Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu inventarisasi hutan adalah salah satu cabang ilmu kehutanan yang membahas
tentang metode penaksiran potensi hutan. Metode penaksiran adalah cara pengukuran
sebagian atau seluruh elemen dari suatu obyek yang menjadi sasaran pengamatan untuk
mengetahui sifat dari obyek yang bersangkutan. Inventarisasi hutan dapat didefinisikan
sebagai suatu cabang ilmu kehutanan yang membahas tentang cara pengukuran sebagian atau
seluruh elemen-elemen dari suatu lahan hutan untuk mengetahui sifat-sifat dan/atau nilai
kekayaan yang ada di atas lahan hutan yang bersangkutan (Malamassam, 2009).

Inventarisasi hutan adalah suatu kegiatan pengumpulan dan penyusunan data ataupun
fakta mengenai sumber daya hutan untuk rencana pengelolaannya. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan
perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategi jangka panjang, jangka menengah, dan
operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang
dilaksanakan. Ruang lingkup inventarisasi hutan meliputi survei mengenai status dan keadaan
fisik hutan, flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi sosial masyarakat di dalam,
dan sekitar hutan (Wirakusumah, 2003).

Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat mengetahui
atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu. Dalam memperoleh
data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan faktor penentu utama yang
mempengaruhi keotentikan data yang diperoleh. Semakin bagus alat yang dipergunakan
maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan didapat (Firdaus, 2010).

Pada umumnya, dalam pendugaan potensi hutan, khususnya potensi volume,


memerlukan pengukuran tinggi dan diameter pohon. Pengukuran tinggi pohon biasanya lebih
sulit sehingga dapat memakan waktu lama dan mahal sedang pengukuran diameter dapat
dilakukan dengan mudah dan relatif murah. Jika tersedia data tinggi dan diameter maka dapat
dirumuskan model hubungan tinggi-diameter di mana tinggi merupakan fungsi dari diameter.
Selanjutnya, berdasarkan penduga model hubungan tinggi diameter tersebut dapat diduga
besarnya tinggi pohon hanya dengan melakukan pengukuran diameter sehingga waktu dan
biaya yang dibutuhkan dalam kegiatan inventarisasi hutan, khususnya dalam pendugaan
volume tegakan dapat ditekan (Putranto, 2011).

Pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan


pengukuran pada tinggi pohon dari komunitas yang akan diketahui tersebut. Tinggi
pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi pohon dan
tegakan. Data tinggi bukan hanya diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar
suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan
tegakan, berguna dalam pengaturan penebangan dengan batas tinggi tertentu serta dapat
digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan. Pengukuran tinggi pohon dengan
menggunakan beberapa alat yang berbeda akan menghasilkan data yang berbeda pula.
Dengan demikian, perbedaan relatif dari keakuratan data yang diperoleh diantara alat yang
berbeda akan terlihat. Sehingga dapat diketahui pula kelebihan dan kelemahan suatu alat
tertentu (Kurniawan, 2015).

Dalam kegiatan pengelolaan hutan, data tinggi pohon diperlukan untuk penentuan
volume pohon dan tegakan serta penentuan kualitas tempat tumbuh. Tinggi pohon adalah
jarak tegak antara puncak pohon terhadap permukaan tanah. Pengukuran tinggi pohon
dapat dilakukan terhadap berbagai hal, yaitu tinggi total (Tt), tinggi bebas cabang (Tbc)
dan tinggi pada ketinggian tertentu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran
menggunakan 5 macam alat ukur tinggi pohon terhadap 10 individu pohon dan masing-
masing dilakukan ulangan sebanyak dua kali dari setiap alat ukur (Putri, 2015).

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum inventarisasi sumber daya hutan yang berjudul “penentuan angka
Bentuk dan volume sortimen pada pohon mahoni (Swietenia mahagoni) dan pohon
tembesu(Fagraea fragrans) diruang terbuka hijau kampus fahutan universitas jambi” ini
adalah :

1. Mahasiswa menentukan angka bentuk pohon mahoni(Swietenia mahagoni) dan


pohon tembesu (Fagraea fragrans)
2. Mahasiswa menentukan volume sortimen pohon mahoni(Swietenia mahagoni) dan
pohon tembesu (Fagraea fragrans)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu perangkat untuk membantu pendugaan massa tegakan dalam kegiatan
inventarisasi tegakan adalah tersedianya tabel volume pohon yang disusun berdasarkan model
pendugaan volume yang tepat dan akurat. Terdapat beberapa metode/cara untuk menduga
volume pohon berdiri, diantaranya adalah menggunakan angka bentuk batang dan
menggunakan model persamaan matematis. Pendugaan volume pohon berdiri menggunakan
angka bentuk batang cukup praktis namun sering menghasilkan penyimpangan hasil dugaan
yang cukup tinggi, sehingga cara kedua yang banyak digunakan di dalam lapangan dalam
menduga volume pohon berdiri karena terbukti telah tepat dan akurat (Latifah, 2003).

