening yang ada di LRA
untuk kemudian kita pindahkan sisanya ke rekening di neraca. Setelah pendapatan dan
belanja ditutup, maka akan muncul saldo SILPA atau SIKPA. Saldo SILPA atau SIKPA ini
kemudian ditutup ke ekuitas di neraca.
Pedoman untuk membuat jurnal penutup adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan ditutup ke SILPA/SIKPA
2. Belanja ditutup ke SILPA/SIKPA
3. Pembiayaan ditutup ke SILPA/SIKPA
Cara melakukan penutupan dilakukan dengan membalikkan saldo masing-masing
rekening. Sebagai contoh, pendapatan yang saldo normalnya kredit, di jurnal penutup ini
di catat di sebelah debit sedangkan kreditnya adalah SILPA/SIKPA. Belanja yang saldo
normalnya debit, dilakukan penutupan dengan cara menjurnalnya disisi kredit,
sedangkan sisi debitnya adalah SILPA/SIKPA. Pembiayaan juga diperlakukan yang sama.
Sehingga pada akhir pembuatan jurnal penutup bias diketahui saldo SILPA/SIKPA.
keuangan terutama neraca kini telah menjadi satu perhatian serius di setiap pemerintah
daerah. Hal ini disebabkan karena mayoritas pemerintah daerah sedang dalam proses
menyusun neraca daerah. Selama ini, pemerintah daerah kurang memperhatikan makna
pentingnya neraca. Yang menjadi titik kritis penilaian kinerja pemerintah daerah selama
ini adalah pada LRA (atau dulu disebut sebagai laporan perhitungan). Sementara neraca
kurang diperhatikan.
Saat ini ketika BPK mulai memeriksa daftar kekayaan milik daerah yang tertera di
neraca, barulah pemerintah daerah sadar bahwa neraca merupakan laporan keuangan
yang tak kalah pentingnya. Dan mayoritas pemerintah daerah saat ini sedang melakukan
pembenahan guna menghasilkan neraca daerah yang akurat.
Neraca daerah mencerminkan posisi kekayaan yang dimiliki oleh pemerintah daerah
serta menunjukkan besarnya kewajiban yang menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah. Jika posisi aset pemerintah daerah besar menunjukkan bahwa kekayaan
pemerintah daerah tersebut tinggi.
Slide ini memberikan gambaran komponen yang membentuk neraca. Sisi sebelah kiri
adalah aset (aktiva). Komponen aktiva telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya. Jika
kita cermati komponen dari neraca ini, bisa memberikan gambaran kepada kita
besarnya aset tetap dan investasi yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Saat ini mayoritas pemerintah daerah memperoleh opini adverse atau tidak memberikan
pendapat oleh BPK. Mayoritas opini ini timbul karena terdapat keraguan yang sangat
besar terhadap penyajian aset tetap milik daerah.
Keraguan terhadap kebenaran data aset tetap disebabkan karena banyak aset
tetap milik pemerintah daerah yang belum terdeteksi ataupun bukti-bukti
kepemilikannya tidak sah. Demikian juga dengan nilai investasi yang dimiliki oleh
pemerintah, baik investasi permanen (kepada BUMD) maupun investasi non permanen
(berupa dana bergulir). Melalui neraca ini, masyarakat bisa menilai keefektivan
pemerintah daerah dalam mengelola kekayaan daerah guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan atas Laporan Keuangan merupakan bagian paling akhir dari laporan keuangan
yang harus disusun oleh SKPD. Catatan atas laporan keuangan ini memberikan informasi
secara kualitatif tentang pos-pos yang membentuk laporan keuangan.
Pentingnya catatan atas laporan keuangan ini mengingat banyak informasi yang tidak
dapat diungkapkan di LRA dan neraca, sehingga CaLK ini menjadi bagian penting yang
tidak terpisahkan dari laporan keuangan. Selain itu, keberadaan CaLK ini membantu
stakeholders untuk memahami laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini disebabkan
mayoritas stakeholders tidak familiar dengan struktur laporan keuangan yang dihasilkan
oleh pemerintah daerah. Mengingat latar belakang pendidikan para pengguna laporan
keuangan yang beraneka ragam, maka CaLK ini digunakan sebagai salah satu bagian
laporan keuangan yang memberikan pemahaman kepada stakeholders mengenai
pengertian dan penjelasan beberapa pos laporan keuangan yang bisa menimbulkan multi
interpretasi.
CaLK ini utamanya berisi pengungkapan-pengungkapan informasi terkait dengan pospos laporan keuangan yang diwajibkan oleh SAP, sehingga diharapkan transparansinya
semakin meningkat.
Slide ini menunjukkan format CaLK yang dibuat oleh SKPD. Format umum CaLK terdiri
dari 7 bab. Diawali dengan pendahuluan yang mengetengahkan tujuan penyusunan
laporan keuangan serta dasar hukum penyusunan laporan keuangan. Pada Bab II
dikemukakan asumsi ekonomi makro yang digunakan dalam merumuskan APBD serta
pengaruhnya terhadap mekanisme penganggaran di SKPD. Sebagai contoh, ketika ada
peningkatan harga BBM, maka dalam pelaksanaan program dan kegiatan juga akan
mengalami penyesuaian dalam rangka mengakomodir peningkatan harga secara umum.
Pada bab ini juga
dikemukakan kebijakan keuangan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya. Serta menyajikan analisis atas realisasi
anggaran yang dicapai dalam kurun satu tahun. Bagian akhir dari Bab II ini menyoroti
tentang ringkasan indikator kinerja program dan sasaran SKPD.
Pada Bab III disajikan ikhtisar pencapaian target kinerja keuangan masing-masing
SKPD. Pada Bab ini SKPD harus menjelaskan bagaimana keberhasilan SKPD dalam
menjalankan program dan kegiatan dilihat dari indikator pencapaian sasaran dan outcome
kegiatan/program. Jika target indikator tidak tercapai, maka SKPD harus menjelaskan
faktor-faktor yang menyebabkan target tidak terpenuhi. Bila target kinerja tercapai,
maka bisa disampaikan aspek keberhasilan kunci yang mendorong keberhasilan
pencapaian target tersebut. Pada Bab IV dikemukakan kebijakan akuntansi yang dianut
oleh pemerintah daerah. Jika CaLK ini disusun oleh SKPD maka kebijakan akuntansi
yang disampaikan dalam bab ini adalah kebijakan yang sifatnya unik di SKPD dan
bagaimana SKPD menyikapi atau menetapkan kebijakan untuk mengatasi permasalahan
di SKPD.
Bab V menjelaskan pos-pos laporan keuangan secara detil. Termasuk yang perlu
dijelaskan dalam bab V ini adalah pengungkapan-pengungkapan yang disyaratkan oleh
SAP.
Bab VI menjelaskan informasi-informasi penting dalam laporan keuangan yang perlu
disampaikan dalam CaLK ini. Informasi yang disampaikan pada Bab VI ini sifatnya
informasi yang non finansial, atau kejadian-kejadian setelah tanggal neraca.

Anda mungkin juga menyukai