Anda di halaman 1dari 29

Perdarahan Pervaginam

SKENARIO 3

PERDARAHAN PERVAGINAM
Seorang wanita 35 tahun, berobat ke rumah sakit dengan keluhan keluar darah dari vagina, dan
berbau. Mempunyai tiga orang anak, terkecil usia 6 tahun. Dari pemeriksaan sensorium
komposmentis, TD 120/70 mmHg, temperature 36,5 0C. haid teratur, tiap bulan, lama 7 hari.
Dokter meminta perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi pemeriksaan.
Pemeriksaan perut, inspeks, palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitupula vulva tidak ada
kelainan. Inspekulo : dinding vagina dalam batas normal, serviks membesar, berbenjol, berdarah.
Vaginal Toucher : serviks membesar, berbenjol, contact bleeding(+), uterus sebesar telur bebek,
mobile, ovarium tidak mmembesar. Untuk menegakan diagnosis, dokter melakukan pemeriksaan
penunjang.
Catatan : pengajuan skills lab. Vaginal toucher

STEP 1
1. Kata sulit
Contact bleeding :
Inspekulo :
Speculum :
2. Pertanyaan
1) Apa yang menyebabkan darah yang keluar dari vagina berbau?
2) Mengapa pada pemeriksaan perutnya tidak ditemukan kelainan?
3) Kenapa haidnya masih teratur?
4) Mengapa ovariumnya tidak membesar?
5) Kenapa pada pemeriksaan vulva didapatkan tidak ada kelainan?
6) Apa yang menyebabkan contact bleeding?
7) Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis?
8) Bagaimana batasan pemeriksaan dalam kasus ini dilihat dari segi agama islam?
9) Adakah hubungan jumlah anak dengan penyakit yang diderita?
10) Apa yang menyebabkan serviks menonjol dan membesar?
3. Jawaban
1) Karena terdapat infeksi sekunder
2) Karena yang bermasalah hanya pada serviks uteri
3) Karena yang bermasalah hanya pada serviks uteri
4) Karena yang bermasalah hanya pada serviks uteri
5) Karena yang bermasalah hanya pada serviks uteri
6) Karena terdapatnya neoplasia sehingga menyebabkan dinding sel jaringan sekitar
menjadi rapuh
7) Biopsi, Pap smear
8) Harus ada orang ketiga sebagai saksi
9) Ada , karena merupakan salah satu factor resiko (multiparitas)
10) Karena terdapat neplasia yaitu pertumbuhan sel yang berlebih

4. Hipotesis
Wanita 35 th (multiparitas)
3

Keluar darah berbau dari vagina


Contact bleeding

Inspekulo (serviks membesar,berbenjol,berdarah)


Vaginal toucher (serviks membesar,verbenjol,berdarah,contact bleeding)

Suspek Ca serviks

Dilakukan pemeriksaan Papsmear, Biopsi

Menurut pandangan Islam

LEARING OBJECTIVE
LO.1. Memahami dan menjelaskan perdarahan pervaginam

1.1. Definisi
1.2. Etiologi
1.3. pathogenesis
1.4. manifestasi
1.5. diagnosis
1.6. tatalaksana
LO.2. Memahami dan menjelaskan Ca serviks
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
2.3. Klasifikasi berdasarkan staging
2.4. Etilogi
2.5. Patogenesis
2.6. Manifestasi
LO.3. Memahami dan menjelaskan Diagnosis Ca serviks
LO.4. Memahami dan menjelaskan Penatalaksanaan Ca serviks
4.1. Farmakologi
4.2. kompilkasi
4.3. Prognosis
4.4. Pencegahan
LO.5. Memahami dan Menjelaskan etika pemeriksaan dalam ajaran islam

1.1.Definisi
Adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia
5

1. Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.
Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat
lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan
organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan
fungsional dan penggunaan estrogen eksogen
2. Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah
darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan
hipermenorea.
1.2.Etiologi
Sebab sebab organic
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:

serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri,
karsinoma servisis uteri.

Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus


incompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus
uteri, sarkoma uteri, mioma uteri.

Tuba fallopii; kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.

Ovarium; radang overium, tumor ovarium.

Sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dinamakan
perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara
menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan
dan masa akhir fung ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini
biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di rumah sakit.

1.3.Patologi
Menurut schroder pada tahun 1915, setelahpenelitian histopatologik pada uterus dan ovario pada
waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia
6

hemorrgica terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasidan
pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus menerus.
Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan
berbagai jenis endometrium yaitu endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris,
dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis
nonsekresi dan jenis sekresi penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan
anovulatori dari perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini
mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari factor-faktor
neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya Belem seberapa
dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin.

1.4.Manifestasi klinik
a. Perdarahan ovulatory
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan diagnosis perdarahan
ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira karena perdarhan yang lama
dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka Madang-kadang bentuk survei suhu badan
basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya
sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1) korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan Madang-kadang bersamaan dengan ovarium yang membesar.
Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil
pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum
persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu menurut Mc.
Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe
sekresi disamping nonsekresi.
2) insufisiensi korpus luteum

Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore. Dasarnya ahla
kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing factor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3) apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjado pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4) kelainan darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunya Kadar
estrogen dibawah tingkat tertentutimbul perdarahan yang Madang-kadang bersifat siklik,
Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada statu waktu
fungsional aktif. Folikel folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan
kemudian diganti oleh folikel folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh
terus dan dari endometrium yang mula-mula ploriferasidapat terjadi endometrium bersifat
hiperplasia kistik.Jika gambaran ini diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya
perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering pada masa
permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan atau
keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan realizing
faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan lambat laun
keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang dewasa dan terutama
dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik,
penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan
sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional
tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu faktor psikologik juga berpengaruh antara
lain stress kecelakaan, kematian, pemberian obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoir.
1.5. Diagnosis

Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang
pendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan ( banyak atau sedikit-sedikit,
sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.

Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah


kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan terhadap
salah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan
dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan.

Pada pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik
yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).

Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita
umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum,

Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamlan yang masih
bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah
untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

1.6. Tatalaksana
1. Istirahat baring dan transfusi darah
2. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada
abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan
hormon steroid. Dapat diberikan :
Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secar IM
dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi
apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi
progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan
kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone
15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam
masa pubertas.

LO.2. Memahami dan menjelaskan Ca serviks


9

2.1.Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks merupakan
kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah
bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.
2.2. epidemiologi
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita
nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu
kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang
hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan
pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per
100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
2.3. Klasifikasi menurut staging
Tabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO

10

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko


Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui
tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan
morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih
kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6
dan E7 yan berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan
onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain
adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti
dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks
menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan
wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan
risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya
kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran (banyak
digunakan pada tahun 1940-1970)
7. Gangguan sistem kekebalan
8. Pemakaian pil KB
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara rutin)
11

2.5. Patofisiologi dan patogenesis


Proto-onkogen

Factor instrinsik
-Kelainan kromosom
-supresi system imun

Factor ekstrinsik
-infeksi HPV
-zat karsinogenik

Onkoprotein HPV E6 & E7


Factor resiko: merokok, multiparitas, usia,
coituspertama,kebiasaan,seksual,PMS,ekonomi
rendah
Displasia sel epitel serviks
Mutasi gen supresor P53 &
pRb

Ekspresi gen SCCA1 &SCCA2 me>>

Proliferasi sel meningkat


Diferensiasi sel AbN
Apoptosis sel menurun

Ca Epidermoid serviks uteri


stad.lanjut

Kadar SCC antigen >>

Radiasi

Metabolism hepar<<
sist.eksresi ginjal ,,

Gangguan fg hepar,
Gangguan fg ginjal
Blok reseptor sel NK
Jumlah sel NK ke sel tumor <<