Bentuk batang berkaitan erat dengan perubahan diameter batang karena perubahan
tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian itu, maka
secara umum ada tiga macam pendekatan bentuk batang. Pertama adalah pada pangkal
batang didekati dengan bentuk neloid. Segmen batang bagian tengah didekati dengan
paraboloid. Bagian ujung pohon dapat didekati dengan bentuk kerucut (konoid) bisa juga
dengan paraboloid, tergantung apakah perubahan diameter menuju ujung konstan atau tidak
(melengkung). Volume batang adalah besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarnya
dinyatakan dalam satuan kubik, yang didapat dari perkalian satuan dasar panjang. Taper
curve adalah tingkat perubahan ukuran diameter batang mulai dari pangkal batang hingga
tinggi batang atau panjang batang. Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara
diameter sepanjang batang dengan ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan
tanah (Sadono dkk., 2009).

Pengelolaan hutan lestari perlu memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial.
Perencanaan hutan perlu dilakukan agar tercipta pengelolaan hutan yang lestari, sehingga
diperlukan data dan informasi mengenai hutan yang dikelola. Salah satu informasi yang
dibutuhkan sebagai dasar kegiatan perencanaan adalah informasi mengenai potensi volume
pohon dan tegakan. Struktur tegakan dipengaruhi oleh waktu, sehingga terjadi perubahan
dimensi dan jumlah pohon. Oleh karena itu, pembaharuan model-model volume perlu
dilakukan terhadap berbagai jenis tegakan untuk mengetahui potensi tegakan yang dikelola.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Inventarisasi sumber daya Hutan “penentuan angka Bentuk dan volume
sortimen pada pohon mahoni(Swietenia mahagoni) dan pohon tembesu(Fagraea fragrans)
diruang terbuka hijau kampus fahutan universitas jambi” ini dilaksanakan pada hari Rabu, 07
Maret 2018 pukul 08:00-09:40 WIB. Praktikum ini dilakukan di Ruang terbuka hijau kampus
fakultas kehutanan universitas jambi.

3.2 Alat dan Bahan


- Phi band
- Meteran
- Galah 4 meter
- Clinometer
- Microsoft excel
- Alat tulis
- 11 Pohon mahoni (Swietenia mahagoni)
- 10 Pohon tembesu (Fagraea fragrans)

3.3 Prosedur Kerja

1. tentukan 11 sampel mahoni (Swietenia mahagoni) dan 10 sampel tembesu (Fagraea


fragrans).

2. ukur diameter setinggi dada setiap pohon sampel.

3. ukur tinggi pohon bebas cabang untuk pohon mahoni(Swietenia mahagoni) dan ukur
tinggi total untuk pohon tembesu(Fagraea fragrans).

4. untuk mahoni(Swietenia mahagoni) ukur diameter perseksi sampai cabang pertama


dengan cara untuk diameter seksi pertama dimulai pada 20 cm dari permukaan tanah, ukur
panjang seksi pertama sepanjang 2 meter, lalu lanjutkan perseksi berikutnya sampai cabang
pertama.

5. tentukan volume perseksi menggunakan rumus smalian.

6. jumlahkan volume perseksi untuk tiap batang dan angka itulah yang merupakan volume
perbatang.

