Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat pesat membuat kebutuhan akan


bahan pangan juga meningkat. Saat ini ketergantungan akan beras sebagai sumber bahan
pangan utama menjadi salah satu masalah serius, terutama di beberapa negara berkembang
seperti Indonesia. Hal ini menuntut adanya inovasi dalam bidang pangan, baik pangan nabati
maupun pangan hewani sebagai salah satu bentuk diversifikasi bahan pangan.
Diversifikasi pangan perlu dilakukan agar produk pangan itu sendiri mempunyai nilai
tambah yang semakin meningkat. Hal ini sesuai denga program yang dilancarkan oleh FAO
yaitu Composite Flour Program dengan tujuan mengeksplorasi sumber bahan pangan baru
(selain gandum dan beras) yang digunakan untuk membuat macam macam bahan pangan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan tepung komposit berbasis bahan
pangan lokal, seperti ubi ubian ataupun serealia. Tepung komposit memiliki kelebihan yaitu
dapat memberikan nilai tambah gizi, dan juga dapat memperbaiki struktur dan karakteristik
produk. Oleh sebab itu, penting mempelajari tentang tepung komposit dan aplikasinya
terutama dalam pembuatan produk pangan, seperti cake, cookies, mie, produk ekstrudat,
wafle, wafer dan lainnya.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik tepung dari berbagai bahan dan
penerimaan konsumen terhadap produk olahan tepung baik dari aroma, rasa, tekstur,
penampilan, dan warna, pembuatan produk ekstrusi dan untuk mengetahui perubahan sifat
fisika dan kimia yang terjadi akibat proses ekstrusi.

Pembahasan
Cookies merupakan salah satu jenis camilan atau makanan ringan yang banyak
disukai oleh sebagian besar masyarakat mulai balita sampai dewasa. Konsumsi rata - rata
cookies di Indonesia adalah 0,40 kg/tahun. Berkenaan dengan bahan pembuatan cookies,
keempukan dan kelembutan cookies ditentukan terutama oleh tepung terigu, gula dan lemak.
Pensubstitusian maupun penambahan bahan terhadap tepung terigu tidak berpengaruh secara
signifikan (Millah et al 2013). Dalam praktikum ini, pembuatan cookies dilakukan dengan
bahan dasar tepung sagu dan tepung gaplek.
Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk
pengolahan makanan, pakan, kosmetika, industri kimia, dan pengolahan kayu(Hasbullah
2008). Tepung Gaplek merupakan tepung yang dibuat dari bahan dasar gaplek yang
dikeringkan kemudian digiling atau ditumbuk dan diayak dengan 80 mes. Tepung gaplek
memiliki ciri khas yang beraroma gaplek, berwarna putih kecoklatan, dan halus.
Pada pembuatan produk cookies kali ini, akan dilakukan pengujian organoleptic
dengan metode pengujian hedonik. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui tingkat
kesukaan panelis terhadap cookies yang dibuat pada praktikum kali ini. Parameter yang diuji
dalam uji hedonik kali ini adalah warna, rasa, tekstur dan penampakan umum. Kode yang
diberikan, yaitu 379 untuk cookies dari tepung sagu dan cookies 819 untuk cookies dari
tepung gaplek. Penilaian rata-rata para panelis terhadap warna secara berurutan dari cookies
379 dan 819 yaitu 3,778 dan 2,925. Dari angka rata-rata tersebut diketahui nilai rata-rata
tertingi adalah cookies 379 dengan nilai rata-rata 3,778. Hal ini menunjukkan cookies 379
lebih disukai oleh panelis berdasarkan parameter warna. Dengan kata lain panelis lebih suka
cookies yang dibuat warna dari tepung sagu (cookies 2) dibanding dengan cookies yang
dibuat dari tepung gaplek (cookies 1). Parameter kedua yang diuji hedoniknya adalah rasa.
Rata-rata penilaian panelis terhadap kedua cookies secara berurutan dari cookies 379 dan 819
adalah 2,889 dan 4,407. Berdasarkan nilai yang didapatkan, menunjukkan bahwa rasa
cookies 819 disukai oleh panelis dibanding cookies 379. Parameter ketiga yang diuji adalah
tekstur. Rata-rata penilaian panelis terhadap sampel berurutan dari cookies 379 dan 819
adalah 3,037 dan 3,296. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai cookies tepung
gaplek lebih disukai dibanding cookies tepung sagu dari segi tekstur. Parameter selanjutnya
yaitu penampakan umum, dapat disimpulkan cookies sagu lebih disukai dari segi
penampakan umum karena nilai rata ratanya sebesar 2,962 sedangkan rata rata tepung
gaplek hanya sebesar 2,556.
Wafer adalah biskuit yang sangat tipis dengan ketebalan lebih kecil dari 1 mm dan 4
mm, mempunyai tekstur yang lembut dan renyah serta mempunyai permukaan yang halus
yang dibentuk secara tepat ukuran dan detail permukaannya. Wafer dibentuk dari adonan
yang dipanggang di antara sepasang plat metal yang panas. Wafer hasil pemanggangan
berbentuk sheet atau lembaran yang datar dan besar yang kemudian dilapis krim sebelum
pemotongan dan mungkin juga dilapisi dengan coklat. Bentuk wafer ini disebut dengan wafer
flat. Wafer yang dilapisi dengan coklat disebut wafer coated sedangkan yang tidak dilapisi
disebut uncoated. Ada dua jenis wafer yang biasanya dijual di pasaran, yaitu wafer flat dan
wafer stick. Wafer stick mempunyai bentuk bulat yang panjang seperti stick. Meskipun
demikian banyak variasi jenis wafer lain yang beredar di pasar seperti bentuk cone untuk es
krim, serta wafer yang berbentuk gulungan (rolled) dan lipatan (folded) (Macrae et al 1992).
Praktikum pembuatan wafer kali ini menggunakan tepung beras putih dan tepung ketan
hitam.
Pada pembuatan produk wafer kali ini, akan dilakukan pengujian organoleptic
dengan metode pengujian hedonik. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui tingkat
kesukaan panelis terhadap wafer yang dibuat pada praktikum kali ini. Parameter yang diuji
dalam uji hedonik kali ini adalah warna, rasa, tekstur dan penampakan umum. Kode yang

diberikan, yaitu 453 untuk wafer dari tepung beras putih dan wafer 864 untuk wafer dari
tepung ketan hitam. Penilaian rata-rata para panelis terhadap warna secara berurutan dari
wafer 453 dan 864 yaitu 3,704 dan 3,444. Dari angka rata-rata tersebut diketahui nilai ratarata tertingi adalah wafer 453 dengan nilai rata-rata 3,704. Hal ini menunjukkan wafer 453
lebih disukai oleh panelis berdasarkan parameter warna. Parameter kedua yang diuji
hedoniknya adalah rasa. Rata-rata penilaian panelis terhadap kedua wafer secara berurutan
dari wafer 453 dan 864 adalah 3,444 dan 2,889. Berdasarkan nilai yang didapatkan,
menunjukkan bahwa rasa wafer 453 disukai oleh panelis dibanding wafer 864. Parameter
ketiga yang diuji adalah tekstur. Rata-rata penilaian panelis terhadap sampel berurutan dari
wafer 453 dan 864 adalah 3,296 dan 3,074. Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih
menyukai wafer tepung beras putih dibanding wafer tepung ketan hitam dari segi tekstur.
Parameter selanjutnya yaitu penampakan umum, dapat disimpulkan wafer tepung ketan hitam
lebih disukai dari segi penampakan umum karena nilai rata ratanya sebesar 3,222
sedangkan rata rata wafer tepung beras putih hanya sebesar 3,185.
Waffle merupakan sejenis kudapan khas yang berasal dari Belgia. Seiring dengan
perkembangan jaman waffle berkembang di berbagai Negara dan mempunyai karakteristik
yang berbeda-beda dari segi bentuk maupun toppingnya, namun dengan bahan dasar yang
sama yaitu tepung terigu, susu, telur dan garam. Waffle adalah adonan berbasis kue yang
dimasak dengan besi waffle bermotif untuk memberikan bentuk dan ciri yang khas.
Waffle umumnya disajikan pada saat sarapan (Syarbini 2001). Pembuatan waffle pada
praktikum kali ini menggunakan ubi ungu dan gaplek.
Pada pembuatan produk waffle kali ini, akan dilakukan pengujian organoleptic
dengan metode pengujian hedonik. Parameter yang diuji dalam uji hedonik kali ini adalah
warna, rasa, tekstur dan penampakan umum. Kode yang diberikan, yaitu 914 untuk waffle
dari tepung ubi ungu dan waffle 754 untuk waffle dari tepung gaplek. Penilaian rata-rata para
panelis terhadap warna secara berurutan dari waffle 914 dan 754 yaitu 3,185 dan 3,629. Dari
angka rata-rata tersebut diketahui nilai rata-rata tertingi adalah waffle 754 dengan nilai ratarata 3,629. Hal ini menunjukkan waffle 754 lebih disukai oleh panelis berdasarkan parameter
warna. Parameter kedua yang diuji hedoniknya adalah rasa. Rata-rata penilaian panelis
terhadap kedua waffle secara berurutan dari waffle 914 dan 754 adalah 3,373 dan 3,185.
Berdasarkan nilai yang didapatkan, menunjukkan bahwa rasa waffle 914 lebih disukai oleh
panelis dibanding waffle 754. Parameter ketiga yang diuji adalah tekstur. Rata-rata penilaian
panelis terhadap sampel berurutan dari waffle 914 dan 754 adalah 3,111 dan 3,037. Hal ini
menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai waffle tepung ubi unngu dibanding waffle
tepung gaplek dari segi tekstur. Parameter selanjutnya yaitu penampakan umum, dapat
disimpulkan waffle gaplek lebih disukai dari segi penampakan umum karena nilai rata
ratanya sebesar 3,185 sedangkan rata rata waffle ubi ungu hanya sebesar 2,851.
DAPUS
Hasbullah, 2008. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. [16 Februari 2008].
http://www.pustaka.iptek.com.
Millah I I I, Wignyanto, Dewi I A. 2013. Pembuatan Cookies dengan kajian penambahan apel
manalagi subgrade margarin. Jurnal Teknologi Industri. Vol (2)1: 1-11
Macrae R , Robinson R K, dan Sadler J. 1992. Ensyclopedia Of Food Science, Food Technology
And Nutrition. New York (US): Academic Press.
Syarbini, S. 2001. A-Z Bakery (Fungsi Bahan, Proses Pembuatan Roti, Panduan Menjadi
Bakerprenur). Solo (ID): Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai