Anda di halaman 1dari 106

SKRIPSI

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI


(Tectona grandis L.f.)
Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum
Perhutani Unit II, Jawa Timur

ILYASA YANU NOVENDRA


E14104017

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI


(Tectona grandis L.f.)
Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo, Perum Perhutani
Unit II, Jawa Timur

ILYASA YANU NOVENDRA


E14104017

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan
pada
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
ILYASA YANU NOVENDRA. E14104017. Karakteristik Biometrik Pohon
Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH
Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG
Salah satu jenis kayu yang telah memasyarakat dan dijadikan tanaman utama dalam
pengelolaan hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani, khususnya Unit I Jawa Tengah dan Unit
II Jawa Timur adalah kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kayu jati termasuk ke dalam kayu yang
memiliki kelas keawetan II dan kelas kekuatan II sehingga sangat cocok untuk segala jenis
konstruksi bangunan. Dalam bidang ilmu perencanaan hutan, salah satu permasalahan penelitian
yang berkembang saat ini adalah mengenai karakteristik biometrik suatu jenis pohon. Teknik
biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi suatu individu berdasarkan karakteristik fisik
ataupun tingkah lakunya. Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon diperlukan
adanya data fisik pohon yang dapat diperoleh melalui pengukuran dimensi-dimensi pohon.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai berbagai macam
karakteristik biometrik pohon Jati (Tectona grandis L.f.) pada berbagai tingkat umur dan
hubungan antar karakteristik yang bersifat konsisten dan unik. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya wawasan keilmuan dengan bertambahnya informasi baru tentang karakteristik
biometrik pohon Jati. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat bermanfaat dalam
menguji keshahihan model penduga volume pohon jati yang telah ada sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur pada bulan Maret sampai dengan April 2008. Obyek penelitian adalah 40 pohon
contoh jati berbagai kelas umur dan bonita dengan syarat pohon tersebut mempunyai diameter
setinggi dada sebesar 20 cm dan dipilih dengan cara purposive sampling. Alat yang digunakan
adalah phiband, haga hypsometer, SRB tipe wide scale, tali tambang, kamera, tally sheet, dan alat
tulis. Dimensi pohon yang diambil meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter
bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang masing-masing 2 m, tinggi
total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Volume pohon contoh
dihitung dengan menggunakan rumus Smalian. Angka bentuk yang dicari yaitu angka bentuk
absolut dan setinggi dada. Analisis data yang dilakukan yaitu mendeskripsikan secara statistik
dimensi pohon, mencari rasio antar dimensi pohon, menganalisis korelasi antar dimensi pohon,
mencari korelasi antara dimensi pohon dengan volume aktual, menganalisis angka bentuk batang,
dan menganalisis korelasi antara angka bentuk batang dan volume pohon dengan rasio diameter.
Setelah diketahui korelasinya, maka dibuat model persamaan regresinya dengan menggunakan
software Microsoft Excel dan Minitab versi 14.
Dari hasil analisis data diperoleh kisaran diameter setinggi dada : 21,02 - 84,08 cm,
diameter pangkal : 24,84 - 102,87 cm, diameter bebas cabang : 10,00 - 60,00 cm, diameter tajuk :
7,75 - 21,50 cm. tinggi total : 12,50 - 31,50 cm, tinggi bebas cabang : 7,50 - 20,50 cm, dan tinggi
tajuk : 4,50 - 21,00 cm. Rata-rata rasio antar dimensi pohon sebagai berikut : Dp /Dbh = 1,242 ;
Dp /Dtk = 0,043 ; Dbc/Dtk = 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk = 0,034 ; Tbc/Tt =
0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ; Tbc/Ttk = 1,352. Koefisien bentuk batang pohon jati adalah 1,147. Dimensi
diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk dan tinggi total merupakan ciri pohon
yang berkorelasi tinggi dengan dimensi lainnya. Korelasi tertinggi antar dimensi pohon adalah
antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,994. Persamaan matematis untuk
pohon jati adalah d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)2 + 1.99 (h/H)3 . Angka bentuk absolut =
0,467 dan Angka bentuk setinggi dada = 0,759. Hubungan keeratan antara volume aktual dengan
dimensi lainnya secara berurutan adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk,
diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas cabang. Persamaan untuk
pembuatan tabel volume lokal adalah log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh .

Kata kunci : Jati, Biometrik

SUMMARY
ILYASA YANU NOVENDRA. E14104017. Biometric Characteristic of Teak
Tree (Tectona grandis L.f.) Study Case at Forest Division Bancar KPH
Jatirogo Perum Perhutani Unit II East Java.
Under supervision of ENDANG SUHENDANG
One of each wood species what have most popular and to increase staple plant in forest
management at work district Perum Perhutani, especially Unit I Cntral Java and Unit II East Java
is teak wood (Tectona grandis L.f.). Teak wood inclusive of wood which have preserved class II
and strength class II, so thats fitting for any kind build construction. In the division from planning
of forestry knowledge, one of problem research what have been develop is about biometric
characteris tic from some trees. Biometric technic is some method to identification some of
individual based on phisically character or from behaviour. Physical data achieved trough tree
dimension measurements is needed in the process.
The objective of this research is to describe teak tree (Tectona grandis L.f.) biometric
characteristics in various age level and relationship from this character what have consistently
property and unique. Hopefull, this research will enrich science trough information on teak tree
biometric characteristics. Beside that, result of this research hopefully can useful include to tarif or
tabel local volume from teak trees after which advance, can useful in planning forestry knowledge
and to increase a dendology knowledge.
The research was conducted at forest division Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit
II East Java in March until April 2008. The research object were 40 teak trees samples at various
age level and bonita which the trees has diameter breast height minimum 20 cn and chosen by
purposive sampling. Tools used were phiband, haga Hypsometer, Spiegel Relascop Bieterlich type
wide scale, rope, tally sheet, camera, and write tools. Dimension measured were foot diameter
(Dp), diameter breast high (Dbh), clear length bole diameter (Dbc), diameter each section, crown
diameter (Dtk), tall stem which 2 meters for each section, total height (Tt), crown height (Ttk) and
clear length bole height (Tbc) of each tree samples. Tree volume was measured using by Smalian
formula. Form factor measured were breast high form factor and absolute form factor. Form
quotients measured were normal form quotients and absolute form quotients. Data analysis was
done by statistically describe tree dimension, measured the ratio between each dimension,
analyzed the correlation between each tree dimension, between tree dimension and actual volume,
stem form factors value and form quotients value, and analyzed the correlation between form
factor and actual volume with diameter ratio. Regression equation model was made using all the
related correlations. The data were analyzed using sotware Microsoft Excel and Minitab version
14.
The result were as follows range of diameter breast height : 21,02 - 84,08 cm; foot
diameter : 24,84 - 102,87 cm; clear length bole diameter : 10,00 - 60,00 cm; crown diameter : 7,75
- 21,50 cm; total height : 12,50 - 31,50 cm; clear length bole height : 7,50 - 20,50 cm; and crown
height : 4,50 - 21,00 cm. Mean ratio between dimension : Dp /Dbh = 1,242 ; Dp /Dtk = 0,043 ; Dbc/Dtk
= 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk = 0,034 ; Tbc/Tt = 0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ;
Tbc/Ttk = 1,352. Teak stem coeficient is 1,147. Teak tree dimension with most correlation with
other teak tree dimension were diameter breast high, foot diameter, crown diameter, and total
height. The highest correlation achieved from foot diameter and diameter breast high with value is
0,994. The formula for teak is d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)2 + 1.99 (h/H)3 . Absolute form
factor of teak tree was o,497 and breast high form is 0,759. Normal form quotients of teak tree was
0,625 and absolute quotients is 0,728. Correlation between actual volume with their dimension
were follows : diameter breast high, foot diameter, crown diameter, clear length bole diameter,
total height, crown height, and clear length bole height. Local volume functions using logarithmic
transformation is log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh .

Key word : Teak, Biometric

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi Kasus di Bagian Hutan
Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur adalah benarbenar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum
pernah digunakan sebagai karya tulis ilmiah pada perguruan tinggi dan
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

Ilyasa Yanu Novendra


NRP. E14104017

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi

: Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.)


Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo, Perum
Perhutani Unit II, Jawa Timur

Nama

: Ilyasa Yanu Novendra

NRP

: E14104017

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS


NIP. 130933588

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr


NIP. 131578788

Tanggal Lulus :

SKRIPSI
KARAKTERISTIK BIOMETRIK POHON JATI
(Tectona grandis L.f.)
Studi Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani
Unit II, Jawa Timur

ILYASA YANU NOVENDRA


E14104017

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb Semesta
Alam karena telah melimpahkan nikmat berupa iman dan islam dalam kehidupan
ini serta memberikan kemudahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
pemimpin umat ini Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya serta pengikutnya
sampai akhir jaman kelak. Amin.
Skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Dalam skripsi yang telah terselesaikan ini, penulis menganalisis hubungan antar
dimensi pohon jati dengan mengambil contoh di KPH Jatirogo Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1.

Papa Yayan dan Mama Nurul serta kedua adikku (Yanuario Syahputra dan
Triyoga Yusuf Novendra) atas cinta, kasih saya ng, canda dan tawa serta
dukungan doa maup un sumbangan yang tidak dapat dituliskan.

2.

Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS selaku dosen pembimbing atas arahan,
masukan, bimbingan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

3.

Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F selaku dosen penguji dari Departemen
Hasil Hutan dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F selaku dosen penguji dari
Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, atas masukan
dan saran yang membangun demi penyempurnaan karya tulis ini.

4.

Keluarga Besar Fahutan IPB khususnya angkatan 41 atas semangat


persatuan dan kekompakannya.

5.

Teman-teman terbaik selama penulis duduk di bangku perkuliahan, Topan,


Nyoti, Watimut, Fitri, Nayu, Edo, Pujik, Vie, Yuli, Ustad Khalifah, Tina,
Beh, Clanonk, Oma Fatah+ Iiz, Joz, Yumte dan semua teman di MNH 41
atas persahabatan yang tidak pernah hilang selama hidup.

ii

6.

Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Biometrika Hutan, Priyo,


Amri, Eko, Pamz, Pipit, Catur atas kerjasama dan semangat yang telah
diberikan.

7.

Teman-teman di DKM Ibaadurrahman, MR penulis, Mas Rendra, Papi


Okta, Mbak Tuti. Teman seperjuangan DPM Fahutan dan Himpunan
Mahasiswa Dept.MNH FMSC IPB periode 2006-2007 serta teman-teman
pengurus KOPMA periode 2005-2008, Endah, Warid, Nita, Ganang,
Andre. Terima kasih atas bantuan dan didikannya selama penulis aktif
berorganisasi.

8.

Teman-teman seperjuangan di Wisma Grozny, Galih, Aditya, Kiky, KFer


serta keluarga di Wisma ini yang selalu memberikan semangat dan canda
tawa selama penulis kuliah.

9.

Semua pihak yang telah membantu penulis selama menyelesaikan studi di


IPB.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya masukan dan saran guna
perbaikan skripsi ini. Harapan terbesar penulis adalah saat karya terkecil kita
dapat memberikan manfaat yang besar bagi siapapun yang membutuhkannya.

Bogor, Juli 2008

Penulis

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal


2 Novenber 1986, dari pasangan Bapak Hari Irianto dan Ibu
Nurul Rahayuningsih Fatmawati, S.Pd., sebagai anak sulung
dari tiga bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut :
lulus dari SDN Sidomulyo III Tuban tahun 1998, lulus dari
SLTP Negeri 1 Tuban pada tahun 2001, dan lulus SMU Negeri 1 Tuban pada
tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis juga diterima di IPB melalui Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan.
Selama duduk di bangku kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa
organisasi baik sebagai anggota maupun sebagai pengurus. Adapun beberapa
keorganisasian tersebut antara lain : Agria Swara, Gema Almamater sebagai tim
jurnalistik, International Forestry Student Association (IFSA) sebagai staf
Kesekretariatan dan Agri FM sebagai penyiar radio kampus. Selain itu penulis
juga dipercaya untuk menj adi staf Departemen Media Komunikasi Hubungan
Luar tahun 2005-2006 dan Badan Pengawas Himpro Forest Management Student
Club (FMSC) tahun 2006-2007, menjadi staf di Departemen Budaya, Olahraga
dan Seni (BOS) Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM-KM)
tahun 2005-2006, menjadi staf Komisi Eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Kehutanan (DPM-E) IPB tahun 2006-2007, menjadi staf dalam
Departemen Pers dan Media DKM Ibaadurrahman tahun 2006-2007 serta menjadi
Kepala Departemen Administrasi pada tahun 2006-2007 dan Badan Pengawas
periode tahun 2007-2008 Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB. Selain aktif dalam
keorganisasian, penulis juga aktif dalam kepanitiaan seperti menjadi Ketua
Pelaksana acara Pendidikan Dasar (Diksar) KOPMA IPB tahun 2005-2006 dan
menjadi Wakil Ketua dalam Acara Campus Fair tahun 2007, dan sebagainya.
Semasa perkuliahan, penulis juga dipercaya untuk menjadi asisten mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah (IUTPW) dan Teknik
Inventarisasi Sumber Daya Hutan (TISDH). Penulis juga telah menyelesaikan

iv

kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang bertempat di


KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur dan KPH Ngawi selama dua bulan.
Selain itu, telah melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) bertempat di
KPH Jatirogo, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.
Untuk menyelesaikan studi pada program pendidikan Sarjana Kehutanan
di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan
penelitian tentang Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis L.f.) Studi
Kasus di Bagian Hutan Bancar KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Endang Suhendang, MS.

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................

RIWAYAT HIDUP .....................................................................................

iii

DAFTAR ISI ................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

vii

DAFTAR TABEL........................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

ix

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................

1.1

Latar Belakang .....................................................................

1.2

Tujuan ..................................................................................

1.3

Manfaat ................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................

2.1

Jati (Tectona grandis L.f.) ...................................................

2.2

Parameter Individu Pohon ...................................................

2.3

Korelasi Linier Antar Peubah ..............................................

11

2.4

Bonita Lahan........................................................................

11

2.5

Perkembangan Penelitian Karakteristik Biometrik Pohon ..

12

BAB III. METODOLOGI .........................................................................

14

3.1

Lokasi dan Waktu Pengambilan Data..................................

14

3.2

Alat dan Obyek Penelitian ...................................................

14

3.3

Metode Penelitian ................................................................

15

3.4

Analisis Data........................................................................

17

BAB IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..........................

25

4.1

Letak dan Luas KPH Jatirogo ..............................................

25

4.2

Bagian Hutan di KPH Jatirogo........ ....

25

4.3

Keadaan Lapangan...............................................................

26

4.4

Pembagian Wilayah Kerja ...................................................

27

4.5

Gangguan Keamanan Hutan ................................................

27

4.6

Penggunaan Lahan di Sekitar Hutan....................................

29

vi

4.7

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat...................................

29

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................

31

5.1

Sebaran Pohon Contoh Menurut KU, Bonita dan Selang


Diameter ..............................................................................

31

5.2

Rasio Antar Dimensi Pohon ................................................

32

5.3

Korelasi Antar Dimensi Pohon............................................

34

5.4

Persamaan Regresi Antar Beberapa Dimensi Pohon...........

37

5.5

Penyusunan Persamaan Taper .............................................

45

5.6

Korelasi Antara Dimensi Pohon Denga n Volume Aktual ...

47

5.7

Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume


Aktual ..................................................................................

47

5.8

Angka Bentuk Batang Rata-Rata .........................................

49

5.9

Kusen Bentuk Batang ..........................................................

50

5.10 Korelasi Linier Antara Volume Dengan Angka Bentuk ......

50

5.11 Penyusunan Persamaan Regresi Rasio Diameter ................

51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................

53

6.1

Kesimpulan ..........................................................................

53

6.2

Saran ....................................................................................

54

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

55

LAMPIRAN .................................................................................................

58

vii

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman

1. Persamaan umum batang pohon yang mendekati benda putar ................

2. Bentuk batang pohon yang mendekati benda putar .................................

3. Peta wilayah kerja KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jatim ............

25

viii

DAFTAR TABEL
No.

Halaman

1. Mata pencaharian masyarakat sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo .......

29

2. Luas dan jenis penggunaan lahan masyarakat sekitar wilayah hutan


KPH Jatirogo ...........................................................................................

30

3. Kelas umur dan selang diameter setinggi dada pohon contoh jati ..........

31

4. Deskripsi statistik pohon contoh .............................................................

32

5. Deskripsi statisitik rasio antar dimensi pohon jati ..................................

33

6. Deskripsi statistik rasio diameter pohon jati setiap ketinggian dua


meter ........................................................................................................

33

7. Koefisien korelasi dengan nilai-p antar dimensi pohon jati....................

34

8. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter pangkal dengan


dimensi pohon jati lainnya ......................................................................

37

9. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter setinggi dada


dengan dimensi pohon jati lainnya..........................................................

39

10. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter bebas cabang


dengan dimensi pohon jati lainnya..........................................................

40

11. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter tajuk dengan


dimensi pohon jati lainnya ......................................................................

41

12. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi total dengan


dimensi pohon jati lainnya ......................................................................

42

13. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi bebas cabang dengan
dimensi pohon jati lainnya ......................................................................

43

14. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi tajuk dengan


dimensi pohon jati lainnya ......................................................................

44

15. Persamaan Taper .....................................................................................

45

16. Persamaan regresi antara dimensi pohon dengan volume aktual............

48

17. Deskripsi statistik angka bentuk pohon jati.............................................

49

18. Deskripsi statistik kusen bentuk batang pohon jati .................................

50

19. Persamaan regresi angka bentuk dan volume pohon dengan

ix

rasio diameter ..........................................................................................

51

DAFTAR LAMPIRAN
No.

Halaman

1. Rekapitulasi data pengukuran dimensi pohon contoh...............................

59

2. Grafik Normal Probability Plot ................................................................

65

3. Persamaan regresi antar dimensi pohon....................................................

68

4. Korelasi antara diameter relatif dengan tinggi relatif dan


penyusunan persamaan taper.....................................................................

81

5. Korelasi antar dimensi pohon contoh dengan volume aktual


dan penyusunan persamaan regresi ...........................................................

84

6. Penyusunan persamaan regresi angka bentuk dan volume pohon


dengan rasio diameter................................................................................

89

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu tujuan utama pengelolaan hutan adalah untuk memproduksi
kayu secara lestari. Bagian terpenting dari pohon yang dapat dimanfaatkan
kayunya adalah bagian batangnya yaitu batang pohon. Pemanfaatan batang
pohon untuk berbagai keperluan sangat bervariasi dari daerah ke daerah
maupun dari waktu ke waktu.
Salah satu jenis kayu yang telah memasyarakat dan dijadikan tanaman
utama dalam pengelolaan hutan dalam wilayah kerja Perum Perhutani,
khususnya Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur adalah kayu jati
(Tectona grandis L.f.). Kayu jati termasuk ke dalam kayu yang memiliki kelas
keawetan II dan kelas kekuatan II sehingga sangat cocok untuk segala jenis
konstruksi bangunan. Oleh karena itu, kayu jati merupakan jenis kayu yang
paling disukai dan banyak digunakan untuk berbagai keperluan (Ditjen
Kehutanan, 1976).
Dalam bidang ilmu perencanaan hutan, salah satu permasalahan
penelitian yang berkembang saat ini adalah mengenai karakteristik biometrik
suatu jenis pohon. Teknik biometrik adalah suatu cara untuk mengidentifikasi
suatu

individu

berdasarkan

karakteristik

fisik

ataupun

tingkah

lakunya

(Anonim, 2004). Untuk mengetahui karakteristik biometrik suatu jenis pohon,


maka kita harus mengetahui terlebih dahulu data fisiologi pohon yang
memiliki pola pertumbuhan yang unik, pola ini mempunyai kekonsistenan dan
kestabilan yang tinggi. Informasi karakteristik setiap dimensi pohon pada
berbagai tingkat umur mempunyai peranan penting untuk menggambarkan
suatu jenis pohon. Karakteristik utama yang stabil dari suatu jenis pohon
terletak pada bagian batang pohon tersebut. Penentuan bentuk batang pohon
sangatlah penting, mengingat batang pokok pohon tidak hanya terdiri dari satu
bentuk benda putar saja. Oleh karena itu, untuk dapat menggambarkan variasi
bentuk batang pohon jati adalah dengan menggunakan pendekatan model

taper. Fungsi taper ini disusun dalam bentuk hubungan antara diameter batang
relatif (d/D) dan tinggi batang relatif (h/H), dimana parameter D (diameter
setinggi dada) dan H (tinggi pohon) dipengaruhi oleh tingkat umur, kesuburan
tanah atau bonita dan kerapatan tegakan. Fungsi taper yang disusun oleh satu
atau lebih pohon contoh pada suatu kelompok tegakan akan mampu
menggambarkan pola bentuk batang lainnya di dalam kelompok tersebut.
Beberapa

permasalahan

yang

berkenaan

dengan

karakteristik

biometrik pohon jati seperti telah diuraikan di muka merupakan permasalahan


penelitian yang diteliti pada penelitian ini.

1.2. Tujuan
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mendapatkan

gambaran

mengenai

berbagai macam karakteristik biometrik pohon jati (T. grandis L.f.) dan
hubungan

antar

karakteristik

yang

bersifat

konsisten

dan

unik

serta

mengetahui hal-hal yang mempengaruhi ukuran dimensi dari karakteristik


tersebut.

1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan
dengan bertambahnya informasi baru tentang karakteristik biometrik pohon
jati. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan
atau referensi dalam pembuatan model penduga volume pohon jati yang telah
ada

sebelumnya

untuk

kepentingan

memperkaya khazanah ilmu dendrologi.

praktek

perencanaan

hutan

dan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jati (Tectona grandis L.f.)
2.1.1 Tata nama
Jati dengan nama ilmiah T. grandis L.f. termasuk ke dalam famili
Verbenaceae. Jati dikenal pula dengan nama daerah sebagai berikut: deleg,
dodokan, jate, jatos, kiati dan kulidawa. Di berbagai negara, jati lebih dikenal
dengan nama gianti (Venezuela), teak (USA, Jerman), kyun (Birma), sagwan
(India), mai sak (Thailand), teek (Perancis) dan teca (Brazil) (Martawijaya et
al., 1981).

2.1.2 Habitus
Tinggi pohon jati dapat mencapai antara 25 sampai dengan 30 meter,
namun apabila ditanam pada daerah yang subur dan mempunyai keadaaan
lingkungan yang cocok, tingginya mampu mencapai 50 meter dengan
diameter lebih kurang 150 cm. Batang jati pada umumnya berbentuk bulat dan
lurus, batang yang besar berakar dengan warna kulit agak kelabu muda dan
agak tipis beralur memanjang agak ke dalam (Ditjen kehutanan, 1976).

2.1.3 Penyebaran dan Habitat


Penyebaran pohon jati di Indonesia terdapat di beberapa daerah yakni
pulau Jawa, pulau Muna, Maluku (Wetar) dan Nusa Tenggara sedangkan di
luar Indonesia terdapat di India, Thailand dan Vietnam. Pertumbuhan pohon
jati sangat baik pada tanah sarang yang mengandung kapur. Pohon jati tumbuh
pada daerah dengan musim kering nyata. Umumnya pohon jati mempunyai
pola pertumbuhan yang mengelompok. Pada daerah dengan tipe curah hujan
C-F Schmidt and Ferguson dengan curah hujan rata-rata 1200 sampai dengan
2000 mm per tahun dan umumnya tumbuh pada dataran rendah yakni pada
ketinggian 0 700 mdpl (Martawijaya et al., 1981).
Menurut Lemmens dan Soerienegara (2002), jati tumbuh paling baik
dan mencapai dimensi-dimensi terbesar dalam suatu iklim tropika lembab,

tetapi pohon ini memerlukan satu musim kemarau yang jelas. Hutan jati
umumnya terletak pada daerah berbukit-bukit atau bergelombang, tetapi juga
dikenal pada dataran rata aluvial. Tanah yang paling cocok adalah tanah
aluvial-koluvial subur berdrainase baik dan dalam, serta tanah tersebut
mempunyai pH sekitar 6,5 8,0 dan kandungan Ca dan P yang relatif tinggi.

2.1.4 Sifat-sifat Umum Kayu Jati (T. grandis L.f.)


Jati merupakan kayu bobot-sedang yang agak lunak dan mempunyai
suatu penampilan yang sangat khas. Kayu teras sering berwarna kekuningan
kusam jika baru dipotong, tetapi berubah menjadi cokelat keemasan atau
kadang cokelat keabuan tua setelah terkena udara. Sedangkan kayu gubalnya
berwarna putih kekuningan atau cokelat kekuningan pucat. Jika diraba kayu
terasa berminyak dan mempunyai bau seperti bahan penyamak yang mudah
hilang. Lingkaran tumbuh nampak jelas, baik pada bidang transversal maupun
radial serta seringkali menimbulkan gambar atau corak yang indah (Lemmens
dan Soerienegara, 2002).
Pori-pori kayu jati sebagian besar atau hampir seluruhnya soliter dalam
susunan tata lingkar. Kayu jati mempunyai berat jenis sebesar 0,67 kg/m3
termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet II. Kayu jati mudah
dikerjakan, baik dengan mesin ataupun dengan alat tangan (Martawijaya et al.,
1981).

2.1.5 Sistem Silvikultur


Menurut Martawijaya, permudaan alami hutan jati mudah terjadi dan
dapat membentuk tegakan murni setelah mengalami kebakaran. Selain
daripada itu mudah pula tumbuh tunas tunggak, tetapi permudaan semacam ini
jarang dilakukan karena akan menghasilkan kayu yang berkualitas rendah.
Oleh karena itu, untuk jati pada umumnya berlaku sistem tebang habis dengan
permudaan buatan.
Permudaan buatan dilakukan secara langsung dengan biji yang
ditanam pada permulaan musim hujan dengan jarak tanam 3 m x 1 m sampai
3 m x 3 m tergantung pada kesuburan atau bonita tanah. Pohon jati berbunga

pada bulan Oktober Juni dan buahnya masak pada bulan Juli Desember.
Biji jati mempunyai daya kecambah yang rendah yaitu 35 58% namun
terkadang jarang melebihi 50%.
Hama pohon jati yang banyak ditemukan antara lain adalah bubuk jati
(Xyleborus destruens Bldf.) yang menyerang batang hingga berlubang, ulat
daun jati (Hiblaea puera Cr.) yang memakan daun hingga gundul, rayap
(Neotermes tectonae Damm.) dan oleng-oleng (Duomitus ceramicus Wlk.)
yang menyerang batang melalui akar. Pencegahan hama dapat dilakukan
dengan tindakan silvikultur seperti penjarangan dan pembersihan tumbuhan
bawah yang menjadi sarang hama. Sedangkan penyakit yang lazim terdapat
pada jati antara lain disebabkan oleh bakteri (Pseudomonas solanacearum
smith), jamur upas (Corticium salmonicolor Berk and Br.) dan benalu
(Loranthus spp.). Pemberantasan penyakit dapat dilakukan dengan jalan
segera menebang dan membakar pohon yang terserang (Martawijaya et al.,
1981).

2.1.6 Kegunaan Kayu Jati


Kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk
berbagai keperluan terutama di Pulau Jawa karena sifat-sifatnya yang baik.
Kayu jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti untuk
pembuatan tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah, jembatan, mebel
dan sebagainya.
Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena
sifatnya yang agak rapuh sehingga kurang baik untuk digunakan sebagai
bahan yang memerlukan kelenturan yang tinggi seperti alat olah raga, tangkai
perkakas dan lain-lain. Kayu jati merupakan kayu yang paling baik untuk
pembuatan kapal dan biasa dipakai untuk papan kapal, terutama untuk kapal
yang berlayar di daerah tropis serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai
bahan kimia (Martawijaya et al., 1981).

2.2. Pengertian Beberapa Macam Dimensi Pohon


2.2.1 Umur
Menurut Belyea (1950), umur adalah jarak waktu antar tahun tanam
hingga kini dan yang akan datang. Umur pohon ini dapat diperoleh dari
register tahun tanam, jumlah lingkar tahun, dan jumlah lingkar cabang. Untuk
mengetahui jumlah lingkar tahun pada pohon berdiri dapat menggunakan alat
ukur berupa bor riap.

2.2.2 Diameter Pohon


Diameter merupakan salah satu parameter pohon yang mempunyai arti
penting

dalam

pengumpulan

data

tentang

potensi

hutan

untuk

tujuan

pengelolaan. Di Negara-negara yang menggunakan sistem metrik, dalam


mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah diameter setinggi dada atau
pada ketinggian 1,30 meter dari atas permukaan tanah. Untuk pohon-pohon
yang mempunyai banir lebih dari 1,30 meter dari atas permukaan tanah,
pengukuran diameter dilakukan pada 20 cm di atas banir (Belyea, 1950).

2.2.3 Tinggi Pohon


Setelah parameter berupa diameter pohon, tinggi pohon merupakan
parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran potensi hasil
hutan. Dalam kegiatan inventarisasi hutan, terdapat tiga macam tinggi pohon,
yaitu :
1. Tinggi total (Tt ), yaitu tinggi dari pangkal pohon dari permukaan tanah
sampai dengan puncak pohon.
2. Tinggi bebas cabang (Tbc) atau permulaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari
pangkal batang dari permukaan tanah sampai dengan cabang pertama yang
membentuk tajuk.
3. Tinggi batang komersial (Tbk ), yaitu tinggi batang yang pada saat itu masih
laku untuk dijual dalam suatu perdagangan. (Anonim dalam Baroroh
2006).

2.2.4 Bentuk Batang


Menurut Husch (1963), ditinjau dari keadaan fisik atau bentuknya, ada
dua macam tipe bentuk batang pohon, yaitu :
1. Excurrent yaitu bentuk batang pohon yang teratur dan lurus memanjang
dari pangkal sampai ujung. Biasanya terdapat pada jenis koniferus (daun
jarum) termasuk di dalamnya Pinus dan Agathis.
2. Deliquescent yaitu bentuk batang pohon yang tidak teratur, yang besar
pada

bagian

pangkalnya

dan

pada

ketinggian

tertentu

bercabang

membentuk tajuk. Biasa terdapat pada jenis-jenis daun lebar, misalnya


Jati, Mahoni, Sonokeling dan sebagainya.
Pada

umumnya

batang

pohon

mempunyai

bentuk-bentuk

yang

mendekati benda putar (frustum) sebagai hasil grafik pada sumbu x dengan
persamaan umum y2 = kxr, dimana y = jari-jari, x = tinggi, k = konstanta yang
menunjukkan dimensi pangkal dan r = nilai dari eksponensial yang
menunjukkan bentuk benda. Benda putar bergantung dari besarnya nilai r,
dimana untuk nilai r = 0 adalah bentuk silinder, r = 1 adalah untuk bentuk
paraboloid, r = 2 adalah bentuk kerucut dan r = 3 adalah untuk bentuk neloid
(Husch et al, 2003).

Gambar 1. Persamaan umum batang pohon yang mendekati benda putar

Gambar 2 : Bentuk-bentuk batang pohon yang mendekati benda putar.

2.2.5 Volume Batang


Volume adalah suatu besaran tiga dimensi dari suatu benda yang
dinyatakan dalam satuan kubik yang didapat dari hasil perkalian satuan dasar
panjang dengan luas penampang (Husch et al, 2003). Penentuan volume suatu
benda dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu sebagai berikut :
1. Cara analitik yaitu cara penentuan volume benda dengan menggunakan
rumus volume standar
2. Cara langsung yaitu cara penentuan volume yang dilakukan tanpa
mengukur dimensinya. Alat yang digunakan adalah Xylometer, dimana
menggunakan prinsip kerja dalil Archimedes yakni volume suatu benda
sama dengan volume cairan yang dipindahkan.
3. Cara grafik yaitu cara yang dapat digunakan untuk menghitung volume
berbagai bentuk benda putar tanpa memandang ciri-ciri permukaannya.
Volume pohon dapat dihitung dengan cara menjumlahkan volume tiaptiap seksi yang ada pada pohon tersebut (Spurr,1952). Menurut Husch (1963),
volume yang diperoleh dari penjumlahan volume seksi pohon dapat digunakan

sebagai dasar penyusunan model penduga volume pohon berdiri atau sebagai
pembanding keakuratan model pendugaan volume pohon yang dibentuk.

2.2.6 Angka Bentuk


Angka bentuk atau faktor bentuk (form factor) merupakan suatu nilai
atau angka hasil perbandingan antara volume pohon dengan volume silinder
yang besarnya kurang dari satu. Angka bentuk pohon dapat didefinisikan
sebagai berikut :

Merupakan

konstanta

untuk

mengkoreksi

volume

silinder

guna

mendapatkan volume sebenarnya pohon pada dimensi tinggi dan diameter


setinggi dada yang sama.

Merupakan suatu angka pecahan kurang dari 1 yang didapatkan dari hasil
pembagian antar volume sebenarnya pohon oleh volume silinder yang
memiliki dimensi diameter setinggi dada dan tinggi yang sama.

Macam-macam angka bentuk pohon menurut dimensi pohon yang digunakan


untuk perhitungan yaitu : angka bentuk pohon absolut, setinggi dada dan
normal (Husch, 1963).

2.2.7 Kusen Bentuk


Pada umumnya setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga
ada faktor keruncingan. Untuk mengetahui besarnya keruncingan tersebut,
perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah. Nilai dari
perbandingan ini yang disebut dengan kusen bentuk.
Macam kusen bentuk ada dua yaitu kusen bentuk normal dan kusen
bentuk absolut. Kusen bentuk normal merupakan perbandingan antara
diameter pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter setinggi
dada. Sedangkan kusen bentuk absolut adalah perbandingan antara diameter
pada ketinggian setengah dari tinggi pohon dengan diameter pada ketinggian
10% tinggi dari pangkal pohon (Husch et al, 2003).

10

2.2.8 Taper Pohon


Menurut Husch et al. (2003), taper adalah suatu bentuk yang
meruncing sedangkan taper pohon adalah keadaan pohon yang diameternya
semakin mengecil dari pangkal pohon hingga ujungnya. Taper pohon
bervariasi tergantung dari jenis pohon, diameter, umur dan tinggi suatu pohon
tersebut.
Fungsi taper merupakan suatu model alternatif untuk menduga volume
pohon yang dilakukan berdasarkan bentuk batang yaitu dengan asumsi bahwa
diameter sebuah pohon semakin mengecil dari pangkal hingga ujungnya.
Sedangkan menurut Chapman dan Meyer dalam Riandini 2005, taper
merupakan resultan dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh tinggi dan
diameter pohon.
Bentuk kurva taper hampir sama pada pohon-pohon yang berbeda
ukuran pada jenis pohon yang sama, sehingga memungkinkan model taper
yang dibuat berdasarkan diameter relatif dan tinggi relatif. Bentuk persamaan
umumnya adalah sebagai berikut :
( d/D ) = f ( h/H ) atau ( d/D ) = f {1-( h/H )}
Keterangan :
d

= diameter ujung batang pada ketinggian h.

= diameter setinggi dada (Dbh ).

= tinggi batang pada diameter d.

= tinggi batang pohon total dari atas permukaan tanah.

2.2.9 Tajuk Pohon


Diameter tajuk adalah ukuran dimensi penampang melintang lingkaran
tajuk sepanjang garis yang melalui titik pusat lingkaran dengan titik ujungnya
pada garis lingkaran tajuk (Husch, 1963). Diameter tajuk dapat diukur dengan
menggunakan alat bantu berupa meteran yaitu dengan cara mengukur proyeksi
vertikal panjang garis yang melalui pangkal pohon dan dua titik pada proyeksi
garis lingkaran tajuknya. Pengukuran ini dilaksanakan dua kali dengan posisi
pengukuran yang saling tegak lurus dan hasilnya dirata-ratakan. Sedangkan

11

tinggi tajuk merupakan jarak antara awal percabangan tajuk dengan puncak
pohon (Husch et al. 2003).

2.3. Korelasi Linier Antara Dua Peubah Atau Lebih


Koefisien korelasi linier adala h ukuran dari hubungan linier antara dua
peubah acak X dan Y. Koefisien korelasi ini dilambangkan dengan r, nilai r
digunakan untuk mengukur sejauh mana titik-titik data contoh menggerombol
di sekitar sebuah garis lurus. Jika nilai rXY = 1, maka X dan Y berkorelasi
positif sempurna dan mempunyai kemungkinan nilai X dan Y terletak pada
satu garis lurus dengan kemiringan yang positif pada bidang-XY. Jika nilai rXY
= 0, maka kedua peubah dikatakan tidak berkorelasi. Sedangkan apabila nilai
rXY = -1, maka kedua peubah berkorelasi negatif sempurna dan nilai X dan Y
semuanya terletak pada bidang-XY dengan kemiringan yang negatif. Nilai
korelasi ini hanya menunjukkan keeratan hubungan linier antar peubah.
Korelasi ini tidak mengimplikasikan adanya hubungan kausal atau sebabakibat antar peubah (Draper dan Smith, 1992).

2.4. Bonita Lahan


Bonita adalah kemampuan tempat tumbuh bagi suatu jenis kayu dalam
memberi hasil. Bonita tergantung pada tanah dan iklim serta ditentukan oleh
perkembangan jenis kayu bersangkutan yaitu oleh tumbuh meningginya.
Pembagian bonita didasarkan atas peninggi tegakan-tegakan berumur 80 tahun
(peninggi ini disebut indeks bonita)
Untuk jati terdapat bonita, dengan tingkatan setengah-setengah kelas.
Penetapan bonita menggunakan tabel bonita. Penetapan bonita dari tegakan
yang muda (s/d 5 tahun) menurut tingginya kurang tepat, diperlukan
perbandingan dengan bonita dari tegakan-tegakan yang lebih tua yang lebih
berdekatan. Mulai dari umur 6 tahun peninggi merupakan petunjuk bonita
yang baik. Keadaan tegakan yang tak merata menjadi tanda untuk bonita yang
rendah.
Penetapan bonita dari lapangan-lapangan tidak menghasilkan dari
kelas perusahaan tebang habis dan yang tidak ditumbuhi dengan Jati dilakukan

12

dengan jalan perbandingan keadaan tanahnya dengan keadaan tanah hutanhutan Jati yang berbatasan, dengan memperhatikan tumbuhan yang ada.
Lapangan- lapangan bukan untuk penghasilan kayu Jati tidak ditetapkan
bonitanya (Ditjen Kehutanan, 1974).

2.5. Perkembangan Penelitian Tentang Karakteristik Biometrik Pohon


Baroroh (2006) telah melakukan penelitian mengenai Karakteristik
Biometrik Pohon Shorea leprosula Miq. di Hutan Tanaman Haurbentes,
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Pohon yang diteliti adalah pohon
Shorea leprosula Miq. yang mempunyai umur 13 tahun, 20 tahun, 21 tahun,
37 tahun, 54 tahun dan 66 tahun. Penelitian ini mencari hubungan antara
diameter pohon dengan dimensi yang lainnya, hubungan antara diameter
batang relatif dengan tinggi batang relatif, angka bentuk rata-rata, dan
hubungan antara rasio diameter dengan angka bentuk pohon. Penelitian ini
menghasilkan hubungan antar dimensi pohon tererat dimiliki oleh hubungan
antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal. Bentuk persamaan
taper yang didapatkan dari penelitian ini adalah (d/D)2 = 1,06 0,436 h/H
0,726 (h/H)2 + 0,627 (h/H)3 . Angka bentuk absolut batang pohon Shorea yang
diperoleh adalah 0,71 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,77.
Maulidian (2007) telah melakukan penelitian serupa dengan obyek
penelitiannya adalah pohon Belian (Eusideroxylon zwageri T.et.B.) pada
Tegakan

Hutan

Sumber

Benih

Plomas,

Kabupaten

Sangau,

Propinsi

Kalimantan Barat. Penelitian ini mencari hubungan antar dimensi pohon,


hubungan diameter pohon dengan dimensi lainnya, hubungan diameter relatif
dengan tinggi relatif dan angka bentuk dari pohon tersebut. Pohon yang diteliti
mempunyai tahun tanam yang berbeda yaitu tahun 1939 dan tahun 1985. Pada
penelitian ini menghasilkan hubungan antar dimensi pohon tererat dimiliki
oleh hubungan antara diameter setinggi dada dengan diameter pangkal.
Bentuk persamaan taper yang dihasilkan adalah (d/D)2 = 1,01 0,277 h/H
0,673 (h/H)2 + 0,481 (h/H)3 . Angka bentuk absolut batang pohon Belian yang
diperoleh sebesar 0,69 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,80.

13

Wijayanti

(2008)

melakukan

penelitian

mengenai

Karakteristik

Biometrik Pohon Agathis loranthifolia R.A. Salisbury pada KPH Banyumas


Timur, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran mengenai karakteristik pohon pada berbagai tingkat
diameter dan hubungan antar karakteristik serta mencari penciri pokok dari
pohon Agathis loranthifolia R.A. Salisbury. Adapun hasil dari penelitian ini
adalah dimensi pohon yang mempunyai korelasi tertinggi adalah diameter
pangkal dengan diameter setinggi dada. Faktor keruncingan batang Agathis
sebesar 1,181. Bentuk persamaan matematis taper untuk pohon Agathis adalah
d/D = 1,04 1,22 h/H + 0,584 (h/H)2 . Untuk angka bentuk absolut batang
pohon Agathis sebesar 0,57 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,78.
Wijaksana (2008) telah melakukan penelitian tentang Karakteristik
Biometrik Swietenia macrophylla King. bertempat di BKPH Singaparna, KPH
Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan
untuk memberikan gambaran hubungan antara dimensi kunci suatu pohon
yang telah didapat dengan dimensi pohon yang lainnya sehingga dapat
menggambarkan secara khas bentuk pohon tersebut. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, didapatkan bahwa dimensi pohon berupa diameter
pangkal mempunyai hubungan yang paling erat terhadap diameter setinggi
dada. Persamaan taper yang dihasilkan untuk pohon Mahoni adalah d/D =
0,980 0,794 h/H + 0,364 (h/H)2 . Adapun angka bentuk absolut dari pohon
Mahoni adalah 0,60 dan angka bentuk setinggi dada sebesar 0,76. Faktor
keruncingan yang dimiliki bentuk batang Mahoni adalah sebesar 1,126.

BAB III
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di Hutan Tanaman Jati (T. grandis L.f.)
Bagian Hutan Bancar, KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
pada bulan Maret sampai dengan April 2008.

3.2. Alat dan Obyek Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas dua macam
menurut

fungsinya.

Pertama

adalah

alat

yang

digunakan

pada

saat

pengambilan data di lapangan, yakni terdiri dari :


1. Pita Ukur ( Phiband / Pita Meter)
2. Haga Hypsometer
3. SRB (Spiegel Relascop Bieterlich) tipe Wide Scale
4. Tali Tambang
5. Kamera Digital
6. Tallysheet
7. Alat Tulis
Sedangkan alat yang kedua adalah alat yang digunakan pada saat
pengolahan data, yakni terdiri dari :
1. Kalkulator Scientific
2. Personal Computer (PC) dengan software Minitab versi 14 dan
Microsoft Excel
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pohon contoh jenis
jati (T. grandis L.f.) pada berbagai diameter, bonita dan kelas umur (KU).
Terdapat dua macam data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dimensi pohon yang
meliputi : diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang,
diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang seksi batang, tinggi total, tinggi
tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap pohon contoh. Sedangkan untuk

15

data sekunder yang diambil adalah keadaan umum dari lokasi pengambilan
data penelitian.

3.3. Metode Penelitian


3.3.1 Pemilihan Pohon Contoh
Pemilihan
(pemilihan

pohon

dengan

contoh

adanya

dilakukan
pertimbangan

secara

purposive

tertentu),

sampling

yaitu

dengan

memperhatikan sebaran diameter, tinggi dan kondisi pohon sehingga dapat


memenuhi keterwakilan data dan menghasilkan ragam yang sah.
Dasar pemilihan kondisi pohon adalah pohon tersebut haruslah sehat,
bentuknya normal, mewakili ukuran dimensi penaksirnya serta mempunyai
pertumbuhan yang normal pula (tidak tertekan). Hal ini dimaksudkan agar
diperoleh besaran dimensi yang konstan. Pohon tersebut haruslah mempunyai
diameter setinggi dada lebih dari 20 cm.

3.3.2 Pengukuran Dimensi Pohon


Pohon jati (T. grandis L.f.) yang diukur dimensinya pada berbagai
kelas umur dengan memperhatikan keterwakilan diameter setinggi dadanya.
Dimensi pohon yang diukur meliputi diameter pangkal, diameter setinggi
dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, diameter tajuk, panjang
seksi batang, tinggi total, tinggi tajuk serta tinggi bebas cabang dari setiap
pohon contoh.

3.3.3 Pembagian Batang


Setiap batang pohon contoh yang terpilih dibagi menjadi beberapa
seksi (bagian). Pembagian batang ini dimulai dari pangkal batang hingga
tinggi bebas cabang dengan panjang tiap seksi masing-masing yaitu 2 meter.
Diameter tiap seksi diukur mulai dari atas tunggak atau jika pohon berbanir
maka pengukuran dimulai dari atas banir sampai dengan bebas cabang.
Pengukuran ini dilakukan untuk mencari hubungan antara diameter
setinggi dada dengan diameter ujung seksi dan panjang batang dari tinggi
bebas cabang dengan tinggi setiap seksi.

16

3.3.4 Perhitungan Volume Pohon Contoh


Menghitung volume aktual pohon contoh dihitung dengan cara
menjumlahkan volume batang tiap seksi. Adapun persamaannya sebagai
berikut :
n

Va =

i =1

V si

Keterangan : Va

= Volume pohon sebenarnya

Vsi

= Volume seksi batang ke-i, dimana i = 1,2,3,,n

Sedangkan untuk menghitung volume batang perseksi semua pohon


contoh dalam kelompok validasi model dengan menggunakan rumus Smalian,
yaitu :
Vs =

(G + g )
xL
2

Keterangan : Vs = Volume seksi batang


G

= Luas bidang dasar pangkal seksi batang

= Luas bidang dasar ujung seksi batang

= Panjang seksi batang

3.3.5 Penentuan Angka Bentuk Batang Pohon


Angka bentuk batang (f) ditentukan dengan cara membandingkan
volume aktual yang diperoleh dengan menggunakan rumus Smalian dengan
volume silindernya, dimana :
f=

Va
Vsl

Keterangan : Va
Vsl

= Volume aktual pohon


=

Volume silindris, dengan asumsi bahwa bentuk


pohon silinder.

Terdapat dua macam angka bentuk yang akan dicari, yaitu :


a. Angka Bentuk Setinggi Dada (fbh )
fbh

Va
0, 25 ( Dbh ) 2 Tbc

17

b. Angka Bentuk Absolut (fabs)


fabs =

Va
0, 25 ( D p ) 2 Tbc

Keterangan : Va

= Volume pohon sebenarnya

Tbc

= Tinggi bebas cabang

Dbh

= Diameter setinggi dada (1,30 m dat)

Dp

= Diameter pangkal

3.3.6 Penentuan Kusen Bentuk Batang Pohon


Kusen bentuk pohon (q) ditentukan dengan cara membandingkan
antara diameter pada ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada.
Terdapat dua macam kusen bentuk yang akan dicari, yaitu :
a. Kusen Bentuk Setinggi Dada atau Kusen Bentuk Normal (q0,5Tt )
q0,5Tt =

d 0, 5Tt
Dbh

b. Kusen Bentuk Absolut (qabs)


qabs =

d1 / 2 (h 4., 5)
Dbh

Keterangan : d0,5Tt

= diameter pohon pada ketinggian 0,5 Tt

d1/2(h-4,5) = diameter pohon pada ketinggian absolut

3.4. Analisis Data


3.4.1 Deskripsi Statistik Pohon Contoh
Untuk

menggambarkan

karakteristik

biometrik

pohon

jati

perlu

diketahui deskripsi dari pohon contoh yang diukur. Data statistik yang diukur
seperti banyaknya contoh (n), nilai minimum dan nilai maksimum data yang
diukur, rata-rata atau nilai tengah (mean), dan simpangan baku (s).

3.4.2 Rasio Antar Dimensi Pohon


Untuk mengetahui pertumbuhan yang memiliki pola pertumbuhan
yang konstan, perlu mengetahui nilai rasio antar dimensi pohon. Nilai ini

18

ditentukan dengan membandingkan dimensi satu dengan dimensi yang lain.


Adapun rasio dimensi-dimensi pohon jati yang diukur adalah sebagai berikut :
a. Diameter pangkal (Dp ) / Diameter setinggi dada (Dbh )
b. Diameter pangkal (Dp ) / Diameter tajuk (Dtk )
c. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter tajuk (Dtk )
d. Diameter setinggi dada (Dbh ) / Diameter tajuk (Dtk )
e. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter setinggi dada (Dbh )
f. Diameter bebas cabang (Dbc) / Diameter pangkal (Dp )
g. Tinggi tajuk (Ttk ) / Tinggi total (Tt )
h. Tinggi bebas cabang (Tbc) / Tinggi total (Tt )
i.

Tinggi bebas cabang (Tbc) / Tinggi tajuk (Ttk )


Secara umum setiap batang pohon tidak berbentuk silindris sehingga

terdapat faktor keruncingan. Untuk mengetahui besarnya nilai keruncingan


tersebut, perlu ada perbandingan antara diameter atas dan diameter bawah.
Nilai rasio ini dicari pada setiap ketinggian 2 meter. Perhitungan rasio antara
diameter atas dengan diameter bawah adalah sebagai berikut :
Rn =

Di
Di+1

Keterangan :

Rn = Nilai rasio diameter ke-i


Di = Diameter ke-i , i = 1,2,3,..n

3.4.3 Korelasi Antar Dimensi Pohon


Data dimensi pohon (diameter pangkal, diameter setinggi dada,
diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi bebas cabang, serta tinggi tajuk)
yang didapatkan dari hasil pengukuran, akan dilakukan perhitungan secara
sistematis. Setiap dimensi tersebut akan dicari korelasinya untuk menentukan
dimensi mana yang paling menggambarkan karakteristik pohon jati. Tingkat
keeratan hubungan antara dua peubah diukur dari besarnya nilai koefisien
korelasi (r) dengan rumus :
r=

x y
i

ji

( xi )( y j ) / n

{ x i ( x i ) / n}{( y j ( y j ) 2 / n)}
i =1

i =1

i =1

i =1

19

Keterangan :
xi = Dimensi pohon ke-i
yj = Dimensi pohon lainnya ke-j
n = Jumlah pohon
Besarnya nilai r berkisar antara -1 sampai +1. Jika nilai r = -1 maka
hubungan diameter dengan dimensi pohon lainnya merupakan korelasi negatif
sempurna. Sebaliknya jika nilai r = +1 maka hubungan diameter dengan
dimensi pohon lainnya merupakan korelasi positif sempurna. Bila r mendekati
-1 atau +1 maka hubungan antara peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang
tinggi antara kedua peubah itu (Walpole, 1995).

3.4.4 Penyusunan Persamaan Regresi


Dalam

penelitian

ini,

untuk

memudahkan

dalam

penggambaran

karakteristik biometrik pohon digunakan sebuah peubah bebas yaitu diameter


pangkal pohon dan peubah tidak bebas yakni tinggi pohon. Hal ini bertujuan
untuk melihat ada tidaknya hubungan yang nyata antara kedua peubah ini.
Data hasil pengukuran dimensi yang lainnya seperti diameter setinggi
dada, diameter bebas cabang, diameter tiap seksi, tinggi total, tinggi tajuk serta
tinggi bebas cabang juga dianalisis secara statistik untuk mendapatkan suatu
bentuk persamaan regresi hubungan analisis data tersebut.
Analisis ini dilakukan setelah terbukti bahwa antara diameter pohon
dengan dimensi pohon lainnya terdapat hubungan yang nyata. Model-model
persamaan yang dibuat, secara umum menggunakan hubungan peubah-peubah
sebagai berikut :
D' = f (D) atau H = f (D)
Dari persamaan tersebut dapat dibuat suatu model persamaan regresi linearnya
yaitu : Y = b0 + b1 xi + ei
3.4.5 Penyusunan Persamaan Taper
Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan fungsional antara
diameter sepanjang batang (d) dengan panjang batang dari pangkal batang (h),
yang secara matematis dapat dituliskan sebagai d = f(h).

20

Menurut Laasasenaho (1982), kurva taper dari jenis pohon yang sama
tetapi berbeda ukuran dapat disusun dengan bantuan diameter relatif dan
tinggi relatif. Adapun persamaan yang akan dianalisis adalah sebagai berikut :
(d/D)

= f (h/H)

(d/D)2 = f {(h/H),(h/H)2 }

(d/D)2

= f (h/H)

(d/D) = f {(h/H),(h/H)2 ,(h/H)3 }

(d/D)

= f {(h/H),(h/H)2 }

(d/D)2 = f {(h/H),(h/H)2 ,(h/H)3 }

3.4.6 Penyusunan Persamaan Regresi Menggunakan Rasio Diameter


Persamaan regresi ini menggunakan peubah bebas berupa rasio
diameter dan peubah tidak bebas yaitu angka bentuk pohon dan volume
aktual. Tujuan dari mencari persamaan regresi antara rasio diameter dengan
angka bentuk ini adalah dalam hal keefisienan pengukuran, dimana hanya
dengan menghitung rasio diameter dan mengetahui volume aktual maka kita
dapat mengetahui angka bentuk pohon.
Model-model

persamaan

yang

dibuat

umumnya

menggunakan

hubungan peubah-peubah sebagai berikut :


f bh atau f abs

= f (d/d')

Va

= f (d/d')

Keterangan :
d

= Diameter pohon

fbh = Angka bentuk setinggi dada


fabs = Angka bentuk absolut
Dari persamaan tersebut dapat dibuat model persamaan regresi linearnya,
yaitu : Y = b0 + b1 xi + ei
3.4.7 Kriteria Ketepatan Model
Beberapa ukuran yang dipakai sebagai dasar dalam penilaian ketepatan
sebuah model yakni koefisien determinasi (R2 ), koefisien determinasi yang
terkoreksi (R2 adj), besarnya peluang untuk menolak Ho padahal Ho benar
berdasarkan kepada data yang ada pada pengujian koefisien regresi, bentuk
sebaran sisa, koefisien dari keragaman serta penggunaan metode VIF
(Variance Inflation Factor) pada persamaan regresi berganda.

21

Adapun kriteria yang dipakai untuk menguji sebuah model adalah


sebagai berikut :
a. Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas
Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas dimaksudkan untuk
mengetahui peranan masing-masing peubah bebas di dalam persamaan pada
pembentukan model serta untuk mengetahui hubungan regresi signifikan
antara peubah bebas dengan peubah tetapnya.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
Ho : i = 0 , untuk semua i
H1 : setidaknya terdapat satu

Adapun kriteria yang digunakan adalah :


Jika nilai Fhit = F- tabel maka Ho diterima
Jika nilai Fhit > F- tabel maka Ho ditolak
Apabila Ho tersebut ditolak, maka dapat dilakukan pengujian lanjutan
dengan menggunakan Uji nilai-p pada tingkat nyata tertentu (a). Nilai-p yang
didapat dari hasil pengolahan data dapat menunjukkan nilai resiko kesalahan
terhadap pengambilan keputusan. Berikut adalah ketentuan yang digunakan :
1. Jika nilai-p < 0,01, artinya tolak Ho maka korelasi regresi antara peubah
peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat sangat nyata.
2. Jika 0,01 < nilai-p < 0,05, artinya tolak Ho maka korelasi regresi antara
peubah peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat nyata.
3. Jika nilai-p > 0,05, artinya terima Ho maka korelasi regresi antara peubah
peramal dengan peubah responnya yaitu bersifat tidak nyata.
b. Koefisien determinasi (R2 )
Koefisien determinasi (R2 )

adalah

suatu

ukuran

dari

besarnya

keragaman peubah tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman


peubah

bebasnya.

Perhitungan

besarnya

koefisien

determinasi

(R2 )

mempunyai tujuan untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan


yang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
R2 =

JK regresi
JK total

x100%

22

Jika nilai koefisien determinasi sebesar 50% maka hal tersebut


mengandung pengertian bahwa variasi peubah x (diameter pohon atau tinggi
pohon) dapat menerangkan secara memuaskan variasi peubah Y (volume
pohon), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Koefisien determinasi yang terkoreksi (R2 adj)
Koefisien

determinasi

yang

terkoreksi

(R2 adj)

adalah

koefisien

determinasi yang telah dikoreksi dengan derajat bebas (db) dari JKS dan
JKTnya. Perhitungan determinasi yang terkoreksi (R2 adj)

menggunakan

rumus sebagai berikut :


R2 adj = 1 -

JKS
JKT

(n p )

x 100 %

( n 1)

Keterangan :
JKS = Jumlah Kuadrat Sisa
JKT = Jumlah Kuadrat Total
(n-p) = Derajat Bebas Sisa (dbs)
(n-1) = Derajat Bebas Total (dbt)

d. Simpangan baku (s)


Model dapat dikatakan layak apabila model tersebut mempunyai nilai
simpangan bakunya kecil. Nilai simpangan baku (s) menunjukkan besarnya
penyimpangan antara data aktual dengan dugaan model, yang akan makin
terandalkan dengan nilai s yang semakin kecil.
Nilai simpangan baku (s) dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
s=

2
i

(n p)

Keterangan :
S2

= Kuadrat Tengah Sisaan

ei

= Sisaan ke-i

(n-p) = Derajat bebas sisaan

23

e. Koefisien Keragaman (CV)


Untuk membandingkan keragaman dua atau lebih kumpulan data,
meskipun satuan pengukurannya tidak sama dapat digunakan nilai koefisien
keragaman. Nilai ini merupakan ukuran keragaman relatif yang dinyatakan
dalam bentuk persen. Nilai koefisien keragaman dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
CV =

s yx
y

x 100%

Keterangan :
s yx

= Simpangan baku y terhadap x

= Rata-rata y

f. Uji Tingkat Kepentingan Peranan Penambahan Peubah Peramal dalam


Model
Khusus pada analisis regresi berganda, dapat menggunakan metode
nilai VIF (Variance Inflation Factor) untuk kasus persamaan regresi yang
diduga terdapat multikolinear dalam model.
Multikolinear adalah suatu keadaan dimana antarvariabel prediktor
terdapat hubungan yang sangat erat. Adapun kriterianya sebagai berikut :
Apabila nilai VIF > 1, maka terdapat korelasi antarvariabel prediktor
Apabila nilai VIF = 1, maka tidak terdapat korelasi antarvariabel prediktor
Untuk melihat pengaruh peubah bebas secara parsial dapat diuji
dengan menggunakan uji t-student. Pengujian ini akan digunakan jika pada
pengujian analisis ragam diperoleh kesimpulan bahwa terdapat paling sedikit
satu peubah peramal yang berpengaruh terhadap peubah respon. Sehingga
pengujian t-student akan sangat bermanfaat untuk menunjukkan peubah
peramal mana yang berpengaruh terhadap peubah respon.
Bentuk hipotesis parsialnya dapat dituliskan sebagai berikut :
H0

: i = k

H1

: i ? k

24

Adapun penghitungannya adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


t=

i k
S i 2

Jika nilai t- hitung = t- tabel (a /2), maka H0 diterima


Jika nilai t- hitung > t- tabel (a /2), maka H0 ditolak

BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak dan Luas KPH Jatirogo
Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian data dan pelaporan
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jatirogo, mempunyai wilayah dengan
luas 18.763,7 Ha, secara administratif ketataprajaan sebagian besar berada di
daerah Kabupaten Tuban dan sebagian kecil berada di Kabupaten Bojonegoro.
Berikut adalah batas hutan dari KPH Jatirogo :
Bagian Utara

: Laut Jawa

Bagian Timur

: KPH Parengan, KPH Tuban

Bagian Selatan

: KPH Parengan

Bagian Barat

: KPH Kebonharjo, KPH Cepu

Secara geografis wilayah KPH Jatirogo terletak pada 450-510 BT


dan 630-710 LS. Adapun kantor KPH Jatirogo berkedudukan di Jatirogo.

Gambar 3. Peta Wilayah Kerja KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jatim

4.2. Bagian Hutan di KPH Jatirogo


Bagian Hutan adalah suatu areal yang telah ditetapkan sebagai suatu
kesatuan produksi dan kesatuan eksploitasi. Dengan demikian, diharapkan

26

dapat menghasilkan kayu setiap tahun secara terus menerus dalam jumlah
yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik dan sesuai dengan azas
kelestarian hutan.
KPH Jatirogo dengan luas wilayahnya mencapai 18.763,7 Ha terbagi
dalam tiga bagian hutan yakni : Bagian Hutan Bangilan dengan luas 5.826,7
Ha, Bagian Hutan Ngijo dengan luas wilayah mencapai 6.539,3 Ha dan
Bagian Hutan Bancar dengan luas 6.397,7 Ha.