12

Sel kanker: ggn reparasi DNA,Reoksigenasi,Redis-tribusi,Repopulasi


Respon Radiasi

Proses terjadinya kanker serviks uteri sangat erat hubungannya dengan proses metaplasia
Masuknya bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik atau mutagen
pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas.
Perubahan biasanya terjadi pada daerah SSK atau daerah transformasi. Mutagen tersebut
berasal dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa
Human Papilloma Virus (HPV) memegang peranan penting.
Sel-sel yang mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, karsinoma in situ dan kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif.
Tingkat displasia dan karsinoma in situ dikenal Derajat kelainan epitel didasarkan pada
kelainan polaritas dan atipia yang ditemukan pada sel-sel epitel. Klasifikasi terbaru
menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia
dan karsinoma in situ. NIS terdiri dari :
1. NIS 1 disebut displasia ringan, bila polaritas sel sudah tidak baik sampai kira-kira 1/3
tebal epitel dan atipia sel masih ringan.
2. NIS 2 atau displasia sedang, bila perubahan mencakup - tebal dan atipia derajat
sedang.
3. NIS 3 atau displasia berat dan karsinoma insitu, bila perubahan tersebut atau
seluruh tebal dan polaritas tidak teratur, atipia sel berat serta ditemukan mitosis sel.
Untuk berlanjut menjadi karsinoma in situ umumnya diperlukan waktu 5 tahun dari
displasia ringan, 3 tahun dari displasia sedang dan 1 tahun dari displasia berat. Namun
tidak semua displasia akan menjadi karsinoma. Displasia dapat mengalami regresi,
menetap bertahun-tahun atau memburuk tergantung pada daya tahan penderita.
Pada penelitian Dexeus, dkk. mendapatkan bahwa 15% displasia ringan akan
berkembang menjadi displasia sedang, 30% displasia sedang akan berkembang menjadi
displasia berat dan 40% mengalami regresi menjadi displasia ringan. Empat puluh lima
persen displasia berat akan berkembang menjadi karsinoma insitu.

2.6. Gejala Klinis


Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1

Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin
lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.

Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.

Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

13

Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila
nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu,
bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.

Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul
iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel
vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

LO.3. Memahami dan menjelaskan Diagnosis Ca serviks


a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan, perilaku
seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali, penyakit
yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisis kronis, gaya hidup seperti
meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan perdarahan spontan
ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena
lesi prakanker umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan yang sudah lanjut..

b.Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang menjadi masalah
adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan
deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker serviks.
1) Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2) Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar
senggama.
3) Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4) Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5) Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6) Status pasien :
Ada atau tidaknya anemia.
Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan
berupa benjolan, kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan
obstipasi ileusobstruktif.
Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada
tidaknya benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.

14

c. Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukan kelainan porsio pada
lesi tingkat prakan-ker dan kadang hanya menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia,
erosi, ektropion atau servisitis. Tetapi tidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio
terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin juga
ditemukan fistula rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada keadaan ini porsio mudah sekali
berdarah karena kerapuhan sel sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan
pemeriksaan inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk eksplorasi
vagina.
D. Pemeriksaan penunjang
Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada
keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut
dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase
endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran
pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan
untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi,
ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk
staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007):
1) Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak
memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks.
Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan
aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun
sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim
secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher
rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa
dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.
Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya)

15

Tujuan Pap Smear:


1. Menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker termasuk
infeksi HPV . (Ramli, dkk: 2000).
2. Untuk mendeteksi adanya pra-kanker, ini sangat penting ditemukan sebelum seseorang
menderita kanker. (Hariyono.W, 2008).
3. Mendeteksi kelainan kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
4. Mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan servik uteri (Tim PKTP, RSUD Dr.
Soetomo / FK UNAIR, 2000).

16

Cara pengambilan sampel Pap Smear


Pemeriksaan ini dilakukan di atas kursi pemeriksaan khusus ginekologis. Sampel sel-sel
diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan melakukan usapan dengan spatula yang
terbuat dari bahan kayu atau plastik. Setelah usapan dilakukan, sebuah cytobrush (sikat kecil
berbulu halus, untuk mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk melakukan usapan dalam
kanal serviks. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan disemprot
dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol yang mengandung zat pengawet,
kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Waktu pemeriksaan
Waktu yang digunakan dalam pemeriksaan pap smear dapat dilakukan pada 2 minggu
setelah menstruasi dan sebelum menstruasi berikutnya.
2) Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear untuk
wanita dengan usia di atas 30 tahun. Tes ini dapat dilakukan pada sediaan apusan atau cairan
vagina dan sel sisa bahan pada sediaan sitologi Pap smear ataupun dengan biopsis. Deteksi
dengan tes DNA HPV adalah salah satu jenis tes pelengkap tes sitologi seperti pap smear.
Deteksi DNA HPV bisa dengan menggunakan PCR dan Hybrid Capture II. PCR pertama kali
dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985 (Nuswantara, 2002). Pada tahun 1990 Ting dan
Manos telah mengembangkan suatu metode deteksi human papilloma virus dengan PCR. Metode
tersebut dikembangkan dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam genom tipetipe HPV yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi.
Sedangkan teknik pemeriksaan dengan hibridisasi dikenal dengan istilah teknik Hybrid
Capture II System (HC-II). HC-II pada intinya adalah melakukan teknik hibridisasi yang dapat
mendeteksi semua tipe HPV high risk pada seseorang yang diduga memiliki virus HPV dalam
17

tubuhnya (Lrincz, 1998). Penggunaan teknik komputerisasi dilakukan untuk pemeriksaan di


tingkat DNA dan RNA, apakah terdapat kemungkinan pasien tersebut sudah terinfeksi HPV. Jika
teknik Pap smear memeriksa adanya perubahan pada sel (sitologi), teknik HC-II memeriksa
pada kondisi yang lebih awal yaitu terdapatnya kemungkinan seseorang terinfeksi HPV di dalam
tubuhnya sebelum virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang akhirnya dapat
mengakibakan terjadinya kanker serviks.
Pengembangan teknik deteksi DNA HPV akhir-akhir ini berupa HC-II merupakan teknik
sederhana dan cara alternatif yang menarik; seperti produk HC-II. Teknik HC-II adalah sebuah
antibody capture/solution hybridization/signal amplication assay yang memakai deteksi
kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV (Suwiyoga, 2006) namun secara umum HC-II
ialah suatu teknik berbasis DNA-RNA yang dapat mendeteksi secara akurat dan cepat
(Nainggolan, 2006).
3) Biopsi
Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk melakukan
biopsi contoh jaringan dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam waktu yang tidak lama.
Jika diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar area serviks, tergantung pada temuan saat
melakukan colposcopy. Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa
dilakukan. Selama kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan
pada saluran endoserviks, area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit
nyeri, tapi nyeri akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya baru
bisa dilihat paling tidak 2 minggu.
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka
pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau
kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan
adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang
diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu
kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 1997).
Biopsi Kerucut dan LEEP

18

Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker serviks. Pada
kasus ini, maka dapat dipilih biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah kerucut yang tajam
akan digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur ini dibutuhkan anestesi umum.
Biopsi kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan pra-kanker dari serviks. Loop Electro
Surgical Excision Procedure (LEEP) atau Prosedur Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro
adalah prosedur yang dilakukan dengan anestesi local untuk mengangkat jaringan dari serviks.
LEEP menggunakan listrik untuk membuang contoh jaringan. Metode ini umumnya digunakan
untuk mengobati kanker stadium tinggi dari pada hanya untuk mendiagnosis kanker serviks.
4) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan
ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan
dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal (Prayetni, 1997).
Colposcopy adalah suatu pengujian yang memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher
rahim) lebih dekat dengan menggunakan sebuah alat bernama colposcope. Colposcope akan
dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang ditangkap oleh alat tersebut akan
ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini, kondisi yang terjadi
dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat. Sebelumnya diberi cairan ke dalam vagina, apabila
pada sel-sel yang abnormal akan terwarnai suatu warna putih atau lainnya, lalu sample yg
abnormal (sudah terwarnai) itu diambil dengan biopsi, dan dibawa ke laboratorium.

19

5) Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan
membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan
pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah
karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).
6) Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran
pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan
radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang
meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan
untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa
regional (Gale & charette, 1999).
E. Diagnosis banding kanker serviks

Polip serviks
Erosi porsio
Cervicitis
Perdarahan uterus
Pendarahan uterus disfungsional
Trauma karena adanya kehamilan ektopik
Molahidatidosa
Aborsi
Endometriosis
Solusio plasenta
Plasenta previa
20

LO.4. Penatalaksanaan kanker servix


4.1. farmakoterapi
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi, radioterapi, dan
kemoterapi.
Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin
memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks:

Bila ukuran tumor < 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemo
Bila ukuran tumor >4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,
ataupun kemo berbasis cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi

Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo berbasis
cisplatin. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan
kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Jika kesembuhan tidak dimungkinkan, tujuannya pengobatan adalah untuk mengangkat atau
menghancurkan sebanyak mungkin sel-sel kanker. Kadang-kadang pengobatan ditujukan untuk
mengurangi gejala-gejala. Hal ini disebut perawatan paliatif.
Faktor-faktor lain yang mungkin berdampak pada keputusan pengobatan Anda termasuk usia
Anda, kesehatan Anda secara keseluruhan, dan preferensi Anda sendiri. Seringkali cukup bijak
untuk mendapatkan pendapat kedua (second opinion) yang memberikan Anda perspektif lain dari
penyakit Anda.
Pembedahan untuk Kanker Serviks
Ada beberapa jenis operasi untuk kanker serviks. Beberapa melibatkan pengangkatan rahim
(histerektomi), yang lainnya tidak. Daftar ini mencakup jenis operasi yang paling umum untuk
kanker serviks.
Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam vagina dan
pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan mereka.
Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi dalam leher rahim
(stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian kecil dari
jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai pengobatan
untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
Konisasi
21

Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik
(prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan
atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I). Hal ini jarang digunakan sebagai satusatunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin
ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker,
pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya
telah diangkat.
Histerektomi

Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang berada di
dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak diangkat. Rahim
dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut (perut) atau melalui vagina.
Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan
untuk mengobati beberapa kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk
stadium pra-kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.

Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi ini, dokter
bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian atas vagina yang
berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah
panggul. Operasi ini paling sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan
perut dan kurang sering melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa
menjadi hamil. Sebuah histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul
adalah pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih
jarang juga digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita muda.

Dampak seksual dari histerektomi: Setelah histerektomi, seorang wanita masih dapat merasakan
kenikmatan seksual. Seorang wanita tidak memerlukan rahim untuk mencapai orgasme. Jika
kanker telah menyebabkan rasa sakit atau perdarahan, meskipun demikian, operasi sebenarnya
bisa memperbaiki kehidupan seksual seorang wanita dengan cara menghentikan gejala-gejala ini.

Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita muda tertentu
dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat mempunyai anak. Metode ini
melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan
berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim.
Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina
ataupun perut.

22

Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan jangka panjang dan melahirkan
bayi yang sehat melalui operasi caesar. Dalam sebuah penelitian, tingkat kehamilan setelah 5
tahun lebih dari 50%, namun risiko keguguran lebih tinggi daripada wanita normal pada
umumnya. Risiko kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis operasi ini:
kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat. Operasi ini digunakan
ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan sebelumnya.
Jika kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan membuang air kecil
diperlukan. Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat kandung kemih baru. Urine
dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung kecil (disebut kateter) ke dalam lubang
kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau urin bisa mengalir ke kantong plastik kecil yang
ditempatkan di bagian depan perut.
Jika rektum dan sebagian usus besar diangkat, sebuah cara baru untuk melewati kotoran/feses
diperlukan. Hal ini dilakukan dengan kolostomi, yaitu dibuat lubang pembukaan di perut dimana
kotoran dapat dikeluarkan. Atau ahli bedah mungkin dapat menyambung kembali usus besar
sehingga tidak ada kantung di luar tubuh yang diperlukan. Jika vagina diangkat, sebuah vagina
baru yang terbuat dari kulit atau jaringan lain dapat dibuat/direkonstruksi.
Diperlukan waktu lama, 6 bulan atau lebih, untuk pulih dari operasi ini. Beberapa mengatakan
butuh waktu sekitar 1-2 tahun untuk benar benar menyesuaikan diri dengan perubahan radikal
ini. Namun wanita yang pernah menjalani operasi ini tetap dapat menjalani kehidupan bahagia
dan produktif. Dengan latihan dan kesabaran, mereka juga dapat memiliki gairah seksual,
kesenangan, dan orgasme.

Radioterapi untuk Kanker Serviks


Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X) untuk membunuh
sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi dilakukan, biasanya Anda
akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah Anda menderita Anemia. Penderita
kanker serviks yang mengalami perdarahan pada umumnya menderita Anemia. Untuk itu,
transfusi darah mungkin diperlukan sebelum radioterapi dijalankan.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external
maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini,
dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati
kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA. Yaitu, antara lain bila ukuran
tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan telah menyebar ke jaringan lainnya
(di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau usus besar.
Radioterapi ada 2 jenis, yaitu radioterapi eksternal dan radioterapi internal. Radioterapi eksternal
berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui sebuah mesin besar. Sedangkan
radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim Anda
23

selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode radioterapi
internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
Brachytherapy untuk Kanker Serviks
Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad ini. Pengobatan
yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium
telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal. Sejak tahun 1960an di Eropa dan Jepang, mulai diperkenalkan sistem HDR(high dose rate) brachytherapy.
HDR brachytherapy diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi
potensial dari HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam
beberapa insersi. Untuk pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu
dimana aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk setiap
insersi adalah sekitar 2,5 jam. Untuk pasien kanker endometrium yang menerima brachytherapy
saja atau dalam kombinasi dengan radioterapi external, maka diperlukan total 2 insersi dengan
masing-masing waktu sekitar 1 jam.
Keuntungan HDR brachytherapy adalah antara lain: pasien cukup rawat jalan, ekonomis, dosis
radiasi bisa disesuaikan, tidak ada kemungkinan bergesernya aplikator. Yang cukup memegang
peranan penting bagi kesuksesan brachytherapy adalah pengalaman dokter yang menangani.

4.2. komplikasi
1

Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula ureter atau kandung kemih
24

- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama menyakitkan
- Menopause dini
- Masalah dengan buang air kecil
- Tulang rapuh sehingga mudah patah tulang
- Rendahnya jumlah sel darah merah (anemia)
- Rendahnya jumlah sel darah putih
- Pembengkakan di kaki (disebut lymphedema)

4.3. Prognosis
Prognosis kanker serviks sangat bergantung pada seberapa dini kasus ini terdiagnosis dan
dilakukan terapi yang adekuat. Terapi yang tidak adekuat baik berupa tindakan pembedahan
maupun radiasi yang oleh alasan tertentu tidak sesuai dengan jadual akan mengurangi tingkat
keberhasilan terapi.
Faktor-faktor yang menentukan prognosis, ialah :
1 umur penderita,
2 keadaan umum penderita
3 tingkat klinis keganasan
4 ciri-ciri histologik sel tumor
5 kemampuan ahli atau tim ahli yang menangani
6 sarana pengobatan yang ada.
Di antara faktor resiko ini yang paling penting ialah invasi KGB. Kelangsungan hidup penderita
dengan invasi KGB walau telah mendapat terapi ajuvan tetap lebih buruk daripada penderita
tanpa invasi KGB.
Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut :
25

TINGKAT
T1S

AKH-5 tahun
Hampir 100 %

T1

70 85 %

T2

40 60 %

T3

30 40 %

T4

< 10 %

Sumber :UICC / clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Hiedelberg, Berlin;1973, p:218
4.4. Pencegahan
1 Tidak melakukan kegiatan seksual di usia dini ( < 20 tahun), karena secara fisik seluruh
organ intim dan yang terkait pada wanita baru matang pada usia 21 tahun.
2 Tidak berganti-ganti pasangan seksual lebih dari satu
3 Melakukan vaksinasi HPV
Vaksin HPV dapat mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18. Dan dapat diberikan mulaidari
usia 10-35 tahun, dalam bentuk suntikan sebanyak 3 kali (1-2-7 bulan).
4 Bagi wanita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah berhubungan seksual,
dianjurkan untuk melakukan tes HPV, Pap Smear, atau tes IVA, untuk mendeteksi
keberadaanHuman Papilloma Virus (HPV), yang merupakan biang keladi dari
tercetusnya penyakit kanker serviks.
5 Menjaga pola makan seimbang dan bergizi, serta menjalani gaya hidup sehat
(berolahraga).
6 Sebisa mungkin untuk menghindari fakto resiko yang memudahkan terinfeksi HPV
LO.5. Memahami dan Menjelaskan etika pemeriksaan dalam ajaran islam
PANDANGAN ISLAM TERHADAP IKHTILAT
Pembahasan tentang ikhtilat sangat penting untuk menjawab persoalan di atas.Yakni untuk
menjaga kehormatan dan menghindarkan dari perbuatan yang mengarah dosa dan kekejian.
Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang perempuan di tempat
sepi.Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia, yang rambu-rambunya
sangat mendapat perhatian dalam Islam.Yaitu berkait dengan ajaran Islam yang sangat
menjunjung tinggi keselamatan bagi manusia dari segala gangguan. Terlebih lagi dalam
masalah mu'amalah (pergaulan) dengan lain jenis. Dalam Islam, hubungan antara pria dan
wanita telah diatur dengan batasan-batasan, untuk membentengi gejolak fitnah yang
membahayakan dan mengacaukan kehidupan. Karenanya, Islam telah melarang pergaulan
26

yang dipenuhi dengan ikhtilat (campur baur antara pria dan wanita).
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan
kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.
"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita, maka seorang sahabat dari Anshar
bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah? Rasulullah
menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).
[HR Bukhari dan Muslim].
PERINTAH MENJAGA AURAT DAN MENAHAN PANDANGAN
Di antara keindahan syariat Islam, yaitu ditetapkannya larangan mengumbar aurat dan
perintah untuk menjaga pandangan mata kepada obyek yang tidak diperbolehkan, lantaran
perbuatan itu hanya akan mencelakakan diri dan agamanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman (yang artinya):
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan
memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita . . ."
[an-Nr/24: 30-31].
Larangan melihat aurat, tidak hanya untuk yang berlawan jenis, akan tetapi Islam pun
menetapkan larangan melihat aurat sesama jenis, baik antara lelaki dengan lelaki lainnya,
maupun antara sesama wanita.
Disebutkan dalam sebuah hadits:
"Dari Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat lelaki (yang lain),
dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)". [HR Muslim]
IDEALNYA MUSLIMAH BEROBAT KE DOKTER WANITA
27

Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum Muslimah, maka
menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya.Meski hanya
sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada keadaan genting, semisal
persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bz rahimahullah mengatakan:
Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki
melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian
pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing disendirikan, agar masyarakat
terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa mencelakakan.Inilah kewajiban semua orang.
Lajnah D-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan dokter wanita
yang cakap menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau berobat ke seorang
dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh melakukannya.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.Selama mendatangkan maslahat,
seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang
keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, (maka) ia boleh pergi
ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah yang mengetahui
penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.Allah Ta`ala menyebutkan dalam firmanNya surat al-An'm/6 ayat 119:
"(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya)"
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti ramburambu yang wajib untuk ditaati.Tidak berlaku secara mutlak.Keberadaan mahram adalah
keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslimah terpaksa harus
bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia harus didampingi mahram atau suaminya saat
pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Bz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh
yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat
wanita, meskipun sudah ada perawat wanita umpamanya- maka keberadaan suami atau
wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari
kecurigaan.

28

Daftar pustaka

rawiroharjo, S. Hanifa, W. Abdul, B, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiro. Jakarta
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7 th ED. Saunders
Wolfgang A Schulz. 2005. Molecular Biology of Human Cancer. Springer.
http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0
Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28
Campion M. Preinvasive disease. In: Berek Js, Hacker NF. Practical gynecologic
oncology. 3rd Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 271-315
Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T. Editor. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1999;380-9
Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran
2001; 133:19-22
Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran
2001;133:9-14
Harahap RE. Neoplasia intraepithelial serviks (NIS). Jakarta: UI Press, 1984:1-77
Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy A. Precancerous lesions of the cervix. In: Kurman RJ.
Ed. Blausteins pathology of the female genital tract. 4 th ed. New York: Springer-Verlag,
1994;229-277

29

Anda mungkin juga menyukai