7. hitunglah angka bentuk setiap jenis menggunakan rumus :

Angka bentuk = volume aktual

Volume silinder

8. angka bentuk setiap jenis adalah rata-rata angka bentuk dari setiap batang sampel.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


A. Kayu berdiri mahoni (Swietenia mahagoni)

No Tinggi bebas Diamater


Cabang ( m ) (cm)
1 1,6 62
2 2,41 33,3
3 2,36 20,6
4 2,56 45
5 1,43 22,7
6 1,5 36,5
7 2,4 46
8 1,45 51,8
9
10 1,8 59
11 1,6 61,2

B. Kayu sortimen mahoni (Swietenia mahagoni)

no Panjang Diameter Diameter Cm → M ¼.π.d2 Volume


Sortimen Pangkal Ujung Smalian
Pangkal Ujung Pangkal Ujung
(m) (cm) (cm) (M3)
1 1,4 60,8 61 0,608 0,61 0,29 0,29 0,40
2 39 32 0,39 0,32 0,11 0,08 0.19
2
0,21 32 31,4 0,32 0,314 0.08 0,07 0,01
2 25 19,3 0,25 0,193 0,04 0,02 0,06
3
0,16 19,3 18,2 0,193 0,182 0,02 0,02 0,003
2 47 41 0,47 0,41 0.17 0,13 0.3
4
0,36 41 38 0,41 0,38 0,13 0,11 0,04
5 1,23 20,7 25,2 0,207 0,252 0,03 0,04 0,04
6 1,3 36,5 30 0,365 0,30 0,10 0,07 0.11
2 52 44,5 0,52 0,445 0,21 0,15 0,36
7
0,2 44,5 40,5 0,445 0,405 0,15 0,12 0,027
8 1,25 52,2 52 0,522 0,52 0,21 0,21 0,26
9
10 1,6 59 65,5 0,59 0,655 0,27 0,33 0,48
11 1,2 64,8 65,5 0,648 0,655 0.32 0,33 0,39

No Volume
pohon Smalian ( M3
)
1 0,40
2 0,2
3 0,063
4 0,34
5 0,04
6 0,11
7 0,38
8 0,26
9
10 0,48
11 0,39

4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini pengukuran pohon dilakukan dengan membagi pohon ke dalam
seksi, yang masing-masing seksinya memiliki panjang 2 meter. Dari hasil pengukuran
diameter, luas bidang dasar dan volume, dapat diketahui bahwa pohon yang diukur tidak
memiliki bentuk batang silindris seperti tabung. Pada pengukuran pohon mahoni (Swietenia
mahagoni) diperoleh diameter yang bervariasi yakni, pada diameter ketinggian 1,6 m yaitu 62
cm dan ketinggian 2,41 m yaitu 33,3 cm , ketinggian 2,36 m yaitu 20,6 cm, ketinggian 2,56
yaitu 40 cm, ketinggian 1,43 m yaitu 22,7 cm, ketinggian 1,5 m yaitu 36,5 cm, ketinggian 2,4
yaitu 46 cm, ketinggian 1,45 yaitu 51,8, ketinggian 1,8 m yaitu 59 cm, dan ketinggian 1,6
yaitu 61,2 cm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon
Mahoni (Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper. Hal ini sesuai dengan
literatur Sadono dkk. (2009) yang menyatakan bahwa Taper curve adalah tingkat perubahan
ukuran diameter batang mulai dari pangkal batang hingga tinggi batang atau panjang batang.
Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang dengan
ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan tanah.

Volume dalam satu pohon adalah 0,1239 dengan volume V1,30 = 0,0257 dan V0,90
= 0,0475 dan V1 = 0,0547. Semakin ke bawah volume pohon semakin besar. Volume
dipengaruhi besar diameter dan tinggi pohon yang dalam ini dihitung pada masing-masing
sortimen atau seksi. Sesuai dengan pendapat Hidayat dan Hendalastuti (2004), volume
sortimen, dihitung dengan rumus berikut: "Vl=" "0,25π" ["D1+D2" /"2" ]"p" /"10000"
dimana : Vl = volume (m3); D1 = diamater pangkal (cm); D2 = diameter ujung (cm); dan p
= panjang atau tinggi limbah (m).

Dari hasil perhitungan angka, maka diperoleh angka bentuk, angka bentuk yang
paling rendah yaitu 0,27 dan paling tinggi yaitu 0,4. Angka bentuk diperoleh dari hasil
perbandingan antara Volume silindris dengan volume sebenarnya. Hal ini sesuai dengan
literatur Siswanto dan Imanuddin (2008) yang menyatakan bahwa perhitungan angka bentuk
batang (f) untuk volume batang di bawah pangkal tajuk berdasarkan persamaan f = Vp/Vsil
di mana Vsil adalah volume silinder batang pada d1.30 yang sama dengan d1.30 pohon
model. Adapun persamaan volume silinder yang digunakan yaitu: Vsil = ¼" π" (D/100)2
Tpkt, dimana D: diameter setinggi dada dan Tpkt: tinggi pangkal tajuk.