4.3. Keadaan Lapangan


4.3.1 Topografi
Topografi lapangan wilayah hutan KPH Jatirogo secara umum adalah
datar sampai miring terutama pada daerah sebelah timur laut dengan
kemiringan sebesar 0-8 %. Tanah yang berada di wilayah KPH Jatirogo secara
umum baik untuk kelas perusahaan jati dan dengan kemiringan yang termasuk
ke dalam kelas lereng E tersebut, maka KPH Jatirogo cocok dengan sistem
tebang habis.
Bagian Hutan Ngijo dan Bancar mempunyai topografi lapangan yang
berombak dan sebagian bergelombang. Daerah tersebut berbukit dan keadaan
tanahnya berbatu sehingga menyebabkan pertumbuhan jati kurang begitu baik
(Sekretariat PHL KPH Jatirogo).

4.3.2 Keadaan Tanah


Jenis tanah beserta penyebaran tanah berdasarkan hasil penelitian yang
terdapat di KPH Jatirogo adalah Grumusol, Mediteran, Litosol dan Regosol.
Ketiga jenis tanah tersebut tersebar pada semua Bagian Hutan yang terdapat di
KPH Jatirogo. Adapun jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah
Grumusol yang berasal dari batu endapan dan bekuan yang terdapat pada
daerah bergelombang (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).

4.3.3 Iklim
Wilayah hutan KPH Jatirogo terletak pada daerah dengan musim hujan
dan musim kemarau yang jelas. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schnidt

27

dan Ferguson, KPH Jatirogo termasuk ke dalam tipe iklim D. Hal ini
disebabkan oleh curah hujan sebesar 964 mm/tahun dengan jumlah hari hujan
sebanyak 73 hari. Oleh karena itu, KPH Jatirogo sangat tepat untuk ditetapkan
sebagai kelas perusahaan jati (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).

4.4. Pembagian Wilayah Kerja


KPH Jatirogo dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, terbagi
ke dalam enam wilayah kerja BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan)
dan 23 RPH (Resort Pemangkuan Hutan), sebagai berikut :
1. BKPH Bangilan terdiri atas RPH Kebonduren, RPH Karanggeneng, RPH
Kejuron, dan RPH Nglateng.
2. BKPH Bate terdiri atas RPH Kaligede, RPH Sukomedalem, RPH
Guwaran, dan RPH Bate.
3. BKPH Sekaran terdiri atas RPH Bangsri, RPH Sadang, RPH Demit, dan
RPH Ngijo.
4. BKPH Bahoro terdiri atas RPH Banjarwaru, RPH Tuwiwiyan, RPH
Tawun, dan RPH Bakalan.
5. BKPH Bancar terdiri atas RPH Sukoharjo, RPH Jatisari, RPH Siding, dan
RPH Sekaran.
6. BKPH Ngulahan terdiri atas RPH Dikir, RPH Ngelo, dan RPH Gandu.

4.5. Gangguan Keamanan Hutan


Pengamanan hutan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
melindungi hutan dari segala bentuk kegiatan yang merusak atau mengganggu
keamanan hutan. Pada umumnya kerusakan atau gangguan hutan tersebut
disebabkan oleh :
a. Pencurian dan perencekan. Adapun pengertian perencekan tersebut adalah
suatu kegiatan yang mengambil kayu yang jatuh secara sendirinya atau
alamiah dimana kayu tersebut tidak dapat digunakan sebagai kayu
perkakas dan dengan ketentuan mempunyai diameter maksimal 4 cm.
b. Kebakaran. Rata-rata kerusakan hutan akibat kebakaran hutan tiap tahun di
KPH Jatirogo seluas 109,3 ha. Oleh karena itu diperlukan upaya

28

peningkatan kewaspadaan para anggota SATGAS DAMKAR di tiap


BKPH serta pemberian kesadaran dan motivasi terhadap tugas mereka di
hutan.
c. Penggembalaan. Kerusakan hutan akibat penggembalaan yang terjadi ratarata per tahun seluas 5 ha.

Umumnya terjadi pada petak-petak yang

beradius < 5 km dari pemukiman penduduk. Upaya- upaya yang dilakukan


untuk mengurangi hal tersebut adalah :
1) Penggembalaan diarahkan pada tegakan tua
2) Pemasyarakatan penanaman hijauan ternak di lingkungan masyarakat,
misalnya dengan jenis rumput gajah.
3) Pengaturan pola tanam reboisasi (perpanjangan kontrak tanaman,
untuk melindungi tanaman muda sebelah dalam)
4) Penyuluhan ya ng terus menerus dan variatif
5) Tindakan

represif

yang

mendidik

terhadap

pelanggaran

penggembalaan dan pemberian hukuman secara persuasif.


d. Bibrikan Tanah
e. Sengketa tanah
f. Perburuan satwa liar. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas
lapangan menunjukkan bahwa di areal hutan KPH Jatirogo terdapat
perburuan terhadap satwa liar. Satwa liar yang sering diburu adalah babi
hutan dan kadang-kadang juga kijang. Pemburu umumnya menggunakan
surat ijin berburu dari KABAKIN. Upaya yang telah dilakukan oleh pihak
pengelola di lapangan hanya terbatas pada menanyakan surat ijin berburu,
sedangkan upaya lainnya belum dilakukan.
g. Penggunaan bahan kimia. Adanya penggunaan bahan-bahan kimia di
wilayah hutan KPH Jatirogo, baik yang dilakukan oleh perusahaan
maupun

pesanggem/penggarap

tanah

dapat

mengancam

terhadap

lingkungan jika tidak diikuti dengan adanya upaya preventif yang


memadai. Kegiatan-kegiatan yang menggunakan bahan kimia, yaitu (1)
pemupukan, seperti Urea, TSP, KCl, NPK, dan Gandasil D, (2)
penyadapan getah pinus, misalnya asam sulfat, dan (3) pemberantasan

29

hama dan penyakit, seperti Dursban 50EC, Benlate, Dithane M45, dan
Ridomil 2G.
h. Pembuangan limbah. Limbah yang dapat mengancam lingkungan bagi
hutan adalah limbah- limbah anorganik (bahan-bahan yang sukar
terdekompoisisi) yang dibuang di hutan, seperti plastik, kaleng, dan bahan
bakar atau minyak (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).
4.6. Penggunaan Lahan di Sekitar/Bersebelahan dengan Hutan
Tata Guna lahan tiap kecamatan di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo
: sawah (19.730 ha), tegalan (25.099 ha), pekarangan (5.626 ha), perkebunan
(129 ha), dan lain- lain (648 ha). Di samping itu di sekitar wilayah hutan KPH
Jatirogo juga terdapat laut dan hutan yang dikelola oleh KPH Parengan,
Tuban, Kebonharjo, dan Cepu.
Pada tahun 2000-2002 telah terjadi penjarahan besar-besaran di Perum
Perhutani yang dilakukan oleh masyarakat terutama pada KPH Jatirogo yang
notabene merupakan penghasil suplai jati yang diandalkan oleh Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur (Sekretariat PHL KPH Jatirogo).

4.7. Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat


4.7.1 Mata Pencaharian Masyarakat
Berdasarkan mata pencahariannya, mata pencaharian masyarakat di
sekitar wilayah KPH Jatirogo sebagian besar adalah sebagai petani/buruh tani
(66.442 orang); sedangkan terendah adalah bekerja di bidang industri (4.889
orang), seperti tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Mata pencaharian masyarakat di sekitar wilayah hutan KPH Jatirogo
No

Kecamatan

1
Senori
2
Bangilan
3
Singahan
4
Kenduruan
5
Tambakboyo
6
Jatirogo
7
Bancar
8
Kerek
Jumlah

Petani/
buruh tani
(orang)
10.846
13.759
6.158
7.625
2.163
8.089
12.940
4.862
66.442

Pedagang
(orang)
569
2.891
661
95
908
2.402
753
69
8.348

Mata pencaharian
Industri
Buruh
Pegawai/
ABRI
(orang)
(orang)
(orang)
80
509
694
75
380
2.771
741
5.819
854
13
124
226
25
80
1.979
1.408
3.625
1.001
228
546
78
43
4.889
8.571
8.839

Sumber Data : Kantor Statistik Kabupaten Tuban

Lain-lain
(orang)
79
215
1.887
7
1.723
18.721
2.805
3
23.440

Jumlah
(orang)
12.777
20.091
16.120
8.090
4.899
37.224
18.273
5.055
122.529

30

4.7.2 Penggunaan Lahan Masyarakat


Berdasarkan jenis penggunaan lahannya, jenis penggunaan lahan
terbesar berupa sawah (19.730 ha), sedangkan terendah berupa perkebunan
(129 ha), seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas dan jenis penggunaan lahan masyarakat di sekitar wilayah
hutan KPH Jatirogo
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Kecamatan
Senori
Bangilan
Singahan
Kenduruan
Tambakboyo
Jatirogo
Bancar
Kerek
Jumlah

sawah

tegal

2.677
2.616
3.142
1.532
1.556
2.615
3.603
1.989
19.730

808
1.153
828
2.435
3.212
3.707
5.425
7.531
25.099

Jenis penggunaan lahan (ha)


pekarangan
Perkebunan

Sumber Data : Kantor Statistik Kabupaten Tuban

630
662
722
461
380
865
812
1.094
5.626

5
24
95
129

Lainlain
349
51
248
648

jumlah
4.115
4.436
5.065
4.470
4.479
5.148
7.282
12.476
51.232

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sebaran Pohon Contoh Menurut KU, Bonita dan Selang Diameter
Banyaknya jumlah pohon contoh (n) yang diambil dalam penelitian ini
adalah 40 pohon. Pengambilan pohon contoh tersebut dilakukan dengan cara
purposive sampling (secara sengaja sesuai dengan batasan yang telah
ditetapkan). Pengambilan pohon contoh (n) berdasarkan kelas umur (KU)
yang terdapat di lapangan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ketersebaran
diameter setinggi dada pada setiap kelas umur. Penentuan jumlah pohon
contoh dalam setiap kelas umur ditentukan dengan metode proporsional yakni
membagi luasan petak contoh dengan luasan petak total. Pohon contoh yang
diambil adalah pohon yang tumbuh dengan sehat dan mempunyai bentuk yang
normal, sehingga dapat memenuhi keterwakilan keadaan pohon secara umum
dalam populasi.
Pengukuran

pohon

contoh

dilakukan

pada

40

pohon

yang

dikelompokkan menjadi enam kelas umur dengan jumlah pohon sebanyak 6-7
pohon tiap kelas. Pembagian kelas umur dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas umur dan selang diameter setinggi dada pohon contoh jati
No.
1
2
3
4
5
6

Kelas
Umur
III
IV
V
VI
VII
VIII

Bonita Lahan

Selang Dbh (cm)

Jumlah

3
3
3,5
4
4,5
4

23,25 27,07
21,02 31,85
32,48 42,04
39,81 52,87
66,24 79,94
62,10 84,08

7
7
7
7
6
6

Selang diameter setinggi dada yang diperoleh berbeda untuk setiap


kelas umur. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi pohon terutama dimensi
diameter dipengaruhi oleh umur dan bonita dari suatu tempat. Data dimensi
pohon yang diukur meliputi diameter pangkal (Dp ), diameter setinggi dada
(Dbh ), diameter tajuk (Dtk ), diameter per seksi, tinggi per seksi batang, tinggi

32

total (Tt ), tinggi bebas cabang (T bc), dan tinggi tajuk (Ttk ). Data yang diambil
tersebut merupakan informasi awal dalam mengenal karakteristik biometrik
pohon jati yang selanjutnya dilakukan perhitungan matematis sehingga
didapatkan karakteristik yang lebih detail.

Tabel 4. Deskripsi statistik pohon contoh


Dimensi

Min

Maks

Mean

CV (%)

Dbh (cm)

40

21,02

84,08

44,24

43,24

Dp (cm)

40

24,84

102,87

55,22

44,68

Dbc (cm)

40

10,00

60,00

25,69

52,74

Dtk (m)

40

7,75

21,50

12,56

28,03

Tt

(m)

40

12,50

31,50

22,63

24,82

Tbc (m)

40

7,50

20,50

12,07

22,59

Ttk (m)

40

4,50

21,00

10,43

40,47

Deskripsi statistik dari poho n contoh yang diambil merupakan


informasi atau petunjuk awal karakteristik biometrik pohon jati. Apabila
dibandingkan besarnya nilai deskripsi statistik pohon contoh dengan habitus
jati, maka nilai yang tertera dalam Tabel 4 tersebut diatas tidak melebihi
habitus pohon jati.

5.2. Rasio Antar Dimensi Pohon


Rasio antar dimensi pohon yang diukur meliputi (1) diameter pangkal
(Dp )/diameter setinggi dada (Dbh ), (2) diameter bebas cabang (Dbc)/diameter
pangkal (Dp ), (3) diameter pangkal (Dp )/diameter tajuk (Dtk ), (4) diameter
bebas cabang (D bc)/diameter setinggi dada (D bh ), (5) diameter setinggi dada
(Dbh )/diameter tajuk (Dtk ), (6) diameter bebas cabang (Dbc)/diameter tajuk
(Dtk ), (7) tinggi bebas cabang (Hbc )/tinggi total (Ht ), (8) tinggi bebas cabang
(Hbc)/tinggi tajuk (Htk ), dan (9) tinggi tajuk (Ttk )/tinggi total (Tt ). Rasio antar
dimensi pohon tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan besarnya nilai salah
satu dimensi jika dimensi yang lainnya telah diketahui.

33

Tabel 5. Deskripsi beberapa ukuran statistik rasio antar dimensi pohon jati
Rasio Antar
Dimensi
Dp / Dbh
Dbc / Dp
Dp / Dtk
Dbc / Dbh
Dbh / Dtk
Dbc / Dtk
Tbc / Tt
Tbc / Ttk
Ttk / Tt

Min

Maks

Mean

40
40
40
40
40
40
40
40
40

1,106
0,224
0,022
0,299
0,018
0,009
0,288
0,405
0,273

1,423
0,706
0,067
0,876
0,053
0,033
0,727
2,667
0,712

1,242
0,461
0,043
0,571
0,034
0,019
0,553
1,352
0,447

CV
(%)
5,44
23,87
23,72
23,40
21,99
32,09
18,11
41,08
22,38

Penduga Selang
SK 95 %
SK 99 %
1,221-1,263 1,214-1,270
0,427-0,495 0,416-0,506
0,040-0,046 0,039-0,047
0,530-0,612 0,517-0,625
0,032-0,036 0,031-0,037
0,017-0,022 0,018-0,021
0,522-0,584 0,512-0,594
1,180-1,525 1,127-1,578
0,416-0,478 0,406-0,488

Pohon jati mempunyai bentuk batang Deliquescent yaitu bentuk batang


pohon yang tidak teratur, yang besar pada bagian pangkalnya dan pada
ketinggian tertentu bercabang membentuk tajuk. Dengan demikian perlu
dilakukan analisis rasio diameter untuk mengetahui apakah batang pohon jati
memiliki pola yang konstan pada keseluruhan bonita.
Rasio diameter merupakan perbandingan antara diameter pangkal seksi
dengan diameter ujung seksi dimana setiap seksi mempunyai ketinggian 2
meter. Rasio ini dihitung pada 40 pohon contoh yang telah diukur. Rasio
diameter yang telah diambil sebagai contoh hanya pada setiap ketinggian 2
meter untuk semua kelas diameter setinggi dada.

Tabel 6. Deskripsi beberapa ukuran statistik rasio diameter pohon jati setiap
ketinggian 2 meter
Penduga Selang
Rasio
Rata-rata di/di+1

N
40

Min
1,041

Maks
1,313

Mean
1,147

CV (%)
5,12

SK 95 %

SK 99 %

1,129-1,165

1,123-1,171

Besarnya nilai koefisien keragaman (CV) sebesar 5,12% menunjukkan


ketelitian yang cukup tinggi dari rasio dimensi pohon jati. Dari nilai diatas
dapat diketahui bahwa perbandingan pertumbuhan diameter setiap ketinggian
2 meter mempunyai pola yang secara umum konstan dari tahun ke tahun. Nilai

34

rasio tersebut dapat menggambarkan jenis bentuk batang dari pohon jati secara
umum adalah sebesar 1,147.

5.3. Korelasi Antar Dimensi Pohon


Besarnya kekuatan hubungan linier antar dimensi pohon dapat dilihat
dari besarnya nilai koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi memberikan
pengertian bahwa apakah antara dua peubah akan saling berubah secara
bersamaan secara positif ataupun negatif. Nilai koefisien korelasi ini tidak
dapat menggambarkan hubungan kausal atau sebab akibat antara dua peubah
tersebut. Matrik hasil korelasi antar dimensi pohon jati dapat dilihat pada
Tabel 7.

Tabel 7. Koefisien korelasi dengan nilai-p antar dimensi pohon jati


Dimensi
Dp
Dbc
Dtk
Tt
Tbc
Ttk
Dimensi
Tt
Tbc
Ttk

Dbh
0,994
0,000
0,900
0,000
0,895
0,000
0,897
0,000
0,613
0,000
0,782
0,000
Tt
0,673
0,000
0,879
0,000

Dp
0,884
0,000
0,887
0,000
0,883
0,000
0,606
0,000
0,769
0,000
Tbc
0,673
0,000
0,239
0,137

Keterangan angka dalam setiap sel tabel 7 :

a
b

a = koefisien korelasi ; b = nilai-p

Dbc
0,884
0,000
0,861
0,000
0,871
0,000
0,402
0,010
0,884
0,000
Ttk
0,879
0,000
0,239
0,137
-

Dtk
0,887
0,000
0,861
0,000
0,804
0,000
0,481
0,002
0,746
0,000
-

35

Baris pertama isi sel dalam Tabel 7 di atas menunjukkan besarnya


persen korelasi antar dimensi pohon jati. Untuk baris kedua, menunjukkan
besarnya nilai-p, dimana antar kedua dimensi akan mempunyai korelasi yang
tidak nyata pada saat nilai-p = 0,05, nyata pada nilai-p antara 0,01 0,05, dan
sangat nyata pada saat nilai-p < 0,01.
Tingkat keeratan hubungan atau koefisien korelasi antara diameter
setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya secara berurutan adalah diameter
pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, diameter tajuk, tinggi tajuk dan
tinggi bebas cabang. Adapun sifat dari keeratan hubungan antar dimensinya
adalah sangat nyata. Keseluruhan dari koefisien korelasinya bernilai positif.
Hal ini memberikan pengertian bahwa setiap peningkatan diameter setinggi
dada akan diikuti dengan peningkatan dimensi pohon lainnya. Diameter
setinggi dada mempunyai hubungan yang paling erat dengan diameter pangkal
yaitu sebesar 0,994. Sedangkan diameter setinggi dada mempunyai hubungan
yang paling kecil adalah dengan tinggi bebas cabang yakni sebesar 0,613.
Besarnya nilai koefisien korelasi antara dimensi diameter pangkal
dengan dimensi pohon lainnya secara berurutan adalah diameter setinggi dada,
diameter tajuk, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk dan tinggi
bebas cabang. Diameter pangkal mempunyai hubungan yang paling erat
dengan diameter setinggi dada yakni sebesar 0,994. Hal ini mengindikasikan
bahwa setiap peningkatan satu satuan diameter pangkal, maka akan diikuti
peningkatan diameter setinggi dada sebesar 0,994 satuan.
Selain korelasi antara diameter bebas cabang dengan diameter setinggi
dada dan diame ter pangkal, diameter bebas cabang juga mempunyai nilai
koefisien korelasi secara berurutan dengan dimensi pohon lainnya yaitu tinggi
tajuk, tinggi total, diameter tajuk, dan tinggi bebas cabang. Adapun nilai dari
masing- masing koefisien korelasi tersebut adalah sebagai berikut 0,884, 0,871,
0,861, 0,402. Diameter bebas cabang mempunyai hubungan linier dengan
keseluruhan dimensi pohon. Berdasarkan besarnya nilai-p, hubungan linier
antara diameter bebas cabang dengan dimensi lainnya memiliki hubungan
yang sangat nyata.

36

Hubungan linier antara diameter tajuk yang paling erat adalah dengan
diameter setinggi dada yaitu sebesar 0,895. Selanjutnya diikuti oleh diameter
pangkal, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas
cabang. Hubungan yang terjadi antar dimensi pohon tersebut diatas
mempunyai bentuk hubungan yang sangat nyata. Berbeda dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Wijayanti (2008) pada pohon Agathis bahwa
hubungan linier tererat terjadi antara diameter tajuk dengan diameter pangkal.
Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik pertumbuhan antara pohon daun
lebar (hardwood) dengan pohon daun jarum (softwood). Pada umumnya
diameter pangkal pada pohon jati mempunyai banir sehingga korelasi antar
dimensi pohon lainnya lebih kecil dibandingkan korelasi antara diameter
setinggi dada dengan dimensi pohon lainnya.
Dimensi tinggi total mempunyai korelasi yang sangat nyata terbesar
dengan dimensi diameter setinggi dada yaitu sebesar 0,897, kemudian diikuti
oleh diameter pangkal, tinggi tajuk, diameter bebas cabang, diameter tajuk,
dan tinggi bebas cabang.
Tinggi bebas cabang memiliki korelasi yang sangat nyata dengan
dimensi tinggi total, diameter setinggi dada, diameter pangkal, dan diameter
tajuk. Tinggi bebas cabang mempunyai korelasi ya ng nyata dengan diameter
bebas cabang, yaitu dapat ditunjukkan dengan besarnya nilai-p yaitu 0,01.
Sedangkan dengan tinggi tajuk, tinggi bebas cabang mempunyai hubungan
yang tidak nyata dengan nilai-p sebesar 0,137. Hal ini memberikan suatu
keterangan bahwa pohon contoh yang diambil telah mengalami pruning atau
pemangkasan cabang, sehingga korelasi antara tinggi bebas cabang dengan
tinggi tajuk tidak nyata.
Korelasi antara tinggi tajuk dengan dimensi lainnya dari yang terbesar
sampai terkecil secara berurutan adalah diameter bebas cabang, tinggi total,
diameter setinggi dada, diameter pangkal, dan diameter tajuk. Adapun nilai
koefisien korelasi antara tinggi tajuk dengan diameter bebas cabang adalah
sebesar 0,884.
Secara keseluruhan hubungan korelasi yang tererat adalah hubungan
antara diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dengan nilai koefisien

37

korelasi adalah sebesar 0,994. Berdasarkan tabel korelasi antar dimensi pohon
diatas, nilai koefisien korelasi secara keseluruhan bernilai positif. Hal ini
menyatakan bahwa setiap terjadi peningkatan satu dimensi akan diikuti
dengan peningkatan dimensi lainnya yang berhubungan. Dari keseluruhan
nilai koefisien korelasi, dapat diketahui bahwa variabel yang menjadi kunci
untuk pengenalan karakteristik biometrik pohon jati adalah diameter setinggi
dada, diameter tajuk dan tinggi total. Dengan mengetahui informasi mengenai
korelasi antar dimensi pohon akan membantu dalam menggambarkan
karakteristik biometrik pohon jati.

5.4. Persamaan Regresi Antar Beberapa Dimensi Pohon


Berdasarkan hasil pengukuran dimensi pohon yang telah dilakukan,
maka selanjutnya perlu dianalisis secara statistik untuk mendapatkan
persamaan regresi dari hubungan antar variabel tersebut. Analisis persamaan
regresi ini dilakukan setelah antar dimensi pohon mempunyai hubungan linier
yang nyata. Penyusunan persamaan regresi bertujuan untuk mengetahui
apakah suatu dimensi mampu menjelaskan dimensi yang lain.
Persamaan regresi yang terbentuk dengan menggunakan peubah bebas
berupa diameter pangkal dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter pangkal dengan


dimensi pohon jati lainnya.
No.

Persamaan

R-sq

Dbh = 1,66 + 0,771 Dp

98,8

R-sq
(adj)
98,7

CV (%)

F-hit

Nilai-p

4,85

3060,55

0,000 **

Dbc = -1,13 + 0,486 Dp

78,1

77,6

24,98

135,86

0,000 **

Dtk = 5,57 + 0,127 Dp

78,7

78,1

15,11

140,47

0,000 **

Tt = 11,5 + 0,201 Dp

77,9

77,3

11,82

134,08

0,000 **

Tbc = 8,47 + 0,0677 Dp

36,7

35,0

18,20

22,01

0,000 **

Ttk = 3,06 + 0,133 Dp

59,1

58,0

26,66

54,86

0,000 **

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

38

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa


model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter pangkal adalah model
pertama. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi sebesar
98,8% berarti sebesar 98,8% keragaman dari diameter setinggi dada dapat
dijelaskan oleh model regresi sederhana atau dapat dikatakan bahwa
keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan 98,8% keragaman diameter
setinggi dada, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel atau faktor lainnya.
Pada model pertama juga mempunyai nilai koefisien determinasi terkoreksi
(R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan model lainnya yaitu
sebesar 98,7%.
Model persamaan yang telah terpilih dengan menggunakan peubah
respon diameter setinggi dada menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan
satu satuan diameter pangkal akan mengakibatkan peningkatan perubahan
diameter setinggi dada sebesar 0,771. Berdasarkan persamaan pertama dapat
diketahui bahwa nilai koefisien keragaman sebesar 4,85%. Dari nilai tersebut
dapat dilihat bahwa keragaman antara diameter pangkal dengan diameter
setinggi dada sangat kecil. Semakin kecil nilai koefisien keragaman antar
kumpulan data, maka semakin teliti persamaan yang terjadi.
Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat
bahwa besarnya nilai-p adalah sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01 sehingga dapat diartikan bahwa
model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menunjukkan
bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, diameter pangkal berpengaruh sangat
nyata dalam pendugaan besarnya nilai diameter setinggi dada, diameter bebas
cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk pada
persamaan yang telah diuji. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa hipotesis
tentang adanya hubungan linier antara diameter pangkal dengan dimensidimensi pohon lainnya dapat diterima.
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan
peubah peramal diameter setinggi dada dapat dilihat pada Tabel 9.

39

Tabel 9. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter setinggi dada


dengan dimensi pohon jati lainnya.

Dp = -1,45 + 1,28 Dbh

98,8

R-sq
(adj)
98,7

Dbc = -2,51 + 0,637 Dbh

81,1

Dtk = 5,28 + 0,165 Dbh

No.

Persamaan

R-sq

CV (%)

F-hit

Nilai-p

5,01

3060,55 0,000 **

80,6

23,26

162,53

0,000 **

80,1

79,5

12,69

152,51

0,000 **

Tt = 11,0 + 0,263 Dbh

80,5

79,9

11,12

156,48

0,000 **

Tbc = 8,30 + 0,0884 Dbh

37,6

36,0

18,07

22,91

0,000 **

Ttk = 2,68 + 0,175 Dbh

61,2

60,2

25,09

59,99

0,000 **

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

Berdasarkan hasil analisis regresi pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa


model yang terbaik dapat dijelaskan oleh diameter setinggi dada adalah model
pertama. Pada model pertama mempunyai nilai koefisien determinasi
terkoreksi (R-sq(adj)) yang lebih besar jika dibandingkan dengan model
lainnya yaitu sebesar 98,7%. Hal ini juga dapat dilihat dari besarnya nilai
koefisien determinasi sebesar 98,8% berarti sebesar 98,8% keragaman dari
diameter setinggi dada dapat dijelaskan oleh model regresi sederhana atau
dapat dikatakan bahwa keragaman diameter pangkal dapat menjelaskan 98,8%
keragaman diameter setinggi dada, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel
atau faktor lainnya.
Model persamaan yang telah terpilih dengan menggunakan peubah
respon diameter pangkal dapat menunjukkan bahwa setiap terjadi perubahan
satu satuan diameter setinggi dada akan diikuti peningkatan perubahan
diameter pangkal sebesar 1,28. Berdasarkan persamaan pertama dapat
diketahui bahwa nilai koefisien keragaman sebesar 5,01%. Dari nilai tersebut
dapat dilihat bahwa keragaman antara diameter setinggi dada dengan diameter
pangkal sangat kecil. Semakin kecil nilai koefisien keragaman antar kumpulan
data, maka ketelitian persamaan akan semakin besar.
Berdasarkan nilai-p yang diperoleh dari persamaan diatas dapat dilihat
bahwa besarnya nilai-p adalah sebesar 0,000. Nilai ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan tingkat nyata 0,01 sehingga dapat diartikan bahwa

40

model yang dibuat memiliki ketepatan yang tinggi serta mampu menunjukkan
bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, diameter setinggi dada berpengaruh
sangat nyata dalam pendugaan besarnya nilai diameter pangkal, diameter
bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi
tajuk pada persamaan yang telah diuji.
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan
peubah peramal diameter bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter bebas cabang
dengan dimensi pohon jati lainnya.

Dp = 13,9 + 1,61 Dbc

78,1

R-sq
(adj)
77,6

Dbh = 11,6 + 1,27 Dbc

81,1

80,6

19,07

162,53

0,000 **

Dtk = 6,82 + 0,224 Dbc

74,1

73,5

14,44

108,93

0,000 **

Tt = 13,4 + 0,361 Dbc

75,9

75,2

12,35

119,39

0,000 **

Tbc = 10,1 + 0,0818 Dbc

16,2

13,9

20,95

7,32

0,010 *

Ttk = 3,25 + 0,279 Dbc

78,2

77,6

19,40

136,48

0,000 **

No.

Persamaan

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

R-sq

CV (%)

F-hit

Nilai-p

21,15

135,86

0,000 **

* = nyata (0,01 < nilai-p < 0,05)

Dari Tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa model persamaan yang


terpilih adalah persamaan regresi kedua. Hal tersebut dikarenakan nilai
koefisien determinasi pada persamaan tersebut paling besar yaitu 81,1%,
sedangkan besarnya koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) adalah
sebesar 80,6%. Nilai ini menunjukkan bahwa diameter bebas cabang dapat
menjelaskan keragaman diameter setinggi dada sebesar 80,6% sedangkan
sisanya dijelaskan oleh faktor lainnya.
Dari persamaan regresi secara keseluruhan diatas, dapat dilihat bahwa
nilai-p sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata 0,01. Oleh karena itu, hal
tersebut mampu menunjukkan bahwa H0 ditolak atau H1 diterima pada tingkat
kepercayaan 99%, yang berarti dugaan adanya pengaruh peningkatan diameter
bebas cabang terhadap dimensi pohon yang lainnya dapat diterima dengan
pengaruh yang sangat nyata. Namun pengaruh peningkatan diameter bebas

41

cabang terhadap dimensi tinggi bebas cabang hanya dapat diterima dengan
pengaruh yang nyata. Adapun nilai persentase penyimpangan data terhadap
nilai tengah yang terkecil ditunjukkan oleh persamaan regresi keempat yaitu
sebesar 12,35%.
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan
peubah peramal diameter tajuk dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Persamaan regresi untuk hubungan antara diameter tajuk dengan
dimensi pohon jati lainnya.

Dp = -22,8 + 6,21 Dtk

78,7

R-sq
(adj)
78,1

Dbh = -16,8 + 4,86 Dtk

80,1

79,5

19,57

152,51

0,000 **

Dbc = -15,9 + 3,31 Dtk

74,1

73,5

27,17

108,93

0,000 **

Tt = 6,52 + 1,28 Dtk

64,6

63,7

14,96

69,41

0,000 **

Tbc = 7,48 + 0,376 Dtk

23,1

21,1

20,06

11,42

0,002 **

Ttk = -0,96 + 0,906 Dtk

55,6

54,4

27,71

47,56

0,000 **

No.

Persamaan

R-sq

CV (%)

F-hit

Nilai-p

20,88

140,47

0,000 **

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

Keragaman nilai diameter tajuk dapat menjelaskan keragaman


diameter setinggi dada lebih besar apabila dibandingkan dengan dimensi
pohon lainnya. Pada persamaan kedua besarnya keragaman diameter tajuk
mampu menerangkan keragaman diameter setinggi dada sebesar 80,1%
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya. Setiap penambahan satu
satuan diameter tajuk mampu meningkatkan diameter setinggi dada sebesar
4,86 satuan.
Besarnya koefisien keragaman dari persamaan regresi terpilih adalah
sebesar 19,57%, yang berarti bahwa persentase simpangan baku terhadap nilai
tengah sebesar 19,57%. Namun besarnya penyimpangan terkecil diperoleh
pada persamaan keempat yaitu 14,96% data menyimpang dari nilai tengahnya.
Secara keseluruhan dari model persamaan regresi pada Tabel 11 telah
mewakili data yang telah ada. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai-p pada
model yang tidak melebihi taraf nyata 0,01 maupun 0,05. Nilai-p tersebut

42

dapat menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, keragaman


diameter tajuk mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap keragaman
diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, tinggi total,
tinggi bebas cabang, maupun tinggi tajuk pada masing- masing persamaan
yang diuji.
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan
peubah peramal tinggi total dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi total dengan
dimensi pohon jati lainnya.

Dp = -32,5 + 3,88 Tt

77,9

R-sq
(adj)
77,3

Dbh = -24,9 + 3,06 Tt

80,5

79,9

19,37

156,48

0,000 **

Dbc = -21,9 + 2,10 Tt

75,9

75,2

26,25

119,39

0,000 **

Dtk = 1,16 + 0,504 Tt

64,6

63,7

16,89

69,41

0,000 **

Tbc = 4,73 + 0,330 Tt

45,3

43,8

16,93

31,46

0,000 **

Ttk = -4,73 + 0,670 Tt

77,3

76,7

19,82

129,38

0,000 **

No.

Persamaan

R-sq

CV (%)

F-hit

Nilai-p

21,26

134,08

0,000 **

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

Dari keenam persamaan regresi pada Tabel 12 diatas, dapat dilihat


bahwa nilai koefisien determinasi paling besar terdapat pada persamaan kedua
yakni sebesar 80,5%. Hal ini berarti 80,5% keragaman dari diameter setinggi
dada dapat diterangkan oleh keragaman tinggi total, sedangkan sisanya
dijelaskan oleh faktor lainnya. Keragaman dari tinggi total mampu
menjelaskan secara memuaskan keragaman dari diameter pangkal, diameter
setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, dan tinggi tajuk.
Nilai-p kurang dari tingkat nyata 0,01, sehingga secara statistik mampu
memberikan pengertian bahwa tidak ada parameter model yang menunj ukkan
bahwa model regresi linier yang dibuat sudah mewakili data yang ada.
Dimensi tinggi total mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap
diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter
tajuk, tinggi bebas cabang, dan tinggi tajuk.

43

Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan


peubah peramal tinggi bebas cabang dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi bebas cabang
dengan dimensi pohon jati lainnya.

Dp = -10,9 + 5,42 Tbc

36,7

R-sq
(adj)
35,0

Dbh = -7,7 + 4,26 Tbc

37,6

36,0

34,61

22,91

0,000 **

Dbc = 1,58 + 1,98 Tbc

16,2

13,9

48,93

7,32

0,010 *

Dtk = 5,07 + 0,614 Tbc

23,1

21,1

24,90

11,42

0,002 **

Tt = 5,89 + 1,37 Tbc

45,3

43,8

18,60

31,46

0,000 **

Ttk = 5,89 + 0,371 Tbc

5,7

3,2

40,37

2,31

0,137 tn

No.

Persamaan

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)


tn

R-sq

CV (%)

F-hit

Nilai-p

36,00

22,01

0,000 **

* = nyata (0,01 < nilai-p < 0,05)

= tidak nyata (nilai-p > 0,05)

Dimensi tinggi bebas cabang memiliki pengaruh yang sangat nyata


terhadap dimensi diameter pangkal, diameter setinggi dada, diameter tajuk,
dan tinggi total. Hal ini ditunjukkan dari besarnya nilai-p yang lebih kecil dari
taraf nyata 0,01. Dengan diameter bebas cabang mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap tinggi bebas cabang. Sedangkan terhadap dimensi tinggi tajuk,
tinggi bebas cabang tidak memiliki pengaruh yang nyata yang ditunjukkan
dari nilai-p sebesar 0,137.
Tinggi bebas cabang hanya mampu menerangkan keragaman jumlah
tinggi total sebesar 45,3%, sementara 54,7% lainnya dapat diterangkan oleh
faktor lainnya. Keragaman tinggi bebas cabang mampu menerangkan
keragaman tinggi total sebesar 18,60%. Untuk setiap peningkatan satu satuan
tinggi bebas cabang akan mampu menambah tinggi total sebesar 1,37 satuan.
Persamaan regresi yang menyajikan pendugaan dimensi jati dengan
peubah peramal tinggi tajuk dapat dilihat pada Tabel 14.

44

Tabel 14. Persamaan regresi untuk hubungan antara tinggi tajuk dengan
dimensi pohon jati lainnya.

Dp = 9,04 + 4,43 Ttk

59,1

R-sq
(adj)
58,0

Dbh = 7,77 + 3,50 Ttk

61,2

60,2

27,28

59,99

0,000 **

Dbc = -3,50 + 2,80 Ttk

78,2

77,6

24,93

136,48

0,000 **

Dtk = 6,17 + 0,614 Ttk

55,6

54,4

18,92

47,56

0,000 **

Tt = 10,6 + 1,15 Ttk

77,3

76,7

11,98

129,38

0,000 **

Tbc = 10,6 + 0,154 Ttk

5,7

3,2

22,22

2,31

No.

Persamaan

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

R-sq

tn

CV
(%)
28,94

F-hit

Nilai-p

54,86

0,000 **

0,137 tn

= tidak nyata (nilai-p > 0,05)

Tinggi tajuk memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter


pangkal, diameter setinggi dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, dan
tinggi total. Hal ini dapat ditunjukkan dari besarnya nilai-p yang lebih kecil
dari taraf nyata 0,01. Sedangkan antara tinggi tajuk dengan tinggi bebas
cabang tidak memiliki pengaruh yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kegiatan manusia yang membuat pertumbuhan pohon jati tidak alami.
Berdasarkan uji kerandalan persamaan, persamaan regresi ketiga
merupakan persamaan terbaik. Nilai koefisien determinasi sebesar 78,2% yang
berarti bahwa keragaman diameter bebas cabang dapat diterangkan sebesar
78,2% oleh keragaman tinggi tajuk. Adapun nilai dari koefisien determinasi
terkoreksi sebesar 77,6%. Dari persamaan regresi yang terpilih, dapat dilihat
bahwa setiap penambahan tinggi tajuk satu satuan maka akan menyebabkan
peningkatan diameter bebas cabang sebesar 2,80 satuan.
Secara keseluruhan persamaan regresi yang terbentuk dari beberapa
peubah peramal yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa peubah
peramal yang mampu menjadi peubah kunci guna menerangkan karakteristik
biometrik pohon jati adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal,
diameter tajuk dan tinggi pohon total. Dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan pada pohon agathis dan mahoni daun besar, diperoleh suatu
persamaan regresi terbaik yaitu hubungan antara diameter setinggi dada

45

dengan diameter pangkal. Keragaman dari diameter setinggi dada paling dapat
menerangkan keragaman diameter pangkal, begitu pula dengan sebaliknya.
Pada persamaan regresi dengan variabel bebas diameter bebas cabang,
pohon jati memiliki kesamaan dengan pohon mahoni daun besar dan shorea
yaitu keragaman diameter bebas cabang paling berpengaruh terhadap
keragaman diameter setinggi dada. Dimensi diameter tajuk pohon jati paling
dapat menerangkan diameter setinggi dada. Hal ini sesuai dengan penelitian
pohon mahoni daun besar, namun pada pohon agathis diameter tajuk pohon
paling dapat menerangkan diameter bebas cabang.

5.5. Penyusunan Persamaan Taper


Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter relatif
dengan tinggi relatif. Tingkat keeratan hubungan antara diameter relatif
dengan tinggi relatif sebesar -0,881. Hal ini menyatakan bahwa setiap
peningkatan satu satuan tinggi relatif pohon jati akan diikuti dengan
berkurangnya diameter relatif pohon jati sebesar 0,881 satuan.
Pada penelitian ini terdapat enam persamaan taper yang dianalisis
secara statistik dengan menggunakan data diameter relatif sebagai peubah
respon dan tinggi relatif sebagai peubah peramal. Dari keenam persamaan
tersebut kemudian dicari satu persamaan terbaik yang akan digunakan sebagai
salah satu persamaan yang menggambarkan karakteristik pohon jati.
Hasil analisis persamaan regresi dari enam persamaan taper dapat
dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Persamaan Taper

77,6
77,6
78,0

R-sq
(adj)
77,5
77,4
77,7

CV
(%)
10,44
10,46
10,40

838,14 0,000**
417,36 0,000**
283,00 0,000**

77,4
77,8
78,3

77,3
77,7
78,0

19,28
19,11
18,97

827,56 0,000**
423,42 0,000**
288,09 0,000**

No

Persamaan

R-sq

1
2
3

d/D = 1,08 - 0,892 h/H


d/D = 1,08 - 0,880 h/H - 0,017 (h/H)2
d/D = 1,02 - 0,192 h/H - 2,22 (h/H)2 +
1,99 (h/H)3
(d/D)2 = 1,09 - 1,35 h/H
(d/D)2 = 1,14 - 1,77 h/H + 0,603 (h/H)2
(d/D)2 = 1,06 - 0.652 h/H - 2,98 (h/H)2
+ 3,24 (h/H)3

4
5
6

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

F-hit

Nilai-p

46

Persamaan terbaik yang terpilih ditentukan berdasarkan nilai koefisien


keragaman (uji ketelitian), hal ini disebabkan karena selisih besarnya koefisien
determinasi (R-sq) dan koefisien determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) dari
keenam persamaan diatas kecil. Adapun persamaan yang terpilih adalah
persamaan ketiga.
Nilai koefisien keragaman dari persamaan ketiga sebesar 10,40%, nilai
ini menunjukkan bahwa sebesar 10,40% data yang ada menyimpang dari garis
normal nilai tengah. Besarnya nilai R-sq dan R-sq (adj) pada persamaan ketiga
yaitu 78,0% dan 77,7%. Nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 78,0%
mampu menerangkan bahwa keragaman peubah respon dapat dijelaskan
dalam peubah-peubah peramalnya sebesar 78,0%. Besaran R-sq yang
mendekati 100% mempunyai pengertian bahwa persamaan tersebut semakin
baik. Keenam persamaan diatas memiliki nilai R-sq yang mendekati 100%,
hal ini berarti bahwa tingkat keterandalan yang dimiliki oleh persamaan secara
keseluruhan cukup besar sehingga dapat dikatakan persamaan tersebut cukup
baik.
Uji keterwakilan data dapat dilihat dari besarnya nilai-p. Dari keenam
persamaan tersebut pada Tabel 15, nilai-p sebesar 0,000 yang lebih kecil
dibandingkan taraf nyata 0,01. Keadaan ini mampu menunjukkan bahwa
persamaan tersebut mampu mewakili data yang ada. Besarnya nilai-p ini
dipergunakan juga untuk menguji pengaruh peubah peramal terhadap peubah
respon.
Nilai-p lebih kecil dari taraf nyata 0,01 mempunyai arti bahwa semua
tinggi relatif pada masing- masing persamaan taper yang diujikan berpengaruh
sangat nyata terhadap diameter relatif pohon jati. Sehingga hipotesis yang
menyatakan bahwa persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara
diameter relatif dengan tinggi relatif dapat diterima.
Berdasarkan analisis dengan menerapkankan metode VIF didapatkan
bahwa nilai VIF dalam model persamaan regresi berganda adalah lebih dari 1.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam model terjadi multikolinear yang dapat
disebabkan oleh hubungan linier yang kuat antar peubah peramal.

47

Uji tingkat kepentingan peranan penambahan peubah peramal dalam


persamaan taper diatas digunakan hanya untuk regresi linier berganda. Pada
persamaan kedua, penambahan peubah (h/H)2 memberikan nilai-p sebesar
0,924. Hal ini berarti bahwa penambahan peubah ini tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap model. Sementara pada persamaan ketiga,
penambahan peubah (h/H)2 dan (h/H)3 memberikan nilai-p masing- masing
sebesar 0,048 dan 0,047 yang berarti bahwa penambahan peubah memberikan
pengaruh yang nyata terhadap model.

5.6. Korelasi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual


Volume aktual pohon adalah volume yang diperoleh dari penjumlahan
volume per seksi pohon yang diukur dengan menggunakan dimensi diameter
seksi dan panjang seksi pohon. Dimensi pohon lain yang dianalisis hubungan
liniernya dengan volume aktual meliputi diameter pangkal, diameter setinggi
dada, diameter bebas cabang, diameter tajuk, tinggi total, tinggi bebas cabang,
dan tinggi tajuk.
Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan linier
antar peubah. Tingkat keeratan ini dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien
korelasi (r). Hubungan keeratan antara volume aktual dengan dimensi lainnya
secara berurutan adalah diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter
tajuk, diameter bebas cabang, tinggi total, tinggi tajuk, dan tinggi bebas
cabang.

5.7. Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual


Penyusunan persamaan regresi ini bertujuan untuk mendapatkan
kemudahan dalam mendapatkan nilai dari volume aktual jika salah satu
dimensi pohon telah diketahui nilainya. Persamaan yang terpilih dapat
digunakan untuk memberikan masukan dalam pembuatan tabel atau tarif
volume lokal pohon jati yang telah ada sebelumnya. Adapun alasan
penggunaan tabel volume lokal adalah dalam pembuatan persamaan
regresinya hanya menggunakan satu peubah.

48

Tabel 16. Persamaan Regresi Antara Dimensi Pohon Dengan Volume Aktual
CV
(%)
28,41
25,06
46,44
50,06
71,00
69,95
48,49

F-hit

Nilai-p

91,3
93,2
76,7
72,9
45,5
47,1
87,9

R-sq
(adj)
91,0
93,0
76,1
72,2
44,0
45,7
87,2

397.42
521,13
124,90
102,22
31,70
33,85
134,13

0,000**
0,000**
0,000**
0,000**
0,000**
0,000**
0,000**

91,4

90,9

40,88

196,26

0,000**

97,5
98,4

97,4
98,3

3,75
3,07

1475,22
1110,25

0,000**
0,000**

97,5
98,4

97,4
98,3

8,63
7,07

1475,14
1110,21

0,000**
0,000**

No

Persamaan

R-sq

1
2
3

Vakt = - 1,86 + 0,0664 Dp


Vakt = - 2,02 + 0,0865 Dbh
Vakt = - 3,55 + 0,426 Dtk
Vakt = - 4,09 + 0,261 Tt
Vakt = - 3,31 + 0,420 Tbc
Vakt = - 1,06 + 0,275 Ttk
Vakt = - 2,86 + 0,0711 Dp +
0,0288 Tt
Vakt = - 2,55 + 0,101 Dbh 0,0083 Tt
log Vakt = - 3,56 + 2,25 log Dbh
log Vakt = - 3,97 + 1,77 log Dbh
+ 0,883 log Tt
ln Vakt = - 8,19 + 2,25 ln Dbh
ln Vakt = - 9,15 + 1,77 ln Dbh +
0,883 ln Tt

4
5
6
7
8
9
10
11
12

** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

Persamaan regresi yang dipilih adalah persamaan kesembilan, hal


tersebut didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R-sq) dan koefisien
determinasi terkoreksi (R-sq(adj)) yaitu sebesar 97,5% dan 97,4%. Nilai R-sq
sebesar 97,5% berarti sebesar 97,5% keragaman diameter setinggi dada dapat
dijelaskan oleh model regresi sederhana sedangkan sisanya dijelaskan oleh
faktor atau variabel lainnya.
Pada persamaan kedua didapatkan nilai persentase penyimpangan data
terhadap nilai tengah terkecil sebesar 3,75%. Secara keseluruhan, persamaan
pada Tabel 16 mempunyai nilai-p yang lebih kecil dari 0,01 sehingga dapat
menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 99%, keragaman dari dimensi
pohon berpengaruh sangat nyata terhadap keragaman volume aktual.
Dalam

Tabel

16

tersebut

juga

terdapat

persamaan

dengan

menggunakan dua dimensi pohon secara bersamaan dalam menduga besarnya


nilai volume aktual. Pemilihan dimensi diameter pangkal, diameter setinggi
dada, maupun tinggi total adalah dikarenakan dimensi tersebutlah yang mudah
dilakukan dalam pengukuran lapangan. Pada persamaan dengan menggunakan
regresi berganda, didapatkan nilai VIF lebih dari 1 yakni 2,4 pada persamaan

49

ketujuh, 2,6 pada persamaan kedelapan dan 6,0 pada persamaan ke-10 dan ke12 sehingga hal ini mengindikasikan pada model tersebut terjadi kasus
multikolinear dan model kurang terandalkan.

5.8. Angka Bentuk Batang Rata-Rata


Angka bentuk batang jati dapat diperoleh dari rata-rata rasio volume
aktual dengan volume silinder pada tinggi dan diameter bebas cabang yang
sama. Angka bentuk yang didapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Angka bentuk absolut rata-rata sebesar 0,497
2. Angka bentuk setinggi dada rata-rata sebesar 0,759

Tabel 17. Deskripsi Statistik Angka Bentuk Pohon Jati


Angka
Bentuk
Absolut
Setinggi
Dada

Min

Maks Mean

40
40

0,256
0,518

0,467
0,990

0,497
0,759

CV
(%)
16,58
12,89

Penduga Selang
95 %
99 %
0,471-0,523
0,464-0,530
0,729-0,789
0,721-0,797

Nilai koefisien keragaman (CV) pada kedua angka bentuk diatas dapat
menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan terhadap garis normal linier
nilai tengah angka bentuk absolut sebesar 16,58% dan angka bentuk setinggi
dada sebesar 12,89%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Husch (1963) bahwa angka bentuk
merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara volume pohon dengan
volume silinder yang besarnya kurang dari satu. Nilai angka bentuk ini dapat
digunakan untuk mengetahui dan mengkoreksi volume silinder sehingga
didapatkan volume sesungguhnya dari pohon jati.

5.9. Kusen Bentuk Batang Pohon


Kusen bentuk batang merupakan nilai perbandingan antara diameter
pada ketinggian tertentu dengan diameter setinggi dada. Nilai kusen bentuk
yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kusen bentuk normal sebesar 0,625
2. Kusen bentuk absolut sebesar 0,728

50

Tabel 18. Deskripsi Statistik Kusen Bentuk Pohon Jati


Kusen
Bentuk
Normal
Absolut

Min

40 0,370
40 0,519

Maks Mean
0,765
0,950

0,625
0,728

CV
(%)
15,07
15,02

Penduga Selang
95%
99%
0,595 - 0,655 0,585 - 0,665
0,693 - 0,762 0,681 - 0,774

Nilai koefisien keragaman (CV) pada kedua angka bentuk diatas dapat
menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan terhadap garis normal linier
nilai tengah kusen bentuk absolut sebesar 15,02% dan kusen bentuk normal
sebesar 15,07%.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Husch et al. (2003) bahwa kusen
bentuk merupakan suatu nilai hasil perbandingan antara diameter ketinggian
tertentu dengan diameter setinggi dada yang besarnya kurang dari satu. Nilai
kusen bentuk dapat digunakan untuk mengetahui faktor keruncingan pohon
jati pada ketinggian tertentu dan dapat digunakan sebagai variabel tetap dalam
pembuatan tabel volume.

5.10. Korelasi Linier Antara Volume Dengan Angka Bentuk


Keeratan hubungan antara volume dengan angka bentuk dapat
ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi. Berdasarkan nilai koefisien
korelasi (r) yang didapat, diketahui bahwa nilai koefisien korelasi yang
terbentuk antara volume aktual dengan angka bentuk absolut sebesar -0,240
dengan nilai-p adalah 0,135. Sedangkan antara volume aktual dengan angka
bentuk setinggi dada adalah -0,240 dengan nilai-p sebesar 0,415.
Oleh karena itu, kedua hal tersebut mengindikasikan bahwa volume
aktual dengan angka bentuk absolut maupun setinggi dada tidak mempunyai
hubungan linier. Pernyataan yang sama juga terjadi pada penelitian pada
pohon mahoni daun besar yaitu volume aktual tidak mempunyai hubungan
linier dengan angka bentuk absolut dan setinggi dada.

5.11. Penyusunan Persamaan Regresi Dengan Rasio Diameter


Persamaan ini disusun dengan tujuan untuk mengefisienkan kegiatan
pengukuran, dimana hanya dengan mengetahui rasio diameter maka kita dapat
mengetahui nilai dari angka bentuk dan volume aktual. Adapun penggunaan

51

dimensi diameter disebabkan karena dimens i diameterlah yang paling mudah


untuk diukur di lapangan.

Tabel 19. Persamaan Regresi Angka Bentuk dan Volume Pohon dengan Rasio
Diameter
R-sq
No
Persamaan
R-sq
CV (%) F-hit Nilai-p
(adj)
1 fbh = 0,956 0,159 Dp /Dbh
1,2
0,0
12,99
0,46 0,502tn
2 fabs = 1,53 0,828 D p/D bh
46,0
44,6
12,34
32,39 0,000**
3 Vakt = - 4,03 + 4,70 Dp /Dbh
3,4
0,9
94,47
1,35 0,253tn
4 Vakt = 0,94 + 1,88 Dbc/Dp
1,4
0,0
95,46
0,56 0,459tn
** = sangat nyata (nilai-p < 0,01)

tn

= tidak nyata (nilai-p > 0,05)

Dari persamaan regresi yang terbentuk seperti pada Tabel 18 diatas,


didapatkan bahwa persamaan regresi antara angka bentuk dengan rasio
diameter pangkal dan diameter setinggi dada didapatkan persamaan terbaik
yaitu persamaan kedua, yakni fabs = 1,53 0,828 Dp /Dbh . Berdasarkan
persamaan tersebut diperoleh pengertian dimana setiap peningkatan satu
satuan rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada akan
menurunkan angka bentuk absolut sebesar 0,828 satuan. Dari koefisien
determinasi dapat dilihat bahwa 46,0% keragaman rasio diameter pangkal
dengan diameter setinggi dada dapat menjelaskan angka bentuk absolut,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Nilai-p pada persamaan kedua tersebut lebih kecil dari taraf nyata 0,01
dan 0,05, hal ini berarti persamaan terpilih telah mewakili data yang ada dan
rasio diameter pangkal dengan diameter setinggi dada berpengaruh sangat
nyata terhadap angka bentuk absolut.
Untuk persamaan ketiga dan keempat menjelaskan tentang seberapa
besar pengaruh rasio diameter terhadap volume aktual dari pohon jati. Rasio
yang digunakan adalah diameter pangkal dengan diameter setinggi dada dan
diameter bebas cabang dengan diameter pangkal. Hal ini dikarenakan hanya
rasio ini yang mempunyai hubungan linier dengan volume aktual.
Nilai-p pada persamaan 1, 3 dan 4 mempunyai nilai yang lebih besar
dari taraf nyata 0,05 yang berarti bahwa rasio diameter yang terpilih tidak

52

berpengaruh terhadap angka bentuk setinggi dada maupun volume aktual


pohon jati.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik
biometrik pohon jati di Bagian Hutan Bancar adalah sebagai berikut :
1. Dimensi diameter setinggi dada, diameter pangkal, diameter tajuk dan
tinggi total merupakan ciri pohon yang berkorelasi tinggi dengan
dimensi lainnya. Korelasi tertinggi antar dimensi pohon adalah antara
diameter pangkal dengan diameter setinggi dada sebesar 0,994.
2. Rata-rata rasio antar dimensi pohon adalah Dp /Dbh = 1,242 ; Dp /Dtk =
0,043 ; Dbc/Dtk = 0,019 ; Dbc/Dp = 0,461 ; Dbc/Dbh = 0,571 ; Dbh /Dtk =
0,034 ; Tbc/Tt = 0,553 ; Ttk /Tt = 0,447 ; Tbc/Ttk = 1,352. Nilai rasio
diameter setiap ketinggian 2 meter untuk batang pohon jati secara
konsisten adalah 1,147.
3. Persamaan regresi yang terbentuk dari hubungan dimensi kunci
dengan dimensi lainnya adalah :
a. Dbh = 1,66 + 0,771 Dp

(R-sq = 98,8% ; R-sq(adj) = 98,7%)

b. Dp = -1,45 + 1,28 Dbh

(R-sq = 98,8% ; R-sq(adj) = 98,7%)

c. Dbh = 11,6 + 1,27 Dbc

(R-sq = 81,1% ; R-sq(adj) = 80,6%)

d. Dbh = -16,8 + 4,86 Dtk

(R-sq = 80,1% ; R-sq(adj) = 79,5%)

e. Dbh = -24,9 + 3,06 Tt

(R-sq = 80,5% ; R-sq(adj) = 79,9%)

f. Tt = 5,89 + 1,37 Tbc

(R-sq = 45,3% ; R-sq(adj) = 43,8%)

g. Dbc = -3,50 + 2,80 Ttk

(R-sq = 78,2% ; R-sq(adj) = 77,6%)

4. Persamaan matematis untuk pohon jati adalah d/D = 1,02 - 0,192 h/H
- 2,22 (h/H)2 + 1,99 (h/H)3

(R-sq = 78,0% ; R-sq(adj) = 77,7%).

5. Selang diameter setinggi dada pada pohon jati tergantung pada kelas
umur, tingkat kesuburan lahan atau bonita dan kerapatan tegakan.
6. Persamaan regresi yang terpilih dalam menduga besarnya volume
aktual dengan menggunakan salah satu dimensi pohon jati adalah
log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh (R-sq = 97,5% ; R-sq(adj) = 97,4%).

54

7. Angka bentuk pohon jati adalah :


a. Angka bentuk absolut = 0,497
b. Angka bentuk setinggi dada = 0,759
8. Kusen bentuk batang pohon jati adalah :
a. Kusen bentuk normal = 0,625
b. Kusen bentuk absolut = 0,728
6.2. Saran
1. Untuk lebih mengetahui keakuratan model yang dihasilkan terutama
dalam penentuan besarnya volume aktual, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut pada tempat tumbuh yang berbeda.
2. Perlu dilakukannya penelitian yang serupa pada berbagai jenis pohon
kehutanan lainnya sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam
pengenalan berbagai pohon kehutanan khususnya pohon-pohon yang
bernilai komersial dan langka.

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, R.S. 2005. Penentuan Jumlah Pohon Contoh Dalam Penyusunan
Persamaan Taper Untuk Pendugaan Volume Batang Pohon Meranti
Rawa (Shorea spp.) (Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber, Bagan
Siapi-api, Propinsi Dati I Riau). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Anonim. 1992. Manual Kehutanan. Departemen Kehutanan : Jakarta.
Anonim. 2004. Secure M-140: Alat Pintar Untuk Kedisiplinan Karyawan.
Advertorial. http://www.datascrip.com
Avery, T.E. dan H.E.Burkhart. 1994. Forest Measurements. McGraw-Hill Inc
: New York.
Baroroh, Alfieta N. 2006. Karakteristik Biometrik Pohon Shorea leprosula
Miq. (Studi Kasus pada Hutan Tanaman Haurbentes, Kecamatan
Jasinga, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Belyea, H.C. 1950. Forest Measurement. John Wiley and Sons Inc.: New
York.
Bruce, D. dan F.X. Scumacher. 1950. Forest Mensuration. Mc Graw-Hill
Book Company Inc.: New York.
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. 1974. Surat Keputusan
Direktorat Jenderal Kehutanan No.143/KPTS/DJ/I/1974 : Jakarta.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Kehutanan. 1976. Vademeccum
Indonesia. Departemen Pertanian : Jakarta.

Kehutanan

Djamhuri, E. , I. Hilwan, Istomo, dan I. Soerianegara. 2002. Dendrologi.


Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Draper, N. dan H. Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi II. PT
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Girsang, R.E. 2006. Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Oleh Masyarakat
Sekitar Hutan Jati Di BKPH Bancar, KPH Jatirogo, Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Hutan Fakultas
Kehutanan IPB : Bogor.

56

Hardansyah, R. 2004. Penentuan Panjang Seksi Batang Optimal Dalam


Penggunaan Volume Batang Pohon Dengan Menggunakan Persamaan
Taper (Studi Kasus pada Jenis Pinus merkusii Jung et de Vriese di Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi). Skripsi. Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Kehutanan : Jakarta.
Husch, B. 1963. Forest Mensuration and Statistic. The Ronald Press Company
: New York.
Husch, B. , TW Beers, JA Kershaw. 2003. Forest Mensuration. John Wiley
and Sons Inc.: New Jersey.
Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik Dengan Mudah
Menggunakan Minitab 14. ANDI : Yogyakarta.
Martawijaya, A. , I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A.Prawira. 1981. Atlas Kayu
Indonesia Jilid I. Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kehutanan : Bogor.
Maulidian. 2007. Karakteristik Biometrik Pohon Belian (Eusideroxylon
zwageri T.et B.) (Studi Kasus pada Tegakan Hutan Sumber Benih
Plomas, Kabupaten Sangau, Propinsi Kalimantan Barat). Skripsi.
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Laasasenaho J. 1993. Modelling Taper Curves and Stem Increment.
Proceedings IUFRO p.54-57. West Virginia University : USA.
Lemmens, R.H.M.J. dan I.Soerianegara. 2002. Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara No.5(1) Pohon Penghasil Kayu Perdagangan Utama. PT Balai
Pustaka Prosesa Indonesia : Bogor.
Riandini, P. 2005. Penentuan Jumlah Pohon Contoh Dalam Penyusunan
Persamaan Taper Untuk Pendugaan Volume Batang Pohon Ramin
(Gonystylus bancanus kurz.) (Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber,
Bagan Siapi-api, Propinsi Dati I Riau). Skripsi. Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Samuel, M.L. dan J.A.Witmer. 2005. Statistics For The Life Sciences. Third
Edition. Pearson Education, Inc. : New Jersey.
Sembiring, R.K. 1995. Analisis Regresi. Penerbit ITB : Bandung.
Spurr, S.H. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company : New York.

59
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Pengukuran Dimensi Pohon Contoh
Kp

No.
Pohon

KU

SI

1/24a

Dp

Kbh

cm

cm

cm

cm

cm

p1

p2

105

33.44

82

26.11

17.5

9.5

7.5

8.5

20.75

10.5

100

95

100

102

90

95

31.85

30.25

31.85

32.48

28.66

30.25

81

78

85

83

73

80

Dbh

25.8

24.84

27.07

26.43

23.25

25.48

Dtjk (m)

Dbc

15

15

10

20

15

10

8.5

6.5

8.6

8.7

9.5

11.5

10

8.5

Ht

7.75

10.05

8.5

8.35

8.25

17

16.5

17

20

18.5

17.5

Hbc

11

11.5

12

10

11

12

0.5
Ht

D 0.5 Ht

(Ht -4.5)

cm

10.25

10.38

18

Htjk

10

7.5

5.5

8.5

8.25

8.5

10

9.25

8.75

19.2

15

19.7

20

17.3

19.5

D
(Ht -4.5)

Ps

Ds

cm

cm

8.13

19.6

26

25

25

20

10.5

17.5

25

30

25

20

10

15

11

15

24

30

20

15

10

15

11.5

15

27

28.5

25

20

10

15

12

10

26.4

25

23

21.7

10

20

23.1

21.5

20

6.25

6.25

7.75

6.5

24.5

20

24.8

22

19

20

18

10

16.5

11

15

25

24.6

20

20

10

15

12

10

60
Lanjutan Lampiran 1
1/45c

78

140

90

102

80

99

112

24.84

44.59

28.66

32.48

25.48

31.53

35.67

70

100

76

90

66

80

86

22.29

31.85

24.2

28.66

21.02

25.48

27.39

10

20

10

15

13

20

17

10

8.1

11.5

11.2

10

11.2

12.2

9.5

11

8.7

10.3

12.9

11.5

13

9.75

9.55

10.1

10.75

11.45

11.35

12.6

16

18.4

15.5

16.5

12.5

17.8

16.5

10.5

12.4

10

12

7.5

7.8

8.5

5.5

5.5

4.5

10

9.2

7.75

8.25

6.25

8.9

8.25

15

22.4

17.5

20

14.5

19.5

16.6

5.75

6.95

5.5

6.65

20

25

21

25

18.5

20

20

22

20

20

15

10.5

10

31.5

30

25

25

10

20

12.4

20

24

21.6

20

15

10

10

28

30

25

20

10

20

12

15

21

18.5

15

7.5

13

25

25

20

8.8

20

27

25

20

8.5

17

61
Lanjutan Lampiran 1
1/11f

3.5

140

125

185

158

135

135

130

44.59

39.81

58.92

50.32

42.99

42.99

41.4

105

113

130

132

108

112

102

33.44

35.99

41.4

42.04

34.39

35.67

32.48

10

15

20

15

15

20

15

11

9.5

11.5

9.5

11.5

10

10.5

12

10

12

12.5

12

12

11

11.5

9.75

11.75

11

11.75

11

10.75

19

17

18

21

19

20

20.5

11

9.5

11

15

10

10.75

11

7.5

9.25

9.5

9.5

8.5

10.5

9.5

10

10.25

17.5

18

17.5

24

20

20

20

7.25

6.25

6.75

8.25

7.25

7.75

25

24.6

21.5

25

23

23

20

33

30.5

30

20

10

15

11

10

35

32.8

25

20

9.5

15

41

30

25

20

41.5

35

30

25

10

25

12

20

14

20

15

15

34

30

30

25

10

15

35

30

25

20

9.5

20

10.75

20

32

30

25

20

10

20

11

15

62
Lanjutan Lampiran 1
1/30d

170

148

170

155

205

169

174

54.14

47.13

54.14

49.36

65.29

53.82

55.41

145

125

130

127

166

132

145

46.18

39.81

41.4

40.45

52.87

42.04

46.18

30

30

20

20

30

30

35

10

10

12

12

16

11.6

15.5

12.5

10

12

12

11

13

11.25

10

10

12

14

11.3

14.25

27

22

23.7

25

29

24.7

25.9

12.5

10

14.7

14.5

14

12.7

12.4

14.5

12

10.5

15

12

13.5

13.5

11

11.85

12.5

14.5

12.35

12.95

28

28.5

24.6

25

29

30

32

11.25

8.75

9.6

10.25

12.25

10.1

10.7

33

34

31

29.5

34

30

35

46

42.4

40

35

10

35

12.5

30

39

37.6

35

35

10

30

41

38.5

35

35

10

30

12

25

14.7

20

40

37.4

36

34

10

30

12

25

14.5

20

52

50

43

40

10

35

12

35

14

30

42

38.7

35

35

10

30

12.7

30

46

42.3

40

38

10

35

12.4

35

63
Lanjutan Lampiran 1
730/12b

732

734

740

777

791

4.5

281

300

312

323

274

260

89.49

95.54

99.36

102.87

87.26

82.80

212

225

245

251

215

208

67.52

71.66

78.03

79.94

68.47

66.24

30.00

45.00

38.00

50.00

40.00

37.00

14

16

13

22

25

16

14.8

18

16.5

16

18

14

14.4

17

14.75

19

21.5

15

28

30

26.5

26

29

30

12

14

16

13

13.5

14

16

16

10.5

13

15.5

16

14

15

13.25

13

14.5

15

25

43

41

50

37

34

11.75

12.75

11

10.75

12.25

12.75

37

47

47

58

43.5

40

67

62.5

56

50

10

40

12

30

71

70

68.5

60

10

65

12

50

14

45

77.5

75

65

60

10

50

12

45

14

40

16

38

79

75

70

65

10

60

12

55

13

50

68

65.5

60

50

10

50

12

45

13.5

40

66

65.2

60

55

10

50

12

45

14

37

64
Lanjutan Lampiran 1
1/14c

317

245

280

267

235

255

100.96

78.03

89.17

85.03

74.84

81.21

264

203

216

215

195

205

84.08

64.65

68.79

68.47

62.10

65.29

50.00

40.00

35.00

60.00

50.00

40.00

19.5

16.5

18

17

20

16.5

18

17

15.5

19

13

19.5

18.75

16.75

16.75

18

16.5

18

30.5

31

31

29.5

30

31.5

15.5

17.5

17.5

8.5

10.5

20.5

15

13.5

13.5

21

19.5

11

15.25

15.5

15.5

14.75

15

15.75

48.8

40

37.5

45

40

45

13

13.25

13.25

12.5

12.75

13.5

57.5

45

40

53

35.1

47.5

84

80

75

70

10

70

12

60

14

55

15.5

50

64.1

60

60

55

10

50

12

50

14

40

16

40

17.5

40

68

70

55

50

10

45

12

40

14

40

17.5

35

68

63.2

60

8.5

60

61.5

60

55

50

10.5

50

65

60

55

50

10

50

12

50

14

45

16

45

18

45

20.5

40

57

Walpole, E.R. 1995. Pengantar Statistik Edisi 3 (terjemahan). Gramedia :


Jakarta.
Wijayanti, S.D.W. 2008. Karakteristik Biometrik Pohon Agathis loranthifolia
R.A. Salisbury. (Di BKPH Gunung Slamet Barat KPH Banyumas Timur,
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.
Wijaksana, Y. 2008. Karakteristik Biometrik Pohon Mahoni Daun Lebar
(Swietenia macrophylla King) Kasus Di KPH Tasikmalaya. Skripsi.
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB : Bogor.

58

LAMPIRAN

65

Lampiran 2. Grafik Normal Probability Plot Tiap Dimensi Pohon

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
25

35

45

55

65

75

85

95

105

Dp
Average: 55.2225

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 24.6653

A-Squared: 1.569

N: 40

P-Value: 0.000

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
20

30

40

50

60

70

80

Dbh
Average: 44.2363

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 19.1327

A-Squared: 1.723

N: 40

P-Value: 0.000

66

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
10

20

30

40

50

60

Dbc
Average: 25.6875

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 13.5480

A-Squared: 1.571

N: 40

P-Value: 0.000

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
10

15

20

Dtjk
Average: 12.5663

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 3.52235

A-Squared: 1.296

N: 40

P-Value: 0.002

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
12

22

32

Ht
Average: 22.6313

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 5.61731

A-Squared: 1.325

N: 40

P-Value: 0.002

67

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
10

15

20

Hbc
Average: 12.2063

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 2.75658

A-Squared: 0.568

N: 40

P-Value: 0.132

Normal Probability Plot

.999
.99

Probability

.95
.80
.50
.20
.05
.01
.001
5

10

15

20

Htjk
Average: 10.425

Anderson-Darling Normality Test

StDev: 4.27920

A-Squared: 0.602

N: 40

P-Value: 0.110

68

Lampiran 3. Persamaan Regresi Antar Dimensi Pohon


1. Diameter Pangkal (Dp )
Regression Analysis: Dbh versus Dp
The regression equation is
Dbh = 1.66 + 0.771 Dp
Predictor
Constant
Dp
S = 2.146

Coef
1.6640
0.77092

SE Coef
0.8411
0.01394

R-Sq = 98.8%

T
1.98
55.32

P
0.055
0.000

R-Sq(adj) = 98.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
14101
175
14276

MS
14101
5

F
3060.55

T
-0.45
11.66

P
0.657
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dbc versus Dp


The regression equation is
Dbc = - 1.13 + 0.486 Dp
Predictor
Constant
Dp
S = 6.417

Coef
-1.126
0.48555

SE Coef
2.514
0.04166

R-Sq = 78.1%

R-Sq(adj) = 77.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5593.8
1564.6
7158.3

MS
5593.8
41.2

F
135.86

P
0.000

Regression Analysis: Dtjk versus Dp


The regression equation is
Dtjk = 5.57 + 0.127 Dp
Predictor
Constant
Dp
S = 1.647

Coef
5.5699
0.12669

SE Coef
0.6452
0.01069

R-Sq = 78.7%

T
8.63
11.85

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 78.1%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
380.85
103.03
483.87

Regression Analysis: Ht versus Dp


The regression equation is
Ht = 11.5 + 0.201 Dp

MS
380.85
2.71

F
140.47

P
0.000

69

Predictor
Constant
Dp
S = 2.674

Coef
11.530
0.20103

SE Coef
1.048
0.01736

R-Sq = 77.9%

T
11.00
11.58

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 77.3%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
958.86
271.75
1230.61

MS
958.86
7.15

F
134.08

P
0.000

Regression Analysis: Hbc versus Dp


The regression equation is
Hbc = 8.47 + 0.0677 Dp
Predictor
Constant
Dp
S = 2.222

Coef
8.4687
0.06768

SE Coef
0.8707
0.01443

R-Sq = 36.7%

T
9.73
4.69

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 35.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
108.69
187.66
296.35

MS
108.69
4.94

F
22.01

P
0.000

Regressi on Analysis: Htjk versus Dp


The regression equation is
Htjk = 3.06 + 0.133 Dp
Predictor
Constant
Dp
S = 2.773

Coef
3.061
0.13335

SE Coef
1.087
0.01800

R-Sq = 59.1%

T
2.82
7.41

P
0.008
0.000

R-Sq(adj) = 58.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
421.90
292.25
714.15

MS
421.90
7.69

F
54.86

2. Diameter breast high (Dbh )


Regression Analysis: Dp versus Dbh
The regression equation is
Dp = - 1.45 + 1.28 Dbh
Predictor
Coef
SE Coef
Constant
-1.455
1.114
Dbh
1.28124
0.02316
S = 2.767

R-Sq = 98.8%

T
-1.31
55.32

P
0.199
0.000

R-Sq(adj) = 98.7%

P
0.000

70

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
23436
291
23727

MS
23436
8

F
3060.55

T
-1.04
12.75

P
0.303
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dbc versus Dbh


The regression equation is
Dbc = - 2.51 + 0.637 Dbh
Predictor
Constant
Dbh
S = 5.975

Coef
-2.513
0.63749

SE Coef
2.405
0.05000

R-Sq = 81.1%

R-Sq(adj) = 80.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5801.9
1356.5
7158.3

MS
5801.9
35.7

F
162.53

P
0.000

Regression Analysis: Dtjk versus Dbh


The regression equation is
Dtjk = 5.28 + 0.165 Dbh
Predictor
Constant
Dbh
S = 1.594

Coef
5.2797
0.16472

SE Coef
0.6416
0.01334

R-Sq = 80.1%

Analysis of Variance
Source
DF
Regression
1
Residual Error
38
Total
39

T
8.23
12.35

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 79.5%

SS
387.36
96.52
483.87

MS
387.36
2.54

F
152.51

P
0.000

Regression Analysis: Ht versus Dbh


The regression equation is
Ht = 11.0 + 0.263 Dbh
Predictor
Constant
Dbh
S = 2.516

Coef
10.981
0.26336

SE Coef
1.013
0.02105

R-Sq = 80.5%

T
10.84
12.51

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 79.9%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
990.15
240.46
1230.61

Regression Analysis: Hbc versus Dbh


The regression equation is
Hbc = 8.30 + 0.0884 Dbh

MS
990.15
6.33

F
156.48

P
0.000

71

Predictor
Constant
Dbh
S = 2.206

Coef
8.2977
0.08836

SE Coef
0.8880
0.01846

R-Sq = 37.6%

T
9.34
4.79

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 36.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
111.45
184.90
296.35

MS
111.45
4.87

F
22.91

P
0.000

Regression Analysis: Htjk versus Dbh


The regression equation is
Htjk = 2.68 + 0.175 Dbh
Predictor
Constant
Dbh
S = 2.700

Coef
2.684
0.17500

SE Coef
1.087
0.02259

R-Sq = 61.2%

T
2.47
7.75

P
0.018
0.000

R-Sq(adj) = 60.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
437.21
276.94
714.15

MS
437.21
7.29

F
59.99

P
0.000

3. Diameter bebas cabang (D bc)


Regression Analysis: Dp versus Dbc
The regression equation is
Dp = 13.9 + 1.61 Dbc
Predictor
Constant
Dbc
S = 11.68

Coef
13.882
1.6094

SE Coef
3.999
0.1381

R-Sq = 78.1%

T
3.47
11.66

P
0.001
0.000

R-Sq(adj) = 77.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
18541
5186
23727

MS
18541
136

F
135.86

T
4.01
12.75

P
0.000
0.000

Regression Analysis: Dbh versus Dbc


The regression equation is
Dbh = 11.6 + 1.27 Dbc
Predictor
Constant
Dbc
S = 8.438

Coef
11.577
1.27140

SE Coef
2.888
0.09973

R-Sq = 81.1%

R-Sq(adj) = 80.6%

P
0.000

72

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
11571
2705
14276

MS
11571
71

F
162.53

T
10.97
10.44

P
0.000
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dtjk versus Dbc


The regression equation is
Dtjk = 6.82 + 0.224 Dbc
Predictor
Constant
Dbc

Coef
6.8158
0.22386

S = 1.815

SE Coef
0.6212
0.02145

R-Sq = 74.1%

Analysis of Variance
Source
DF
Regression
1
Residual Error
38
Total
39

R-Sq(adj) = 73.5%

SS
358.73
125.14
483.87

MS
358.73
3.29

F
108.93

P
0.000

Regression Analysis: Ht versus Dbc


The regression equation is
Ht = 13.4 + 0.361 Dbc
Predictor
Constant
Dbc

Coef
13.3550
0.36112

S = 2.796

SE Coef
0.9572
0.03305

R-Sq = 75.9%

T
13.95
10.93

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 75.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
933.50
297.11
1230.61

MS
933.50
7.82

F
119.39

P
0.000

Regression Analysis: Hbc versus Dbc


The regression equation is
Hbc = 10.1 + 0.0818 Dbc
Predictor
Constant
Dbc

Coef
10.1058
0.08177

S = 2.557

SE Coef
0.8754
0.03022

R-Sq = 16.2%

T
11.54
2.71

P
0.000
0.010

R-Sq(adj) = 13.9%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
47.861
248.489
296.351

Regression Analysis: Htjk versus Dbc


The regression equation is
Htjk = 3.25 + 0.279 Dbc

MS
47.861
6.539

F
7.32

P
0.010

73

Predictor
Constant
Dbc

Coef
3.2492
0.27935

S = 2.023

SE Coef
0.6925
0.02391

R-Sq = 78.2%

T
4.69
11.68

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 77.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
558.61
155.54
714.15

MS
558.61
4.09

F
136.48

P
0.000

4. Diameter tajuk (Dtjk )


Regression Analysis: Dp versus Dtjk
The regression equation is
Dp = - 22.8 + 6.21 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk

Coef
-22.845
6.2125

S = 11.53

SE Coef
6.834
0.5242

R-Sq = 78.7%

T
-3.34
11.85

P
0.002
0.000

R-Sq(adj) = 78.1%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
18675
5052
23727

MS
18675
133

F
140.47

T
-3.28
12.35

P
0.002
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dbh versus Dtjk


The regression equation is
Dbh = - 16.8 + 4.86 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk

Coef
-16.835
4.8600

SE Coef
5.131
0.3935

S = 8.657
R-Sq = 80.1%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

R-Sq(adj) = 79.5%

SS
11429
2848
14276

MS
11429
75

F
152.51

T
-3.85
10.44

P
0.000
0.000

Regression Analysis: Dbc versus Dtjk


The regression equation is
Dbc = - 15.9 + 3.31 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk
S = 6.980

Coef
-15.929
3.3118

SE Coef
4.137
0.3173

R-Sq = 74.1%

R-Sq(adj) = 73.5%

P
0.000

74

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5307.1
1851.3
7158.3

MS
5307.1
48.7

F
108.93

P
0.000

Regression Analysis: Ht versus Dtjk


The regression equation is
Ht = 6.52 + 1.28 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk
S = 3.385

Coef
6.522
1.2820

SE Coef
2.006
0.1539

R-Sq = 64.6%

T
3.25
8.33

P
0.002
0.000

R-Sq(adj) = 63.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
795.23
435.39
1230.61

MS
795.23
11.46

F
69.41

P
0.000

Regression Analysis: Hbc versus Dtjk


The regression equation is
Hbc = 7.48 + 0.376 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk
S = 2.449

Coef
7.479
0.3762

SE Coef
1.451
0.1113

R-Sq = 23.1%

Analysis of Variance
Source
DF
Regression
1
Residual Error
38
Total
39

T
5.15
3.38

P
0.000
0.002

R-Sq(adj) = 21.1%

SS
68.485
227.866
296.351

MS
68.485
5.996

F
11.42

P
0.002

Regression Analysis: Htjk versus Dtjk


The regression equation is
Htjk = - 0.96 + 0.906 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk
S = 2.889

Coef
-0.957
0.9058

SE Coef
1.712
0.1313

R-Sq = 55.6%

T
-0.56
6.90

P
0.580
0.000

R-Sq(adj) = 54.4%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
396.97
317.18
714.15

MS
396.97
8.35

F
47.56

P
0.000

75

5. Tinggi Total (Tt )


Regression Analysis: Dp versus Ht
The regression equation is
Dp = - 32.5 + 3.88 Ht
Predictor
Coef
SE Coef
Constant
-32.495
7.799
Ht
3.8759
0.3347
S = 11.74

R-Sq = 77.9%

T
-4.17
11.58

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 77.3%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
18487
5239
23727

MS
18487
138

F
134.08

T
-4.38
12.51

P
0.000
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dbh versus Ht


The regression equation is
Dbh = - 24.9 + 3.06 Ht
Predictor
Constant
Ht

Coef
-24.907
3.0552

S = 8.568

SE Coef
5.691
0.2442

R-Sq = 80.5%

R-Sq(adj) = 79.9%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
11487
2790
14276

MS
11487
73

F
156.48

T
-4.88
10.93

P
0.000
0.000

P
0.000

Regression Analysis: Dbc versus Ht


The regression equation is
Dbc = - 21.9 + 2.10 Ht
Predictor
Constant
Ht

Coef
-21.852
2.1006

S = 6.744

SE Coef
4.480
0.1922

R-Sq = 75.9%

R-Sq(adj) = 75.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5430.1
1728.3
7158.3

MS
5430.1
45.5

F
119.39

Regression Analysis: Dtjk versus Ht


The regression equation is
Dtjk = 1.16 + 0.504 Ht
Predictor
Constant
Ht

Coef
1.159
0.50407

SE Coef
1.410
0.06050

T
0.82
8.33

P
0.416
0.000

P
0.000

76

S = 2.123

R-Sq = 64.6%

R-Sq(adj) = 63.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
312.68
171.19
483.87

MS
312.68
4.51

F
69.41

P
0.000

Regression Analysis: Hbc versus Ht


The regression equation is
Hbc = 4.73 + 0.330 Ht
Predictor
Coef
SE Coef
Constant
4.732
1.372
Ht
0.33025
0.05888
S = 2.066

R-Sq = 45.3%

T
3.45
5.61

P
0.001
0.000

R-Sq(adj) = 43.8%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
134.22
162.14
296.35

MS
134.22
4.27

F
31.46

P
0.000

Regression Analysis: Htjk versus Ht


The regression equation is
Htjk = - 4.73 + 0.670 Ht
Predictor
Constant
Ht
S = 2.066

Coef
-4.732
0.66975

SE Coef
1.372
0.05888

R-Sq = 77.3%

T
-3.45
11.37

P
0.001
0.000

R-Sq(adj) = 76.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
552.01
162.14
714.15

MS
552.01
4.27

F
129.38

T
-0.76
4.69

P
0.454
0.000

P
0.000

6. Tinggi bebas cabang (Tbc)


Regression Analysis: Dp versus Hbc
The regression equation is
Dp = - 10.9 + 5.42 Hbc
Predictor
Constant
Hbc
S = 19.88

Coef
-10.92
5.419

SE Coef
14.45
1.155

R-Sq = 36.7%

R-Sq(adj) = 35.0%

Analysis of Variance
Source
Regression

DF
1

SS
8701.8

MS
8701.8

F
22.01

P
0.000

77

Residual Error
Total

38
39

15025.0
23726.7

395.4

Regression Analysis: Dbh versus Hbc


The regression equation is
Dbh = - 7.7 + 4.26 Hbc
Predictor
Constant
Hbc
S = 15.31

Coef
-7.72
4.2564

SE Coef
11.12
0.8894

R-Sq = 37.6%

T
-0.69
4.79

P
0.492
0.000

R-Sq(adj) = 36.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5369.1
8907.3
14276.4

MS
5369.1
234.4

F
22.91

P
0.000

Regression Analysis: Dbc versus Hbc


The regression equation is
Dbc = 1.58 + 1.98 Hbc
Predictor
Constant
Hbc
S = 12.57

Coef
1.579
1.9751

SE Coef
9.130
0.7301

R-Sq = 16.2%

Analysis of Variance
Source
DF
Regression
1
Residual Error
38
Total
39

T
0.17
2.71

P
0.864
0.010

R-Sq(adj) = 13.9%

SS
1156.1
6002.3
7158.3

MS
1156.1
158.0

F
7.32

P
0.010

Regression Analysis: Dtjk versus Hbc


The regression equation is
Dtjk = 5.07 + 0.614 Hbc
Predictor
Constant
Hbc
S = 3.129

Coef
5.068
0.6143

SE Coef
2.273
0.1818

R-Sq = 23.1%

T
2.23
3.38

P
0.032
0.002

R-Sq(adj) = 21.1%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
111.82
372.05
483.87

MS
111.82
9.79

F
11.42

Regression Analysis: Ht versus Hbc


The regression equation is
Ht = 5.89 + 1.37 Hbc
Predictor
Constant
Hbc

Coef
5.892
1.3714

SE Coef
3.058
0.2445

T
1.93
5.61

P
0.062
0.000

P
0.002

78

S = 4.209

R-Sq = 45.3%

R-Sq(adj) = 43.8%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
557.34
673.28
1230.61

MS
557.34
17.72

F
31.46

P
0.000

Regression Analysis: Htjk versus Hbc


The regression equation is
Htjk = 5.89 + 0.371 Hbc
Predictor
Constant
Hbc
S = 4.209

Coef
5.892
0.3714

SE Coef
3.058
0.2445

R-Sq = 5.7%

T
1.93
1.52

P
0.062
0.137

R-Sq(adj) = 3.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
40.87
673.28
714.15

MS
40.87
17.72

F
2.31

P
0.137

7. Tinggi tajuk (Ttjk )


Regression Analysis: Dp versus Htjk
The regression equation is
Dp = 9.04 + 4.43 Htjk
Predictor
Constant
Htjk
S = 15.98

Coef
9.036
4.4303

SE Coef
6.729
0.5982

R-Sq = 59.1%

T
1.34
7.41

P
0.187
0.000

R-Sq(adj) = 58.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
14017
9710
23727

MS
14017
256

F
54.86

P
0.000

Regression Analysis: Dbh versus Htjk


The regression equation is
Dbh = 7.77 + 3.50 Htjk
Predictor
Constant
Htjk
S = 12.07

Coef
7.766
3.4984

SE Coef
5.081
0.4517

R-Sq = 61.2%

T
1.53
7.75

P
0.135
0.000

R-Sq(adj) = 60.2%

Analysis of Variance
Source
Regression

DF
1

SS
8740.2

MS
8740.2

F
59.99

P
0.000

79

Residual Error
Total

38
39

5536.2
14276.4

145.7

Regression Analysis: Dbc versus Htjk


The regression equation is
Dbc = - 3.50 + 2.80 Htjk
Predictor
Constant
Htjk
S = 6.405

Coef
-3.503
2.8001

SE Coef
2.696
0.2397

R-Sq = 78.2%

T
-1.30
11.68

P
0.202
0.000

R-Sq(adj) = 77.6%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
5599.3
1559.0
7158.3

MS
5599.3
41.0

F
136.48

P
0.000

Regression Analysis: Dtjk versus Htjk


The regression equation is
Dtjk = 6.17 + 0.614 Htjk
Predictor
Coef
SE Coef
Constant
6.168
1.001
Htjk
0.61370
0.08899
S = 2.378

R-Sq = 55.6%

T
6.16
6.90

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 54.4%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
268.97
214.90
483.87

MS
268.97
5.66

F
47.56

P
0.000

Regression Analysis: Ht versus Htjk


The regression equation is
Ht = 10.6 + 1.15 Htjk
Predictor
Constant
Htjk
S = 2.712

Coef
10.600
1.1541

SE Coef
1.141
0.1015

R-Sq = 77.3%

T
9.29
11.37

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 76.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
951.22
279.39
1230.61

MS
951.22
7.35

F
129.38

Regression Analysis: Hbc versus Htjk


The regression equation is
Hbc = 10.6 + 0.154 Htjk
Predictor
Constant
Htjk

Coef
10.600
0.1541

SE Coef
1.141
0.1015

T
9.29
1.52

P
0.000
0.137

P
0.000

80

S = 2.712

R-Sq = 5.7%

R-Sq(adj) = 3.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
16.961
279.390
296.351

MS
16.961
7.352

F
2.31

P
0.137

81

Lampiran 4. Korelasi Antara Diameter Relatif Dengan Tinggi Relatif Dan


Penyusunan Persamaan Taper
Rasio
h/H

(d/D)2
-0,880
0,000
-0,836
0,000
-0,766
0,000

d/D
-0,881
0,000
-0,855
0,000
-0,797
0,000

(h/H)2
(h/H)3

Regression Analysis: d/D versus h/H


The regression equation is
d/D = 1.08 - 0.892 h/H
Predictor
Constant
h/H

Coef
1.07723
-0.89212

S = 0.08224

SE Coef
0.01131
0.03082

R-Sq = 77.6%

T
95.25
-28.95

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 77.5%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
242
243

SS
5.6681
1.6366
7.3047

MS
5.6681
0.0068

F
838.14

Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2


The regression equation is
d/D = 1.08 - 0.880 h/H - 0.017 (h/H)^2
Predictor
Constant
h/H
(h/H)^2

Coef
1.07567
-0.8803
-0.0170

S = 0.0824047

SE Coef
0.01976
0.1269
0.1766

R-Sq = 77.6%

PRESS = 1.67666

T
54.45
-6.94
-0.10

P
0.000
0.000
0.924

VIF
16.9
16.9

R-Sq(adj) = 77.4%

R-Sq(pred) = 77.05%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
h/H
(h/H)^2

DF
1
1

DF
2
241
243

SS
5.6682
1.6365
7.3047

MS
2.8341
0.0068

F
417.36

P
0.000

Seq SS
5.6681
0.0001

Regression Analysis: d/D versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3


The regression equation is
d/D = 1.02 - 0.192 h/H - 2.22 (h/H)^2 + 1.99 (h/H)^3
Predictor
Constant

Coef
1.02099

SE Coef
0.03373

T
30.27

P
0.000

VIF

P
0.000

82

h/H
(h/H)^2
(h/H)^3

-0.1922
-2.219
1.9932

S = 0.0819008

0.3674
1.118
0.9998

R-Sq = 78.0%

-0.52
-1.98
1.99

0.601
0.048
0.047

143.3
685.1
231.8

R-Sq(adj) = 77.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
h/H
(h/H)^2
(h/H)^3

DF
1
1
1

DF
3
240
243

SS
5.6948
1.6099
7.3047

MS
1.8983
0.0067

F
283.00

P
0.000

Seq SS
5.6681
0.0001
0.0267

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H


The regression equation is
(d/D)^2 = 1.09 - 1.35 h/H
Predictor
Constant
h/H

Coef
1.08873
-1.35065

S = 0.1253

SE Coef
0.01723
0.04695

R-Sq = 77.4%

T
63.18
-28.77

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 77.3%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error

DF
1
242

Total

SS
12.992
3.799

243

MS
12.992
0.016

F
827.56

16.791

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2


The regression equation is

(d/D)^2 = 1.14 - 1.77 h/H + 0.603 (h/H)^2


Predictor
Constant
h/H
(h/H)^2

Coef
1.14403
-1.7711
0.6035

S = 0.124239

SE Coef
0.02979
0.1913
0.2663

R-Sq = 77.8%

T
38.41
-9.26
2.27

P
0.000
0.000
0.024

VIF
16.9
16.9

R-Sq(adj) = 77.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
h/H
(h/H)^2

DF
1
1

DF
2
241
243

SS
13.0713
3.7199
16.7913

MS
6.5357
0.0154

F
423.42

P
0.000

Seq SS
12.9921
0.0793

Regression Analysis: (d/D)^2 versus h/H, (h/H)^2, (h/H)^3


The regression equation is
(d/D)^2 = 1.06 - 0.652 h/H - 2.98 (h/H)^2 + 3.24 (h/H)^3

P
0.000

83

Predictor
Constant
h/H
(h/H)^2
(h/H)^3

Coef
1.05507
-0.6518
-2.978
3.242

S = 0.123312

SE Coef
0.05079
0.5532
1.684
1.505

R-Sq = 78.3%

T
20.77
-1.18
-1.77
2.15

P
0.000
0.240
0.078
0.032

VIF
143.3
685.1
231.8

R-Sq(adj) = 78.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
h/H
(h/H)^2
(h/H)^3

DF
1
1
1

DF
3
240
243

Seq SS
12.9921
0.0793
0.0706

SS
13.1419
3.6494
16.7913

MS
4.3806
0.0152

F
288.09

P
0.000

84

Lampiran 5. Korelasi Antar Dimensi Pohon Contoh Dengan Volume Aktual Dan
Penyusunan Persamaan Regresi
Dimensi Pohon

V aktual
0,955
0,000
0,965
0,000
0,860
0,000
0,876
0,000
0,854
0,000
0,674
0,000
0,686
0,000
-0,240
0,135
-0,132
0,415

Dp
Dbh
Dbc
Dtjk
Tt
Tbc
Ttjk
fabs
fbh

Regression Analysis: Vakt versus Dp


The regression equation is
Vakt = - 1.86 + 0.0664 Dp
Predictor
Constant
Dp

Coef
-1.8610
0.066428

S = 0.5133

SE Coef
0.2011
0.003332

R-Sq = 91.3%

T
-9.25
19.94

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 91.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
104.70
10.01
114.71

MS
104.70
0.26

F
397.42

T
-11.08
22.83

P
0.000
0.000

Regression Analysis: Vakt versus Dbh


The regression equation is
Vakt = - 2.02 + 0.0865 Dbh
Predictor
Constant
Dbh
S = 0.4529

Coef
-2.0208
0.086538

SE Coef
0.1823
0.003791

R-Sq = 93.2%

R-Sq(adj) = 93.0%

P
0.000

85

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
106.91
7.80
114.71

MS
106.91
0.21

F
521.13

P
0.000

Regression Analysis: Vakt versus Dtjk


The regression equation is
Vakt = - 3.55 + 0.426 Dtjk
Predictor
Constant
Dtjk

Coef
-3.5502
0.42634

S = 0.8392

SE Coef
0.4974
0.03815

R-Sq = 76.7%

T
-7.14
11.18

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 76.1%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
87.951
26.759
114.711

MS
87.951
0.704

F
124.90

P
0.000

Regression Analysis: Vakt versus Ht


The regression equation is
Vakt = - 4.09 + 0.261 Ht
Predictor
Constant
Ht

Coef
-4.0921
0.26068

S = 0.9045

SE Coef
0.6008
0.02578

R-Sq = 72.9%

T
-6.81
10.11

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 72.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
83.624
31.087
114.711

MS
83.624
0.818

F
102.22

P
0.000

Regression Analysis: Vakt versus Hbc


The regression equation is
Vakt = - 3.31 + 0.420 Hbc
Predictor
Constant
Hbc

Coef
-3.3140
0.41957

S = 1.283

SE Coef
0.9320
0.07452

R-Sq = 45.5%

T
-3.56
5.63

P
0.001
0.000

R-Sq(adj) = 44.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
52.169
62.542
114.711

MS
52.169
1.646

F
31.70

P
0.000

86

Regression Analysis: Vakt versus Htjk


The regression equation is
Vakt = - 1.06 + 0.275 Htjk
Predictor
Constant
Htjk

Coef
-1.0605
0.27509

S = 1.264

SE Coef
0.5319
0.04728

R-Sq = 47.1%

T
-1.99
5.82

P
0.053
0.000

R-Sq(adj) = 45.7%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
54.042
60.669
114.711

MS
54.042
1.597

F
33.85

Regression Analysis: Vakt versus Dp, Ht


The regression equation is
Vakt = - 2.86 + 0.0711 Dp + 0.0288 Ht
Predictor
Constant
Dp
Ht

Coef
-2.8598
0.071073
0.02880

S = 0.876177

SE Coef
0.6670
0.007119
0.03594

R-Sq = 87.9%

T
-4.29
9.98
0.80

P
0.000
0.000
0.428

VIF
2.4
2.4

R-Sq(adj) = 87.2%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
Dp
Ht

DF
1
1

DF
2
37
39

SS
205.94
28.40
234.34

MS
102.97
0.77

F
134.13

P
0.000

Seq SS
205.45
0.49

Regression Analysis: Vakt versus Dbh, Ht


The regression equation is
Vakt = - 2.55 + 0.101 Dbh - 0.0083 Ht
Predictor
Constant
Dbh
Ht

Coef
-2.5519
0.100615
-0.00829

S = 0.738648

SE Coef
0.5673
0.008074
0.03172

R-Sq = 91.4%

T
-4.50
12.46
-0.26

P
0.000
0.000
0.795

VIF
2.6
2.6

R-Sq(adj) = 90.9%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
Dbh
Ht

DF
1
1

DF
2
37
39

Seq SS
214.12
0.04

SS
214.16
20.19
234.34

MS
107.08
0.55

F
196.26

P
0.000

P
0.000

87

Regression Analysis: Ln Vakt versus Ln Dbh


The regression equation is
Ln Vakt = - 8.19 + 2.25 Ln Dbh
Predictor
Constant
Ln Dbh

Coef
-8.1942
2.25298

S = 0.155944

SE Coef
0.2185
0.05866

T
-37.51
38.41

R-Sq = 97.5%

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 97.4%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
35.873
0.924
36.797

MS
35.873
0.024

F
1475.14

P
0.000

Regression Analysis: Ln Vakt versus Ln Dbh, Ln Ht


The regression equation is
Ln Vakt = - 9.15 + 1.77 Ln Dbh + 0.883 Ln Ht
Predictor
Constant
Ln Dbh
Ln Ht

Coef
-9.1515
1.7749
0.8827

S = 0.127674

SE Coef
0.2802
0.1180
0.1989

T
-32.66
15.05
4.44

R-Sq = 98.4%

P
0.000
0.000
0.000

VIF
6.0
6.0

R-Sq(adj) = 98.3%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
Ln Dbh
Ln Ht

DF
1
1

DF
2
37
39

SS
36.194
0.603
36.797

MS
18.097
0.016

F
1110.21

P
0.000

Seq SS
35.873
0.321

Regression Analysis: log Vakt versus log Dbh


The regression equation is
log Vakt = - 3.56 + 2.25 log Dbh
Predictor
Constant
log Dbh

Coef
-3.55869
2.25298

S = 0.0677239

SE Coef
0.09487
0.05866

R-Sq = 97.5%

T
-37.51
38.41

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 97.4%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
6.7661
0.1743
6.9404

MS
6.7661
0.0046

F
1475.22

P
0.000

Regression Analysis: log Vakt versus log Dbh, Log Ht


The regression equation is
log Vakt = - 3.97 + 1.77 log Dbh + 0.883 Log Ht

88

Predictor
Constant
log Dbh
Log Ht

Coef
-3.9744
1.7749
0.8827

S = 0.0554472

SE Coef
0.1217
0.1180
0.1989

T
-32.66
15.05
4.44

R-Sq = 98.4%

P
0.000
0.000
0.000

VIF
6.0
6.0

R-Sq(adj) = 98.3%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total
Source
log Dbh
Log Ht

DF
1
1

DF
2
37
39

Seq SS
6.7661
0.0605

SS
6.8267
0.1138
6.9404

MS
3.4133
0.0031

F
1110.25

P
0.000

89

Lampiran 6. Penyusunan Persamaan Regresi Angka Bentuk Dan Volume Pohon


Dengan Rasio Diameter
Regression Analysis: fbh versus Dp/Dbh
The regression equation is
fbh = 0.956 - 0.159 Dp/Dbh

Predictor
Constant
Dp/Dbh

Coef
0.9564
-0.1587

S = 0.09858

SE Coef
0.2909
0.2339

R-Sq = 1.2%

T
3.29
-0.68

P
0.002
0.502

R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
0.004473
0.369293
0.373766

MS
0.004473
0.009718

F
0.46

P
0.502

Regression Analysis: fp versus Dp/Dbh


The regression equation is
fp = 1.53 - 0.828 Dp/Dbh
Predictor
Constant
Dp/Dbh

Coef
1.5256
-0.8284

SE Coef
0.1810
0.1455

S = 0.06134
R-Sq = 46.0%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

T
8.43
-5.69

P
0.000
0.000

R-Sq(adj) = 44.6%

SS
0.12185
0.14296
0.26481

MS
0.12185
0.00376

F
32.39

P
0.000

Regression Analysis: Vakt versus Dp/Dbh


The regression equation is
Vakt = - 4.03 + 4.70 Dp/Dbh
Predictor
Constant
Dp/Dbh
S = 1.707

Coef
-4.030
4.701

SE Coef
5.038
4.052

R-Sq = 3.4%

T
-0.80
1.16

P
0.429
0.253

R-Sq(adj) = 0.9%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
3.925
110.786
114.711

Regression Analysis: Vakt versus Dbc/Dp


The regression equation is
Vakt = 0.94 + 1.88 Dbc/Dp

MS
3.925
2.915

F
1.35

P
0.253

90

Predictor
Constant
Dbc/Dp

Coef
0.943
1.876

SE Coef
1.189
2.511

S = 1.725

R-Sq = 1.4%

T
0.79
0.75

P
0.433
0.459

R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance
Source
Regression
Residual Error
Total

DF
1
38
39

SS
1.661
113.049
114.711

MS
1.661
2.975

F
0.56

P
0.459

Anda mungkin juga menyukai