Anda di halaman 1dari 5

1.

Teori Akuntansi Semantik


Teori Akuntansi Semantik menekankan pembahasan pada masalah penyimbolan dunia
nyata atau realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-tanda bahasa akuntansi (elemenelemen statemen keuangan) sehingga orang dapat membayangkan kegiatan fisis perusahaan
tanpa harus secara langsung menyaksikan kegiatan tersebut. Oleh karena itu teori ini banyak
membahas

pendefinisian

sebagai

bahan

pendefinisian

makna

elemen

(objek),

pengidentifikaasian atribut atau karakteristik elemen sebagai bahan pendefinisian dan


penentuan jumlah rupiah (pengukuran) elemen sebagai salah satu atribut.
Pendefinisian merupakan langkah penting dalam teori semantik karena kesalahan
pemaknaan mempunyai implikasi penting dalam pengoperasian akuntansi, misalnya dalam
pendefinisian aset, penguasaan (control) bukannya pemilikan (ownership) yang dijadikan
kriteria karena kalau kepemilikan menjadi kriteria aset akan banyak objek yang tidak masuk
sebagai aset. Dalam teori ini menjelaskan bahwa laba (earnings) atas dasar asas akrual
merupakan indikator kemampuan mendatangkan kas di masa depan, laba bukan sekedar
kenaikan kas dalam suatu periode.
Secara konseptual, informasi akuntansi dalam laporan terefleksi dalam tiga unsur:
1.a Elemen (objek) yang menyimbolkan kegiatan,
1.b Jumlah rupiah sebagai pengukur (size)
1.c Hubungan (relationship) antarelemen
Dengan kata lain hubungan antar elemen merupakan Informasi Semantik. Informasi
Semantik dalam pelaporan keuangan antara lain adalah likuiditas, solvensi, profitabilitas, dan
efisiensi. Jadi Teori Akuntansi Semantik berkepentingan dengan pelambangan dan penafsiran
objek akuntansi untuk menghasilkan informasi semantik untuk pemakai laporan. Agar
komunikasi akuntansi efektif, penyampaian informasi semantik (makna suatu objek) tidak
dapat dipisahkan dengan informasi sintaktik (stuktur akuntansi)

2. Teori Akuntansi Sintaktik


Teori akuntansi sintetik adalah teori yang berorientasi untuk membahas masalahmasalah tentang bagaimana kegiatan-kegiatan perusahaan yang telah disimbolkan secara
semantik dalam elemen-elemen keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk statemen
keuangan. Simbol-simbol tersebut (misalnya aset, utang, pendapatan dan lainnya) harus
berkaitan secara logis sehingga informasi semantik dapat dikandung dalam statemen
keuangan. Cakupan teori akuntansi sintaktik lebih luas dari sekedar menentukan hubungan
stuktural antarelemen statemen keuangan.

Teori sintaktik meliputi pola hubungan antara unsur-unsur yang membentuk struktur
pelaporan keuangan atau struktur akuntansi dalam suatu negara yaitu manajemen, entitas
pelapor (pelaporan), pemakai informasi, sistem akuntansi, dan pedoman penyusunan laporan
(prinsip akuntansi berterima umum atau generally accepted accounting principles). Dengan
kata lain, dari segi sintaktik, teori akuntansi berusaha untuk memberi penjelasan dan
penalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan, kapan harus dilaporkan, dan
bagaimana melaporkannya. Struktur pelaporan keuangan dalam suatu negara akan tergantung
pada berbagai pertanyaan.
Jawaban atas pertanyaan diatas akan membentuk aspek formal tanda bahasa akuntansi
sebagai bahasa atau alat komunikasi bisnis. Elemen laporan keuangan dan pengukurnya
dianalogi dengan tanda bahasa sedangkan stuktur pelaporan keuangan dianalogi dengan tata
bahasa. Stuktur pelaporan keuangan menggambarkan hubungan fungsional pengirim, tanda
bahasa, kaidah bahasa, dan penerima (pembaca laporan) sehingga terjadi komunikasi bisnis
yang efektif.
Fokus teori akuntansi sintaktik adalah memberi penjelasan dan penalaran yang
melandasi suatu struktur pelaporan keuangan, teori ini kadang-kadang disebut pula dengan
teori berpendekatan struktural (structural approach).

3. Teori Akuntansi Pragmatik


Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh informasi
terhadap perubahan perilaku pemakai laporan. dengan kata lain, teori ini membahas reaksi
pihak yang dituju dan diinterprestasi dengan tepat merupakan masalah dalam keefektifan
komunikasi. Apakah akhirnya pihak yang dituju informasi memakai informasi tersebut untuk
dasar pengambilan keputusan merupakan masalah kebermanfaatan (usefulnees) informasi.
Pada gilirannya, kebermanfaatan informasi akan menentukan keefektifan pencapaian tujuan
pelaporan keuangan.dalam mengukur kebermanfaatan informasi laba (earnings).
Suatu pesan atau kejadian (misalnya pengumuman laba) dikatakan mengandung
informasi kalau pesan tersebut menyebabkan perubahan keyakinan penerima (pasar modal)
dan memicu tindakan tertentu (misalnya terrefleksi dalam perubahan harga atau valuma
saham di pasar modal). Apabila tindakan tersebut dapat diyakini sebagai akibat informasi
dalam pesan tersebut, dapat dikatakan informasi tersebut bermanfaat. Dalam hal ini,
perubahan harga atau valuma saham yang diamati memberi bukti adanya kebermanfaatan
informasi. Jadi, informasi akuntansi dikatakan bermanfaat apabila informasi tersebut benarbenar atau seakan-akan diguankan dalam pengambilan keputusan oleh pemakai yang dituju.

Hal ini ditujukkan dengan adanya asosiasi antara akuntansi atau peristiwa (event) dengan
return (return) , harga atau valuma saham dipasar modal. Gambar dibawah ini menjelaskan
sasaran teori pragmatik dalam menguji kebermafaatan informasi akuntansi.

Bagian kedua

1.3.4 Tahap politisasi (1973-sekarang).


Keterbatasan yang dimiliki oleh baik asosiasi profesional maupun manajemen di
dalam memformulasikan suatu teori akuntansi telah mengarah kepada pengadopsian suatu
pendekatan yang lebih deduktif sekaligus melakukan politisasi atas proses penetapan
standarnya-sebuah situasi yang diciptakan oleh pandangan yang berlaku umum bahwa angkaangka akuntansi memengaruhi prilaku berekonomi dan, sebagai konsekuensinya, aturanaturan akuntansi hendaknya dibuat di dalam arena politik.

Sejak awal, FASB telah menerapkan sebuah pendekatan deduktif dan quasi politik
dalam formulasi dari prisnip-prinsip akuntansi. Hal yang dilakukan oleh FASB mendapatkan
nilai yang lebih baik, pertama, dengan adanya usaha untuk mengembangkan suatu kerangka
kerja teoretis atau kesepakatan dalam akuntansi, dan kedua, dengan lahirnya berbagai
kelompok yang berkepentingan, yang kontribusinya diperlukan bagi penerimaan umum
atas standar baru. Oleh sebab itu, proses penetapan standar memiliki aspek politis di
dalamnya.
Proses dari penetapan standar dapat digambarkan sebagai demokratis karena, seperti
semua badan pembuat peraturan, hak Dewan untuk membuat peraturan pada akhirnya akan
sangat bergantung kepada persetujuan dari pihak yang diatur. Tetapi karena penetapan standar
membutuhkan beberapa perspektif, maka tidaklah tepat jika suatu standar ditetapkan dengan
hanya didasarkan pada penggambaran dari para pemilihnya. Hal yang serupa pula, proses
tersebut dapat diuraikan sebagai legislatif karena penetapan standar harus dimusyawarahkan
dan karena seluruh pandangan harus didengarkan. Tetapi para penyusun standar diharapkan
untuk dapat mewakili seluruh pemilih sebagai satu kesatuan dan tidak menjadi perwakilan
dari sekelompok pemilih tertentu. Proses ini dapat diuraikan sebagai bersifat politis karena
terdapat satu usaha pembelajaran yang terkait dengan usaha untuk mendapatkan penerimaan
satu standar baru.

1.4 AKUNTANSI DAN KAPITALISME


Akuntansi dan kapitalisme saling dikaitkan oleh beberapa sejarawan ekonomi dengan
adanya klaim umum bahwa pembukuan pencatatan berpasangan adalah suatu hal yang vital
di dalam perkembangan dan evolusi dari kapitalisme. Max Weber menekankan argumentasi
sebagai berikut :
Organisasi modern yang rasional dari perusahaan kapitalistis tidak akan mungkin terjadi
tanpa adanya dua faktor penting didalam perkembangannya : pemisahan bisnis dari
rumah tangga dan berkaitan erat dengannya, pembukuan yang rasional.
Hubungan antara akuntansi dan kapitalisme ini selanjutnya dikenal sebagai tesis atau
argumen Sombart. Ia mengemukakan bahwa transformasi aktiva menjadi nilai-nilai abstrak
dan ekspresi kuantitatif dari aktivitas bisnis, dan akuntansi yang sistematis dalam bentuk
pembukuan pencatatan berpasangan membuat adanya kemungkinan untuk seorang
wirausahawan yang kapitalis untuk merencanakan, melakukan, dan mengukur dampak dari

aktivitas yang ia lakukan serta melakukan pemisahan dari pemilik dan bisnis itu sendiri,
sehingga memungkinkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan. Empat alasan berikut ini
umumnya muncul untuk menjelaskan peranan dari pencatatan berpasangan di dalam ekspansi
ekonomi :
1. Pencatatan berpasangan memberikan kontribusi bagi munculnya satu sikap baru atas
kehidupan ekonomi.
2. Semangat baru melakukan akuisisi ini didukung dan didorong oleh adanya perbaikan
dari perhitungan-perhitungan ekonomis.
3. Rasionalisme baru ini kian ditingkatkan lagi dengan adanya organisasi yang
sistematis.
4. Pembukuan pencatatan berpasangan mengizinkan adanya pemisahan atas kepemilikan
dan manajemen dan karenanya meningkatkan pertumbuhan dari perusahaan besar
dengan saham gabungan.
Yamey mengindikasikan bahwa para usahawan di abad ke-16 sampai dengan abad ke18 tidak pernah menggunakan pembukuan dengan pencatatan berpasangan untuk melacak
laba dan modalnya, namun hanya menggunakannya untuk mencatat suatu transaksi. Ia
mengatakan :
sistem pencatatan berpasangan hanyalah menambahkan sedikit dari pemberian
kerangka kerja di mana data akuntansi dapat ditempatkan dan sementara datanya
dapat diatur, dikelompokkan, dan dikelompokkan ulang kembali. Sistem tidak
dengan sendirinya menentukan rentang dari data yang harus dimasukan kedalam
satu aturan tertentu, maupun memaksakan adanya pola tertentu dalam pengurutan
internal dan pengurutan ulang data.

Anda mungkin juga menyukai