Pada dasarnya jarang dijumpai angka bentuk sama dari pohon mulai dari pangkal
sampai ujung. Angka bentuk pada masing-masing selalu berbeda-beda, makin besar diameter
suatu pohon maka volumenya akan semakin besar dan sebaliknya juga. Bentuk batang juga
dipengaruhi faktor tempat tumbuh dan ligkungan, sehingga angkka bentuk pada setiap pohon
berbeda-beda. Dari hasil juga dapat diketahui bahwa semakin besar volume suatu pohon
maka angka bentuknya dari pohon itu akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan literatur
Susila (2012) beragamnya keadaan tegakan menurut tempat tumbuh dan lingkungannya
menyebabkan bentuk batang pohon bervariasi dari suatu kondisi tempat tumbuh dengan
kondisi tempat tumbuh yang berbeda. Sehubungan dengan itu, cara penaksiran volume pohon
secara seragam dengan menggunakan perangkat penduga volume pohon yang menggunakan
satu macam angka bentuk batang sebaiknya dihindarkan karena hal tersebut merupakan
sumber kesalahan hasil taksiran.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini di dapatkan kesimpulan bahwa pada diameter ketinggian 1,6
m yaitu 62 cm dan ketinggian 2,41 m yaitu 33,3 cm , ketinggian 2,36 m yaitu 20,6 cm,
ketinggian 2,56 yaitu 40 cm, ketinggian 1,43 m yaitu 22,7 cm, ketinggian 1,5 m yaitu 36,5
cm, ketinggian 2,4 yaitu 46 cm, ketinggian 1,45 yaitu 51,8, ketinggian 1,8 m yaitu 59 cm, dan
ketinggian 1,6 yaitu 61,2 cm.

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon Mahoni
(Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper. Hal ini sesuai dengan literatur
Sadono dkk. (2009) yang menyatakan bahwa Taper curve adalah tingkat perubahan ukuran
diameter batang mulai dari pangkal batang hingga tinggi batang atau panjang batang.
Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang dengan
ketinggian batang yang bersangkutan dari permukaan tanah.

5.2 Saran

Sebaiknya pada praktikum angka bentuk ini, praktikan harus mampu menguasai
penggunaan alat ukur sehingga pada waktu pengambilan data lebih efisien dan efektif.
Praktikan juga harus mampu menguasai rumus-rumus perhitungan agar data yang diperoleh
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, A. 2010. Diameter Pohon Terbesar Di Lampung. Diakse dari


https://docs.google.com/file/ [7 April 2016] [20.00 WIB].

Hidayat dan Hendalastuti. 2004. Kajian Efisiensi Pemanenan Kayu Mangium (Acacia
mangium): Studi Kasus Di Hutan Tanaman Di Pulau Laut, Kalimantan Selatan

Kurniawan, R. 2015. Mengenal Alat Ukur Diameter dan Tinggi Pohon. Diakses dari
https://www.scribd.com/ [7 April 2016] [20.30 WIB].

Latifah, S. 2003. Peranan Metode Analisis Kuantitatif Dalam Pengelolaan Hutan di


Indonesia. Jurusan Manajemen Hutan. Program Ilmu Kehutanan. Universitas Sumatera Utara

Malamassam, D. 2009. Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Puspitasari, D .2015. Angka Bentuk Dan Model Volume Kayu Afrika (Maesopsis
eminii Engl) Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Departemen
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Putranto, B. 2011. Penduga Model Hubungan Tinggi dan Diameter Pohon Jenis
Jambu-Jambu (Kjellbergiodendron sp.) pada Hutan Alam di Kab Mamuju Sulawesi Barat.
Diakses dari https://core.ac.uk/download/files [7 April 2016] [10.00 WIB].

Sadono, R., Mhd. Dimas T., Askar. 2009. Model Lengkung Bentuk Batang (Taper
Curve) Pohon Jati (Tectona grandis). Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.

Siswanto, B. E., dan Rinaldi I, .2008. Persamaan Regresi Penaksiran Volume Pohon
Sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb) Di Kediri, Jawa Timur. Pusat Litbang Hutan
Tanaman. Bogor.

Susila, I. W. W. 2012. Model Dugaan Volume Dan Riap Tegakan Jati (Tectona
grandis L.F) Di Nusa Penida, Klungkung Bali. Balai Penelitian Kehutanan Mataram.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi Bagi Populasi Dan Komunitas. UI-


Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai