Anda di halaman 1dari 164

Seri IDENTITAS LUTHERAN

Agama, Bumi dan Pasar

AGAMA,
BUMI dan PASAR
Penulis:
Pdt. Dr. Einar M. Sitompul
Pdt Dr Mangisi SE Simorangkir
Rev. Phillip Baker, PhD
Pdt Dr Martongo Sitinjak
Ria B.W.S. Pardede-Sidabutar
Prof. Dr. Erika Revida Saragih, MS
Penyunting:
Pdt. Basa Hutabarat

Komite Nasional
Lutheran World Federation
2012

Agama, Bumi dan Pasar

Agama, Bumi dan Pasar


KN LWF
Jalan Soetomo No. 9, Gedung Hutarih Jaya Lantai III,
Pematangsiantar - Sumatera Utara
Email: kn_lwf@yahoo.com
Cetakan Pertama, April 2012
ISBN:
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Tata Letak dan Perwajahan: Edwin Paulus P. Saragih, STh
Dicetak Oleh:
Percetakan Tried Rogate-Medan
085359990277; 081376312277

Agama, Bumi dan Pasar

Daftar Isi

Kata Sambutan ...................................................................

Pengantar .............................................................................

Pasar dan Mimbar Agama


di Dalam Tarikan Selera Pasar ........................................ 15
Pdt. Dr. Einar M. Sitompul

Identitas Lutheran
(Pokok-pokok Ajaran Luther) ......................................... 31
Pdt Dr Mangisi SE Simorangkir

A Biblical and Lutheran Theological Understanding


of A Christians Relationship to the World .................. 66
Rev. Phillip Baker, PhD

Manusia dan Ekologi1


Tanggung jawab manusia baru yang telah
ditebus dari dosa ................................................................ 79
Pdt Dr Martongo Sitinjak

Agama, Bumi dan Pasar

Warga Lutheran Indonesia Menyikapi


Peran Ekonomi dan Teknologi
Dalam Proses Globalisasi ................................................ 99
Ria B.W.S. Pardede-Sidabutar

Perempuan dan Pasar........................................................ 134


Prof. Dr. Erika Revida Saragih, MS

Bio Data Penulis ................................................................ 159


4

Agama, Bumi dan Pasar

Kata Sambutan

Kehadiran Buku Bunga Rampai AGAMA-BUMI-PASAR ini


menampakan kesatuan gereja-gereja anggota Komite Lutheran
World Federation (KN LWF). Buku ini dihadirkan untuk terus
menerus mempertegas Identitas Lutheran dalam kesatuan
gereja-gereja anggota KN ini. Judul ini dipilih mengingat
bahwa gereja-bumi dan pasar adalah yang paling dekat dengan
kehidupan warga jemaat kita, namun ketiga elemen ini juga
yang sedang dirisaukan banyak warga jemaat kini. Dengan
kehadiran buku ini baik pelayan maupun warga jemaat
mendapatkan sedikit pengertian apa yang sedang terjadi di
sekitar kita dan apa gunanya kita sebagai warga Kristus di bumi
ini. Tidak banyak konsep-konsep yang dipaparkan dalam
buku ini, kebanyakan berisi fakta dan pengalaman masingmasing penulis namun hal ini menjadi penting ketika berpikir
bagaimana pengimplementasiannya. Ulasan teologis dalam
Buku ini berporos pada pemikiran Luther, oleh sebab itu
penulis berpedoman pada tulisan-tulisan maupun teologia
Luther. Buku ini berguna juga untuk merefleksi ulang
pelayanan di masing-masing gereja kita, baik untuk kegiatan
koinonia, marturia maupun diakonia.

Agama, Bumi dan Pasar

Secara khusus kami menyampaikan terima kasih kepada


PENULIS yang dengan rela menyumbangkan waktu, tenaga
dan pikirannya bahkan mungkin terganggu dengan
peringatan-peringatan dead line. Terima kasih juga kepada
Sekretaris Eksekutif KN LWF yang penuh dengan kesabaran
mempersiapkan proses pembuatan buku ini, menunggu dan
mengingatkan para Penulis, sampai Buku ini menjadi ada.
Terima kasih juga kepada mitra kita LCA (Lutheran Church
of Australia) dan ELCA (Evangelical Lutheran Church in
America) yang membantu pencetakan Buku ini melalui dana
yang disampaikan kepada KN LWF.
Jika Tuhan berkenan, dalam tahun ini juga kita akan
menerbitkan buku yang lain. Tujuan diterbitkannya bukubuku ini adalah supaya semakin banyak jemaat dan pelayan
gereja yang memiliki bacaan yang berlatar belakang Luther
dan dengan demikian kecintaan kepada denominasi itu
semakin bertumbuh lagi.
Keyakinan kita dengan menyebarnya buku ini keseluruh
Indonesia, semakin kuat juga kesatuan dan persekutuan
diantara gereja-gereja anggota KN LWF. Dengan kerendahan
hati kami mengharapkan kerjasama seluruh Pimpinan Gereja
untuk ikut menyebarluaskannya kepada warga jemaat Tuhan.
Terima kasih. Tuhan memberkati
Komite Nasional Lutheran World Federation
Ketua

Pdt DR Langsung Sitorus

Agama, Bumi dan Pasar

Pengantar

Buku ini diterbitkan atas kesepakatan Pimpinan Gereja anggota


Komite Nasional Lutheran World Federation KN LWF).
Banyak buku teologia yang beredar dipasaran. Baik untuk
konsumsi jemaat maupun pelayan gereja. Baik dari penerbit
yang cukup terkenal dan popular maupun penerbit yang tidak
dikenal banyak orang. Bagi warga jemaat maupun pelayan,
buku sebagai penambah pengetahuan. Semakin enak suatu
buku dibaca, semakin banyak yang membaca. Biasanya, buku
yang sulit dicerna sedikit orang yang meminatinya. Hal ini
juga merupakan dilema bagi para teolog yang gemar menulis.
Sebab belum tentu nilai suatu buku akademik mendapat
tempat bagi warga jemaat. Melihat hal ini, LWF menyadari
perannya. Misi dalam menghadirkan buku-buku bagi KN LWF
adalah mengumpulkan sebanyak mungkin penulis yang
berlatar belakang Lutheran yang dapat dijadikan sebagai
Sumber dan Nara Sumber dalam pembentukan karakter
manusia Lutheran. Dengan dikenalnya buku-buku Lutheran
maka diharapkan warisan Lutheran akan semakin dikenal dan
dimengerti banyak keluarga Lutheran.
Kehadiran KN LWF bagi gerejagereja anggotanya perlu
semakin dipertajam lagi. Tidak sekedar membuat kegiatan
yang sama saja dengan kegiatan di gereja-gereja, namun harus

Agama, Bumi dan Pasar

punya makna berbeda, misalnya melahirkan konsep-konsep


baru mengenai teologia kontekstual atau pengertianpengertian praktis yang dapat mengubah pola pikir warga
jemaat agar berdampak baik dan berguna sebagai warga
Kristen sekaligus sebagai warga negara dengan tetap
menampakkan ciri atau Identitas ke-Lutheran-nya. Oleh
karena itu, Pimpinan Gereja menyepakati untuk menerbitkan
buku (walaupun masih Bunga Rampai) yang menyoroti
Identitas Lutheran dalam konteks dan aktualisasi masa kini.
Bagi pelayan gereja, Identitas Lutheran adalah hal yang
wajar diketahui. Bahkan dalil-dalil yang dikeluarkan oleh
Luther pada zamannya pun masih melekat dalam ingatan.
Namun sebagai pengikut Luther (Luther an), apakah hal-hal
yang digumuli oleh Luther pada waktu lampau masih relevan
dengan keadaan kini? Mengingat juga pada tahun 2017
genaplah 500 tahun Reformasi Luther, maka Buku ini menjadi
suatu pendukung untuk menyimak peran keluarga Lutheran
dalam bergereja, berbangsa maupun bernegara.
Buku ini berjudul AGAMA-BUMI-PASAR. Agama
sebagai pemersatu umat yang sama penganutnya, kini mulai
dipertanyakan. Maraknya kehadiran gereja-gereja tidak lagi
mempersatukan umat bahkan memilah-milah warga jemaat
dengan kepentingan-kepentingan kelompok. Warga jemaat
apalagi orang muda tidak lagi memikirkan denominasi, namun
dimana gereja yang memberikan sentuhan kesanalah ia
mendengarkan, walaupun pada suatu saat kembali ke gereja
asal. AGAMA juga dipandang sebagai rival yang tetap berjalan
bersama pemerintahan. Perbedaan-perbedaan sangat
dirasakan disana-sini oleh agama. Agama Kristen yang
diwakili oleh gereja, seperti berteriak sendiri menyuarakan
pergumulan warganya. Gereja meneriakkan suara keadilan.

Agama, Bumi dan Pasar

Gereja mendampingi warganya untuk mendapatkan keadilan.


Apakah keadilan untuk pendirian sebuah rumah ibadah atau
teriakan meminta demokrasi di negara kaya tetapi sekaligus
miskin ini? Akankah suaranya didengar?
Agaknya agama tidak dapat berjalan sendiri untuk
menagih yang menjadi hak bagi warga jemaatnya. Namun,
kenyataannya agama berjalan bahkan berjuang sendiri. Melihat
kebelakang perjuangan Luther yang dengan berani melindungi
warganya dari kekerasan bahkan ketidakadilan yang oleh
pemerintah, hal seperti ini juga yang perlu diupayakan oleh
Agama untuk melindungi umatnya. Pastilah setiap agama
mewujudkan kedamaian dan ketenangan di bumi mereka
berpijak. Namun perlu juga dimengerti, untuk mencapai
kedamaian dan ketenangan tersebut ada hal-hal yang diperjuangkan, dimulai dari perubahan cara pikir, membangun
kapasitas (capacity building), pendampingan (advocacy), dll.
BUMI tempat warga jemaat berpijak dan bernaung
adalah bumi yang kaya akan sumber daya. Bumi adalah locus
kehidupan, tetapi ia sedang digarap, dieksploitasi bahkan
tercemar dan tercabik-cabik oleh kepentingan kelompok
maupun pribadi. Usaha warga jemaat seakan tidak berdaya
untuk mengembalikan pada posisi semula. Perjuangan yang
dilakukan oleh warga jemaat, seakan tidak berhasil guna, bila
melirik pada kenyataan dimana lahan milik masyarakat
digantikan dengan bangunan megah dan kuat atau perkebunan yang besar dan luas atau pendirian pabrik-pabrik
dengan tenaga mesin yang berkekuatan raksasa. Perkebunan,
pabrik-pabrik, didirikan diberbagai tempat dengan atau tanpa
memperhitungkan kepentingan lingkungan sekitar. Masyarakat semakin terkesampingkan bahkan hanya berada dibelakang tanpa sempat menikmati hasil bumi sendiri. Walau hasil

Agama, Bumi dan Pasar

10

maksimal tidak tercapai, paling tidak manusia dapat menuntut


haknya sebagai warga masyarakat yang berTuhan. Hidup
manusia hampir-hampir tidak dapat lagi menguasai bumi,
bahkan ia kini sedang tertindas dan digilas oleh PASAR.
Teknologi dan globalisasi berjalan terus bahkan menambah
terus kekayaannya. Pertumbuhan pasar mewah menggilas
habis pasar tradisional. Hal inipun berdampak pada kaum
perempuan sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang mempunyai
persamaan hak dengan laki-laki. Melonjaknya nilai ekonomi,
kembali memperdengarkan jeritan kuat dari manusia
penghuni bumi itu sendiri. Globalisasi mempersempit bumi
yang sebenarnya luas ini. Peran teknologi yang didekatkan
dengan bisnis semakin menghimpit mimbar gereja. Bagaimana
AGAMA melihat hal ini? Perlu mereposisi kinerja gereja,
perobahan cara pandang (mind set) agar warganya mengetahui
apa maksudnya hidup dan tinggal didunia ini.
Pada sajian pertama dari Buku ini diuraikan dengan tegas
dan lugas bagaimana Mimbar cenderung dikendalikan oleh
selera pasar dan pendengarnya. Walaupun Yesus bertolak
belakang dengan selera pasar itu sendiri. Penulis menguraikan
juga bagaimana dampak dari kehadiran globalisasi yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari jemaat sampai pada
kehidupan bergereja dan beriman. Globalisasi yang tidak dapat
dipisahkan dengan Ilmu Pengetahuan dan teknologi kini lebih
banyak memiskinkan rakyat dan memperkaya sekelompok
orang. Bagaimana sikap gereja-gereja terhadap ekologi yang
semakin terancam dan bahkan semakin rusak? Akankah
khotbah yang mengalir dari Mimbar kudus itu masih mampu
menyampaikan suara Tuhan yang memberikan kedamaian
dan kelegaan?

Agama, Bumi dan Pasar

Pada sajian kedua diuraikan Pokok-pokok Ajaran


Lutheran atau Identitas Lutheran. Main point dari Identitas
Lutheran adalah ajaran mengenai Yesus Kristus adalah
KESELAMATAN seluruh umat manusia. Diluar Kristus tidak
ada keselamatan. Agama yang diwakili oleh gereja atau para
tokohnya seperti Bishop maupun Ephorus juga bukan orang
yang memberikan KESELAMATAN. Mereka hanyalah alat
Tuhan untuk menghadirkan keselamatan. Gereja terus bekerja
untuk menghadirkan keselamatan Kristus ini, walau Kristus
telah memberikannya namun belum semua umat manusia
menyambutnya. Inilah yang menyebabkan bumi ini selalu
berada dalam penderitaan dan perselisihan. Walaupun Kristus
memberikannya secara Cuma-Cuma, namun manusia belum
sanggup menerimanya dengan ketentuan dari Kristus yang
adalah keselamatan itu sendiri. Peran Kristus adalah dominan
dalam pemberian keselamatan kepada manusia, tetapi
manusia juga berperan untuk dapat menerima dan memakai
keselamatan itu dengan benar agar dapat berguna bagi
kehidupannya kini dan nanti. Keselamatan yang berasal dari
Kristus Yesus ditemui dalam kekuatan Injil yang adalah
Firman itu sendiri. Bukan Hukum Taurat atau hukum-hukum
lain yang mengatur kehidupan bertindak umat manusia.
Firman itu sendiri telah diperoleh oleh umat Tuhan melalaui
alkitab yang dapat dibaca oleh seluruh umat manusia. Pada
waktu lalu Martin Luther telah memulai penerjemahannya dan
kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh gereja local. Sumbangan
penerjemahan ini dimaksudkan agar manusia semakin
menyadari arti atau peran penting dari hadirnya Injil di dunia
ini, dengan demikian secara tepat gereja menegeluarkan
norma-norma pemberitaan dan ajarannya.

11

Agama, Bumi dan Pasar

12

Pada sajian ketiga lebih praktis dari pada sajian sebelumnya. Penulis lebih spesifik menyoroti hubungan seorang
Kristen untuk dunia ini. Apakah sebagai pengikut Kristus yang
berada di dunia ini harus memusuhi dunia ini atau bahkan
larut dalam dunia ini? Penulis sajian ketiga yang adalah
Pendeta yang bertugas pada Evangelical Lutheran Church of
America (ELCA) sebagai duta untuk Asia khususnya, mengulas secara teologia hubungan seorang Kristen untuk dunia ini.
Dalam tulisan ini, dengan jelas dipaparkan sebagai apakah
seorang Kristen itu di dunia ini walaupun dunia ini penuh
dengan dosa. Apakah manusia yang berdosa itu akan tetap
tinggal dalam dosa, dan mengapakah Yesus mau memberikan
dirinya sebagai upah dosa?
Pada sajian keempat, penulis menguraikan mengenai
bumi atau yang disebut dengan ekologi dari sorotan teologis.
Bumi dan mausia adalah ciptaan Tuhan. Karena dia ciptaan
Tuhan, maka diperlukakan ketertundukan kedua ciptaan ini
kepada Sang Penciptanya. Proses kehidupan mau tidak mau
menjauhkan ciptaan itu sendiri jauh dari Tuhan, apalagi setelah
ada dosa dimana perusakan terjadi dalam diri manusia dan
bumi (lingkungan) itu sendiri. Hal ini tidak dapat dibiarkan
terus menerus sebab keduanya akan dirugikan. Manusia dapat
menjadi miskin dan sangat miskin atau yang kaya tidak memperhatikan yang miskin, sementara bumi dijadikan sebagai
objek untuk mengeruk kekayaan yang dibutuhkan manusia.
Oleh karena itu, kehadiran Kristus bermakna bagi manusia
dan bumi tempat manusia berlindung dan berkarya. Manusia
baru, itulah solusi yang ditawarkan oleh penulis ini.
Pada sajian kelima uraian peran ekonomi dan teknologi
dalam proses globalisasi. Hadirnya pasar bebas bukan semakin
membuat umat manusia hidup sejahtera, tetapi sebaliknya

Agama, Bumi dan Pasar

yang kaya semakin kaya dan miskin semakin terpuruk. Warga


kecil seperti kehilangan segalanya termasuk mata pencahariannya ketika barang-barang bebas dijual dimana saja dengan
kemasan menarik pada pasar mewah. Ironisnya, masyarakat
itu sendiri lebih nyaman mendatangi super market mewah
yang full Air Conditioner untuk membeli sayur mayur atau
beragam buah import. Kehadiran teknologi di-era globalisasi
ini tidak dapat dihempang lagi. Apalagi teknologi itu sendiri
telah memasuki seluruh lini kehidupan manusia termasuk
mimbar gereja. Di beberapa gereja, peran power point dalam
menyampaikan Firman Tuhan dari Altar (bahkan telah turun
atau tanpa memakai Altar untuk pemberitaan Firman Tuhan)
dianggap sebagai prasarana jitu atau ampuh untuk menarik
perhatian umat. Pemberian kolekte dengan hanya menggesek
credit card atau ATM merupakan partisipasi berarti dari umat
kepada gereja. Mau tidak mau pengaruh Iptek cukup besar
dalam hidup beriman manusia itu sendiri. Dan apakah ini telah
menggeser pokok-pokok ajaran Luther? Firman Tuhan bukanlah statis tetapi bukan juga labil. Firman Tuhan itu kekal sampai
selamanya. Ajaran-ajaranNya akan tetap relevan jika umat
Tuhan itu sendiri tunduk kepada pembenaran yang disampaikannya.
Pada sajian keenam diuraikan mengenai Perempuan dan
Pasar. Tidak dapat diabaikan peran perempuan dalam
kehidupan bermasyarakat maupun bergereja. Demikian juga
kemajuan zaman ini, seiring dengan kemajuan perempuan.
Peran perempuan dalam pasar tradisional maupun modern
kini sangat diperhitungkan. Pergerakan pemberdayaan
perempuan mengangkat kualitas kemanusiaan perempuan itu
sendiri. Masyarakat tidak dapat mengabaikan begitu saja
perempuan, namun kerja dan kualitasnya semakin diper-

13

Agama, Bumi dan Pasar

hitungkan dalam rangka memajukan zaman. Penulis dengan


data-data akurat baik dari pemerintah maupun dari organisasi
non pemerintah memaparkannya.
Penyunting

Pdt Basa Hutabarat


Sekretaris Eksekutif KN LWF
14

Agama, Bumi dan Pasar

Pasar dan Mimbar Agama


di Dalam Tarikan Selera Pasar
Pdt. Dr. Einar M. Sitompul

1. Pasar tanpa batas


Teknologi elektronik telah merambah begitu mendalam.
Perdagangan yang dahulu hanya di tempat dan waktu tertentu
telah masuk ke ruang privat tanpa pembatasan ruang dan
waktu. Tetapi itu belum semuanya; apa saja dapat dimanfaatkan demi meraih keuntungan, iklan begitu piawai mengadukaduk perasaan kita dengan menyuguhkan berbagai adegan
sehingga membangkitkan naluri memiliki. Ia tidak selalu salah
namun demikian teknologi dan sistem ekonomi telah membuka ruang gerak yang sangat luas bagi kelompok-kelompok
kuat merebut segala bentuk keuntungan, kemudahan dan
kenikmatan. Yang tragis setiap pertambahan jumlah orang
kaya itu berarti pertumbuhan drastis jumlah orang miskin.
Data yang memilukan dicatat oleh dokumen Sidang Raya WCC
(DGD) 2006 di Porto Alegre diberi judul AGAPE bahwa 1,5
milyar penduduk dunia kebanyakan perempuan, anak-anak
dan penduduk asli hidup dengan kurang dari 1 dolar. Dicatat
lagi bahwa 20 persen kaum terkaya didunia menggunakan 86
persen konsumsi global barang dan jasa. Pendapatan pertahun
penduduk terkaya yang jumlahnya hanya 1 persen sama
dengan pendapatan 57 persen penduduk termiskin! Kita akan

15

Agama, Bumi dan Pasar

16

kehilangan 30-70 persen keanekaragaman hayati dalam waktu


20-30 tahun ke depan1. Ini menyatakan kepada kita untuk
merusak alam dan kehidupan makhluk utamanya manusia,
orang tidak perlu menjadi ateis atau antiagama. Cukuplah
dengan menempatkan kemakmuran sebagai target utama.
Bahkan sering pula agama-agama dinobatkan sebagai inspirasi
perilaku sehingga orang-orang semakin nyaman dan merasa
diberkati di saat mereka menikmati kehidupan yang bergelimang harta. Semakin sering pula mengucapkan puji Tuhan
sebab mereka merasa kegiatan mereka berkenan di mata Sang
Pencipta.
Selama ini kita memandang pasar atau ekonomi hanya
masalah jual beli di mana orang berhak memperoleh untung
sebagai imbalan jerih payah atau jasa penjual yang dibayar
pembeli.2 Ada pergerakan barang yang nyata dan penyerahan
uang. Karena uang telah menggantikan barang maka ekonomi
telah beranjak dari pertukaran kebutuhan ke pengambilan
keuntungan dan penumpukan kekayaan dalam jumlah sangat
besar. Aristoteles membedakan dua model ekonomi. Pada
awalnya ekonomi sebagai pemenuhan keperluan pokok rumah
tangga (oikonomike; dari model ini ekonomi digunakan sebagai
sarana menambah kekayaan dalam bentuk uang. Mulai saat
ini ketamakan manusia (epithimia) melampiaskan diri tanpa
batas.3
Sudah tentu diskripsi ini tidak untuk membenarkan
kiprah ekonomi global dewasa ini. Orang boleh berdalih bahwa
itu bagian dari hukum alam atau mengatakan itu salah satu
naluri manusia. Jikalau kita membiarkan saja sesuatu
perkembangan dengan prinsip persaingan bebas, prinsip
ekonomi neoliberal, itu sama dengan mengembalikan keadaan
pada zaman hukum rimba: yang kuat memangsa yang lemah.

Agama, Bumi dan Pasar

Ini adalah tatanan kematian sebab ia akan berlangsung terus,


tidak pernah membiarkan ada yang lain eksis yang dikuatirkan
membahayakan dirinya. Orang mengambil jarak dari
sesamanya atas dasar kepentingan ekonomi persaingan bebas
(free market). Kompetisi bebas hanya layak untuk negara/
kelompok kuat. Apabila diterapkan secara universal akibatnya
perusahaan lintas negara (TNC) melakukan pemangsaan
terhadap siapa saja yang lemah. Kecanggihan teknologi
informasi (IT) memperluas jarak pelaku ekonomi dengan
rakyat yang hidup di kawasan yang jauh dari keberadaan
mereka. Tanah dan manusia berubah menjadi angka (statistik
dan matriks) di atas kertas. Di saat mereka mengambil
keputusan yang lahir adalah kebengisan: yang merasakan itu
adalah rakyat pribumi. Sementara itu kaum kapitalis
menghibur dirinya bahwa mereka telah menolong orang lemah
sebab telah membuka lapangan kerja. Kaum kapitalis terus
semakin kuat dan memiliki usaha semakin luas tetapi terasing
dari kehidupan riil yakni mayoritas rakyat yang bergelut
dengan ekonomi pemenuhan kebutuhan. Bagi rakyat jelata,
tidak memperoleh uang pada hari ini maka pada hari esok
bayang-bayang maut semakin pekat.
Pasar yang saya maksud dalam konteks sekarang ialah
situasi masyarakat di mana seluruh daya, dana (uang) dan
karsa difokuskan pada pembangunan kemakmuran dengan
mengorbankan rakyat (manusia) dan tanah (termasuk ekologi,
ekososial dan ekospiritual). Tanah (alam) telah kehilangan
kesucian; tidak ada ruang apapun bagi kaum kapitalis yang
bisa luput dari hitungan matematis-ekonomis. Waktu sudah
lama diperdagangkan; dengan slogan waktu adalah uang
(time is money), wibawa waktu telah merosot ke tingkat angka,
dibuat jadi alat pengukur untuk memperoleh upah, bonus,

17

Agama, Bumi dan Pasar

18

imbalan dan pembayaran untuk semua yang kita lakukan.


Mulai dari buruh sampai direktur utama, mulai dari pegawai
kebersihan sampai kepala negara ingin menghitung upahnya
menurut waktu (waktu kuantitatif).
Pada seseorang yang upahnya besar, jutaan perhari dan
milyaran perbulan maka setiap dia bernafas adalah uang
masuk! Tetapi pada orang miskin setiap bernafas merupakan
desahan atau rintihan kegetiran hidup sebab hari esok mereka
terancam. Apabila Yesus berbicara tentang orang miskin berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah (Mat.
5:3), yang dituju ucapan-Nya adalah orang yang hari esoknya
terancam apabila ia tidak mendapat penghasilan hari ini4.
Mereka tidak memiliki persediaan uang, tidak memiliki
simpanan untuk dipergunakan besok. Mengamati data yang
memilukan di atas tentang kemiskinan dan tingkat kematian
yang begitu tinggi, tampaknya kondisi orang miskin di era
globalisasi ini malah lebih buruk dari pada di zaman Perjanjian
Baru dan di zaman awal pertumbuhan kekristenan!
2. Waktu tanpa kualitas
Waktu telah kehilangan makna. Orang telah mulai
merendahkan budaya tatap muka. Mengobrol digolongkan
sebagai perilaku pemborosan sebab tidak menjanjikan
kemakmuran 5. Yang dijunjung tinggi adalah konsultasi
ekonomi-keuangan dan negosiasi. Dahulu orang memperlakukan waktu secara kualitatif (lama-sebentar, pagi-siang-malam,
kesedihan-kegembiraan, kemarin-sekarang-esok, masa lalumasa depan, dan lain-lain). Pada zaman pra-industri orang
bertemu sebagai simbol persekutuan yang menopang
kehidupan melalui percakapan yang tidak dikejar-kejar waktu;

Agama, Bumi dan Pasar

mereka menikmatinya bukan menghitungnya! Mereka tidak


pernah berpikir akan mengatur waktu demi kemakmuran diri
melainkan mereka menikmati waktu sambil menyesuaikan
diri. Sebab disadari bahwa waktu adalah pemberitaan ilahi,
sesuatu yang mendatangi sehingga kehidupan berlanjut. Saya
sekarang memahami mengapa masyarakat tradisional (Batak,
misalnya) melukiskan waktu yang mendatangi dari belakang.
Istilah untuk masa depan di dalam bahasa Batak di pudian ni
ari. Kata pudian berasal dari kata pudi; artinya belakang, di
belakang hari, di pudian ni ari. Bahasa Indonesia masih
menyimpan pengertian ini dengan istilah kemudian hari
atau belakangan, yang dimaksud hari yang datang dari
belakang kita. Apakah itu akan menggiring pada pemikiran
fatalisme? Saya rasa tidak, sebab masyarakat (Batak) gigih
bekerja; slogannya nunut do siraja ni ompuna (ketekunan
adalah pangkal keberhasilan). Konsep waktu demikian ingin
menegaskan masa depan tidak sepenuhnya di tangan umat
manusia. Kita tidak menciptakan kondisi kehadiran melainkan
kita hidup di dalam kondisi, lebih tepat di zaman tertentu yang
berbeda dari sebelumnya. Karena itulah kita diminta untuk
memperhatikan tanda-tanda zaman (lihat, Mat. 16:1-4).
Dalam kurun waktu di mana jarak semakin hilang dan
waktu hanya soal angka siang dan malam kehilangan makna
masyarakat mengatur dirinya sendiri (regulasi) yang
cenderung melancarkan usaha kelompok ekonomi kuat tetapi
menyesakkan dada orang miskin. Negara-negara miskin
dipaksa membuka pasar mereka untuk persaingan bebas,
sementara itu negara-negara kuat menggabungkan kekuatan
dan melindungi produk domestik mereka. Regulasi menorehkan label halal untuk semua usaha korporasi dan mayoritas
rakyat terhenyak lunglai karena tidak mampu mengikuti irama

19

Agama, Bumi dan Pasar

globalisasi. Rakyat dan tanah dieksploitasi habis-habisan tanpa


rasa bersalah sebab yang kuat merasa telah bertindak sesuai
prosedur/hukum.
3. Agama diregulasi

20

Masyarakat menyusun hukumnya sendiri sedemikian


rupa sehingga semua tindakannya halal, bahkan merasa telah
beramal. Hukum yang disusun sepihak hanya membuka ruang
kehidupan bagi kelas atas, yang penuh kemungkinan tidak
terbatas memuaskan naluri ketamakan tetapi menyempitkan
ruang gerak lapisan bawah, rakyat kecil, mayoritas penghuni
planet bumi. Rakyat, yang paling dekat dengan bumi (Ibrani:
am haaretz, umat bumi, pribumi, bumiputra), yang paling dekat
dengan maut; padahal sebenarnya merekalah yang paling
layak penikmat hasil bumi. Tetapi sekarang bumi (ekologi)
telah tercemar masif: air, tanah dan udara menjelma bagai
monster yang selalu siap memangsa apa saja di sekitarnya.
Ekologi kehidupan telah berubah menjadi ekologi ancaman.
Bukan hanya bidang hukum dan peraturan yang
diregulasi. Agama juga disesuaikan dengan selera penganut.
Karena para penganut adalah para pelaku ekonomi (lapisan
menengah-atas) maka suara mimbar mengikuti nada pasar.
Agama itu sendiri bukanlah kata sakti; seolah-olah apabila
diucapkan atau kalau ajaran agama diulang-ulang maka
masalah akan selesai sendiri. Dapat terjadi orang paling kejam
adalah juga orang paling religius seperti yang dikonstruksikan
oleh Umberto Eco di dalam novelnya yang sangat terkenal The
Name of the Rose 6. Manusia menyimpan ketegangan di dalam
dirinya yang tidak bisa ia selesaikan sendiri. Orang yang
mampu berbuat baik di mata masyarakat tetapi manusia yang

Agama, Bumi dan Pasar

sama pula bertindak bengis seperti tokoh novel Stevenson Dr.


Jekyll and Mr. Hyde. Jekyll adalah seorang dokter yang suka
menolong. Tetapi tiba-tiba ia dapat berubah menjadi Hyde,
seorang yang sangat jahat.7
Cukup marak di masyarakat kita beberapa dekade
terakhir penonjolan identitas keagamaan: seperti istilah/kata
religius berhamburan (shalom, puji Tuhan, alhamdulillah,
haleluya,Tuhan memberkati dsb), busana, ritual yang megah,
mewah dan meriah, dan sikap fanatik baik dalam kata-kata,
arogansi, pola pikir kami-mereka, dan fundamentalis literer
dalam membaca Kitab Suci. Sikap seperti ini menutup ruang
dialog; mereka merasa nyaman dan aman, seperti kura-kura
menyembunyikan kepalanya. Mereka kuatir apabila membuka
diri untuk berdialog akan terancam, guncang dan tidak yakin
lagi pada prinsip-prinsip semula. Mungkin kita patut menduga
bahwa fundamentalisme merupakan ungkapan ketakutan
umat menghadapi realitas baru sekaligus pengakuan
kedangkalan penghayatan iman. Kita tentu maklum bahwa
iman dinyatakan bukan di dalam ruang hampa melainkan
selalu berlangsung di dalam konteks tertentu. Petrus pernah
mengingatkan umat Allah agar selalu siap sedia memberi
pertanggungan jawab tentang pengharapan mereka kepada
setiap orang yang memintanya (1 Pet. 3:15). Ini mengingatkan
agar orang-orang percaya sebagai individu dan komunitas
setiap saat mampu menjelaskan kepercayaan kita kepada
masyarakat. Sikap fanatis-fundamentalis bukan penjelasan
melainkan sebuah bentuk arogansi ideologis yang cendurung
pada pemaksaan pendapat; jika pendapatnya diragukan maka
mereka akan melakukan intimidasi dan kekerasan atas nama
agama. Agama apabila ditampilkan sebagai comfort zone di
tengah kegalauan zaman maka perilaku ini membenarkan

21

Agama, Bumi dan Pasar

22

tuduhan Marx bahwa agama adalah candu (opium) masyarakat. Nabi Yeremia disiksa dan diancam pembunuhan oleh
penguasa dan pemuka agama karena ia dianggap menggoyahkan keyakinan mereka ketika ia mengingatkan akan
terjadi kehancuran apabila umat Allah yang mengklaim diri
religius tidak mengubah tingkah laku (Yer. 26:11; Band. 7:111; 28:1-17).
Nabi-nabi seperti Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan lainlain berhadapan dengan masyarakat religius, dan masyarakat
itu sudah lebih makmur dan maju dibandingkan dengan
zaman pra-kerajaan (sebelum terbentuknya institusi kerajaan
Israel). Justru di saat mencapai kemakmuran marak sekali
penyembahan berhala dilakukan para penguasa dan masyarakat kalangan atas. Penyembahan berhala bukan berarti
meninggalkan penyembahan Tuhan. Ibadah reguler berjalan
terus bahkan sangat meriah tetapi pada saat yang sama
penyembahan berhala pun meriah.8 Semakin ironis pula di saat
yang sama terjadi penindasan terhadap orang miskin,
memutarbalikkan hukum, pemerasan dan di tingkat atas
berlangsung pesta pora, kritik nabi tajam sekali. Umat Allah
digambarkan beribadah - menadahkan tangan untuk berdoa
- Tuhan tidak akan mendengarkan sebab tangan mereka penuh
dengan darah akibat kejahatan (Yes. 1:15-16). Penyembahan
berhala adalah menyembah ilah-ilah lain agar mereka semakin
kuat. Satu Tuhan sudah kuat apalagi kalau ditambah dengan
ilah lain, maka akan semakin kuat! Demikian kira-kira maksud
para penyembah berhala. Para nabi menyerukan penegakan
keadilan. Suara Yesaya agaknya mewakili suara para nabi
dengan seruannya: Berhentilah berbuat jahat, belajarlah
berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang
kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara

Agama, Bumi dan Pasar

janda-janda (Yes. 1:16-17). Firman Tuhan melalui para nabi


seperti melawan selera pasar. Agama yang meriah ternyata
tidak berdampak di dalam kehidupan sosial-ekonomi. Para
nabi menentang keinginan masyarakat yang ingin mengarahkan agama menjadi media hiburan (religiotainment). Inilah
agama tanpa risiko: disenangi para penguasa dan para pelaku
ekonomi yang korup. Inilah bentuk agama yang menyalahgunakan nama Tuhan. Martin Luther menerangkan maksud
hukum Taurat kedua yang berbunyi: Jangan menyebut nama
Tuhan, Allahmu, dengan sembarangan (Kel. 20:7) ialah agar
kita jangan menggunakan nama Allah untuk mendukung
kepalsuan dan kesalahan atau berpura-pura baik untuk
membenarkan diri di dalam perkara duniawi dan keimanan9.
4. Yesus melawan selera pasar
Yesus sebagai Mesias yang dinantikan umat Allah,
mendatangi masyarakat religius dan sudah sangat tertib sebab
memiliki hukum keagamaan yang rinci dan para pemuka
agama memiliki otoritas mengawasi gerak-gerik rakyat dan
apabila terjadi pelanggaran akan ditindak. Kewajiban religius
begitu rumit dan berat sehingga yang mampu menjalankannya
hanya mereka yang terdidik dan saleh. Sering diutarakan inti
pengajaran Yesus terhimpun di dalam Khotbah di Bukit (Mat.
5-7). Pengajaran-Nya lebih bersifat pencerahan di saat atmosfir
religius sangat legalistis (kepatuhan buta) dan hipokrit
(munafik atau pamer kesalehan) (lihat, Mat. 5:21-48; 6:1-18).10
Di saat itulah Yesus mengumandangkan sebuah etika,
etika Kerajaan Allah yang berpusat pada anugerah Allah, di
dalam kalimat sederhana, janganlah kamu seperti mereka
(Mat. 6:18; Band. Im. 18:3). Karena anugerah Allah sebagai titik

23

Agama, Bumi dan Pasar

24

berangkat maka sikap yang dituntut ialah kasih yang disebut


hukum yang terutama (Mat. 22:34-40). Kasih sebagaimana
dimaksud Tuhan Yesus menurut pakar Perjanjian Baru A.M.
Hunter ialah mengindahkan (menaruh perhatian terhadap)
- mengindahkan secara praktis dan tabah, mengindahkan
semua orang yang kita jumpai di jalan hidup kita, bukan hanya
orang yang layak dan berjasa, melainkan semua yang
memerlukan bantuan kita, bahkan musuh-musuh. Inilah
hukum baru Kerajaan, karena Raja dari Kerajaan itu adalah
seorang Bapa..., yang tabiatnya yang paling dalam adalah
kasih11. Yesus ditentang justru karena Ia mengkritisi selera
pasar keagamaan zaman-Nya. Selera sebagian umat pada
masa itu ialah mencari rasa aman rohani dan jaminan semua
ritual dan amal saleh mereka akan dibalas dengan imbalan
melimpah. Menjadi kaya dianggap orang diberkati Tuhan. Para
pemuka agama yang hanya mengutamakan penampilan
lahiriah ibarat kuburan yang dilabur putih, yang sebelah
luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah
dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran
(Mat. 23:27).
Ia juga mengecam hidup keagamaan para pemuka agama
sebab mengabaikan masalah keadilan (Luk. 11:42). Mereka
sangat tersinggung sehingga ucapan Yesus yang simbolis
dianggap melecehkan agama dan atas alasan itu Ia dituntut
dihukum mati. Mereka sangat marah sebab Yesus mengucapkan bahwa Ia dapat merubuhkan Bait Allah dan membangunnya kembali dalam tiga hari (Mat. 26:61). Ketamakan tidak
berhenti begitu orang mempercayai Allah atau hanya karena
menjalankan ritual agama. Justru agama dewasa ini oleh
kelompok-kelompok ekonomi dialihkan untuk mengalirkan
hasrat akan kenikmatan melalui ritual dan diperkuat oleh

Agama, Bumi dan Pasar

pengembangan teologi kemakmuran.12 Tidak sedikit para


pendeta dan penginjil rajin sekali mengucapkan anugerah dan
berkat Tuhan dengan mengacu pada kemakmuran. Orang
makmur dianggap berkenan di hadapan Tuhan dan orang
miskin dinilai belum bertobat dan belum hidup baru.
Khotbah dijadikan media menentramkan nurani orang-orang
yang memperoleh kekayaan atau kedudukan dengan cara-cara
yang tidak layak. Mungkinkah orang mengucap syukur
kepada Tuhan untuk hal-hal yang dicapai dengan cara yang
tidak jujur? Didalam masyarakat yang korup orang yang
beragama cenderung bersyukur di atas hal-hal yang tidak
pantas disyukuri. Rasa syukur harus berawal dari kehidupan
yang benar dan jujur.
5. Agama dan keadilan
Luther sangat kritis memaknai hukum Taurat pertama,
Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Ia
mengatakan, Sebagian orang mengira, mereka sudah
mempunyai Allah dan merasa cukup bila mereka memiliki
uang dan harta. Hal inilah yang mereka andalkan dan
sombongkan. Mereka begitu keras kepala dan merasa aman
sehingga mereka sama sekali tidak peduli kepada siapapun.
Orang seperti ini mempunyai allah juga. Namanya Mamon,
yaitu uang dan harta. Hati mereka melekat padanya dan
memang inilah berhala yang paling umum di dunia ini. Orangorang yang memiliki uang dan harta itu lantas merasa
tenteram, bebas dan senang seolah-olah mereka sedang berada
di surga.13
Dari penjelasan Luther barusan yang hendak dipesankan
bahwa sekadar beragama saja tidak cukup walaupun itu

25

Agama, Bumi dan Pasar

26

disemarakkan dengan ritual megah. Kita mesti benar-benar


mengerti apa arti mempercayai Allah sehingga tidak bergeser
pada penyembahan Mamon (agama untuk kemakmuran). Di
saat Luther menjelaskan hukum Jangan mencuri, ia
menguraikan bahwa mencuri bukan hanya berarti mencuri
kotak uang atau mencopet melainkan mencakup ketika kita
mengambil keuntungan dengan merugikan orang lain.14 Ia
melihat kegiatan itu sebagai akibat sosial-etis penyembahan
berhala.15 Masalah agama mungkin saja dipandang sebagai
hanya soal ibadah dan kegiatan. Beberapa waktu terakhir saya
mengamati terdapat kesejajaran yang mencolok di dalam
penampilan agama-agama yang tampak dari tayangan di TV.
Pertama, tayangan yang mengobral kebaikan Tuhan. Kedua,
penggampangan usaha mengatasi masalah sosial-ekonomi.
Asalkan berdoa tiba-tiba masalah sudah teratasi. Ketiga, gencar
sekali mengucapkan kata-kata pujian kepada Tuhan. Keempat
penonjolan berlebihan identitas keagamaan. Seolah-olah
mengabaikan identitas lahiriah seseorang belum religius.
Kelima, agama-agama bersama-sama menghindari diskusi
atau topik tentang korupsi. Kita sulit untuk tidak mengatakan
bahwa semua itu menunjukkan agama-agama dipasung oleh
pencitraan diri untuk meraih simpati dan perhatian. Ibarat
usaha produsen menarik konsumen! Umat pun rawan
terjangkit perilaku konsumtif. Maka muncul selebritasselebritas agama yang berlomba-lomba menyenangkan hati
konsumen tetapi tidak mengubah perilaku sosial. Kelompokkelompok religius tertentu gencar mempropagandakan
jaminan hidup sukses asalkan mengikuti ajaran mereka;
artinya mengikuti ritual yang mereka tawarkan. Karena ia
bersifat mencari konsumen maka cara ampuh adalah
merendahkan ajaran gereja tradisional (ajaran yang telah

Agama, Bumi dan Pasar

berlaku sejak masa gereja mula-mula). Agama-agama terjebak


di dalam persaingan menambah jumlah pengikut; seolah-olah
yang terbanyak adalah yang benar. Yargon mayoritasminoritas di dalam masalah agama sebenarnya berlatar
belakang pemikiran tentang kekuasaan: yang mayoritas akan
menguasai segala gerak sosial-politik. Konsep demikian rentan
penyalahgunaan kekuasaan dan diskriminatif terhadap
komunitas beda agama; berarti bertentangan dengan HAM.
Mengamati bahwa sistem ekonomi neoliberal telah
menggerakkan nafsu keserakahan tanpa batas, perlu
penyorotan kembali secara kritis hubungan manusia dengan
Tuhan. Kita harus menanyakan kembali apakah kekristenan
itu sebenarnya? Manusia tidak mampu mencari tahu tentang
Allah dari dirinya sendiri. Manusia dapat bertindak religius
moralistis dari usahanya sendiri tetapi itu adalah usaha
manusia. Manusia yang telah jatuh ke dalam dosa tidak
mungkin mengenal Allah. Sebab dosa bukan sekedar
pelanggaran hukuman melainkan lebih dalam lagi: sejak
kejatuhan manusia pertama tidak ada lagi di dalam diri
manusia yang baik. Karena hakikat manusia itu sendiri adalah
dosa. Dosa itu melekat pada manusia. Luther menyebutnya
dosa asali, dosa alami atau dosa perorangan, sehingga sifat
manusia adalah dosa. Dosa adalah suatu kondisi atau sikap
hati. Bukan hanya apa yang saya perbuat, melainkan siapa
saya. Dosa adalah keterpisahan dari Allah; pemberontakan
terhadap Allah. Manusia tidak menghendaki Allah memerintah hidup mereka. Mereka mau menjadi seperti Allah16.
Di dalam dunia yang kompetitif yang berkuasa adalah yang
paling kuat. Nafsu memiliki hidup makmur telah merusak
kehidupan rakyat dan mencemarkan lingkungan, maka
penderitaan orang miskin semakin tragis. Menurut Luther

27

Agama, Bumi dan Pasar

28

manusia tidak mungkin dari dirinya mengenal Allah. Namun


demikian manusia mencoba dengan ritual dan bermacammacam kurban persembahan. Manusia selalu ingin
mempengaruhi Allah tetapi Allah tidak mungkin menundukkan diri kepada kehendak manusia. Allah yang kita percayai
ialah Allah yang mendatangi kita. Ia mengenakan daging. Ia
bersatu dengan manusia: mengalami kelahiran dan kematian,
Dia menemui kita di dalam palungan dan kayu salib. Di mana
saja ada kemiskinan, dukacita dan kegagalan, di mana ada
penderitaan dan kematian, di sanalah Allah kita datang dengan
rendah hati, lemah lembut dan kasih, damai serta keselamatan.
Maka kalau kita mau menemukan Allah kita harus merendahkan diri dan mengakui bahwa kita miskin dan melarat. Kita
harus menyangkal diri. Karena itu, Yesus mengatakan bahwa
kita harus memikul salib dan mengikuti Dia17.
Kekristenan haruslah dikembalikan kepada hakikatnya;
jika tidak maka ia akan terus disalahgunakan oleh para
penganutnya untuk agama diri yang berporos pada keinginan
memuaskan nafsu ketamakan. Agama yang berporos pada
usaha manusia bukanlah agama melainkan rekayasa pikiran
yang dibungkus oleh ritual dan kepura-puraan. Manusia dari
dirinya tidak mungkin mengenal Allah. Kalau kita mengenal
Dia karena Dia sendiri yang mengungkap diri-Nya maka
sebagai umat Allah kita selalu diingatkan untuk terus mencari
tahu apa kehendak-Nya. Pertama-tama tugas kita setiap saat
mendengarkan firman Allah di dalam persekutuan jemaat
sebagai orang-orang kudus. Wolfram Stierle mengutarakan
prinsip-prinsip teologi Lutheran bermanfaat sebagai pendorong di dalam merespons globalisasi, antara lain teologi
Firman Allah, eksegesis Alkitab, doktrin tentang Allah, pengorbanan Kristus, eklesiologi, pembenaran oleh iman.18

Agama, Bumi dan Pasar

Melalui Firman-Nya Allah bertemu dengan manusia


dengan berbagai cara seperti khotbah, sakramen dari
percakapan timbal balik dan penghiburan (per mutuum
colloguium et consolationem fratrum). Perkembangan globalisasi
disikapi kritis di dalam media percakapan dan penghiburan.
Reinterpretasi atas tradisi dan doktrin dapat dilaksanakan,
melalui persekutuan sakramen (perjamuan kudus) orang dari
berbagai latar belakang bersekutu dengan Tuhan dan sesama.
Eksegesis Alkitab mempunyai peranan penting di dalam
Lutheran. Di dalam eksegesis ada usaha memperhadapkan
teks dengan situasi konkret umat manusia. Teks-teks tentang
perdagangan dan utang misalnya di dalam Perjanjian Lama
layak untuk dikaji. Cara-cara Luther mengulas hukum Taurat
pertama menjelaskan berapa pentingnya bahwa di dalam
beragama yang utama ialah bagaimana kita menghayati
kehidupan sehari-hari dalam relasi dengan Tuhan. Membicarakan Allah mestilah disertai dengan pembahasan tentang uang.
Kecanggihan zaman tidak boleh dijadikan dalih menyisihkan
Tuhan dari wacana. Globalisasi berikut gagasan-gagasannya
tentu tidak boleh dilepaskan dari perspektif teologis. Globalisasi merupakan pengalaman bersama umat; karena itu sebagai persekutuan orang-orang kudus semua dampak negatif
globalisasi yang merusak kehidupan adalah pengalaman bersama. Suara mimbar haruslah suara yang memperdengarkan
dengan nyaring kehendak Allah tentang kehidupan

29

Agama, Bumi dan Pasar

Daftar Pustaka:
1.

2.
3.
4.
30

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.

Lihat, Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi,


terjemahan dari Alternative Globalization Addressing Peoples and Earth
(AGAPE), (Jakarta: PMK-HKBP, 2008), 11-12.
Lihat, Ensiklopedi Umum (Penerbitan Yayasan Kanisius, 1977), 801802.
Ulrich Duchrow, Mengubah Kapitalisme Dunia (Jakarta: BPK, 1998),
31-32.
Band., Wolfgang Stegemann, Injil dan Orang Miskin (Jakarta: BPK,
1984), 2-3.
Band., Fuad Hassan, Heteronomia (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977), 25.
Umberto Eco, The Name of the Rose (Jakarta: Bentang, 2008).
Robert Louis Stevenson, Dr. Jekyll dan Tuan Hyde, (Jakarta: PD,
1961).
Lihat, H. Rothlisberger, FirmanKu seperti Api: Para Nabi Israel
(Jakarta: BPK, 1965), 79-89.
Katekismus Besar Martin Luther, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran
(Jakarta: BPK, 2004), 495-497.
John R.W. Stott, Christan Counter-Culture, The Message of the Sermon
on the Mount (Downers Grove: IVP, 1978), 18-21
A.M. Hunter, Memperkenalkan Teologia Perjanjian Baru (Jakarta: BPK,
1986), 47.
Band., Globalisasi Alternatif, 6.
Buku Konkord, 486.
Ibid., 534.
Ibid., 488.
G. Dahlenburg, Teologi Martin Luther, makalah tidak
diterbitkan, 3.
Ibid.
Wolfram Stierle, Some Relevant Lutheran Theological Emphasis,
di dalam Communion, Responsibility, Accountability: Responding as
Lutheran Communion to Neoliberal Globalization (LWF, 2004), 137140.

Agama, Bumi dan Pasar

Identitas Lutheran1
(Pokok-pokok Ajaran Luther)
Pdt Dr Mangisi SE Simorangkir2

Pendahuluan
Sebagai Gereja-gereja anggota LWF (Lutheran World Federation),
atau Federasi Gereja Lutheran se-Dunia, Geneva, Swiss, Gerejagereja Lutheran yang bergabung dalam KN-LWF (Komite
Nasional LWF) Indonesia adalah pada tempatnya terus
menerus menggumuli identitasnya sebagai gereja Lutheran.
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan dengan
pergumulan tentang identitas itu adalah hal yang wajar, mis.:
Apa artinya Lutheran? Mengapa kita menjadi anggota gereja
Lutheran? Apa artinya menjadi pengikut Lutheran? Mengapa
mesti ada gereja Lutheran? Jika kita mengajukan pertanyaanpertanyaan ini, tidak berarti kita meragukan kelutheranan,
melainkan bahwa kita ingin menegaskan ulang komitmen atas
pencarian identitas yang berkesinambungan berkaitan dengan
relevansi dan kontekstualitas.
1

Diperluas dari bahan ceramah yang disampaikan pada Pembinaan Guruguru Jemaat BNKP di STT-BNKP Sundermann, Gunungsitoli, Rabu, tgl
5 Oktober 2011 dan pada Rapat Koordinasi dan Pembinaan Pendeta,
Penginjil dan Vikar GKPS Distrik I, di Gunungsitoli, Selasa, 15 November
2011, di GKPS Gunungsitoli, JL. Tirta No. 43, Komp. KBN.
2
Pendeta GKPI Pematangsiantar, kini mengajar di STT-BNKP
Sundermann, Gunungsitoli.

31

Agama, Bumi dan Pasar

32

Identitas itu seringkali dinamakan sebagai ajaran yang


khas, atau sering juga dinamakan sebagai doktrin, yang
dalam hal ini, berasal dari pikiran-pikiran reformator Dr Martin
Luther. Tetapi kita pastilah sama-sama sepakat bahwa identitas
berdasarkan ajaran atau doktrin yang dirumuskan oleh seseorang ataupun oleh sekelompok orang bukanlah jalan
keselamatan, sebab jalan itu hanya ada di dalam dan melalui
Tuhan Yesus Kristus. Ajaran yang menjadi identitas gereja
adalah sebuah pergumulan yang khas, karena itu tema kita
kali ini, Identitas Lutheran (Pokok-pokok Ajaran Luther)
adalah pokok pergumulan yang khas bagi setiap gereja anggota
LWF di mana pun, bukan hanya di Indonesia.
Tetapi identitas Lutheran adalah sebuah tema yang amat
luas, sehingga dibutuhkan satu pilihan pendekatan. Ada
beberapa kemungkinan pendekatan yang bisa dilakukan, a.l.:
melalui pemilihan beberapa pokok pikiran Luther, atau
membahas salah satu tulisannya, atau memasuki sejarah latar
belakang perjuangannya. Tentu jalan terbaik untuk mendekati
pokok ajaran Luther hanyalah dengan mengulas salah satu
tulisannya, atau salah satu pokok pikirannya, atau dengan kata
lain fokus pada satu aspek teologinya. Tetapi hal itupun akan
membawa kita kepada kesulitan tertentu, yakni bagaimana
sebenarnya memahami Luther dengan baik atau bagaimana
menafsirkannya dengan baik? Heinrich Bornkamm dan Ulrich
Duchrow, dua teolog pendukung berat Martin Luther sesudah
Perang Dunia II, sama-sama sependapat bahwa pendekatan
atas teologi Luther tidak dapat dilakukan dengan hanya
membaca sebuah tulisannya jika tidak dihubungkan dengan
seluruh aspek yang berhubungan dengan latar belakang
historis dan pergumulan teologis Luther.

Agama, Bumi dan Pasar

Kesulitan lain ialah, perkembangan kelutheranan


sekarang ini sejak Reformasi digulirkan oleh Luther hampir
500 tahun yang lalu (Hari Reformasi ke-500 akan dirayakan
pada 2017 secara besar-besaran oleh seluruh gereja Lutheran
di dunia), sudah sungguh-sungguh jauh dari masa kita kini.
Berbagai penafsiran atas pokok-pokok ajaran Luther telah
berkembang dalam kurun waktu yang sudah setengah
millenium itu, sehingga jangan-jangan pikiran Luther sudah
menjadi sangat asing bagi kita, atau tidak relevan lagi bagi
kita. Berbagai gereja yang menamakan dirinya gereja Lutheran
telah mengembangkan tradisi mereka sendiri yang menyebabkan tiadanya keseragaman tradisi kelutheranan di seluruh
dunia sekarang, mis. dalam struktur, jabatan gerejawi, ordinasi
pelayan, dll. Tapi bagaimanapun, kita bisa yakin, masih tetap
saja ada benang merah kelutheranan yang perlu dipertahankan, paling tidak misalnya mempertahankan tradisi penggunaan Katekismus Kecil Martin Luther.
Karena itu, di tengah-tengah pertimbangan-pertimbangan di atas, izinkan memaparkan tentang kesimpulan dari
sebuah institut di Straburg, Prancis, tentang apa saja yang
menjadi pokok-pokok ajaran Lutheran. Mereka sebenarnya
tidak menyebutnya sebagai pokok-pokok ajaran Luther,
melainkan identitas kelutheranan (Lutherische Identitt dalam
bahasa Jerman). Menurut Institut Penelitian Oikumene
(Institut fr kumenische Forschung) tersebut, dalam Lutherische
Identitt3, yang mereka keluarkan tahun 1977 (jangan-jangan
sudah ada buku baru lagi tentang ini), ada 10 identitas
Lutheranisme, sbb:
3

Institut fr kumenische Forschung, Lutherische Identitt, Straburg:


Institut fr kumenische Forschung, 1977, hlm. 20.

33

Agama, Bumi dan Pasar

1.

34

Pengakuan bahwa Allah yang menjadi manusia adalah


keselamatan satu-satunya;
2. Karya pembenaran Allah atas manusia hanya ada di
dalam Yesus;
3. Pembedaan Injil dengan Taurat dalam memahami
anugerah keselamatan;
4. Kristus memanggil gereja-Nya melalui pemberitaan
Firman dan sakramen;
5. Imamat Am Orang Percaya;
6. Dunia adalah ciptaan Allah yang baik di mana manusia
akan memuliakan Allah;
7. Pertanggungjawaban duniawi orang Kristen adalah
kesetiaan kepada Allah;
8. Alkitab adalah norma pemberitaan dan ajaran gereja;
9. Pengakuan iman gereja adalah alat untuk pemberitaan
Firman dan persekutuan;
10. Pergumulan teologis yang terus menerus atas peristiwa
pemberitaan kini dan nanti.
Identitas 1: Pengakuan bahwa Allah yang menjadi manusia
adalah keselamatan satu-satunya
Identitas nomor 1 ini agaknya dapat dikategorikan sebagai hal
yang bersifat umum, sebab secara sederhana boleh dikatakan
bahwa semua gereja pasti mengaku bahwa Allah yang menjadi
manusia itu adalah keselamatan satu-satunya. Ciri khas Martin
Luther mungkin tampaknya tidak begitu terasa di dalam hal
ini. Namun kalau kita menelusuri sejarah perjuangan Luther,
maka kita akan tahu mengapa hal ini penting bagi lutheranisme
menurut institut di atas. Penekanan yang mengatakan bahwa
Allah yang menjadi manusia adalah keselamatan satu-satunya

Agama, Bumi dan Pasar

adalah penekanan yang melawan pernyataan Gereja Katolik


Roma (GKR) ketika itu yang menekankan bahwa keselamatan
tidak ada di luar gereja (yang mereka maksudkan ialah GKR
sendiri), yang dikenal dengan istilah extra ecclesiam nulla salus
dalam bahasa Latin.
Seturut dengan pemahaman bahwa keselamatan hanya
ada di dalam dan melalui gereja, maka selanjutnya adalah
paham bahwa keselamatan ada di dalam tangan Paus atau
imam/pastor. Selanjutnya lagi, kalau keselamatan ada melalui
gereja dan para pejabatnya, maka keselamatan akan ada di
dalam dan melalui ritus gerejawi seperti misa, perjamuan,
baptisan, dll, yang dipimpin oleh imam. Karena itu pulalah
maka keselamatan dapat dibeli melalui perbuatan. Bagi
mereka yang tidak sempat melakukan perbuatan baik, gereja
siap membantu dengan mengeluarkan sertifikat bebas dosa
(apa yang dinamakan surat indulgensia), yang dapat dibeli oleh
siapa saja yang merasa dosanya ingin dihapus agar rohnya
tidak tersiksa nanti di dalam api penyucian.4 Bahkan dosa
nenek moyang pun dapat dihapus oleh surat ini. Supaya surat
indulgensia itu laris, dosa manusia dibesar-besarkan dan
dengan itu mereka ditakut-takuti, sehingga tidak ada lagi arti
salib.5
Pikiran tentang bagaimana menghapus dosa itu tidak
hanya dihubungkan dengan surat penghapusan dosa, tetapi
juga dengan hal-hal lain, mis. dengan ritus pengampunan dosa
oleh pastor (disebut absolusi), dan pengampunan dosa itu akan
disempurnakan lagi melalui apa yang disebut penitensia, atau
4

H. Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK, 1987, hlm. 116118.
5
Martin Luther, Explanation of the Ninety-Five Theses in Luthers Works,
Vol. 31, Philadelphia: Fortress Press, 1971, hlm 241.

35

Agama, Bumi dan Pasar

36

penghukuman yang diatur oleh gereja. Penitensia menunjukkan kesungguhan dari pertobatan. Atau, penghapusan dosa
juga diberikan bagi siapa yang mau ikut pergi ke tanah suci
dan bersedia berperang membebaskan Yerusalem dari tangan
Islam. Lama kelamaan, menjadi sangat wajar bahwa dosa bisa
dihapus dengan upaya manusia sendiri, salib Kristus tidak
lagi menjadi pusat perhatian.
Konsekwensinya? Orang kaya sajalah yang bisa duduk
di sorga. Orang miskin akan tetap selama-lamanya berada di
api penyucian. Inilah yang ditentang oleh Martin Luther, di
samping menentang kecurangan-kecurangan teologis lainnya
di dalam gereja ketika itu. Dengan mudah kita bisa menemukan relevansi perjuangan teologis Luther untuk masa kini.
Orang Kristen sekarang, tanpa sengaja ataupun disengaja, juga
sering kali mengutamakan perbuatan baiknya demi keselamatan. Banyak yang merasa aman kalau sudah berbuat baik
melalui pemberian sumbangan materi kepada gereja atau
kepada pekerjaan Tuhan atau mengabdikan diri kepada
rutinitas formal kegiatan gereja. Padahal, jika demikian halnya,
maka Allah tidak perlu datang menjadi manusia, Dia tidak
perlu menderita dan mati. Luther selalu menekankan bahwa
keselamatan adalah berkat Allah semata-mata melalui Tuhan
Yesus dan berulang-ulang menekankan perlunya iman percaya
bahwa hanya Allah yang menyelamatkan dan bahwa hanya
Dia yang mampu memberikan iman percaya seperti itu kepada
kita. Luther terus menerus menunjuk kepada Yesus sebagai
jalan keselamatan dan berita yang indah itu kita dengar dan
pelajari melalui Injil, bukan melalui perbuatan baik kita. Luther
berkata:
Adalah kesalahan besar untuk menduga (mengestimasi) bahwa kebaikan dan berkat Allah hanya

Agama, Bumi dan Pasar

untuk urusan dunia ini. Adalah benar, tentu saja, bahwa


uang dan harta milik, tubuh yang sehat, dan yang
sejenisnya adalah pemberian Allah dan berkat-Nya.
Tetapi berkat ini tidak kekal, karena pada akhirnya
kita akan meninggalkan uang dan harta milik dan
semua yang kita punyai....Bagaimanapun, yang benar,
berkat yang sungguh, dan yang terbaik, di mana
seseorang dapat dan harus merasakan kebaikan Allah,
bukan harta milik sementara tetapi berkat kekal, yaitu
bahwa Allah memanggil kita ke dalam Injil-Nya yang
kudus. Di dalam Injil ini kita dengar dan pelajari bahwa
Allah bermurah hati pada kita melalui Anak-Nya,
mengampuni dosa dan menyelamatkan kita selamalamanya dan dengan penuh kasih sayang melindungi
kita di dalam hidup ini melawan kejahatan Iblis dan
dunia ini.6

Sejajar dengan hal itu, dalam rangka menjelaskan Firman


Pertama, Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku,
Luther juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama di
dalam Katekhismus Besar sbb:
Percaya kepada Mamon
[5] Saya harus menerangkan hal ini lebih jelas lagi
sehingga setiap orang dapat mengerti dan mengingatnya. Saya akan mengambil beberapa contoh dari hidup
sehari-hari, yang memperlihatkan hal-hal yang bertentangan dengan Firman ini. Sebagian orang mengira,
mereka sudah mempunyai Allah dan merasa cukup bila
mereka mempunyai uang dan harta. Hal inilah yang
mereka andalkan dan sombongkan. Mereka begitu
keras kepala dan merasa aman sehingga mereka sama
sekali tidak peduli kepada siapa pun. [6] Nah, orangorang seperti ini tentu mempunyai allah juga. Namanya
6

Ewald M. Plass, What Luther Says A Practical In-Home Anthology for the
Active Christian, Saint Louis: Concordia Publishing House, 1994, hlm. 1258.

37

Agama, Bumi dan Pasar

Mamon,7 yaitu uang dan harta. Hati mereka melekat


padanya dan memang inilah berhala yang paling
umum di dunia ini. [7]orang-orang yang memiliki uang
dan harta itu lantas merasa tenteram, bebas dan senang,
seolah-olah mereka sedang berada di surga. [8]
Sebaliknya, mereka yang tidak punya apa-apa merasa
begitu bimbang dan putus asa seakan-akan mereka
tidak pernah mendengar tentang Allah. [9] Sedikit
sekali orang yang bergembira, tidak mengomel atau
mengeluh bila mereka tidak punya Mamon. Cinta akan
uang begitu melekat pada diri kita sampai ke liang
kubur.

38

Percaya kepada diri sendiri


[10] Begitu pula, ada orang yang percaya sepenuhnya
kepada pengetahuan yang luas, otak, kuasa, hubungan
pribadi, pertalian keluarga dan nama baik mereka.
Orang-orang seperti ini tentu mempunyai allah juga,
tetapi bukan Allah yang benar, Allah yang satusatunya. Lagi-lagi dapat kita lihat betapa tinggi dan
berkuasanya harta milik mereka bagi mereka. Mereka
begitu percaya diri dan bangga akan milik mereka.
Namun bila semuanya ini lenyap atau diambil dari
mereka, alangkah putus asanya mereka! Jadi sekali lagi
saya ulangi, mempunyai allah berarti percaya kepada
sesuatu dengan segenap hati. Inilah cara yang tepat
untuk menjelaskan Firman ini.8

Satu hal lagi yang perlu dijelaskan di sini ialah pernyataan


tentang Allah yang menjadi manusia. Peristiwa Allah
7

Mat. 6:24, Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena
jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain,
atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang
lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.
8
Martin Luther, Katekismus Besar, terj. Anwar Tjen, Jakarta: BPK, 1996, hlm.
22-23.

Agama, Bumi dan Pasar

menjadi manusia adalah sebuah proses panjang penderitaan.


Allah bukan Allah yang jauh di atas sana, yang transenden,
tetapi Dia adalah Allah yang datang ke sini, ke dunia ini, yang
imanen, yang menjadi manusia dan tinggal bersama manusia.
Maka iman kita bukan sebuah iman yang triumphalistik
duniawi, melainkan adalah iman yang rendah hati karena
Allah kita menjadi manusia, mengambil rupa manusia,
mengosongkan diri dan mati. Allah yang demikianlah yang
menyelamatkan kita.
Identitas 2: Karya pembenaran Allah atas manusia hanya ada
di dalam Yesus
Pernyataan nomor 2 ini sering kali dinamakan sebagai teologi
pembenaran oleh iman (justification by faith), dianggap sebagai
salah satu trade mark-nya lutheranisme. Artinya kita
dibenarkan jika kita percaya bahwa Tuhan Yesus adalah jalan
keselamatan satu-satunya. Dalam bahasa Latin ungkapan ini
sering dikenal dengan istilah sola fide, hanya oleh karena
iman. Pikiran tentang pembenaran oleh iman ini juga
mempunyai hubungan yang erat dengan identitas nomor 1 di
atas, bahwa hanya Allah yang menjadi manusia itu sajalah
yang bisa menyelamatkan kita dari dosa. Tetapi kalau kita tidak
beriman? Maka keselamatan itu pun akan sirna. Artinya, iman
kita membenarkan kita, iman kita, yaitu bahwa salib Kristus
adalah jalan keselamatan, akan menyelamatkan kita.
Pergumulan Luther di dalam biara adalah awal dari
pikiran ini. Di dalam biara, Luther menyiksa diri dengan
melakukan semua peraturan biara, mulai dari berdoa secara
teratur, berpuasa, ber-askese, dll secara keras. Tetapi, dia tidak
tenang dan ragu sekali dengan semua yang dia lakukan itu,

39

Agama, Bumi dan Pasar

walaupun teman-temannya beranggapan bahwa dia adalah


biarawan yang paling rajin dan tekun. Tetapi kemudian Roh
Tuhan membuka mata rohani Luther untuk melihat apa yang
dituliskan oleh rasul Paulus dalam Roma 1:16-17,

40

Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam


Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang
menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertamatama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di
dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari
iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis:
Orang benar akan hidup oleh iman.

Ayat ini kurang dijelaskan dalam gereja abad pertengahan,


karena kebenaran menurut filsafat Aristoteles yang disukai
pada zaman itu berkata, bahwa kebenaran disesuaikan pada
akal budi. Mis., jika hakim mengadili, maka terdakwa
menerima kebenaran setimpal dengan kesalahannya secara
logis. Atau sebaliknya, jika seseorang itu benar, maka dia
memperoleh kebenaran sesuai dengan logika pertimbangan
hakim. Logika seperti itu dipergunakan oleh gereja abad
pertengahan dalam menjelaskan bagaimana seseorang
memperoleh keselamatan. Yang baik diselamatkan, yang jahat
dihukum. Tidak ada yang salah di situ, tetapi penjelasan ini
tidak memuaskan hati Luther. Masalahnya, Luther yakin
bahwa manusia sendiri tidak mampu menyelamatkan dirinya.
Itu yang dimaksudkan Paulus di dalam Roma 1:16-17 itu,
bahwa Injil (berita kesukaan di dalam Yesus) adalah kekuatan
yang menyelamatkan setiap orang yang percaya. Kekuatan dan
jasa-jasa kita tidak berperan apa-apa sama sekali untuk
keselamatan kita.
Orang Kristen sekarang pun dapat tergoda untuk
mengandalkan perbuatan baiknya atau jasa-jasanya kepada

Agama, Bumi dan Pasar

gereja. Dia merasa bahwa perbuatannya dapat membayar


kesalahan-kesalahannya. Mis. dia korupsi dan berpikir bahwa
kalau dia menyumbangkan sebagian dari hasil korupsinya,
dia akan diampuni. Atau kalau seseorang berdoa banyak,
membaca Alkitab banyak (dua atau tiga kali membacanya dari
awal sampai akhir setiap tahun), rajin ikut koor, dll, merasa
bahwa keselamatannya telah terjamin. Pemahaman seperti ini
menghapus pembenaran oleh iman. Iman kita telah mengubah
status kita dari orang terdakwa menjadi dibenarkan, yang oleh
karenanya kita bebas.
Sejauh ini, mungkin tidak ada orang yang susah
memahaminya. Tetapi kalau ada yang bertanya, bagaimana
kalau kita berdosa lagi? Menjawab pertanyaan ini, Luther
memberi penjelasan sebagai berikut. Bahwa manusia memang
tidak bisa terlepas dari dosa. Manusia ada dalam dosa terus
menerus tak henti. Tetapi manusia juga dibenarkan oleh
imannya dalam Yesus terus menerus tak henti. Pada saat kita
berdosa, saat itu juga kita dibenarkan Tuhan oleh iman kita.
Ada ungkapan yang terkenal dari Luther tentang pemahaman
ini di dalam bahasa Latin: simuliustus et peccator. Artinya,
berdosa tetapi sekaligus (simultan, simuliustus), dibenarkan.
Karena itu Luther pernah berkata: berdosalah dengan berani!
atau, jangan takut berdosa. Karena itu pulalah Luther berpesan
agar mempertahankan paham pembenaran oleh iman ini
dengan sungguh-sungguh, karena memandangnya sebagai
bagian penting dalam keseluruhan gerak hidup orang Kristen.
[Justification] is the chief article9 of Christian doctrine. To
him who understands how great its usefullness and majesty
9

Luther dan penerjemah menggunakan kata article (Jerman: Artikel)


di dalam penjelasan ini, yang artinya di dalam bahasa Indonesia secara
hurufiah adalah pasal, karena di dalam konfesi gereja Lutheran (mis.

41

Agama, Bumi dan Pasar

are, everything else will seem slight and turn to nothing. For
what is Peter? What is Paul? What is an angel from heaven?
What are all creatures in comparison with the article of
justification? For if we know this article, we are in the clearest
light; if we do not know it, we dwell in the densest darkness.
Therefore if you see this article impugned or imperiled, do
not hesitate to resist Peter or an angel from heaven; for it
cannot be sufficiently extolled.10

Terjemahannya secara bebas adalah sbb.:

42

[Pembenaran] adalah paham terpenting dari ajaran


Kristen. Orang yang memahami betapa besar kegunaan
dan kedahsyatan paham ini, akan melihat segala
sesuatu menjadi kecil dan tak berguna. Karena apalah
itu Petrus? Apa itu Paulus? Apa itu seorang malaikat
dari sorga? Apa itu seluruh ciptaan dibandingkan
dengan paham pembenaran? Sebab jika kita tahu
paham ini, kita berada di dalam terang yang paling
terang; jika kita tidak tahu paham itu, kita berada di
dalam kegelapan yang paling gelap. Karena itu jika
kamu melihat paham ini diragukan dan dibahayakan,
jangan ragu untuk menurunkan Petrus11 dan malaikat

Buku Konkord) paham ini dicantumkan sebagai sebuah pasal, sama seperti
paham-paham yang lain juga, punya pasal khusus.
10
Ewald M. Plass, Op.cit., hlm. 705.
11
Petrus dianggap sebagai orang penting di sorga, sebab dia dipercayai
sebagai pemegang kunci pintu sorga berdasarkan Matius 16:19,
Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di
dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan
terlepas di sorga. Khususnya di kalangan GKR, paham ini sangat
ditekankan, sebab mereka yakin, kunci itu secara tidak langsung telah
diberikan kepada Paus, karena Paus dipercayai sebagai pengganti
(sukssessor) Petrus, dan Paus berikutnya menyerahkan kunci itu berturut
kepada penggantinya. Saking pentingnya peran Petrus ini, sampai
sekarang, kalau cuaca sedang bagus, langit cerah dan matahari bersinar
terang, orang Eropa suka berseloro bahwa dia telah berbicara sebelumnya
dengan Petrus agar diberi cuaca bagus.

Agama, Bumi dan Pasar

dari sorga, sebab melalui hal tersebut paham itu belum


cukup dimuliakan.

Bagi Luther, iman itu sangat sentral. Luther puts it in his


Treatise on Good Works, everything a man does in faith is well
done in Gods sight (Luthers Works 44,26). He even said
somewhere that if it were possible for me to commit adultery
in faith (it isnt), it would be a good work!12 (Luther menulis
dalam Karangan Tentang Perbuatan Baik, setiap yang
dilakukan oleh orang dalam iman adalah baik di hadapan
Allah (Luthers Works 44,26). Bahkan dia pernah berkata, jika
seandainya memungkinkan bagi saya untuk melakukan
perzinahan dalam iman [hal yang tidak mungkin], maka itu
akan menjadi sebuah perbuatan baik). Iman kepada Kristus,
yang olehnya kita dibenarkan hanya ada dalam jawaban kita
kepada firman Allah, exists only as a response to Gods
word.13 Iman hanya selalu ada dalam hubungannya dengan
Allah dan Kristus, Faith therefore is always a direct
relationship to God himself and to Christ.14 Jika kita ingin
bicara tentang iman, kita harus bicara Allah. Dan jika kita ingin
bicara siapa Allah, kita harus bicara tentang iman. If we want
to express what faith is, we must speak about God. And if we
want to say who God is, we must speak of faith.15 Tidak ada
iman tanpa Allah dan firman-Nya. Dengan kata lain, tidak ada
pembenaran tanpa Dia.

12

Friedemann Hebart, One in Gospel The Formula of Concord for Our Day,
Adelaide: Lutheran Publishing House, 1983, hlm. 37-38.
13
Paul Althaus, The Theology of Martin Luther, Philadelphia: Fortress Press,
1966, hlm. 43.
14
Ibid., hlm. 44.
15
Ibid., hlm. 45.

43

Agama, Bumi dan Pasar

Identitas 3: Pembedaan Injil dengan Taurat dalam


memahami anugerah keselamatan

44

Kita sudah membahas dua paham atau identitas Lutheran yang


cukup penting. Kini kita tiba pada paham kelutheranan yang
juga tidak kalah penting, yaitu paham yang membedakan
Taurat dengan Injil. Paham ini dikatakan tidak kalah penting,
karena isinya kurang lebih sama dengan identitas nomor 1 dan
2 di atas, bahwa bukan Taurat yang menyelamatkan, tetapi
Injil. Taurat itu mendakwa, Injil membebaskan. Taurat
menuduh, Injil mengampuni. Dengan demikian, paham ini
kurang lebih sama tapi tidak serupa dengan nomor 1 dan 2
itu.
Namun walaupun Taurat mendakwa dan menuduh,
tidak berarti Taurat tidak perlu. Taurat perlu, karena perbuatan
juga perlu sebagai tanda dan ucapan syukur kita. Taurat
memang bukan jalan keselamatan, walaupun Taurat diberikan
demi keselamatan. Artinya, Allah memberikan Taurat di
gunung Sinai kepada Israel, agar Israel selamat. Tetapi Israel
tidak mampu selamat dengan mengandalkan Taurat, bahkan
mereka menjadi salah kaprah, malah hanya mementingkan
peraturan, teori dan formalita yang akhirnya menjadi bentuk
kemunafikan, bukan mementingkan perbuatan, kasih terhadap
sesama, dan pertobatan, sehingga akhirnya Allah sendiri harus
datang menyelamatkan manusia. Itulah Injil, yaitu bahwa
keselamatan manusia adalah prakarsa Allah semata, tapi
bukan berati Taurat harus dibuang begitu saja.
Dalam pembedaan Injil dengan Taurat ini terdapat bayak
hal yang perlu dimengerti mis. apakah Taurat boleh atau tidak
dimasukkan ke dalam ibadah orang Kristen? Bagaimana
membedakan iman dengan perbuatan (Taurat) jika iman tanpa

Agama, Bumi dan Pasar

perbuatan adalah mati sebagaimana tertulis di dalam Yakobus


2:14, 17? 16 Karena itu diskusi tentang pembedaan Taurat
dengan Injil tergantung dari pemahaman kita tentang iman
dan perbuatan, tentang mengasihi dalam kata dan perbuatan
atau tindakan (in word and deed), tentang teori dan praktek
kekristenan, tentang pentingnya peraturan (Hukum Siasat
Gereja) dan penggembalaan, tentang isi dan fungsi Taurat dan
Injil, dst.
Satu hal yang juga perlu bagi Luther dalam pemberitaan
Injil adalah pentingnya apa yang dinamakannya sebagai
teologi salib. Herb Keistman dalam bukunya Jalan Salib
menempatkan ucapan Luther dalam tesis ke 21 sbb: Teolog
kemuliaan menyebut kejahatan sebagai kebaikan dan kebaikan
sebagai kejahatan. Teolog salib menyebut sesuatu apa
adanya.17 Dan dalam tesis 24 Keistman menempatkan ucapan
Luther yang lainnya: tetapi hikmat tidak jahat dari dirinya
atau hukum Taurat harus dijauhi; namun tanpa teologi salib
manusia menyalahgunakan hal terbaik dengan cara
terburuk.18 Masih banyak lagi ucapan Luther tentang teologi
salib yang menyampaikan pesan kepada kita bahwa orang
Kristen harus mengedepankan kekuatan dari kelemahan,
kemenangan dari penderitaan, hikmat dari kebodohan, dst.
Sama seperti Paulus, Luther bermaksud menyalibkan Adam

16

Yakobus 2:14, Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang


mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai
perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? dan Yakobus 2:17,
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan,
maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.
17
Herb Keistman, Jalan Salib, Medan: Tried Rogate, 2009, hlm. 89 (dikutip
dari Luthers Work 31:53).
18
Ibid., hlm. 98 (dikutip dari Luthers Work 31:55).

45

Agama, Bumi dan Pasar

lama agar Adam yang baru hidup dalam diri kita.19 Inti Injil
adalah salib, di mana pengampunan Allah atas dosa manusia
ditaruh oleh Allah sendiri.
Identitas 4: Kristus memanggil gereja-Nya melalui
pemberitaan Firman dan sakramen

46

Dalam bukunya Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja, Jan


S. Aritonang menulis sbb.: Firman dan Sakramen adalah katakata kunci dalam kehidupan gereja-gereja Lutheran dan
merupakan pusat ajaran Luther.20 Artinya, pokok ini penting
bagi gereja Lutheran. Tetapi karena tempat terbatas, kita tidak
akan membahas identitas nomor 4 ini secara mendalam, tetapi
sepintas, karena juga menurut kami semua identitas itu saling
mendukung satu dengan yang lainnya, saling berkaitan.
Bagi Luther, pusat pemberitaan Firman haruslah selalu
Kristus yang dikorbankan. Itulah sebabnya altar gereja
Lutheran seharusnya berada di tengah, sedang mimbar tempat
pengkhotbah berdiri ada di samping altar, karena mimbar
pemberitaan dan isi khotbah harus menghunjuk kepada altar
sebagai pusat ibadah, pusat kehidupan orang Kristen, intisari
Firman, yakni Kristus yang mati dikorbankan demi keselamatan manusia.
Dalam lukisan Lucas Cranach yang terkenal itu, Martin
Luther digambar sedang berdiri di mimbar yang berada di
samping altar, sedang berkhotbah. Tangan Luther menghunjuk
ke altar yang berada di tengah gereja. Dengan sikap itu,
19

2Kor. 5:17, Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru:
yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang!
20
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, Jakarta:
BPK, 2000, hlm. 44.

Agama, Bumi dan Pasar

Luther mau menjelaskan bahwa pusat pemberitaan adalah


pengorbanan di atas altar. Yang dikorbankan di sana bukan
lagi kambing domba yang dibakar, yang mengeluarkan baunya
yang harum memancing selera makan, tetapi Kristus yang mati
di kayu salib, yang dijauhkan dan dicibirkan oleh orang.
Korban bakaran ini dikorbankan satu kali saja untuk selamanya
(Ibr 7:27).
Tetapi sekali lagi, sebagaimana dalam identitas nomor 3
di atas, pemberitaan bukan hanya melalui kata tetapi juga
melalui perbuatan.
Identitas 5: Imamat Am Orang Percaya
Secara sederhana, identitas ini mau mengatakan bahwa kita
semua yang percaya pada Tuhan Yesus adalah imam,
berdasarkan 1Petrus 2:9.21 Setiap orang percaya membuat
pekerjaannya (vocatio) menjadi mimbar pemberitaan.
Pernyataan ini dilihat oleh banyak orang sebagai pendorong
kebebasan orang Kristen yang diperjuangkan Luther dengan
gigih, pendorong kesamarataan (egalite) dan bahkan
pendorong demokrasi di Eropa dan dengan demikian di
seluruh dunia. Tetapi imam atau pendeta dan penatua tetap
perlu, atau pelayan tahbisan tetap dibutuhkan, agar ada orang
yang terlatih dan dikhususkan untuk mengelola pekerjaan di
rumah Tuhan.
Bagi Luther, setiap orang yang sudah dibaptis adalah
bagian dari Imamat Am Orang Percaya itu, bukan hanya

21

Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang
kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu
keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.

47

Agama, Bumi dan Pasar

48

sebagai imam saja, tetapi adalah sungguh-sungguh imam


seolah-olah seluruh paus dan uskup telah menahbiskan
mereka. Dia tambahkan, whoever comes out of the water of
baptism can boast that he is already consecrated priest, bishop, pope,
though it is not seemly that everyone should exercise the office.22
Karena itu tidak mengherankan mengapa Luther mengaktifkan para pangeran Jerman dalam kegiatan gereja, karena
para penguasa itu adalah juga imam berdasarkan paham
Imamat Am Orang Percaya. Mereka juga dipanggil untuk
melayani gereja melalui jabatan dan kuasa yang diberikan
kepada mereka oleh Allah, sebab tidak ada kekuasaan yang
tidak berasal dari Allah (Rm 13). Lagipula, menurut dia,
sebaliknya tidak ada petunjuk di dalam Kitab Suci tentang
pengadaan jabatan paus sebagai kepala gereja atau
mempunyai otoritas sebagai kepala para raja dan pangeran
dunia, sehingga paus mempunyai dua bentuk kekuasaan.
Dalam tulisannya An Open Letter to the Christian Nobility
(Sebuah Surat Terbuka kepada para Pangeran Kristen), dia
meminta para raja untuk memerintah sebagai orang Kristen,
terpisah dari paus dan gereja, dan sejajar dengan itu meminta
para pejabat gereja untuk mengabdikan diri bagi pelayanan
gereja, bukan bagi pemerintah duniawi. Nilai kekristenan,
sebaiknya diberlakukan di dalam pemerintahan, tetapi itu
diberlakukan oleh orang-orang Kristen secara pribadi.23 Di
dalam Surat terbuka ini, dengan jelas Luther memisahkan
kekuasaan rohani dengan duniawi, melanjutkan pikiran yang

22

Martin Luther, An Open Letter to the Christian Nobility, dalam Three Treatises
(Philadelphia: Muehlenberg Press, 1960, hlm. 15.
23
Alvin J. Schmidt, How Christianity Changed the World, Grand Rapids:
Zondervan, 2004, hlm. 356.

Agama, Bumi dan Pasar

terkandung dalam ucapan Yesus tentang pemisahan Kaisar


dengan Allah sebagai dua sisi dari koin yang sama, yang
dengan demikian juga menekankan betapa kerjasama dari
kedua kekuasaan itu tidak dapat dielakkan demi terwujudnya
damai sejahtera. Tidak hanya dalam masa reformasi suara
Luther didengar, bahkan dalam dunia Barat yang modern dan
demokratis kini, hal itu tampak melalui sistem politik
pemisahan kekuasaan rohani dan duniawi, namun demikian
keduanya saling mendukung walau terpisah, di mana
pemerintah berdasarkan sistem yang disepakati bersedia
membuka telinga kepada suara rakyatnya.
Dengan demikian Imamat Am Orang Percaya tidak
hanya punya kaitan terhadap pengaruhnya terhadap kehidupan jemaat dan konsekwensi teologis di tengah pemerintahan gereja, tetapi juga pengaruh sosiologis dan politis di
tengah masyarakat dan pemerintahan sipil.
Identitas 6: Dunia adalah ciptaan Allah yang baik di mana
manusia akan memuliakan Allah
Dunia ini indah. Dunia ini perlu. Dunia ini bukan hal yang
kotor. Karena itu dunia harus kita cintai sebagaimana Allah
juga mencintai dunia ini (Yoh 3:1624). Dengan demikian kita
juga terpanggil untuk mencintai dan melestarikan lingkungan
hidup, yang sekarang sedang sangat terancam. Kehancuran
bumi kita sudah di ambang pintu, karena pemanasan global
telah hampir tidak dapat lagi dihentikan jika tidak ada
perubahan secara besar-besaran secara menyeluruh oleh
24

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

49

Agama, Bumi dan Pasar

50

semua bangsa-bangsa di dunia. Hal ini bukan ungkapan yang


bermain-main, kita harus sungguh-sungguh mengembangkan
teologi lingkungan hidup. Jangan-jangan betul bahwa
kekristenan telah merusak alam kita, karena Alkitab menulis
taklukkanlah bumi dalam Kejadian 1.
Saya yakin teologi lingkungan hidup sebagaimana
berkembang sekarang ini, belum begitu menonjol dalam masa
Reformasi. Yang dilakukan Luther dalam menunjukkan
cintanya kepada dunia ini adalah tindakannya keluar
meninggalkan biara, bahkan menikah dengan Katharina von
Bora. Begitu cintanya Luther dengan dunia ini, sampai ada
orang yang mengatakan bahwa teologi Luther itu seperti
seorang yang berdiri di dua dunia, satu kakinya berada di sorga
dan satu lagi berada di dunia.
Sementara bagi teologi skolastik, teologi abad
pertengahan, dunia ini kotor, maka sebaiknya kalau boleh
supaya ditinggalkan. Itulah sebabnya para rohaniawan yang
ingin menjadi sempurna, mengunci diri di dalam biara,
mengasingkan diri dari dunia yang mereka anggap kotor.
Luther sebaliknya mencintai dunia.
Identitas 7: Pertanggungjawaban duniawi orang Kristen
adalah kesetiaan kepada Allah
Sebagaimana telah diuraikan dalam identitas nomor 4 dan 6,
dalam identitas nomor 7 ini hendak dikatakan bahwa kita
harus bekerja secara bertanggungjawab. Ini adalah ciri khas
etika lutheran yang dibarengi oleh displin kerja orang Jerman
yang tinggi. Menurut Max Weber, sosiolog terkenal itu, sikap
orang-orang Protestan yang rajin, bertanggungjawab dan
hemat adalah awal dan sumber dari kapitalisme dan

Agama, Bumi dan Pasar

industrialiasi. Sebab orang Protestan yakin dan percaya bahwa


mereka adalah orang yang dipanggil Allah untuk bekerja di
dalam bidang mereka masing-masing, dan pekerjaan itu
mereka lakukan untuk memuliakan Allah. Karena itu mereka
rajin, bertanggungjawab atas pekerjaannya (Mat. 25:21).25
Karena bertanggungjawab maka mereka sangat hemat alias
tidak berfoya-foya. Karena mereka hemat maka mereka
menyimpan uang banyak, yang kemudian membangun
penciptaan modal melalui bank, yang kemudian seterusnya
menjadi fundasi dari kapitalisme, industrialisme bahkan juga
kolonialisme. Ada saja orang yang menyangkal teori Weber,
yang menuduh GKR adalah sumber kapitalisme yang
sebenarnya ketika mereka memulai penjualan surat indulgensia.
Akan tetapi diskusi tentang debat ini tidak perlu
diperdalam di sini, hanya saja hal yang ingin dipelajari dari
sini ialah bagaimana pertanggungjawaban kerja orang Kristen
adalah sesuatu yang baik di mata Tuhan dan baik dalam
rangka mengasihi sesama. Mungkin juga teori ini perlu
didiskusikan dalam rangka mencari relevansinya di Indonesia.
Jika teori itu benar, bahwa jiwa Protestan adalah akar kapitalisme, apakah teori itu berlaku di Indonesia? Artinya, apakah
orang-orang Protestan Indonesia (khususnya Lutheran) adalah
orang-orang rajin, bertanggungjawab dalam kerja, hemat dan
dengan demikian menjadi kaya-kaya dan menjadi orang
penting dalam ekonomi di Indonesia? Rasanya dibutuhkan

25

Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai
hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku
akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.

51

Agama, Bumi dan Pasar

52

penelitian yang khusus dan mendalam untuk menjawab


pertanyaan itu. Namun satu hal perlu kita garis bawahi bahwa
Martin Luther menekankan pentingnya pertanggungjawaban
kerja (pekerjaan duniawi, bukan pekerjaan rohani) sebagai
bagian dari iman.
Kebebasan orang Kristen adalah kebebasan dalam iman,
bukan kebebasan yang liar. Augustinus dan Luther sepakat
dengan Paulus tentang pertanggungjawaban manusia di
hadapan Allah (2Kor 5:10; Rm 2:15f), bahwa manusia tidak
bebas tanpa batas. Ulrich Eibach menekankan ulang hal itu
dalam sumbangan tulisannya buat Festschrift untuk HUT
ke-80 Prof Dr Karl-Wilhelm Dahm:
Dass er nur frei ist in der Bindung an Gott. Luther hat dieses
Freiheitsverstaendnis eindruecklich in seiner Schrift Von
der Freiheit eines Christenmenschen dargelegt. Sie gipfelt
in der Aussage: Das ist die christliche Freiheit: der Glaube
allein. Der Mensch verdankt seine Freiheit der Befreiung
aus der Suende, der Gefangenschaft in sich selbst zur bindung
an Gott im Glauben. (Bahwa ia [manusia] hanyalah bebas
dalam ikatan dengan Allah. Luther menjelaskan paham
kebebasan ini di dalam karyanya Tentang Kebebasan
seorang Kristen. Puncaknya ada dalam ungkapan:
kebebasan kristiani itu adalah: hanya iman. Manusia
berterima kasih atas kebebasannya dari dosa, dari
penjara dalam dirinya sendiri, menuju ikatan dengan
Allah dalam iman).26

26

Ulrich Eibach, Freihei und Unfreiheit, dalam Dieter Becker, Peter


Hoehmann (Hg.), Kirche zwischen Theorie, Praxis und Ethik Festschrift zum
80. Geburtstag von Karl-Wilhelm Dahm, Frankfurt: AIM Verlagshaus, 2011,
hlm. 119.

Agama, Bumi dan Pasar

Identitas 8: Alkitab adalah norma pemberitaan dan ajaran


gereja
Identitas ini juga tidak terlepas dari latar belakang sejarah
perjuangan Luther dalam abad pertengahan, yakni usahanya
menaruh Alkitab ke dalam tangan warga jemaat, atau dengan
kata lain membawa orang Kristen back to Bible. Orang Kristen
tidak punya kesempatan membaca Alkitab pada zaman itu,
sebab Alkitab hanya ditulis dengan tangan sehingga bukunya
amat tebal dan besar. Karena itu Alkitab tidak banyak dan
disimpan saja di gereja atau perpustakaan. Yang punya
kesempatan membacanya hanyalah pastor dan biarawan saja.
Dengan terjemahan Alkitab yang dikerjakan Luther di
dalam persembunyiannya di Wartburg, maka terjadilah
perubahan besar-besaran di dalam gereja, bahkan dalam
masyarakat Kristen Eropa juga, sebab semua bisa membaca
dan menafsir Alkitab. Tidak ada lagi hierarkhi dan struktur di
dalam hal membaca dan menafsir Alkitab. Teknologi juga
menolong, yaitu ditemukannya alat yang dapat mencetak
Alkitab dalam jumlah yang banyak dan dalam tempo yang
singkat.
Karena itu bahwa setiap orang bisa membaca dan
menafsirkan Alkitab menjadi sebuah identitas Lutheran. Sejajar
dengan itu maka karena tidak ada lagi yang tersembunyi bagi
warga jemaat, maka semua norma ajaran dapat ditemukan oleh
semua orang Kristen di dalam Alkitab, dan memang Alkitab
itulah fundasi norma kekristenan, tiada yang lain. Gereja tidak
punya hak istimewa lagi dalam menetapkan sendiri ajaran
(doktrin atau dogma) gereja dengan sesuka hatinya sebagaimana terjadi pada abad pertengahan.

53

Agama, Bumi dan Pasar

Identitas 9: Pengakuan iman gereja adalah alat untuk


pemberitaan Firman dan persekutuan

54

Tentu jelas buat kita bahwa pengakuan iman adalah alat


pemberitaan, bukan pasal-pasal yang dihafal mati begitu saja
berulang-ulang, seperti yang sering kita lakukan pada setiap
hari Minggu. Pengakuan iman (credo) adalah rumusanrumusan dogmatis atas iman kita tentang berbagai hal yang
perlu disebutkan dan diaminkan, mis. siapakah Allah, apa itu
Alkitab, apa itu baptisan dan Perjamuan Kudus, dsb. Pengakuan Iman Rasuli (PIR) yang kita ucapkan setiap hari Minggu
di gereja, mengaku tiga rumusan penting, yaitu rumusan
tentang siapa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Melalui pengakuan itu, sesuai dengan pandangan Institut
Penelitian Oikumene yang mengeluarkan pandangan ini, kita
melakukan dua hal: pertama, melakukan pemberitaan Firman
Allah dan kedua, melakukan pembangunan persekutuan
orang percaya. Jika kita bersama-sama mengucapkannya,
maka kita di situ telah memberitakan persekutuan dan juga
memberitakan Firman Tuhan. Jadi mengucapkan pengakuan
iman harus disusul dengan perbuatan di tengah masyarakat
sebagai bukti nyata dari pengakuan itu. Mis. jika kita mengaku
bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, maka kita yang
dipanggil ke dalam persekutuan dengan-Nya terpanggil untuk
memelihara ciptaan-Nya, bukan merusaknya. Bukan hanya
soal teologi lingkungan hidup yang menjadi perhatian dalam
PIR, tetapi banyak hal, mis. soal kemanusiaan Yesus yang kita
akui sebagai seorang manusia yang dikandung oleh Roh
Kudus, untuk menolak pandangan yang mengatakan bahwa
manusia Yesus itu semu atau setengah Allah, atau setengah

Agama, Bumi dan Pasar

manusia. Debat teologis tentang ini sangat menarik pada masa


gereja mula-mula.
Karena itu ada baiknya kita mengutip pendahuluan dari
Bab I Buku Konkord, Tiga Simbol Yang Utama Pengakuanpengakuan Iman Kristen yang Biasanya Digunakan Gereja,
yang dengan sengaja ditempatkan dalam bagian depan buku
konfesi Lutheran itu, untuk melihat betapa Lutheran tetap setia
dengan tiga Pengakuan Iman yang oikumenis dan utama itu,
yakni: Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea dan
Pengakuan Iman Athanasium.
Satu atau lebih dari tiga Pengakuan Iman purba
(disebut ketiga lambang yang katolik dan oikumenis
dalam teks Latin Buku Konkord) di-kutip dan dijelaskan
dalam setiap Pengakuan Lutheran. Pengakuanpengakuan ini sering dikutip dalam mengklaim
identitas ajaran Lutheran dengan ajaran gereja purba
dan menentang kesempatan dari penemuan ajaran
baru. Karena itu adalah hal yang wajar jika Pengakuanpengakuan itu diterbitkan ulang di Barat dalam bentuk
yang menggunakan Pengakuan-pengakuan tersebut.
Teks Pengakuan Iman Rasuli sebagaimana yang kita
miliki sekarang berawal dari abad kedelapan. Bagaimanapun, hal itu adalah pengeditan dari apa yang
disebut Pengakuan Iman Roma Tua, yang umum berlaku di Barat pada abad ketiga. Di belakang Pengakuan
Iman Roma Tua, berganti-ganti, adalah berbagai
formulasi pengakuan yang mengkhianati hubungan
mereka kepada bentuk-bentuk akar yang ditemukan
di dalam Perjanjian Baru. Sementara Pengakuan Iman
Rasuli sebagaimana kita miliki sekarang tidak berasal
dari para rasul, akarnya yang rasuli.
Suatu variasi yang lebih besar dari formulasiformulasi pengakuan iman muncul di Timur lebih
banyak dari pada di Barat. Ketika Konsili Nicea (325)
menolak ajaran Arius, hal itu mengekspresikan posisi-

55

Agama, Bumi dan Pasar

nya dengan menerima salah satu dari lambang Timur


yang umum diterima dan memasukkan beberapa
ungkapan anti-Arian ke dalamnya. Pada Konsili
Konstantinopel (381) beberapa perubahan kecil dilakukan pada Pengakuan Iman Nicea, sebagaimana kita
tetap masih menyebutnya, dan hal itu kembali ditegaskan pada Konsili Chalcedon (451). Dalam abad ke-9
filioque27 (dan Anak, dalam pasal ketiga) adalah hal
yang dimasukkan di Barat, dan itu menjadi satu sebab
pokok pertengkaran antara Timur dan Barat secara
khusus pada abad ke-11.
Pengakuan Iman Athanasium adalah pasti sesuai
dengan aslinya. Apa yang agak kurang pasti adalah
bahwa pengakuan itu tidak ditulis oleh Athanasius,
teolog besar dari abad ke-4. Diduga pengakuan itu
dipersiapkan oleh beberapa orang pada zamannya
walaupun kelihatannya itu lebih cocok berasal dari
abad ke-5 atau ke-6 dan Barat adalah tempat asalnya.28

56

Dalam Epitome (Ringkasan) Rumus Kesepakatan (Formula


of Concord) kembali hal ini ditekankan.
Segera setelah zaman para rasul bahkan sudah
berlangsung sejak para rasul masih hidup guru-guru
palsu dan bidat-bidat telah menyerbu gereja. Untuk
melawan mereka, gereja mula-mula merumuskan
lambang-lambang (yakni konfesi yang ringkas dan
jelas) yang diterima secara bulat dan am sebagai iman
Kristen dan konfesi gereja ortodoks, yaitu Pengakuan
Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea, dan Pengakuan
Iman Athanasius. Kami berpegang kepada pengakuanpengakuan tadi dan dengan ini menolak semua bidat

27

Latin: Dan dari Anak. Kata ini ditambahkan pada Pengakuan Iman Nicea.
Dengan tam-bahan ini maka lebih jelaslah bahwa Roh itu datang dari Bapa
dan Anak (ex Patre filioque). Penambahan ini dipertahankan berdasarkan
Yohanes 15:26; 16:7; Galatia 4:6; Roma 8:9; dan lain-lain.
28
Theodore Tappert (ed.), Buku Konkord, Jakarta, BPK-GM, 2004, hl. 23-24.

Agama, Bumi dan Pasar

dan ajaran yang masuk ke dalam gereja Allah yang


bertentangan dengan pengakuan-pengakuan tadi.29

Bahkan Rumus Kesepakatan mencantumkan pasal khusus


tentang pribadi Kristus (Ps. VIII-IX). Ini menandakan Lutheran
bersungguh-sungguh dalam memahami dan mempertahankan isi Pengakuan Iman. Hal mempertahankan pribadi Kristus
ini sebenarnya berkaitan dengan pertentangan sekitar Perjamuan Kudus antara para teolog pendukung Konfesi Augsburg
dengan aliran Calvinis mengenai kepribadian Kristus, kedua
kodrat dalam Kristus dan keberadaannya, dll. Mis. pertanyaan,
apakah kodrat ilahi dan manusiawi, bersama dengan keberadaannya, sungguh-sungguh saling berbagi dan sejauh mana?
Lutheran memberi jawab, menentang kaum sakramentarian
yang menegaskan bahwa dalam Kristus kodrat ilahi dan
manusiawi berpadu sedemikian rupa sehingga bersama hanya
dalam nama saja. Kelompok ini mempertahankan, Allah
sungguh tidak memiliki kesamaan dengan kemanusiaan dan
bahwa kemanusiaan sungguh tidak mempunyai kesamaan
dengan yang ilahi.
Tema kita dalam identitas ke-9 ini adalah Pengakuan
Iman sebagai alat untuk pemberitaan Firman dan persekutuan.
Karena itu, di dalam sejarah kita melihat bahwa Lutheran
dengan gigih mempertahankan aspek ini. Gayanya memang
tampak klasik apologetis, yakni menentang para penyesat dan
mereka yang merumuskan teologinya secara menyimpang,
termasuk di sini soal mempertahankan pribadi Kristus, bahwa
kodrat ilahi dan manusiawi berpadu secara pribadi di dalam
Kristus sedemikian rupa sehingga tidak ada dua Kristus, satu

29

Ibid., hlm. 651.

57

Agama, Bumi dan Pasar

Anak Allah dan yang lain Anak manusia, tetapi satu oknum
tunggal berupa Anak Allah dan Anak manusia (Luk. 1:35; Rm.
9:5), dst.30
Kita tidak membahas soal ini lebih jauh, sebab yang mau
kita lihat di sini adalah kesungguhan Lutheran di dalam
mempertahankan Pengakuan Iman yang alkitabiah, rasuli dan
oikumenis. Dalam proses dan usaha itulah mereka memberitakan Firman dan persekutuan.
58

Identitas 10: Pergumulan teologis yang terus menerus atas


peristiwa pemberitaan kini dan nanti
Identitas ini bisa dikaitkan dengan proses kontekstualisasi,
Pekabaran injil, khotbah dalam kata dan perbuatan, sebagaimana juga telah disinggung dalam identitas-identitas sebelumnya, tetapi juga pengharapan, sebab pemberitaan masa kini
adalah pemberitaan yang relevan dengan keadaan masa kini
di sini sambil menatap masa nanti dengan penuh harapan.
Mis. adakah pemberitaan kita mengena dengan keadaan kita
di Indonesia atau tidak, dan bagaimana kaitannya dengan
masa depan? Adakah pemberitaan dilakukan sesuai dengan
dan memakai kebudayaan sebagai medianya dan apakah kita
mengharapkan sesuatu dari hal itu di masa depan? Luther
mencintai tanah airnya, Jerman dan kebudayaannya. Karena
itu dia melakukan proses pengkontekstualisasian teologi
melalui penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Jerman dari
bahasa Latin yang tidak dimengerti oleh masyarakat Jerman.
Hasil panen di depannya adalah sesuatu yang luar biasa,
mengubah banyak hal di tengah gereja dan masyarakat.

30

Ibid., hlm. 683.

Agama, Bumi dan Pasar

Pemberitaan tidak berhenti di sini dan kini, di tempat


ini, tetapi juga sampai ke depan, ke masa yang kita tidak
ketahui kapan akan berhenti. Itulah pengharapan yang terbuka
lebar jauh ke masa nanti melampaui akal budi manusia. Bagi
teologi Lutheran, pengharapan dan kontekstualisasi adalah
dua hal yang sama-sama penting. Luther pernah berkata, jika
seandainya saya tahu bahwa dunia akan runtuh besok, saya
akan menanam apel hari ini. Buah apel sebagai buah populer,
enak dan adalah buah lokal melambangkan pergumulan
kontekstual yang buahnya memang harus ditunggu dengan
sabar di masa depan melalui pemeliharaan pohon apel
(perbuatan baik, gereja, dll) di masa kini. Kata seandainya
saya tahu menekankan kekinian, tetapi manusia tidak boleh
dipaku mati oleh kekinian. Dia harus yakin menatap masa
depan dengan menanam apel atau harapan pada saat yang
luar biasa kritis.
Pada tahun yang lalu BPK-GM menerbitkan sebuah buku
terjemahan, Pengharapan di Tengah Kesesakan Masa Kini,31
kumpulan artikel-artikel teologi pengharapan kontekstual khas
Afrika Selatan oleh seorang pastor Gereja Katolik Roma (GKR),
Albert Nolan. Dia adalah salah seorang teolog yang turut
menandatangani Dokumen Kairos, dokumen perlawanan
gereja terhadap politik Apartheid di Afrika Selatan pada tahun
1985, sebuah dokumen yang berpengaruh dalam menumbangkan sistem politik Apartheid yang kejam itu. Karena perjuangannya menegakkan keadilan, demokrasi dan HAM, maka ia
dianugerahi penghargaan Order of Luthuli pada tahun 2003 oleh
pemerintah Afrika Selatan.
31

Albert Nolan, Pengharapan di Tengah Kesesakan Masa Kini, Jakarta: BPKGM, 2011. Lih. juga Tinjauan Buku dalam Jurnal STT BNKP Sudermann,
No. 3 Tahun 2012.

59

Agama, Bumi dan Pasar

60

Dalam kata pengantar buku, Martin Lukito Sinaga,


Pendeta GKPS yang kini bertugas sebagai Sekretaris
Departemen Studi LWF, mantan dosen STT Jakarta, mencoba
membandingkan situasi Afrika Selatan dengan Indonesia
sesudah rezim Soeharto tumbang. Menurut Sinaga, pada saat
Indonesia memasuki masa baru demokrasi itu, gereja-gereja
di Indonesia diam memilih menangisi penderitaannya. Tidak
ada kebangkitan teologis seperti gereja di Afrika Selatan, yang
aktif menumbangkan Apartheid dan memperjuangkan
rekonsiliasi nasional sesudahnya. Ada benarnya Martin Lukito
Sinaga, mengingat bahwa suara profetisme gereja seharusnya
justru dikumandangkan pada masa-masa sulit. Seyogianya
gereja-gereja di Indonesia dapat memberikan kontribusi nyata
dalam menegakkan demokrasi, membangun rekonsiliasi
nasional, membangun kemajemukan yang nyata dan
merumuskan teologi penderitaan yang tidak mendakwa pihak
lain.
Apa maksudnya kita menganalisis Nolan di sini? Jawabnya, karena dia mengajak pembacanya untuk memahami
bahwa pengharapan atas masa depan akan memampukan kita
mengubah masa kini. Tema pengharapan memang bukan tema
baru. Sebab Juergen Moltmann telah menulis Theology of Hope
yang kemudian sangat populer tentang teologi pengharapan.
Baginya, pengharapan adalah awal dan akhir, bahwa
kekristenan adalah agama yang selalu memandang dan
bergerak ke depan. Karena itu maka pemikiran Moltmann
menjadi klasik dalam teologi Kristen karena menempatkan
pengharapan sebagai pusat iman Kristen, yang mengajak
setiap orang berpikir positif dan penuh harap, yang
implikasinya jauh ke masa eskaton bersama Kristus yang telah
bangkit.

Agama, Bumi dan Pasar

Ciri khas Nolan ialah caranya melihat kebangkitan Yesus


sebagai kunci bagaimana Allah menulis lurus dengan garis
lengkung,32 melihat teologi pengharapan sebagai teologi
struktur rahmat demi terwujudnya kebaikan bersama.
Sementara struktur dosa bekerja dalam ketidakadilan, pada
sisi lain, harapan kristiani bekerja agar kehidupan bermuatan
belas kasih, di mana struktur rahmat bekerja. Struktur rahmat
itu terwujud oleh mekanisme berbagi, kesetaraan manusia, aksi
solidaritas, dan terbukanya partisipasi melayani sesama. Di
dalam struktur rahmat itu kita bekerja dan bertindak
berpengharapan dan dari situ akan terwujudlah common good
untuk semua.33
Lutheran sangat menghargai pemberitaan kini dan nanti,
yang sudah nyata terjadi dan masih akan dinantikan, yang
presentis dan futuris. Dalam bagian ini saya ingin mengulangi
komentar atas teologi Luther yang sudah disinggung di bagian
depan tulisan ini, bahwa teologi Luther menjejakkan satu kaki
di bumi dan satu di sorga, sangat membumi tetapi juga
sekaligus rohani dan alkitabiah.
Penutup
Apakah pencarian identitas kelutheranan yang kita lakukan
atau teologi yang dikembangkan oleh Luther menutup peluang
pengembangan teologi yang kontekstual di Asia atau
Indonesia? Saya kira pertanyaan itu bisa saja muncul, tetapi
kita juga bisa dengan mudah menyangkalnya, jika kita
sungguh-sungguh memperhatikan Sitz im Leben dari perjuangan Luther. Dia memberikan perlawanan teologis atas kesewe32
33

Maksudnya, membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin.


Ibid., hlm. x-xi.

61

Agama, Bumi dan Pasar

62

nang-wenangan gereja dan penguasa pada zamannya melalui


pemikiran teologis yang selalu kontekstual, a.l. menentang
berkuasanya filosofi Aristoteles yang mengagung-kan ratio
dalam teologi abad pertengahan supaya kembali kepada
pergumulan nyata, menerjemahkan Alkitab sebagai upaya
mendekatkan Alkitab kepada manusia dalam bahasa-nya,
terutama menekankan aspek praktis dari teologi dari yang
selama itu lebih bersifat teoritis spekulatif, menulis lagu-lagu
dalam melodi dan bahasa lokal, dan yang terpenting adalah
memberikan jawaban-jawaban teologis atas peristiwa yang
terjadi saat itu, dll. Itu sebabnya Luther dikenal sebagai teolog
yang tidak sistematis, sebab dia menulis spontan menjawab
persoalan-persoalan aktual-kontekstual yang muncul. Dalam
bukunya Mangos or Bananas, Hwa Yung yang bergumul sejak
awal buku sampai akhir tentang teologi kontekstual di Asia,
menilai Luther sebagai seorang teolog kontekstual karena
menekankan bahwa theology is a practical and not a theoretical science.34 Kurang lebih sama, pemikiran Hwa telah juga
pernah ditulis oleh John Macquarrie dalam Principles of
Christian Theology.35 Saya yakin masih banyak teolog lain yang
serupa dengan Hwa Yung dan Macquarrie.
Karena itu menurut saya kesepuluh identitas Lutheran
di atas, yang dirumuskan oleh Institut Penelitian Oikumene
di Straburg itu, bisa diterjemahkan menjadi identitas lokal
kita sendiri sebagai orang Kristen, yang bisa kita terjemahkan
ke dalam konteks kita masing-masing. Bagaimana supaya
kesepuluh identitas itu berbicara kepada kita masing-masing
34

Hwa Yung, Mangos or Bananas The Quest for an Authentic Asian Christian
Theology, Carlisle: Regnum, 2004, hlm. 22.
35
John Macquarrie, Principles of Christian Theology, London: SCM Press,
1974, hlm. 169.

Agama, Bumi dan Pasar

di dalam keseharian kita adalah bagian dari memahami


identitas kelutheranan kita. Oleh sebab itu, sebagai penutup
tulisan ini, saya mau mengajak kita untuk melihat kembali
identitas tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana, bahwa
kita:
1. diselamatkan hanya oleh Allah yang menjadi manusia.
2. diselamatkan melalui pembenaran oleh iman dalam
Yesus.
3. diberi anugerah keselamatan melalui Injil.
4. dipanggil melalui Injil dan sakramen.
5. adalah imam.
6. memuliakan Allah di dalam dan melalui ciptaan Allah.
7. menyatakan kesetiaan kita kepada Allah melalui
tanggungjawab dalam pekerjaan.
8. mengetahui ajaran gereja melalui Alkitab.
9. mengaku iman sebagai pemberitaan Firman dan tanda
persekutuan.
10. bergumul terus dalam pemberitaan kini dan nanti.

63

Agama, Bumi dan Pasar

Daftar Pustaka:
Althaus, Paul, The Theology of Martin Luther, Philadelphia:
Fortress Press, 1966.
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja,
Jakarta: BPK, 2000.

64

Ulrich Eibach, Freihei und Unfreiheit, dalam Dieter Becker,


Peter Hoehmann (Hg.), Kirche zwischen Theorie, Praxis
und Ethik Festschrift zum 80. Geburtstag von Karl-Wilhelm
Dahm, Frankfurt: AIM Verlagshaus, 2011.
H. Berkhof, H. dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta: BPK,
1987.
Hebart, Friedemann, One in Gospel The Formula of Concord for
Our Day, Adelaide: Lutheran Publishing House, 1983.
Institut fr kumenische Forschung, Lutherische Identitt,
Straburg: Institut fr kumenische Forschung, 1977.
Jurnal STT BNKP Sudermann, No. 3 Tahun 2012.
Keistman, Herb, Jalan Salib, Medan: Tried Rogate, 2009.
Luther, Martin, Explanation of the Ninety-Five Theses in
Luthers Works, Vol. 31, Philadelphia: Fortress Press, 1971.
Luther, Martin, An Open Letter to the Christian Nobility, dalam
Three Treatises, Philadelphia: Muehlenberg Press, 1960.
Luther, Martin, Katekismus Besar, terj. Anwar Tjen, Jakarta: BPK,
1996.
Macquarrie, John, Principles of Christian Theology, London: SCM
Press, 1974.

Agama, Bumi dan Pasar

Nolan, Albert, Pengharapan di Tengah Kesesakan Masa Kini,


Jakarta: BPK-GM, 2011.
Plass, Ewald M., What Luther Says A Practical In-Home
Anthology for the Active Christian, Saint Louis: Concordia
Publishing House, 1994.
Schmidt, Alvin J., How Christianity Changed the World, Grand
Rapids: Zondervan, 2004.
Tappert, Theodore, (ed.), Buku Konkord, Jakarta, BPK-GM, 2004.
Yung, Hwa, Mangos or Bananas The Quest for an Authentic
Asian Christian Theology, Carlisle: Regnum, 2004.

65

Agama, Bumi dan Pasar

A Biblical and Lutheran


Theological Understanding of
A Christians Relationship
to the World
Rev. Phillip Baker, PhD
66

How do Lutheran Christians understand their relationship to


the world? Is the world an evil place which one needs to shun
and/or avoid? Is the world a holy place which Christians need
to embrace? Is the Christian relationship to the world best
characterized by the words, This world is not my home, Im
just traveling through.? or, the words, This is my Fathers
world.?
I would suggest that a Lutheran theological understanding of the relationship of a Christian to the world, based
on a reading of the biblical witness, while simple, is not
simplistic. I would suggest that the relationship is best
characterized by the words both/and. On the one hand, the
creation, and all within it, is understood to be the creation of
God. As Luther states in The Small Catechism explanation to
the 1st Article of the Apostles Creed
I believe that God has created me and all that exists.
He has given me and still preserves my body and soul
with all their powers.
He provides me with food and clothing, home and family,
daily work, and all I need from day to day.
God also protects me in time of danger and guards me
from every evil.

Agama, Bumi dan Pasar

All this he does out of fatherly and divine goodness and


mercy, though I do not deserve it.
The world is not an evil place, under the domination of Satan,
to be shunned and/or avoided. There is no room in Lutheran
theological understanding for dualism.
On the other hand, as Christians we believe that creation,
as we now experience it, is not as it came from the hand of
God. The third chapter of Genesis, and in the chapters which
follow, it is made clear that something happened to the created
order. Something happened to creation all of creation. Sin,
as a brokenness in all relationships, impacts the material world
as much as it does the world of human beings. Creation is,
itself, sinful not evil but sinful. One needs to remember
that in Lutheran theology, sin is not so much an act which one
commits as it is a state of existence in which everything exists.
Sin, in Lutheran theology, is a basic, systemic condition of
brokenness and separation which affects the entire created
order. It is a condition of our personal lives, and the life of the
world, over which we, and all that exists, are powerless.
If we are going to understand the work of Christ in
atonement, and the work of God in Holy Baptism, it is
extremely important to grasp this understanding of sin. It is
into this broken, separated condition that Jesus enters. For
our sake he made him to be sin who knew no sin, so that we
might become the righteousness of God. (2 Corinthians 5:21)
For St. Paul, Jesus became sin, became broken, became
separated even to the point of crying from the cross, My God
why have you forsaken me? and enduring the consequences
of sin, even to death itself. Why? Why would Jesus do this?
The answer is given in the third chapter of the gospel of John.

67

Agama, Bumi dan Pasar

For God so loved the world that he gave his only Son,
so that everyone
who believes in him may not perish but may have
eternal life.
Indeed, God did not send the Son into the world to condemn
the world, but in order that the world might be
saved through him. (John 3:16-17, NRSV)

68

The world which God created is the world that God loved
so much that God sent the Son not to condemn the world, but
to save it, to restore it, to bridge the separation caused by sin,
so that the whole world, which groans, will be redeemed.
(Romans 8:22) The world, as we know and experience it, may
bear the consequences of sin, but it is not an evil world, outside
of Gods realm. In the created order, God works in two different
ways, which is articulated in Lutherans understanding of the
Two Kingdoms.
While the entire created order was created by God,
belongs to God, and is redeemed by God, we do not simply
live under the rule of God. We also live under the rule of
governments, whether that is the government of Indonesia, or
some other country.
In an unpublished article entitled, Theological Bases for
Democracy: Luthers Two Kingdoms Doctrine, Rev. Dr.
Mangisi SE Simorangkir wrote,
The content of Luthers TKD [Two Kingdom Doctrine]
is that the spiritual power and temporal power are
created by God and work differently and for the sake
of world peace, but both powers must be separated.
God rules through those two powers, even a
completely pagan authority can be used by God to work
what is good, to uphold public order and promote

Agama, Bumi dan Pasar

society. [History of Theology, BengtHaegglund, p. 236]


Religion is responsible for spiritual matters, the state is
concern [sic] with maintaining law and order in sociopolitical and economic dimensions. However Luther
didnt separate the power of the two kingdoms in a
dichotomic-mathematic way, even though the two
kingdoms are different. As in fact the two kingdoms
live side by side in carrying out their own duties, which
are similar to each other, namely to realize peace on
this earth. Both powers fulfill and limit each other. The
state should not interfere in religious matters an d
religion must not interfere in the state. [p. 2 or 7]

Or again, Rev. Dr. Mangisi SE Simorangkir writes,


Therefore for the sake of good order, civil
government with its rules and laws has been
instituted and ordained by God and that all people
should participate in it responsibly. Civil authority,
political system (like democracy) and economic
system should be kept as true orders of God, and all
people according to their vocation should participate
in this good order and manifest love and genuine
good works in their own situation. [p. 3 or 7]

It is clear, in Lutheran theology, all if creation was created


by God, and belongs to God. There is nothing in creation which
belongs to the creature, not even human beings who are created
in the image of God. The human being is but the steward of
what belongs to God, to tend, nurture, and care for. The human
being is not free to use, or abuse creation in any way which the
human chooses.
As noted by Rev. Dr. Mangisi SE Simorangkir, and as I
have noted, as Christians we live under God, and we live under
the rule of government. This understanding is not unique to

69

Agama, Bumi dan Pasar

Lutheran theology. Such an understanding is also reflected in


the words of Jesus.
In the gospel of Matthew, chapter twenty-two, verses
fifteen through twenty-two, we read of an encounter between
Jesus and some Pharisees. According to the text, the Pharisees
plotted to entrap him in what he said. This same story
is told again in the gospels of Mark (Mark.12:1317), and Luke
(Luke 20:20-26). While the exact people who try to trap Jesus
are a bit different, the final statement on Jesus lips is the same.
70

Then the Pharisees went and plotted to entrap him in


what he said. So they sent their disciples to him, along
with the Herodians, saying, Teacher, we know that
you are sincere, and teach the way of God in accordance
with truth, and show deference to no one; for you do
not regard people with partiality. Tell us, then, what
you think. Is it lawful to pay taxes to the emperor, or
not? But, Jesus, aware of their malice, said, Why are
you putting me to the test, you hypocrites? Show me
the coin used for the tax. And they brought him a
denarius. Then he said to them, Whose head is this,
and whose title? They answered, The emperors.
Then he said to the ,m, Give therefore to the emperor
the things that are the emperors, and to God the things
that are Gods. When they heard this, they were
amazed, and they left him and went away. (Matthew
22:15-22, NRSV)

Give to the government, or to the emperor, what belongs to


the government, or the emperor. Give to God the things that
belong to God. I would suggest to you that ultimately, in the
final analysis, and at the end of the day, everything belongs to
God. To God everyone is accountable, including the government, the emperor, the President, or whomever. At the same

Agama, Bumi dan Pasar

time, God works through means. God works through


government leaders, heads of state, governors of provinces,
leaders of churches all of whom are responsible to, and need
to give an account to God. Once again, Lutheran theology,
based on the reading of scripture, does not look on government
as something which is evil, but how God governs and works
in this world for the common good of all, for peace, and for
the creation itself. Martin Luther went so far as to say this is
true, even if the one who governs is not a Christian.
As Lutheran Christians, we believe that the created order
is the creation of God. We also believe that God provides for
creation, even in its broken and/or sinful state. God continues
to watch over, guard, protect that which God has made,
redeeming it in Jesus Christ, and continuing to provide ways
for us to live together, even while broken. God does this
through the imperfect means of governments. At the same time,
the governmental authorities are accountable, and are
answerable, to God.
As Christians, we live in the world, as it exists, broken,
and at the same time redeemed. However, we do not live in
the world as non-Christians might live in the world. The
scripture refers to Christians as living in, or being in, the world,
but not of it. Thus. We read in the gospel of John,
I have given them your word, and the world has hated
them because they do not belong to the world, just as I
do not belong to the world. I am not asking you to take
them out of the world, but I ask you to protect them
from the evil one. They do not belong to the world,
just as I do not belong to the world. (John 17:14-16,
NRSV)

71

Agama, Bumi dan Pasar

Or again,
I appeal to you therefore, brothers and sisters, by the
mercies of God, to present your bodies as a living
sacrifice, holy and acceptable to God, which is your
spiritual worship. Do not be conformed to the world,
but be transformed by the renewing of your minds, so
that you may discern what is the will of God what is
good and acceptable and perfect. (Romans 12:1-2,
NRSV)
72

And still once more,


Do not love the world or the things in the world. The
love of the Father is not in those who love the world;
for all that is in the world the desire of the flesh, the
desire of the eyes, the pride in riches comes not from
the Father but from the world. And the world and its
desires are passing away, but those who do the will of
God live forever. (1 John 2:15-17, NRSV)

Please do not read these verses as some kind of


denunciation and/or withdrawal from the world. I do not think
the verses are declaring that the world is, in some way, evil.
Rather, what these verses lift up to Christians is that Christians
live by a different set of values, and with a different orientation.
The way of the world would have us focus on ourselves.
The way of the world focuses on what is in it for the human
being, on what I will receive. It is not that having praise is evil.
It is not that having money and riches are evil. It is not that the
things of the world are, in themselves, evil. However, when
the drive for these things, whether it is for money, for degrees,
for titles, for fine automobiles or houses, wonderful food, of
whatever, when the drive for these things becomes that which

Agama, Bumi dan Pasar

consumes our life, our moments, our hours, our days, then
these things acquire a life of their own. When this happens we
break both the first, as well as the ninth and tenth commandments.
In the book of Exodus 20: 3, you shall have no other
gods before me. In verse seventeen the people of Israel are
told not to covet, not to desire and scheme to get anything
which belongs to others. Why are the people of Israel told this?
Why are they to live a different kind of life from those around
them? The answer is found in Exodus 20:2, I am the Lord
your God, who brought you out of the land of Egypt, out of
the house of bondage. In this verse, there is a BECAUSE
God has done something, THEREFORE, the people of Israel
are to live a certain kind of life.
Please note. In these verses it is not stated, nor is it
implied, that IF the people of Israel keep the commandments
THEN God will be their God. No! The text is quite clear.
BECAUSE God, the God of Abraham, Isaac, Joseph and Moses,
has brought them out of the land of Egypt, the house of
bondage is already their God, THEREFORE, they are to have
no other gods before the God who had made them Gods
people, and who freed them from slavery in Egypt. God acts
first. Then, and only then, do the people respond to Gods
action.
Yet, we must ask, what is it to have a god? Does this
mean worshiping the birds of the air, the flowers of the field,
or some other part of creation? For Lutheran theology, a god is
that in which our heart resides, finds comfort, strength, and
security. In Lutheran theological understanding, a god is
anything which gives goal, meaning, purpose, and direction
for ones life. If the pursuit of happiness is what gives goal,

73

Agama, Bumi dan Pasar

74

meaning, purpose, and direction to ones life, then the pursuit


of happiness is that persons god. If having a title before ones
name, like Reverend, or initials after ones name, like PhD is
what gives goal, meaning, purpose, and direction to ones life
then titles and degrees are ones god. If being a success, having
a lot of money and possessions is what gives meaning, goal,
direction, and purpose to ones life, then success, money, and
possessions are that persons gods. If family, wife, children,
grandchildren are what gives goal, meaning, purpose, and
direction to ones life, then family is ones god.
I admit that I find it a bit disconcerting, discomforting,
disturbing to hear people say things like, I could not live
without my work. Or, I could not live without my children.
Or, I could not live without my wife/husband. If this is
literally true, if one would die without their work, their family,
etc., then these have become ones gods. I cannot ever
remember someone saying, I could not live without the God
of Abraham, Isaac, Jacob, and Jesus. Why not? It is literally
true. Without the God of Abraham, Isaac, Jacob, and Jesus,
we die.
On May 20, 1926, in a Sermon to Preachers Seminar in
Berlin, Germany, German theologian Dietrich Bonhoeffer
preaches these words based on Psalm 127,
Family, kith and kin, state, church, union, and not
least, development of our own personality, these are
the gods with whom we dance! Who not thinks of the
One who gives meaning to everything, who speaks of
judgment and grace over all this? Who now thinks that
our God is a God who shatters nations like the potters
clay? (p. 20, Dietrich Bonhoeffers Meditations on Psalms,
Edwin Robertson, Editor and Translator. Grand Rapids:
Zondervan, 2002.)

Agama, Bumi dan Pasar

The basic question then becomes, What is it that gives


goal, meaning, purpose, and direction to our life? What, or
who, is that we cannot live without? Is it the God of Abraham,
Isaac, Jacob, and Jesus? Is it someone, or something else?
Do not misunderstand what I am writing. Money,
success, degrees, happiness, family, or titles are not, in and of
themselves, evil. But, when they become what gives goal,
meaning, direction and purpose to ones life, they have become
ones gods. The scripture reminds us that the God of Abraham,
Isaac, Jacob, and Jesus is a jealous God who tolerates no rival,
and who demands that there be no other gods before him.
The people of Israel were called, and they were
empowered, to live a different kind of life from the nations
around them. Their very lives gave witness and testimony to
the fact that they were the people of Yahweh, and belonged to
him. They did not choose the God of Abraham, Isaac, and Jacob.
Rather, the God of Abraham, Isaac, and Jacob chose them to
be his people. They had not set themselves free from Egypt.
They were set free. No longer were they free to live in any way
they chose. Their lives were to be a living witness and testimony
to the God in whom they believed. While words are important,
ones life speaks louder than words.
It is no different for Christians today, whether in the
United States, in Europe, or in Indonesia. We are not free to
live any kind of life we may choose. We do not belong to
ourselves. We belong to God. We are a people who have been
bought and paid for. In Martin Luthers explanation to the 2nd
Article of the Apostles Creed inThe Small Catechism,
At great cost he has saved and redeemed me, a lost and
condemned person.

75

Agama, Bumi dan Pasar

He has freed me from sin, death, and the power of the


devil not with silver or gold, but with his
holy and precious blood and his innocent
suffering and death.
All this he has done that I may be his own,
live under him in his kingdom,
and serve him in everlasting righteousness,
innocence, and blessedness, just as he is risen
from the dead and lives and rules eternally.
76

At great cost God has saved and redeemed us, lost and
condemned persons. God has freed us from sin, death, and
the power of the devil not with silver or gold, but with his
holy and precious blood , and with his innocent suffering and
death. God has done this in order that we might live be Gods
own people, live under him, and serve him. We do this through
the lives we live, in the present time not in the future.
The lives we live are to give witness to the God in whom
Christians believe, the God who has saved and redeemed, the
God who has chosen us to be Gods people. As Christians, we
are called, and we are empowered to live our life by a different
set of values, and a different ordering of priorities from the
world around us. We take seriously that even good things,
God created thing, can become gods/idols in our lives. Not
only can the good things of life become gods/idols in our lives,
they often to. As Christians, one of the questions we need to
ask is if we have changed the words of Jesus to please ourselves.
Jesus said to be in the world, but not of it. The question is:
Are we of the world, living by its values, but not in the world
as Gods prophetic voice and people?

Agama, Bumi dan Pasar

What then is a Christians relationship to the world?


What is the relationship between being a Christian, and living
in the world; between our identity as children of God, and the
good things of creation? I think there are three words to
describe the relationship: (1) Tension; (2) Thanksgiving; (3)
Repentance.
First, we live in the tension of being in the world, but not
of the world. We live in the tension of wanting to serve God
above all things, and wanting to have the things this world
offers. We live in the tension between putting god first, and
putting ourselves first. We live in the tension between saint
and sinner. I do not think we will ever, at least not in this
lifetime, resolve the tension with which, and in which, we live.
Second, we live with thanksgiving. We thank God that
God, out of his fatherly and divine goodness, has given us the
good things of life: food and clothing; home and family; daily
work, and all we need. We thank God that god has said yes
to Gods world, and yes to we who live in the world. We
thank God that God so loved the world, and all who live within
it, that God gave his only Son that sin, death, and the power of
the devil are conquered. We thank God that God loves us, even
when we make other things the gods of our lives.
Third, we live lives of repentance, of turning back to God,
again and again. This is why in The Small Catechism, Martin
Luther writes that every day is a baptismal day on which the
old Adam is drowned in us, and we are brought forth to live
in holiness and righteousness. While there may be a dimension
of sorrow in our repentance, repentance really is more a change
of direction. It is making a U turn in the direction of our
lives. Repentance is an action in which we turn away from
self, and we turn towards God. Yet, because we are by nature

77

Agama, Bumi dan Pasar

78

sinful, turned in on ourselves, we cannot simply turn to God


by an act of will power. We are helpless to turn to God. Yet,
what we are powerless to do, God gives us the power and
strength to do. By the power of the Holy Spirit, working
through Word and Sacrament, we are empowered to turn back
to God.
Tension; thanksgiving; and repentance will be a part of
our lives until our Lord comes again to bring to fulfillment
and completion that which he began, and creates a new heaven
and a new earth, and the former things will be no more.
In the gospel of Matthew, chapter seven, verses twentyfour through twenty-seven we read the story of two men who
build their houses. One man builds his house on the rock. One
man builds his house on the sand. The storms of life come.
Heavy, torrential rains beat down on both houses. The floods
come. One house falls under the crushing load of life. The other
house stands firm. Jesus says, Everyone then who hears these
words of mine and acts on them will be like a wise man who
built his house on the rock.
On what do we build our lives? Not even the best things
of life: not our families; not our being religious leaders; not
our degrees from fine universities can keep us from sinking
down under the load of life. As good as the secular things might
be, they cannot give us life, and life abundantly. Life, and life
abundantly is given by God in Jesus Christ. Thanks be to God.

Agama, Bumi dan Pasar

Manusia dan Ekologi1


Tanggung jawab manusia baru yang
telah ditebus dari dosa
Pdt Dr Martongo Sitinjak

1. Catatan Pendahuluan
Masalah lingkungan hidup (ekologi) telah menjadi issu global
pada abad ke 21 ini. Dampak kerusakan alam semakin
dirasakan umat manusia di berbagai belahan bumi ini, baik
sebagai akibat dari perusakan hutan maupun sebagai akibat
dari berbagai pencemaran lingkungan. Proses perusakan
lingkungan hidup makin terus berkembang di dunia ini, dan
1

Ekologi berasal dari kata Yunani oikos berarti rumah tempat tinggal
atau lingkungan hidup atau ruang hidup. Ekologi merupakan ilmu
mengenai hubungan antara makhluk-makhluk hidup dengan lingkungan
hidup mereka. Dalam ekologi, kita melihat bahwa bumi mengalami proses
dinamis yang melibatkan manusia dan makhluk-makhluk hidup dalam
interaksi yang saling mempengaruhi sehingga terwujud suatu
keseimbangan. Lingkungan tempat berlangsungnya proses dinamis itu
disebut ekosistem yaitu aturan atau tatanan kesatuan secara utuh
menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi dan saling bergantung (interdependen). Bumi ini dapat
dipandang sebagai ekosistem besar yang di dalamnya terdapat berbagai
macam ekosistem kecil. Jadi secara ringkas dapat dikatakan semua
ekosistem meliputi interaksi antara lingkungan biotik (alam hidup:
tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia) dan lingkungan abiotik (alam tak
hidup: tanah, air, udara, batu dll).Bumi dengan segala ekosistem yang ada,
makin hari makin mengalami kerusakan. Kerusakan itu seringkali
disebabkan oleh pengelolaan ekosistem yang salah oleh manusia. Inilah
yang disebut dengan ketidakadilan ekologis.

79

Agama, Bumi dan Pasar

80

pada saat yang sama usaha pelestariannya terus diperjuangkan


diberbagai element masyarakat di seluruh dunia. Ketika dua
hal yang saling bertentangan ini sedang berlangsung dalam
kehidupan, orang percaya terus diperlengkapi untuk
memposisikan dirinya secara benar di tengah masyarakat
global. Orang percaya harus terus-menerus membaharui iman
dan pemahamannya tentang Allah dan dunia sebagai dasar
untuk memahami ekologi agar dia dapat hadir dengan peranan
yang benar sesuai dengan Firman Tuhan.
Sejak semula, Martin Luther telah memberi arah
pemahaman yang benar tentang hubungan manusia dengan
ekologi. Hal ini dapat dilihat dalam Katekhismus Kecil Martin
Luther khususnya berhubungan dengan pengakuan Iman
Rasuli, Pasal Pertama mengenai iman percaya terhadap Allah
Bapa. Dikatakan demikian:
Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa,
yang menciptakan langit dan bumi.Maksudnya
adalah: Aku percaya bahwa, ada Allah yang menciptakan aku dan segala yang ada. DiperlengkapiNya aku
dengan tubuh dan jiwa, mata, telinga dan seluruh
anggota tubuhku, pikiran dan segala perasaan, dan
hingga kini dipeliharaNya semua. Juga diberikan
kepadaku pakaian, makanan setiap hari, rumah dan
kampung halaman, keluarga dan harta benda dan
segala sesuatu yang kubutuhkan dalam hidup ini.
Hidupku dipelihara agar jangan binasa dan dilindungi
dari segala bahaya dan kejahatan. Segala kebaikan
Allah tersebut diberikan kepadaku bukanlah karena
kebaikanku oleh karena untung nasibku, melainkan
hanya anugerah Tuhan dan kebaikanNya saja. Oleh
sebab itu menjadi kewajibanku berterimakasih, memuji,

Agama, Bumi dan Pasar

melayani serta menaati FirmanNya. Demikianlah


sesungguhnya2

Ada empat hal penting yang perlu dicatat dalam penjelasan


atas pengakuan pada Allah pencipta langit dan bumi.
1. Prinsip dasar dari Penciptaan langit dan bumi adalah
berkaitan langsung dengan penciptaan manusia.
Penciptaan manusia menjadi satu keutuhan dengan
penciptaan langit dan bumi, sehingga tidak bisa
dipisahkan yang satu dan yang lainnya.
2. Martin Luther melihat bahwa yang pertama adalah
kesempurnaan penciptaan manusia itu pada dirinya
yang lengkap dengan bagian-bagiannya seperti tubuh,
jiwa, mata, telinga dan seterusnya.
3. Selanjutnya hal-hal yang diperlukan dalam
kelangsungan hidup manusia seperti pakaian,
makanan, rumah dan seterusnya sebagai bagian dari
langit dan bumi (ekologi).
4. Semuanya itu diperoleh sebagai anugerah Tuhan yang
diterima dengan kewajiban berterimakasih, memuji,
melayani serta menaati FirmanNya.
Pada tulisan ini saya akan memulai dari bagian terakhir
penjelasan pengakuan iman ini, yaitu kewajiban manusia
berterimakasih, memuji, melayani serta menaati FirmanNya.
Pengertian menaati FirmanNya dalam hal ini secara khusus
harus dikaitkan dengan Allah sebagai pencipta langit dan
bumi, sebab dalam bagian itulah penjelasan ini ditempatkan.
Artinya FirmanNya yang dimaksudkan secara khusus ialah

Kathehismus Martin Luther

81

Agama, Bumi dan Pasar

bagian di mana Allah telah menciptakan langit dan bumi dan


segala isinya dengan baik. Pemahaman ekologi harus dipahami
dari kisah penciptaan alam semesta dan penciptaan manusia.

82

2. PENCIPTAAN EKOLOGI: semuanya baik


Kisah penciptaan telah memberikan ruang lingkup yang
positip tentang ekologi. Alkitab menyaksikan bahwa alam
semesta, yang telah diciptakan Allah selama enam hari
(hexaemeron) adalah baik adanya (Kej 1). Kata baik dapat
diartikan secara luas menyangkut sesuatu yang baik,
menyenangkan, atau menyukakan secara ekonomis, praktis,
materi, moral, dan teknis-filosofis.3 Pengertian baik dalam hal
ini dapat dilihat dari perspektif yang utuh menyangkut
kuantitas dan kualitasnya. Kisah Penciptaan dalam Kej 1:1-25
memperlihatkan keteraturan (ordinatio (Mzm 104) dan
kegunaannya (intentio) yang memperlihatkan kebesaran Allah.
Ujung dari kisah ini adalah Allah melihat bahwa semuanya
itu baik (Kej 1:25). Alam atau lingkungan hidup dapat dilihat
sebagai sesuatu yang sakral4 yang memperlihatkan kemuliaan
Allah Sang Pencipta. Wujud nyata dari ciptaan Allah (ekologi)
sejak semula sudah berada dalam suasana baik dalam posisi
masing-masing ciptaan.
Dalam kondisi alam yang semuanya baik itu, Allah
menciptakan manusia. Manusia yang diciptakannya itu diberi
mandat untuk menaklukkan dan menguasai, ikan-ikan di laut,

Andrew Bowling, (Ed) bwj Theological worldbook of The Old Testament,


Vol 1. 1980, Hal. 345
4
Gilkey Langdon, Nature, reality and the sacred: the nexus of science and religion,
Minneapolis: Fortress, 1993, hal. 109-141.

Agama, Bumi dan Pasar

burung-burung di udara dan segala binatang di bumi (Kej


1:28). Mandat untuk menguasai dan menaklukkan itu
diberikan kepada manusia dalam posisinya sebagai gambar
dan rupa Allah untuk meneruskan kehidupan yang Allah
melihat bahwa semuanya itu baik. Dengan kata lain mandat
ini berlaku bagi manusia yang sedang berada dalam posisi
sebagai gambar dan rupa Allah.
Salah satu hal yang nyata dalam kisah ini bahwa Allah
memberi manusia dan segala binatang di bumi makanan dari
apa yang telah diciptakan Tuhan untuk melangsungkan
hidupnya (Kej 1:29-30). Sekarang menjadi sangat jelas bahwa
manusia dengan seluruh ciptaan lainnya mempunyai
hubungan yang sangat erat dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari manusia. Disinilah Kathehismus Martin
Luther yang menyebut mentaati FirmanNya dapat diposisikan
dengan benar, yaitu menaati FirmanNya dalam rangka Allah
melihat semuanya itu baik. Hubungan manusia dengan
ciptaan lainnya yang ditandai dengan menguasai menaklukkan dan memperoleh makanan juga diakhiri dengan ungkapan
yang menekankan hal baik tersebut: Maka Allah melihat
segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kej 1:31).
Suasa baik dari semua ciptaan sebelum manusia diciptakan,
juga dilanjutkan sesudah manusia diciptakan, bahkan manusia
yang adalah gambar dan rupa Allah menjadi pusat dari
kelangsungan hal baik tersebut.
Dari kisah penciptaan dapat dipahami lebih luas bagaimana mandat menaklukkan dan menguasai bumi (Kej 1:28)
dalam kehidupan keseharian mereka. Allah menempatkan
mereka di taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara

83

Agama, Bumi dan Pasar

84

taman itu (Kej 2:15).5 Mandat yang diberikan Allah pada


dasarnya dilakukan dalam kerangka pengusahaan dan
pemeliharaan tanah di mana dia ditempatkan Allah. Manusia
punya batas wilayah kehidupan yang harus dia usahakan dan
peliharakan. Manusia diberi kuasa untuk memanfaatkan tanah
tetapi harus menjaganya agar dapat memberi makanan turun
temurun kepada manusia.6 Pemberian taman eden sebagai
tempat manusia untuk melangsungkan kehidupannya
memperlihatkan bahwa mandat pemeliharaan ekologi yang
diembannya adalah juga dilaksanakan pada wilayah di mana
Allah memberikan manusia itu untuk hidup. Martin Luther
telah melihat bahwa manusia sebagai ciptaan Allah berhubungan langsung dengan ciptaan lainnya, dimana ciptaan
lainnya itu diciptakan Allah untuk kesejahteraan manusia.
Martin Luther menjelaskannya sedemikian: Juga diberikan
kepadaku pakaian, makanan setiap hari, rumah dan kampung
halaman, keluarga dan harta benda dan segala sesuatu yang
kubutuhkan dalam hidup ini. Meskipun manusia diberi hal
untuk memelihara, bahwa tetaplah Allah juga yang memberi
anugerahNya melalui segala ciptaanNya untuk manusia yang
diterima dengan memuji, melayani dan mentaati FirmanNya.
Pemahaman ekologi tidak cukup hanya berpegang pada
Kej 1:28 tetapi haruslah dipahami dalam kerangka Kej 2:15,
bahwa manusia harus mengelola dan memelihara tanah yang
telah diberikan Allah kepadanya sebagai tempat di mana dia
melangsungkan kehidupannya dan juga kehidupan keturunannya. Dengan kata lain pemeliharaan dan penguasaan
5

Meskipun kedua narasi ini berasal dari sumber yang berbeda, tetapi
keduanya harus dipahami sebagai bagian yang saling melengkapi dalam
memahami ekologi.
6
Ch. Barth, Theologi Perjanjian Lama 1, BPK Jakarta, 202, hal 37.

Agama, Bumi dan Pasar

lingkungan hidup diberikan kepada manusia dalam ruang


lingkup di mana dia diberi tempat untuk melangsungkan
kehidupannya secara baik. Tanah (baca: taman eden) dan
semua yang dihasilkannya, di mana manusia ditempatkan
Allah untuk hidup adalah anugerah Allah semata-mata.
Tujuan penciptaan itu sangat nyata adalah dari dan
untuk diri Allah sendiri sebagaimana diungkapkan Paulus
dalam Kolose 1:16. Nilai dari seluruh ciptaan (termasuk
lingkungan hidup!) ini selalu harus berada dalam kaitannya
dengan Sang Pencipta. Tujuan utama dari penciptaan itu
sendiri adalah untuk kemuliaan Allah.7 Dalam kaitan itu
pemeliharaan mempunyai dua fungsi yaitu untuk kelangsungan kesejahteraan hidup manusia dan untuk kemuliaan Allah.
Pemeliharaan alam yang bertitik tolak pada suasana baik
dan harmonis menjadi pegangan dalam pengelolaan alam
sekaligus juga untuk menjamin kelangsungan hidup manusia
secara turun temurun. Disinilah peranan manusia sebagai
gambar Allah untuk melaksanakan mandatnya menguasai,
dan memelihara lingkungan hidup.
3. TRAGEDI PERUSAKAN EKOLOGI tanah terkutuk
Kisah ciptaan lingkungan hidup yang amat baik itu,
rusak bukan karena penciptaannya dan bukan pula karena
ciptaan itu pada dirinya sendiri. Kerusakan lingkungan hidup
adalah akibat dari rusaknya manusia yang diberi mandat
untuk memeliharanya kebaikan alam. Manusia yang ingin
lebih dari yang seharusnya di hidupi menjadi awal dari

John Calvin, seorang tokoh reformator menegaskan bahwa alam semesta


adalah panggung kemuliaan Allah dimana melalui ciptaan itu Allah
menunjukjkan kemuliaanNya (Schnereiner, 1955:65-66)

85

Agama, Bumi dan Pasar

kerusakan alam semesta.8 Sumber utama rusaknya manusia


dan juga alam semesta terjadi pada keserakahan manusia yang
ingin melebihi hal yang patut dia miliki (baca: hidupi). Kondisi
keindahan dan keharmonisan alam rusak sebagai akibat
jatuhnya manusia ke dalam dosa. Narasi keindahan dalam Kej
1:1-25 berobah menjadi sebuah kisah tragedi. Tanah sebagai
bagian yang penting dalam penciptaan (1:11-12) menjadi
terkutuk:
terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah
payah engkau akan mencari rejekimu dari tanah seumur hidupmu, semak duri dan rumput duri yang akan
dihasilkannya bagimu dan tumbuh-tumbuhan di
padang akan menjadi makananmu, dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau
kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau
diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali
menjadi debu (Kej 3:17-18).

86

Drama perjalanan bumi telah berobah total dengan


kejatuhan manusia ke dalam dosa. Tanah sebagai unsur
penting dalam penciptaan manusia ikut terkutuk sebagaimana
manusia itu terkutuk.9 Manusia harus melanjutkan kehidupannya dengan berpeluh dan bersusah payah hingga dia akan

Jatuhnya manusia ke dalam dosa didorong keinginan untuk menjadi sama


seperti Allah membuat Adam dan Hawa jatuh ke dalam godaan Iblis yang
mengakibatkan mereka melawan perintah Allah dan jatuh ke dalam dosa
(Kej 3). Keinginan untuk lebih dari yang seharusnya dirinya berkelanjutan
dalam kehidupan manusia berdosa.
9
Kisah penciptaan menjelaskan bahwa manusia dibentuk Allah dari debu
tanah (Kej 2:11). Dengan ini dapat dilihat hubungan langsung antara
manusia dengan tanah. Manusia yang terbuat dari tanah itu jatuih ke dalam
dosa (baca: terkutuk), dengan demikian juga tanah sebagai sumber
pengambilannya juga menjadi terkutuk.

Agama, Bumi dan Pasar

kembali menjadi tanah. Perjalanan hidup manusia sekarang


berada pada Firman Allah yang baru yaitu berpeluh dan
bersusah payah. Manusia yang harus mati karena dosanya,
diberi Allah kesempatan untuk melanjutkan kehidupannya
sebagai manusia berdosa yang harus berpeluh dan bersusah
payah di tanah yang sudah terkutuk dan menghasilkan semak
duri dan rumput duri. Pada satu sisi ciptaan Allah yang baik
itu yang memberi kehidupan pada manusia, kini juga
mempunyai wajah buruk (terkutuk) dengan penderitaan.
Tragisnya, sekalipun manusia sudah mulai menghidupi kehidupan yang baru dengan penderitaan di tanah yang terkutuk,
manusia masih terus melanjutkan tabiatnya yang ingin
melewati apa yang seharusnya dia hidupi. Mereka mempunyai
kecenderungan hati untuk membuahkan kejahatan sematamata. Hal ini dapat terlihat dari kisah air bah yang telah
membinasakan apa saja yang hidup (Kej 7:21-23).
Hak penaklukan dan pemeliharaan lingkungan hidup
yang diberikan Allah kepada manusia telah hilang sejak
manusia jatuh ke dalam dosa. Manusia diusir dari taman eden
dan harus melanjutkan kehidupannya di tanah yang sudah
terkutuk. Kejatuhan manusia ke dalam dosa mempunyai
dampak yang luas atas lingkungan hidup yang dilanjutkan
dengan bertumbuhnya hal-hal yang buruk pada manusia itu
sendiri. Kejatuhan manusia (yang pada awalnya adalah
gambar dan rupa Allah) kedalam dosa serta merta merusak
mandat yang diperolehnya untuk menguasai, menaklukkan,
menguasai dan memelihara tanah. Kuasa yang tadinya adalah
untuk memelihara kelangsungan kebaikan ciptaan Allah
juga berobah menjadi kuasa yang merusak kebaikan ciptaan
itu sendiri. Manusia yang jatuh ke dalam dosa menjadi sumber
utama rusaknya lingkungan hidup, selain dirinya sendiri

87

Agama, Bumi dan Pasar

88

adalah bagian dari tanah, maka segala sesuatu yang


berhubungan dengan tanah itu sendiripun menjadi rusak
(terkutuk). Manusia yang sudah kehilangan mandat
pemelihara ekosistem berobah menjadi manusia yang merusak
ekosistem. Manusia harus hidup dalam kuasa Firman Allah
yaitu hidup dalam susah payah dan berpeluh. Kuasa dosa
semakin berpengaruh pada manusia. Proses hidup dalam
keberdosaan berlangsung lebih parah terutama karena
manusia gagal melakukan perintah Allah untuk bersusah
payah dan berpeluh mencari makanannya. Untuk menghindari usaha kerja keras dan bersusah payah serta berpeluh
manusia malah mengeksploitasi bumi yang mengakibatkan
keparahan yang semakin dalam dan pada gilirannya menambah penderitaan manusia itu sendiri. Pengelolaan sumber daya
alam dilakukan sebagai sumber memenuhi keserakahan
manusia10. Keserakahan manusia berlangsung dari generasi
ke generasi.11 Kehidupan manusia di dalam dosa tak dapat
lagi dihindari akan terus menerus mengalami proses perusakan lingkungan hidup dalam kebersamaannya di jagad raya
ciptaan Tuhan.

10

Breshears, Gerry, Ecology, ecological movement, Evangelical Dictionary


of World Mission, Ed. Scoott, Morreau, Grand Rapids: Baker, 2000, hal. 296
11
Bartolomeus I, Patriarkh ekumenis, mengatakan bahwa ekonomi yang
berlandaskan minyak fosil telah mengakibatkan kerusakan kehidupan. Hal
ini adalah suatu dosa yang melanggar kehendak baik Allah, kasih setia
Allah bagi kehidupan, manusia dan segenap ciptaan, (Einar Sitompul dkk
(ed, Penerjemah) Globalisai Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi,
sebuah dokumen Latar Belakang, PMK-HKBP Jakarta, 2006, hal.56).

Agama, Bumi dan Pasar

4. PENCIPTAAN KEMBALI (RECREATION) EKOLOGI


semuanya baru
Masih adakah Harapan? Pemazmur memperlihatkan
bahwa perbuatan Allah (baca: ciptaan Allah) adalah untuk
sukacita dan kemuliaan Allah sampai selama-lamanya (Mzm
104:31). Rancangan kebaikan Allah atas seluruh ciptaanNya
telah rusak oleh pemberontakan manusia kepadaNya. Apakah
rancangan kebaikan Allah atas seluruh ciptaanNya akan gagal?
Dari sisi manusia perjalanan jagad raya sebagai ciptaan Allah
semakin lama semakin rusak (lihat kisah Air Bah). Namun
demikian rancangan Allah tidak akan pernah gagal. Allah
sendiri akan memulihkan ciptaanNya dari kerusakan yang
timbul sebagai akibat dosa manusia.
Pemulihan ciptaan Allah dilakukan dengan pemulihan
yang berpusat pada manusia. Gambaran kerinduan akan
pemulihan itu telah tertuang dalam Rom 8:19-23, dimana
semua makhluk akan dimerdekakan bersamaan dengan
penyataan anak-anak Allah. Pemulihan (baca: kemerdekaan
dari perbudakan kebinasaan) seluruh makhluk akan masuk
dalam kemuliaan anak-anak Allah yang akan menerima
pembebasan tubuh. Dengan kata lain dapat dipahami bahwa
penebusan manusia adalah juga dalam kerangka penebusan
seluruh makhluk.12 Pemulihan dan penebusan alam semesta
juga berpusat pada manusia sebagai ciptaan Allah yang
memiliki kapasitas memegang mandat ilahi, sebagai gambar
dan rupa Allah. Oleh karena manusia adalah sumber dari
kerusakan alam, maka pemulihannya juga di pusatkan pada
pemulihan dan penebusan pada manusia yang membuka
ruang untuk pemulihan alam semesta.
12

Dyrness, 1991, 42, Plantinga 2002:96

89

Agama, Bumi dan Pasar

90

Manusia telah gagal untuk memelihara dan menjaga


citranya sebagai gambar dan rupa Allah. Oleh karena itu Allah
sendiri yang bertindak untuk penebusan ciptaanNya dalam
diri Yesus Kristus sebagai gambar dan citra Allah yang
sesungguhnya (Kol 1:15; 2 Kor 5 4:4). Lebih jauh bahwa Yesus
sendirilah manusia yang sebenarnya (Yoh 19:5). Yesus Kristus
adalah perseorangan yang unik dan mewakili segenap
masyarakat menusia, dan karya penyelamatanNya beserta
kemenangan-Nya memberikan kebebasan dan kehidupan bagi
seluruh umat manusia (Rm 5:12-21). Kristus menggenapi
perjanjian yang di dalamnya Allah memberikan kepada
manusia tujuan hidupnya yang sesungguhnya. Di dalam
Kristus, oleh iman, manusia mendapati dirinya sedang diubah
menjadi serupa dengan gambar Allah (2 K0r 3:18) dan boleh
teguh mengharap akan penuh segambar dengan Dia (Rm 8:29).
Sementara dalam iman mengenakan gambar Allah, maka
manusia harus menanggalkan manusia lama (Ef 4:24; Kol 3:10).
Maka manusia yang telah ditebus itu telah menjadi ciptaan
baru (2 Kor 5:17). Sebagai ciptaan baru dimana gambar dan
rupa Allah telah dipulihkan kepadanya, maka manusia
dimampukan kembali untuk melaksanakan mandat Allah
kepada manusia yang adalah gambar dan rupa Allah untuk
memeliharalam semesta ciptaanNya. Dengan dipulihkannya
manusia sebagai gambar dan rupa Allah maka tanggung jawab
manusia melalui penebusan akan dipulihkan kembali dalam
kerangka penciptaan kembali (recreation) atas alam semesta
(lingkungan hidup).
Kerangka pemulihan ciptaan Tuhan sekarang harus
dilihat dalam perspektif Firman Tuhan Yesus. Pemulihan
manusia dan seluruh ciptaan lainnya adalah berpusat pada
Yesus Kristus. Yesus berkata Langit dan bumi akan berlalu,

Agama, Bumi dan Pasar

tetapi perkataanKu tidak akan berlalu (Mrk 13:31). Ungkapan


Yesus ini juga harus dilihat dari kerangka Perintah Tuhan
dalam Kej 2:16. Manusia yang jatuh ke dalam dosa akan
mengalami kematian, dan sekaligus juga tanah tempat dia
berdiam akan mengalami kerusakan. Hal ini haruslah terjadi
sebagai pemenuhan atas Firman Tuhan sendiri. Dan pada
pihak lain, manusia dipulihkan dengan penciptaan kembali
(ciptaan baru, 2 Kor 5:17), demikian juga langit dan bumi
mengalami penciptaan yang baru. Telah disaksikan bahwa:
Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab
langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan
laut pun tidak ada lagi (Why 21:1; bnd 2 Ptr 3:13). Firman ini
merupakan lanjutan dari apa yang telah dinubuatkan dalam
Yesaya 65:17: Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan langit
yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak akan
diingat lagi dan tidak akan timbul lagi dalam hati. Penebusan
manusia pada gilirannya berpuncak pada manusia baru yang
berada pada langit dan bumi yang baru. Dengan kata lain
manusia baru yang telah sama dengan Yesus sebagai gambar
Allah yang sesungguhnya akan berada pada langit dan
bumi yang baru itu.
Manusia pada zaman ini sedang berada pada dua sisi
mata uang yang tidak terpisahkan. Di satu sisi, proses
lenyapnya langit dan bumi yang lama sedang berlangsung,
dan pada saat yang sama pemulihan dan proses penciptaan
langit dan bumi yang baru sedang berlangsung pula. Sebagai
konsekwensi dari manusia yang jatuh ke dalam dosa, maka
manusia akan mati dan langit dan bumi akan lenyap. Pada
pihak lain Allah dengan kasihnya akan menciptakan manusia
menjadi manusia baru dan juga menciptakan langit dan bumi
yang baru.

91

Agama, Bumi dan Pasar

92

Jika langit dan bumi akan berlalu, apakah masih perlu


melestarikan dan memelihara ekologi? Dengan singkat dapat
dijawab, masih. Proses penebusan manusia lama menjadi
manusia baru juga berlaku bagi langit dan bumi yang lama
menuju langit dan bumi yang baru. Manusia dan semua
makhluk sama-sama mengeluh dan merasa sakit bersalin
menantikan pembebasan penuh dari Allah. Manusia
menantikan dirinya menjadi serupa dengan gambaran AnakNya (Rm 8:29), dan segala makhluk menantikan waktu
penyataannya sebab mereka juga akan ikut dimerdekakan dari
perbudakan (baca: kuasa dosa).
Manusia yang telah ditebus itu juga akan mengalami
kematian sebagai akibat dari dosa. Hal tersebut adalah
konsekwensi yang harus dilalui manusia untuk mewujudkan
perintah Allah dimana manusia yang melanggar perintah
Allah itu harus mati. Sebagai manusia baru yang telah ditebus
Yesus Kristus manusia itu akan memperoleh hidup baru,
hidup yang kekal, di mana Yesus Kristus akan mengubah
tubuhnya yang hina menjadi sama dengan tubuhnya yang
mulia (Flp 3:20-21). Pada saat yang sama mandat pemeliharaan
ekologi juga telah dipulihkan. Hal yang sama juga berlaku bagi
langit dan bumi dan segala isinya. Sebagai konsekwensi
kejatuhan manusia ke dalam dosa, langit dan bumi yang lama
akan berlalu dan langit dan bumi yang baru akan dijadikan
oleh Tuhan (Why 20:21).
Dalam masa penantian manusia baru yang sempurna
dan langit dan bumi yang baru yang sempurna, manusia
lama masih hidup dalam langit dan bumi yang lama. Dalam
masa inilah orang-orang percaya yang telah menerima hidup
baru melaksanakan mandat dan tanggungjawabnya sebagai
gambar dan rupa Allah yang terpanggil untuk memelihara dan

Agama, Bumi dan Pasar

melestarikan ekologi yang baik. Pada saat yang sama manusia


sedang memikul tanggungjwabnya atas dosa yang
ditimbulkannya, yaitu menerima tanah yang terkutuk untuk
diusahakannya. Manusia juga telah dicipta sebagai manusia
baru yang mempunyai moral baru untuk memperbaiki dan
memelihara alam yang sudah terkutuk itu agar tetap bisa
terpelihara bagi kelangsungan hidup manusia berdosa yang
telah ditebus melangsungkan kehidupannya sambil
menantikan penyataannya sebagai anak-anak Allah.
Manusia yang telah dipulihkan gambar dan rupanya
akan melaksanakan mandat penaklukan dan pemeliharaan
alam yang bermuara pada pemulihan ekologi. Sebaliknya
manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa dan tidak menerima
penebusan Kristus akan terus melaksanakan penaklukan yang
bermuara pada rusaknya ekologi. Oleh karena kedua karakter
kemanusiaan itu masih berlangsung di bumi maka perusakan
ekologi oleh keserakahan manusia masih berlangsung dan
pemulihan dan pemeliharaan ekologi di lain pihak juga sedang
berlangsung. Keduanya berjalan hingga menuju akhirnya
hingga langit dan bumi yang lama akan lenyap dan akan
diciptakan langit dan bumi yang baru. Pada saat yang sama
manusia lama akan lenyap dan manusia baru akan dilahirkan.
Orang percaya terpanggil untuk terus menerus mengusahakan
pemeliharaan ekologi dengan kesadaran bahwa pada saat yang
sama perusakan ekologi juga sedang berlangsung pada sisi
lain.
5. KETERLIBATAN GEREJA turut serta
Salah satu gereja anggota Lutheran World Federation
yaitu HKBP telah menyadari dengan sepenuhnya akan
pentingnya pemeliharaan lingkungan hidup. Hal itu telah

93

Agama, Bumi dan Pasar

dituangkan dalam Confessi HKBP Pasal 5 menyangkut


kebudayaan dan lingkungan hidup yang berbunyi:
Allah menciptakan manusia dengan tempat tinggalnya
dan tempat bekerja di dunia ini (Kej 1:5-15). Dialah yang
memeliliki semuanya, yang memberikan kehidupan
bagi semua yang diciptakanNya. Tempat manusia
bekerja adalah daratan, laut dan langit/ruang angkasa.
Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk memelihara dunia ini dengan tanggung-jawab penuh.13
94

Lingkungan hidup adalah sebagai tempat tinggal dan


tempat bekerja bagi manusia yang harus dipelihara dengan
tanggungjawab penuh. Hal ini sejajar dengan Martin Luther
yang melihat bahwa lingkungan hidup adalah ciptaan Allah
yang berhubungan langsung dengan manusia dan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya sendiri. Manusia
mendapat mandat untuk memelihara dunia ini dengan penuh
tanggungjawab sebagai tempat Allah memberikan kehidupan
bagi semua ciptaanNya.
Lebih dalam confessi tersebut menunjukkan bahwa karya
Yesus Kristus adalah karya keselamatan menyeluruh.
Disaksikan bahwa: Karya Yesus Kristus adalah membebaskan
manusia, segala makhluk dan juga dunia ini (Kol 1:15-20; Roma
8:19-33). Dengan ini: Kita menyaksikan tanggungjawab
manusia untuk melestarikan semua ciptaan Allah supaya
manusia itu dapat bekerja, sehat dan sejahtera (Mzm 8:4-10).14

13

Plaston Simajuntak dan Marudur Manalu (penyunting), Panindangion


Haporseaon, Pengakuan Iman HKBP, 19511 & 1996, Ktr Pusat HKBP,
Pearaja Tarutung, 2006, hal. 88
14
Plaston Simajuntak dan Marudut Manalu (penyunting), Panindangion...,
hal, 88.

Agama, Bumi dan Pasar

Bagian terpenting dari pengakuan HKBP tentang


lingkungan hidup adalah pembebasan manusia dilakukan
Allah secara bersama-sama dengan segala makhluk dan dunia
ini. Artinya pembebasan manusia bukanlah pembebasan
exclusif tetapi adalah pembebasan inclusif bersama-sama
dengan segala makhluk dan seluruh dunia ini. Dalam kaitan
itulah tanggungjawab pembebasan manusia senantiasa
berdampak positif pada pembebasan segala makhluk dan
seluruh ciptaan Tuhan. Pelestarian lingkungan hidup
berdampak besar atas kehidupan manusia, sehingga
pelestarian itu adalah serta merta untuk manusia agar dapat
bekerja, sehat dan sejahtera. Dengan pemahaman ini
kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan hidup. Kerusakan manusia adalah juga kerusakan
lingkungan hidup dan sebaliknya. Pembebasan manusia
adalah juga pembebasan lingkungan hidup dan sebaliknya.
Dengan tegas confessi HKBP melakukan perlawanan
terhadap hal-hal yang merusak lingkungan hidup.
Kita menolak setiap kegiatan yang merusak lingkungan, seperti membakar dan menebang pohon di hutan
atau hutan belantara (Ulamgan 5:20; 19-20). Kita
menentang setiap usaha yang mencemari air dan udara,
juga air limbah yang mengandung racun dari pabrikpabrik, karena tidak mempedulikan saluran air limbah
dan pencemaran udara, hingga merusak air minum dan
pernafasan manusia (polusi/pencemaran lingkungan),
bandingkan Mzm 104:1-23; Why 22:1-2).15

Dengan kesadaran keutuhan manusia dengan lingkungan


hidup maka dengan tegas Konfessi HKBP melakukan

15

Ibid

95

Agama, Bumi dan Pasar

96

perlawanan terhadap segala bentuk perusakan lingkungan


hidup, baik melalui perusakan hutan lewat penebangan yang
tidak seimbang maupun lewat pencemaran yang dihasilkan
racun-racun pabrik.
Artinya, penebusan ini akan berdampak langsung pada
penciptaan kembali (recreation) lingkungan hidup. Pola seperti
ini, sesungguhnya dapat dilihat dari narasi Nuh (air bah),
setelah penghancuran bumi dan segala isinya, Allah
menciptakan kembali bumi dan isinya menjadi baru (Kej
9:8-17). Selanjutnya, di sepanjang Perjanjian Lama (PL),
negeri atau tanah yang terancam hilang, akhirnya
diberikan kembali dalam keadaan baru kepada umat Allah.
Konsep ini terus berlanjut sampai Perjanjian Baru (PB), di mana
Kristus hadir dan membawa pembaruan kembali ciptaan-Nya
(recreation). Penciptaan kembali ini seharusnya dilihat dalam
kerangka perjanjian (covenant) yang Allah buat antara diri-Nya
dan manusia, yang kemudian dimateraikan dengan menaruh
busur-Nya (pelangi?) sebagai tanda perjanjian antara Allah dan
segala mahluk hidup yang ada di bumi.
6. Catatan Penutup
Penciptaan kembali (recreation) adalah hasil akhir dalam
seluruh proses penyelamatan Allah atas seluruh ciptaan-Nya.
Anugerah Allah berlaku bagi seluruh ciptaanNya. Penebusan
manusia sebagai gambar dan rupa Allah juga berdampak
positif bagi seluruh ciptaanNya. Allah berkenan memulihkan
manusia untuk berguna bagi penebusan masyarakat, segala
makhluk (Mrk 16:15) dan bumi ini. 16 Peranan manusia,
16

Michael, E., Witmmer, Heaven is a Place on earth, Grand Rapids:


Zondervan, 2004, hal. 188

Agama, Bumi dan Pasar

khususnya orang-orang yang diitebus Allah menjadi hal yang


sangat penting dalam proses pemulihan seluruh ciptaan.
Pemulihan manusia dan ekologi tidak dapat dipisahkan dari
konsep kehidupan kekal pada akhir zaman. Semua mahluk
akan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak
Allah (Rm 8:19-22) di dalam langit dan bumi yang baru
(Why 21:1-8). Proses penebusan atau penciptaan kembali yang
dilaksanakan Allah tidak berpuncak pada langit dan bumi
sekarang ini tetapi akan berpuncak pada langit dan bumi yang
baru yang diciptakan Tuhan. Dalam kaitan itulah Gereja dan
atau orang-orang percaya tetap melaksanakan mandat
pemeliharaannya selama langit dan bumi ini berlangsung
hingga menuju langit dan bumi yang baru.
Ekologi adalah bagian dari kehidupan orang percaya,
bukan saja untuk melangsungkan kehidupannya tetapi juga
sebagai sarana untuk memuliakan Allah melalui ketaatan akan
Firman Allah. Pemeliharaan ekologi pada dasarnya harus
dilandaskan pada penebusan Kristus dan manusia yang
tertebus. Umat manusia yang telah ditebus Allah mempunyai
otoritas Allah untuk memelihara dan menjaga ekologi untuk
pemulihan penilaian Allah yang menekankan Allah melihat
semuanya itu baik.

97

Agama, Bumi dan Pasar

Daftar Pustaka:

98

1. Barth, Ch. 2002, Theologi Perjanjian Lama 1, BPK Jakarta


2. Bowling, Andrew 1980. bwj. Theological wordbook of
the Old Testament. Vol. 1. Ed. Harris, RL, Archer Jr.,
GL, and Waltke, Bruce K. Chicago: Moody.
3. Breashears, Gerry 2000. Ecology, ecological
movement. Evangelical dictionariy of world missions. Ed.
Scott Moreau. Grand Rapids: Baker.
4. Dyrness, William [1991]. Are we our planets keeper.
Christianity today.
5. Gilkey, Langdon 1993. Nature, reality and the sacred: the
nexus of science and religion. Minneapolis: Fortress.
6. Kathehismus Martin Luther,
7. Plantinga Jr., Cornelius 2002. Engaging Gods world.
Grad Rapids: Eerdmans.
8. Schreiner, Susan E 1995. The theatre of his glory: Nature
and natural order in the thorught of John Calvin. Grand
Rapids: Baker
9. Simajuntak, Plaston dan Manalu, MaruduT
(penyunting) 2006, Panindangion Haporseaon,
Pengakuan Iman HKBP, 19511 & 1996, Ktr Pusat HKBP,
Pearaja Tarutung
10. Sitompul Einar, dkk (ed, Penerjemah) 2006, Globalisai
Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi, sebuah
dokumen Latar Belakang,, PMK-HKBP Jakarta,
11. Witmmer, Michael E 2004. Heaven is a place on earth.
Grand Rapids: Zondervan.

Agama, Bumi dan Pasar

Warga Lutheran Indonesia


Menyikapi Peran Ekonomi dan
Teknologi Dalam Proses Globalisasi
Ria B.W.S. Pardede-Sidabutar

PENDAHULUAN: LIBERALISASI PERDAGANGAN


SEBAGAI PERWUJUDAN GLOBALISASI PASAR.
Era Perdagangan Bebas yang dikenal dengan Globalisasi Pasar
perludipahami dengan baik oleh negara-negara anggota WTO
(World Trade Organisazion), termasuk Indonesia. Sejak 1995
Indonesia telah menjadi anggota WTO dengan diratifikasinya
semua perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral menjadi
UU No. 7 tahun 1994. Perjanjian tersebut mengatur tataperdagangan barang, jasa dan trade-related intellectual
property rights (TRIPS) atau hak atas kepemilikan intelektual
yang terkait dengan perdagangan. Dalam bidang jasa, yang
termasuk sebagai obyek pengaturan WTO adalah semua jasa
kecuali jasa non-komersial atau tidak bersaing dengan
penyedia jasa lainnya. Pengecualian ini meliputi bidang yang
merupakan peran pemerintah yaitu prasarana pekerjaan
umum, hukum, pertahanan dan jasa-jasa publik lainnya. Kita
harus mencermati bidang jasa, karena pendidikan, yang sangat
vital peranannya dalam mentransfer nilai-nilai dan jati diri
bangsa (van Glinken, 2004), serta pelatihan dalam GATS
menjadi komoditi yang tata perdagangannya diatur oleh
lembaga internasional, bukan oleh otoritas negara, ada detail-

99

Agama, Bumi dan Pasar

100

detail tertentu dalam mekanisme Era Perdagangan Bebas yang


perlu disikapi dengan semangat nasionalisme dan kritis oleh
masyarakat negara berkembang.
Negara-negara anggota WTO akan ditekan terus untuk
mematuhi General Agreement on Trade in Services (GATS)
yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa dan
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang
mengatur liberalisasi perdagangan sektor barang (merchandise). Obyektif dari GATS pada dasarnya diinspirasikan oleh
GATT, yang ditengarai telah sukses menciptakan sistem yang
terpercaya dan dapat diandalkan dalam perdagangan internasional untuk menghadirkan perlakuan yang sama (nondiscrimination) dan menghidupkan kegiatan ekonomi yang
memberi kepastian kebijakan dan pengaturan yang transparan
pada semua pelaku perdagangan.
Yang penting diamati tentang sektor jasa adalah,bahwa
walau sekarang ini sektor jasa merepresentasikan 60% dari
produksi dan lapangan kerja global namun secara BOP (Balance
of Payment), sektor ini tercatat hanya memberi kontribusi 20%
dari total nilai perdagangan global. Namun ratio tersebut dapat
mengecoh kita karena hanya merupakan rekam-posisi pada
masa tertentu yang telah lewat. Mengingat banyak kegiatan
jasa, yang selama ini aslinya merupakan kegiatan domestik,
telah bermobilitas internasional. Ini terus berlanjut selaras
dengan (i) perkembangan teknologi transmisi , misalnya Jasa
Electronic-banking, tele-health atau tele-education (termasuk telebible study), (ii) dihapusnya monopoli negara , misalnya atas
pembicaraan melalui telepon, jasa pos, (iii) reformasi pada
sektor-sektor yang ketat diatur negara (tightly regulated
sector), misalnya bidang jasa angkutan, hal-hal tersebut
dikombinasi dengan perubahan preferensi pengguna jasa

Agama, Bumi dan Pasar

(consumer preferences) sehingga menjadi Inovasi teknologi


dan regulasi yang meningkatkan nilai dagang dari jasa-jasa
yang menembus batas negara sehingga menumbuhkan
kebutuhan disiplin multilateral (antar negara).
Dalam tipologi yang digunakan oleh para ekonom,
kegiatan usaha dalam masyarakat dibagi dalam 3 sektor:
1. Sektor Primer mencakup semua industri ekstraksi hasil
pertambangan dan pertanian.
2. Sektor Sekunder mencakup industri untuk mengolah
bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk
manufactur dan utilities.
3. Sektor tertier mencakup industri-industri untuk
mengubah wujud benda fisik (physical services),
keadaan manusia (human services) dan benda simbolik
(information and communication services.
Aktifitas-aktifitas manusia dalam kegiatan usaha masyarakat
dalam tipologi tersebut yang awalnya bertujuan membentuk
sustainable community/society (meningkatkan kesejahteraan
manusia secara holistik-mencakup aspek sosial, budaya,
energy, ekonomi, lingkungan dan hampir semua ranah
kehidupan), ternyata dalam proses globalisasi dapat menjadi
bumerang terhadap kehidupan manusia.
Fakta dalam praktek-praktek globalisasi yang berjalan
sekarang adalah bahwa aktifitas ekonomi terlalu menekankan
segi komersialisasi sehingga membentuk kelompok-kelompok
elit ekonomi yang cenderung membentuk tatanan komunitas
berorientasi jangka pendek yang berlawanan dengan prinsip
sustainable community/society yang holistic yaitu tidak hanya
untuk menyelesaikan masalah sekarang tetapi menyelesaikan
permasalahan yang akan datang. Sustainable community/
society juga merupakan perwujudan sebuah hubungan sosial

101

Agama, Bumi dan Pasar

102

yang berkelanjutan, tetapi dengan terbentuknya kelompokkelompok elit yang mengedepankan ego individu atau kelompok, maka menyebabkan alienasi atau marjinalisasi terhadap
kelompok yang lebih lemah secara keunggulan ekonomi
ataupun teknologi.
Globalisasi telah berada dalam radar LWF dan direkam
dalam salah satu tema Musyawarah International LWF yang
ke X (2003) di Winnipeg, Canada (Commitment to transform
economic globalization). Tulisan ini dibangun dalam prespektif
mengangkat identitas Lutheran dalam rangka mengabarkan
Injil kepada semua makhluk dengan fokus yang sama
sepanjang zaman yaitu menghantar umat manusia kepada
keselamatan dari Allah Bapa melalui anakNya Jesus Kristus.Ini
suatu pergumulan gereja-gereja Lutheran untuk tetap mampu
bersuara nabiah ditengah arus perubahan luarbiasa yang
sedang berlangsung dan masih terus bergerak dipicu oleh
globalisasi.Identitas Lutheran adalah semangat diakonia , yang
mendasari berdirinya LWF (Lutheran World Federation) di
Lund, Swedia pada bulan July tahun 1947sebagai karya
kemanusiaan korban perang Dunia II dengan menyandang
komitmen bersama untuk mencari cara baru (new ways) untuk
membangun kehidupan bersama dalam persekutuan berlandaskan
kasih Kristiani. Suatu wadah ekspresi yang bernilai universal
yaitu kemandirian dan keberpihakan terhadap yang lemah dan
terpuruk karena berbagai ketimpangan dalam kehidupan.Ini
secara prinsip selaras dengan tujuan globalisasi yaitu membuka peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Globalisasi adalah salah satu stimulus dalam kehidupan.
Stimulus memicu perubahan dan perubahan adalah sesuatu
yang hampir abadi dalam kehidupan ini yang tidak dapat di-

Agama, Bumi dan Pasar

hempang. Yang harus dibangun adalah respons terhadap stimulus dengan menetapkan kriteria dan cara membangun sustainable community/society yang lentur (siap menghadapi proses
perubahan) untuk menghadapi Perdagangan Bebas. Ini memerlukan pengamatan dan penelitian yang tepat dan holistik.
Gereja adalah orangnya, oleh karena itu untuk memampukan gereja Lutheran merespons globalisasi maka semua
warga gereja dan pelayan gereja serta Sekolah Tinggi Teologia
Lutheran harus memahami konsep yang berkembang dan
mendasari kehidupan masyarakat dunia sekarang ini, agar
dapat mengaktualisasi pernyataan Martin Luther tentang dasar
Kekristenan (Sola Fide, Sola Gratia dan Sola Scriptura) melalui
kemampuan menganalisa perubahan yang terjadi di dunia dan
segi-segi dampaknya terhadap lingkungan dimana gereja
hidup maupun terhadap kehidupan komunitas gereja, untuk
mempersiapkan respons mental-spiritual serta pendidikan
yang efektif bagi warga gereja, pelayan gereja dan para teolog.
Bersikap kritis terhadap Globalisasi Pasar harus tetap
menghargai prinsip-prinsip pasar. Rancangan untuk merubah
penurunan kualitas kehidupan karena proses globalisasi tidak
dapat dilakukan kalau yang diharapkan adalah merubah
dasar-dasar dinamika pasar. Kita harus mengenal dan
menghargai keberadaan kita sebagai pelaku pasar, yang
cenderung untuk mencari peluang dipasar agar mendapatkan
produk dengan kualitas yang setara tetapi dengan harga yang
murah. Menghargai prinsip pasar bukanlah mengusulkan
pasar-pasar yang bebas tanpa aturan melainkan mengeksplorasi upaya-upaya mempengaruhi agar harga produksi
yang diintegrasikan dalam harga-harga pasar berwawasan
perilaku pasar yang berpihak kepada kesejahteraan kehidupan
bersama melalui prinsip lokalitas (mengoptimumkan sumber-

103

Agama, Bumi dan Pasar

104

daya dan kebijakan lokal) sehingga pilihan-pilihan pembelian


mengarah kepada hasil yang optimum.
Penulis mencoba mengupas pertanyaan pokok pada
tulisan ini Bagaimana warga gereja Lutheran di Indonesia
menyikapi peran Ekonomi dan Teknologi yang memotori
proses Pasar Bebas?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut
pembahasan akan dibagi dalam 4 bagian. Setelah Pendahuluan,
pada bagian pertama, akan dibahas perbedaan makna internasionalisasi dan globalisasi. Bagian kedua akan membahas
pengaruh ekonomi perdagangan bebas dan teknologi khususnya teknologi informasi terhadap Indonesia, lingkungan hidup
dimana gereja berada dan terhadap komunitas gereja. Bagian
Ketiga membahas berbagai pemikiran dan masukan sebagai
referensi untuk membangun respons warga dan gereja
Lutheran terhadap liberalisasi ekonomi dan informasi. Tulisan
ini akan ditutup dengan himbauan kepada Gereja untuk mempersiapkan warga gereja dalam menyikapi Era Pasar Bebas
agar tetap mampu untuk fokus mengabarkan Injil kepada semua makhluk sepanjang zaman melalui kesaksian dan kemampuan membangun kehidupan bersama, menggunakan pendekatan sustainable community/society, yang memiliki kriteria
dan cara membangun komunitas yang lentur meng-hadapi Era
Perdagangan Bebas, yaitu siap menghadapi ber-bagai proses
perubahan untuk menghantar umat manusia kepada keselamatan dari Allah Bapa dalam anakNya Jesus Kristus.
INTERNASIONALISASI DAN GLOBALISASI.
Internasionalisasi, menurut Scholte (2005), adalah salah
satupengertian globalisasi yang umum ditemukan dalam
literature. Dalam hal internasionalisasi masing-masing negara

Agama, Bumi dan Pasar

tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun


menjadi semakin tergantung satu sama lain. Semakin besar
volume perdagangan dan investasi modal, maka ekonomi
antar negara semakin terintegrasi menuju ekonomi global
dimana ekonomi nasional diresap dan diartikulasikan kembali
ke dalam suatu sistem melalui proses dan kesepakatan
internasional. Di Indonesia, budaya, agama, pengetahuan/
pendidikan adalah bidang kehidupan utama yang sejak dini
telah berkenalan baik dengan internasionalisasi, tidaklah
terlalu menyimpang bila disimpulkan bahwa keberadaan
Indonesia adalah buah dari internasionalisasi budaya, agama,
pengetahuan/pendidikan pada masa nenek moyang bangsa
Indonesia. Karena menyadari manfaat besar dan positif dari
internasionalisasi, hampir tidak ada negara yang dengan sadar
mau memisahkan dirinya dari arus internasionalisasi. Bahkan
dalam Pembukaan UUD 1945 tercantum jelas bahwa salah satu
tujuan pendirian Republik Indonesia amat dijiwai oleh
semangat internasionalisme yaitu .ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial..
Globalisasi, menurut Stiglitz (2003), merupakan interdependensi yang tidak simetris (a-simetris) antar negara, lembaga
dan aktornya.Interdependensi antar negara yang seperti
tersebut itu lebih menguntungkan negara yang memiliki
keunggulan ekonomi dan teknologi. Pada awalnya globalisasi
bertujuan untuk membuka peluang bagi negara-negara
berkembang untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui
perdagangan global yang pada dasarnya mencoba membangun harmonisasi kehidupan bersama di bumi ini, suatu
cita-cita yang luhur, in harmonia progressio (kemajuan dalam
keselarasan), yang bernilai spiritual dan mendidik untuk

105

Agama, Bumi dan Pasar

106

berbagi.Tetapi pada perwujudannya terjadi penyimpangan


kenyataan yang sangat jauh dari cita-cita tersebut, terjadi
proses disharmonia progressio karena motif humanitarian untuk
membangun kehidupan bersama telah menjadi motif proprofit yang mengedepankan ego individu atau kelompok
sehingga mengarah kepada eksploitasi kelompok yang miskin
akses atau miskin teknologi.
Globalisasi yang dimotori fundamentalisme pasar ini
menumbuhkan beberapa pertanyaan yang sangat perlu
memperoleh perhatian dari gereja. Pertama, apa peran gereja
(dan orang-anggota gereja) dalam proses globalisasi dan ketika
ekspansi globalisasi kapitalisme neo-liberal menjadi kenyataan? Kedua, bagaimana mengawal atau berkontribusi dalam
proses globalisasi kapitalisme, yang menurut Robertson (2003)
disebut sebagai globalisasi gelombang ketiga yang menawarkan peluang yang lebih menjanjikan,termasuk bagi Indonesiaagar kenyataan empiris yang terjadi adalah sebagaimana yang
diyakini oleh ahli ekonomi?
Globalisasi gelombang pertama oleh Gelinas (2003)
disebut sebagai Era Merkantilisme terjadi sekitar tahun 1000M
dan 1500M, dimana para pedagang dari Tiongkok dan India
mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (jalur
sutera) maupun jalan laut untuk berdagang diikuti dengan fase
dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika.
Disamping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang
muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama,
abjad, arisitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Globalisasi Gelombang Kedua dikenal sebagai Era Ekspansi
Kapitalisme Kolonial, pada masa ini terjadi eksplorasi dunia
secara besar-besaran dipelopori oleh bangsa Eropa, Spanyol,
Portugis, Ingris dan Belanda, diikuti revolusi industri yang

Agama, Bumi dan Pasar

meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. Berbagai


teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan
teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Kolonialisasi
yang berkembang membawa pengaruh besar terhadap difusi
kebudayaan di dunia yang memiliki karakter dan dinamika
yang sangat berbeda dari karakter dan dinamika globalisasi
yang kita hadapi saat ini dan di masa depan.
Logika yang mendasari ekspansi globalisasi gelombang
ketiga diturunkan dari ideologi neo-liberalisme, yang dalam
filsafat politik kontemporer memiliki afinitasnya dengan
ideologi libertanisme yang mendapat momentumnya ketika
perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh,
dimana seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme
adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia,
yang direntang melampaui batas ekstrimnya. Seperti halnya
dengan libertanisme yang membela kebebasan pasar dan
menuntut peran negara yang terbatas (Kymlycka, 1999:95),
neo-liberalisme percaya pada (i) pentingnya institusi pemilikan
privat dan efek distributive dari ekspropriasi kemakmuran
yang tidak terbatas oleh korporasi-korporasi transnasional, (ii)
pada superioritas hukum pasar sebagai mekanisme distribusi
sumber daya, kekayaan dan pendapatan yang paling efektif,
dan (iii) pada keunggulan pasar bebas, sebagai mekanismemekanisme sangat penting untuk menjamin kemakmuran dan
peningkatan kesejahteraan semua orang dan individu (Gelinas,
op.cit, 2003:24). Implikasinya, negara-negara di dunia mulai
menyediakan diri sebagai pasar bebas. Hal ini didukung oleh
perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi, sekat
antar negara mulai kabur. Neoliberalisme sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang
dipengaruhi oleh teori perekonomian neo-klasik yaitu:

107

Agama, Bumi dan Pasar

1)

2)
3)

108

Mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah
pada penciptaan Distorsi dan High Cost Eonomy yang
kemudian akan berujung pada tindakan koruptif
Fokus pada pasar bebas dan perdagangan bebas
Merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional
dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan
keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat dan melaksanakan modernisasi melalui
peningkatan effisiensi perdagangan dan aliran investasi
sebagaimana dicoba direfleksikan oleh grafik dibawah
ini (EFFECT OF TARIFFS):

Berkas ini berasal dari Wikimedia Commons dan mungkin digunakan oleh
proyek-proyek lain. Berkas ini berlisensi di bawah lisensi Creative
Commons Attribution 3.0 Unported Atribut: Austin Donisan

Agama, Bumi dan Pasar

Perlu dicatat bahwa untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neo-liberalisme berusaha keras untuk menolak atau
mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minim dan
hak-hak daya tawar kolektif lainnya. Neoliberalisme bertolak
belakang dengan sosialisme, proteksionisme dan environmentalisme. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi
perdagangan adil dan gerakan lain yang mendukung hak-hak
buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas
terbesar dalam hubungan internasional dan ekonomi.
Melalui regulasi yang dilakukan oleh tiga lembaga
multilateral yang oleh Richard Peet (2003) disebut sebagai The
Unholy Trinity (IMF, Bank Dunia dan WTO) dan dibawah
tekanan ekspansi globalisasi gelombang ketiga, perlahan-lahan
akan tetapi pasti, segala sesuatu yang berharga tidak dapat
dipertahankan dari komodifikasi (pendekatan komoditi) dan
komersialisasi sistem ekonomi global; termasuk air, bahan pangan,
kesehatan, karya seni, dan ilmu pengetahuan, pendidikan
apalagi teknologi. Beberapa kelompok globalis juga mengkritik
Bank Dunia dan IMF, menurut mereka kedua badan tersebut
hanya mengontrol dan mengalirkan dana secara Government
to Government (kepada negara), bukan kepada koperasi atau
perusahaan sehingga banyak pinjaman yang mereka berikan
jatuh ke tangan para diktator yang tidak menggunakan dana
tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyat dalam
lilitan hutang negara dan negara terkait terpaksa mengurangi
tingkat konsumsinya termasuk konsumsi barang impor,
sehingga tidak memenuhi tujuan kesejahteraan penduduk.
Misalnya konsentrasi pemanfaatan hutang Negara untuk
proyek-proyek teknologi tinggi yang kurang berkontribusi
kepada kesejahteraan rakyat misalnya di Indonesia sebagai
contoh adalah: produksi Kapal Udara CN 235. Semua itu terjadi

109

Agama, Bumi dan Pasar

110

terutama melalui proses marjinalisasi kekuasaan dan otoritas


negara-negara Dunia Ketiga di dalam pengaturan ekonomi
nasional mereka, yang terjadi dalam lima (5) tahapan perkembangan berikut (Gelinas, ibid: 31):
1) Deregulasi system keuangan internasional Bretton Woods,
yang terjadi sejak tahun 1971, dan yang mengubah semua
asset keuangan dunia ke dalam kapital spekulatif.
2) Deregulasi ekonomi Dunia Ketiga secara sistematik dan
bertahap, yang terjadi sejak tahun 1980-an melalui
program-program penyesuaian struktural (structural
adjustment) di bawah pengawalan IMF dan Bank Dunia
untuk mengintegrasikan negara-negara sedang berkembang ke dalam sistem pasar global.
3) Deregulasi stock markets yang terjadi sejak tahun 1986
untuk mengatur deregulasi stock markets di seluruh dunia.
4) Deregulasi produksi pertanian dan komersialisasi jasa
yang timbul sebagai konsekuensi dari perjanjian perjanjian
internasional.
5) Proliferasi kemudahan-kemudahan pajak dan perbankan
(tax and banking havens) sejak pertengahan tahun 1990an, yang telah menghasilkan separuh dari seluruh aliran
keuangan dunia terjadi melalui kemudahan-kemudahan
bebas hambatan dari semua bentuk kendala hukum oleh
karena kekuasaan publik mengikuti ketidak pedulian
kebijakan-kebijakan publik.
Kebijakan public di Indonesia, tentang otonomi daerah
telah menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang
memiliki pengaruh strategis dari segi tatanan politik,
hukum dan ekonomi. Bermula dari suatu keinginan untuk
memperbaiki proses partisipasi pembangunan daerah, dari
yang bersifat Top-Down menjadi Bottom-Up, maka pada

Agama, Bumi dan Pasar

tahun 1999 dikeluarkanlah UU No. 22/1999. UU tersebut


mengatur tentang pendelegasian kewenangan penyelenggaraan pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, dengan harapan suara masyarakat
mengenai kebutuhannya dapat lebih diperhatikan oleh
pemerintah daerahnya yang memiliki kewenangan yang
lebih otonom dalam mengelola kesejahteraan masyarakat.
Guna melancarkan pelaksanaan otonomi daerah, maka
dikuatkanlah pemerintah daerah dengan alokasi sumber
daya keuangan, yang lebih dikenal sebagai kebijakan
desentralisasi fiskal. Pada hakekatnya, melalui kebijakan
desentralisasi fiskal diharapkan bahwa pelaksanaan
otonomi daerah dapat terbiayai dengan memadai.Selain
itu pemerintah daerah juga memperoleh peningkatan
kemampuan perpajakan daerah (local taxing power),
dengan cara melakukan berbagai pungutan pajak dan
retribusi yang menjadi kewenangannya. Persolannya,
berbagai peraturan daerah (PERDA) pungutan saat ini
makin beragam dan dikeluhkan banyak pihak.Kondisi
semacam ini mungkin secara teori sudah dianggap berlebihan (excessive) yang cenderung menghasilkan kontra
produktif bagi perekonomian daerah dan nasional.
Disamping itu, berkaitan dengan pelaksanaan politik
luar negerinya, Indonesia mengambil bagian dalam AFTA
(ASEAN Free Trade Area), yang diputuskan pada tahun
1992, dengan tujuan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas (free trade area) sehingga mampu meningkatkan daya saing ekonomi kawasan tersebut. Secara
bersama-sama negara-negara ASEAN ingin membuat
kawasannya menarik bagi investasi internasional.
Kawasan ASEAN ingin ditawarkan sebagai suatu tempat

111

Agama, Bumi dan Pasar

112

produksi (production platform) yang berdaya saing tinggi


yangakan dicapai dengan cara membuat kawasan ini
menjadi kawasan perdagangan bebas, yaitu di mana
perdagangan dalam (intra) kawasan tidak mengalami
hambatan apa pun. Kawasan ASEAN bertolak dari
landasan bahwa perdagangan bebas menjamin ekonomi
dapat tumbuh dengan lebih cepat dan karena itu meningkatkan ketersediaan lapangan kerja dan pada gilirannya
meningkatkan pendapatan masyarakat, juga menjamin
bahwa penerimaan pemerintah, termasuk di tingkat
daerah, akan meningkat.
Sementara proses ini berlangsung, di dalam ekonomi
Indonesia sedang terjadi suatu perkembangan yang
berlawanan arahnya, di mana setiap pemerintah daerah
berupaya memaksimalkan penerimaan asli daerah (PAD),
proliferasi pajak dan retribusi cenderung terjadi di manamana. Pungutan-pungutan itu tidak hanya menyangkut
perdagangan antar-daerah tetapi juga terhadap kegiatan
ekonomi dalam daerah sendiri. Bahaya ekonomi biaya
tinggi sebagai akibat proliferasi peraturan daerah dalam
era otonomi daerah tidak dapat diatasi di tingkat lokal/
daerah. Persoalan ini merupakan persoalan nasional
karena dampaknya dirasakan secara nasional. Era otonomi
daerah di Indonesia sebaliknya mengandung bahaya
fragmentasi ekonomi dan peningkatan hambatan perdagangan dalam negeri (antar daerah) yang menghasilkan
ekonomi biaya tinggi. Dalam era otonomi daerah, keutuhan ekonomi nasional tetap merupakan prinsip pokok untuk
kokoh menghadapi kecenderungan tingkat global berupa
upaya negara-negara untuk membentuk kawasan per-

Agama, Bumi dan Pasar

dagangan bebas dengan berbagai proliferasi pajak demi


mempertahankan atau meningkatkan daya saing.
Dari bahasan bagian ini, antara internasionalisasi dan
globalisasi prosesnya serupa tapi semangatnya berbeda.
Substansi pendapat Scholte (2002) tentang literature umum
globalisasi sebagai internasionalisasi dimana ekonomi nasional
diresap dan diartikulasikan kembali ke dalam suatu sistem
melalui proses dan kesepakatan internasional, memberi
pengertian terjadi bahwa dalam internasionalisasi terjadi
interdependensi yang simetris sebagai proses win-win, sedangkan
globalisasi, dengan mengutip Stiglitz (2003), merupakan
interdependensi yang tidak simetris (a-simetris) antar negara,
lembaga dan aktornya, sehingga dapat disimpulkan sebagai proses
win-lose yang lebih menguntungkan negara yang memiliki
keunggulan ekonomi dan teknologi. Yang dibutuhkan oleh
negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah
peningkatan hubungan internasional yang simetris untuk
meningkatkan para pihak kearah yang lebih baik tanpa
kehilangan identitas terlebih kalau termarjinalisasi.
Pengaruh ekonomi perdagangan bebas dan teknologi
khususnya informasi terhadap Indonesia, lingkungan hidup
dimana gereja berada dan terhadap komunitas gereja.
Apa yang kita ketahui mengenai kehidupan? Menurut Janine
Benyus, seorang akhli biologi, kehidupan adalah menciptakan
kondisi-kondisi yang kondusif untuk kehidupan. Pada saat
ini, di Era Pasar Bebas, kita menghadapi kondisi-kondisi nonkondusif untuk kehidupan.

113

Agama, Bumi dan Pasar

114

Dalam berbagai phase globalisasi yang diamati oleh


Gelinas (2002) dan Robertson (2003), kita disadarkan bahwa
yang hakiki dibicarakan adalah phase perkembangan ekonomi
dan teknologi. Kita mengalami bankir-bankir yang gagal, yang
memberi nasehat kepada pembuat regulasi yang juga gagal,
tentang bagaimana menyelamatkan kegagalan asset. Disamping itu ada berpuluh ribu rumah tidak didiami sementara
ada berpuluh ribu orang ditelantarkan tanpa rumah. Selain
itu, manusia terus menerus menjadi satu-satunya makhluk di
dunia ini yang mengalami pengangguran.Dengan teknologi
internet (komputerisasi dan transmisi informasi) terjadi
masalah masalah kedaulatan negara maupun intervensi moral.
Dalam Era Pasar Bebas ini, banyak kegiatan Gross Domestic
Product (GDP) menjadi tindakan mencuri masa depan, dan
menjualnya sekarang. Kita melakukan eksploitasi kehidupan
demi pemenuhan profit dan komersialisasi masa kini sematamata, bukan untuk merestorasi kehidupan bersama yang
sejahtera dan berkesinambungan. Tujuan globalisasi untuk
membuka peluang bagi negara-negara berkembang meningkatkan kesejahteraan berwawasan kehidupan bersama yang
jangka panjang dan berkesinam-bungan, mengerucut hanya
pada perdagangan global.
Kesimpulan Paul Hawken (2010,Rev.Ed) adalah bahwa
ide komersialisasi dan pro-profit yang dominan memotori
proses globalisasi bukanlah semata mata komersialisasi, akan
tetapi cenderung merupakan kelemahan manusiawi (human
nature), yaitu ketidakmampuan untuk mengedepankan
kesejahteraan kemanusiaan (kebersamaan) yang bersifat
jangka panjang terhadap keuntungan moneter (ego) yang
bersifat jangka pendek. Menurut pengamatan Stiglitz (2003,
Ch.3) globalisasi berwajah fundamentalisme pasar yang dalam

Agama, Bumi dan Pasar

manifestasinya mengambil bentuk pasar bebas dengan


berbagai instrumen-nya, telah ditolak masyarakat Amerika
Serikat dan perumus kebijakan pada masa Pemerintahan
Clinton. Namun, globa-lisasi itulah yang justru dipaksakan
kepada negara-negara berkembang. Korban dari kebijakan
tersebut sudah berjatuhan karena industri pertanian negara
berkembang dan negara-negara Eropa Timur mengalami
kemunduran yang amat besar karena tidak mampu bersaing
dengan sektor pertanian negara-negara maju yang diproteksi
oleh pemerintahnya. Kenyataan empiris mereduksi tujuan globalisasi untuk pembentukan holistik sustainable community/
society sehingga menjadi sekedar pembentukan commercial
community/society yang menekankan komersialisasi ekonomi
global.
DAMPAK UMUM GLOBALISASI EKONOMI DAN
TEKNOLOGI
POSITIF
1
2
3
4
5
6

Produksi Global dapat ditingkatkan


Meningkatkan kemakmuran
masyarakat dalam suatu negara
Meluaskan pasar untuk produk
dalam negeri
Dapat memperoleh lebih banyak
modal dan teknologi lebih baik
Menyediakan dana tambahan untuk
pembangunan ekonomi
Mudah memperoleh informasi dan
ilmu pengetahuan

Mudah melakukan komunikasi

Cepat dalam bepergian (mobilitas


tinggi)

9
10
11

Menumbuhkan sikap cosmopolitan


dan toleran
Memacu untuk meningkatkan
kualitas diri
Mudah memenuhi kebutuhan

NEGATIF
Menghambat Pertumbuhan Sektor
Industri
Sektor Keuangan semakin tidak stabil
Memperburuk prospek pertumbuhan
ekonomi jangka panjang
Informasi yang tidak tersaring
Perilaku konsumtif
Membuat sikap menutup diri, berpikir
sempit atau berorientasi egois
Pemborosan pengeluaran dan meniru
perilaku buruk
Terpengaruh oleh hal yang tidak sesuai
dengan kebiasaan/ ancaman terhadap
budaya local
Ancaman kejahatan global (fedofilia,
perdagangan sex dll)
Ancaman ideologi (terror bom,
penyebaran isu SARA dll)

115

Agama, Bumi dan Pasar

116

Dari perspektif ekonomi, yang menjadi tantangan adalah


apabila kecenderungan pro-profit (kapitalisme) dipadu dengan
situasi persaingan bebas, maka yang terjadi adalah yang kuat
akan bertahan (hidup) dan yang lemah akan tersingkir (mati).
Hal ini dalam teori evolusi Darwin dikenal dengan istilah
survival of the fittest. Pada kerangka pemikiran Adam Smith
(1776) bila proses persaingan berlangsung tanpa monopoli atau
intervensi, maka prinsip survival of the fittest adalah konsekwensi logis suatu proses alamiah yang tidak membutuhkan
campur tangan pemerintah. Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan mengatasi seluruh konflik kepentingan dalam
masyarakat. Tapi pasar sempurna sangat teoritis, secara empiris tidak pernah ada. Pasar kerap di intervensi secara terbuka
atau terselubung, oleh pelaku pasar baik itu negara, swasta,
perorangan atau kelompok. Pada situasi pasar yang di
intervensi dengan tujuan mengontrol, maka pasar menjadi
ajang kapitalisme bukan lagi sekedar pasar dalam pengertian
sebagai ajang mekanisme tukar menukar barang, jasa, modal
lewat barter, uang, atau alat tukar lain yang bebas mengalir
tidak tersendat konflik kepentingan Ekonomi pasar sebagai
ajang tukar menukar yang bebas mengalir tidak tersendat
konflik kepentingan itu lah tujuan pemikiran globalisasi tetapi
pada kenyataan empirisnya, pasar globalisasi telah menjadi
ajang kapitalisme yang disimpulkan Stiglitz (2003), merupakan
interdependensi yang tidak simetris (a-simetris) antar negara,
lembaga dan aktornya, yang lebih menguntungkan negara
yang memiliki keunggulan ekonomi dan teknologi.
Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, menurut
Robertson (2003) globalisasi yang kita hadapi sekarang ini
merupakan globalisasi gelombang ketiga. Globalisasi pertama,
yang berlangsung dari abad ke 15 sampai abad ke 18.Pada ini,

Agama, Bumi dan Pasar

faktor pendaya guna utama (key agent of changes) adalah


empat kekuatan, yaitu kekuatan otot (muscle power), kekuatan
angin (wind power), kekuatan daya kuda (horse power), dan
kekuatan mesin uap (steam power). Era globalisasi pertama
didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa yang umumnya
menguasai keempat key agent of changes itu.
Era Globalisasi kedua, berlangsung dari abad ke 19 sampai
akhir abad ke 20. Faktor pendaya guna utama pada globalisasi
kedua itu adalah penemuan-penemuan di bidang teknologi
elektronika dan telekomunikasi. Pada masa ini, ditemukan
telegram dan telepon, yang diakhiri dengan penemuan di
bidang teknologi informatika yaitu personal computer dan
internet atau world wide web. Pada era globalisasi kedua ini
kemajuan teknologi elektronika dan telekomunikasi telah
memungkinkan jangkauan yang semakin mudah ke berbagai
tempat di penjuru dunia. Pada globalisasi kedua ini, dominasi
bangsa Eropa mulai berkurang dan perannya digantikan oleh
dominasi korporasi-perusahaan multinasional yang umumnya
menguasai key agent of changes di bidang teknologi elektronika dan telekomunikasi.
Globalisasi ketiga di era kita sekarang ini, dicirikan dengan
kemajuan teknologi informasi yang telah menjadikan dunia
tidak berjarak seakan semakin sempit, karena begitu mudahnya orang berkomunikasi dari berbagai belahan bumi manapun. Pendaya guna utama di era globalisasi ketiga adalah
teknologi informasi, khususnya yang diaplikasikan untuk
membuka berbagai akses global (global access). Jika globalisasi
kedua ditandai dengan dominasi berbagai perusahaan multinasional, maka globalisasi ketiga tidak lagi didominasi oleh
perusahaan multinasional saja akan tetapi oleh siapapun

117

Agama, Bumi dan Pasar

118

bahkan oleh individu asal dapat memanfaatkan akses global


untukmeraih berbagai peluang yang tersedia di era global.
Dari Perspektif Teknologi, penulis berpendapat bahwa
akses global melalui teknologi informasi/komunikasi yang
dipadu dengan transmisi informasi/komunikasi melalui
internet inilah yang menjadi tantangan terberat. Pada awal
sejarah, manusia bertukar pikiran melalui bahasa. Maka kalau
di pikirkan pada saat itu bahasa dapat di katakan Teknologi.
Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang
disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan
dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu hanya
sepanjang saat pengirim menyampaikan informasi tersebut
kepada orang lain. Karena dengan hanya menggunakan
bahasa, dalam hal ini dengan berkata-kata, isi informasi pasti
tidak akan tersimpan dengan lama di dalam pikiran manusia.
Selain itu, jangkauan dari suara untuk berkata-kata terbatas.
Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi
yang disampaikan lewat bahasa suara akan berdegradasi
bahkan hilang sama sekali.
Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar.Dengan gambar jangkauan informasi
bisa lebih jauh. Karena gambar ini bisa dibawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan
bertahan lebih lama. Contohnya beberapa gambar peninggalan
zaman purba masih ada sampai sekarang (mis. Peninggalan
budaya Aztec). Mungkin kita yang ada di zaman ini masih
dapat mengerti mengenai gambar dan lukisan-lukisan yang
dibuat oleh orang-orang pada zaman dahulu, untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Kemudian dengan
ditemukannya alphabet dan angka arabik, memudahkan
cara penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang

Agama, Bumi dan Pasar

sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu peristiwa


dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan
angka, seperti MCMXLIII diganti dengan 1943.Teknologi
dengan alfabet ini memudahkan dalam penulisan informasi.
Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman
informasi lebih cepat lagi. Sekarang muncul teknologi elektronik, seperti radio, tv, komputer mengakibatkan infor-masi
menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih
lama tersimpan.
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan
dan pengalaman.Bentuk umum komunikasi manusia termasuk
bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran.
Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau
tak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan
seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak
lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan
yang disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan
tersebut. Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak lama
dan termasuk barang antik, topik ini menjadi penting
khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi
digambarkan sebagai penemuan yang revolusioner, hal ini
dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat
seperti radio, televisi, telepon, satelit dan jaringan komputer
seiring dengan industrialisasi bidang usaha yang besar dan
politik yang mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi
mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi
pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya tetap.
Pekerjaan dalam komunikasi mencerminkan keberagaman
komunikasi itu sendiri. Mencari teori komunikasi yang terbaik
pun tidak akan berguna karena komunikasi adalah kegiatan

119

Agama, Bumi dan Pasar

120

yang lebih dari satu aktivitas. Masing-masing teori dipadang


dari proses dan sudut pandang yang berbeda dimana secara
terpisah mereka mengacu dari sudut pandang mereka sendiri.
Perkembangan dunia sangat cepat, terutama dalam
bidang media. Hampir setiap hari kita temukan perubahan
dan penemuan dalam media cetak, elektronik dan telekomunikasi. Banyak pengaruh yang ditumbuhkan oleh perubahan
dan perkembangan media tersebut, baik dampak negatif
maupun positif yang telah dirasakan dalam hidup masyarakat
modern. Namun perlu diterangkan bahwa pengetahuan
manusia berkembang sangat cepat sehingga sekarang ini
sesuatu yang ada di luar jangkauan manusia menjadi mungkin
dengan dikembangkan alat-alat mutakhir. Perkembangan ilmu
pengetahuan membuka peluang bagi manusia untuk terus
dituntut menjadi tidak puas mengenai suatu penyelidikan atau
penelitian. Sekarang ini semakin banyak alat teknologi menjadi
awal kebudayaan modernisasi saat ini.
Salah satu perkembangan media yang membuat
kemudahan dan keuntungan manusia, misalnya penggunaan
media telekomunikasi yang kita sebut HP (handphone).
Hampir setiap orang mempunyai media ini dengan berbagai
merek. Media ini memuat manusia dapat dengan mudah
berkomunikasi kapan saja, ke mana saja, dan kepada siapa
saja yang banyak mengandung resiko dan konsekuensi.
Dengan harga yang terjangkau dan pilihan yang banyak, setiap
orang bisa saja menggantinya kapan saja.Sayangnya kita hanya
bisa mengonsumsinya saja dan menjadi sasaran empuk bagi
para kapitalis media ini. Namun sekali lagi media ini membuat
perubahan besar bagi manusia baik terhadap gaya maupun
cara hidup. Orang modern sekarang ini selalu didampingi oleh
media ini. Hari-hari tanpa HP rasanya dunia ini sepi. Sehingga

Agama, Bumi dan Pasar

bisa dikatakan hidup kedua dari manusia ditentukan dan


tergantung dari HP. Semua segi dijembatani dan dimotori oleh
media HP sebagai sektor pelayanan kepada dunia. Apabila
kita membiarkan pengaruh media HP terus masuk dan menguasai hidup kita, maka akan menumbuhkan suatu persoalan
yang besar bagi segmen hidup manusia, dalam hal ini
kehidupan sehari-hari manusia.
Selain itu juga yang lebih berkembang dan berpengaruh
dalam kehidupan masyarakat adalah internet.Awalnya yang
menggunakan internet adalah militer AS. Dalam 20 tahun
terakhir, internet sudah mengalami banyak perkembangan.
Sejak mulai ditemukan, internet mengalami perkembangan
yang sangat cepat. Saat ini lebih dari 1,3 milyar orang di seluruh
dunia menggunakan jaringan internet. Pada prinsipnya
sekarang internet berfungsi sama seperti 20 tahun yang lalu.
Tetapi ada perbedaan yang sangat jelas yaitu sekarang di
internet ada elemen-elemen yang multimedia berupa musik,
foto, berbagai grafik, video dan permainan. Semua itu, 20 tahun
yang lalu belum bisa dibayangkan. Tahun 1993 internet
dibebaskan dari biaya apapun. Dengan demikian, internet
ketika itu dihadiahkan kepada masyarakat umum. Tetapi
nampaknya itulah kunci keberhasilannya. Jika peneliti itu
meminta biaya penggunaan yang tinggi, kemungkinan besar
internet tidak akan sepopuler seperti saat ini. Sebagai orangorang yang hidup di dunia modern ini, untuk menghadapi
pekembangan media yang begitu cepat dan begitu canggih,
kita sangat memerlukan penguasaan iptek dalam media dan
informatika. Apabila kita dapat menguasainya dengan baik,
maka alat media ini membantu kita dalam karya dan tugas
kita dalam rangka mengaktualisasikan iman kita dalam
perbuatan. Dengan kata lain, media saat ini dapat menjadi

121

Agama, Bumi dan Pasar

122

wahana yang paling canggih dalam membantu Gereja membawa keselamatan kepada manusia. Media dan informatika
dapat menjadi sarana pendidik bagi warga terpencil dan
sederhana untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat
untuk kehidupan mereka sehari-hari, meningkatkan produktifitas hidup maupun mencerdaskan untuk membuat inovasi
yang sesuai dengan lingkungannya.
Berbagai macam media seperti koran, film, radio, televisi,
komputer,internet dan alat-alat lain sejenisnya merupakan
penemuan teknologi. Multi media itu memberikan dan
mengomunikasikan (tanpa batas) berita, gagasan, informasi
dengan kecepatan yang luar biasa dalam kehidupan manusia.
Maka peran nabiah tentang komunikasi sosial dalam Gereja
sangat dibutuhkan bagi perkembangan Gereja di zaman
ini.Gereja handaknya akrab dengan budaya informatika seperti
faksimile, internet, sms, chatting,blogging, yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat luas. Perlu dicatat, Gereja juga bisa
membentengi diri dan menyaring media canggih ini. Sebab
walau ada sisi keuntungannya yang membantu Gereja, tapi
sisi ancaman terhadap moral, etika, estetika dalam kehidupan
perlu dijaga. Dalam budaya informatika yang baru ini.
Informasi tersedia dengan luas, baik yang berguna maupun
yang tidak bermanfaat bahkan yang merusak; semua masuk
dalam komunikasi sosial masyarakat dan warga gereja tanpa
hambatan dan penyaringan. Globalisasi informasi merupakan
proses yang berlangsung paling cepat karena kemajuan
teknologi media. Tujuan utama dari alat-alat komunikasi sosial
hendaknya membawa manusia pada komunikasi yang utuh
dan bebas yang menyuarakan kedamaian dan keadilan
sehingga membentuk manusia yang mempunyai kemauan
baik dan kasih yang nampak dalam kehidupan sehari-hari.

Agama, Bumi dan Pasar

Alat media komunikasi tidak boleh meyebabkan dekomunikasi. Maka pencarian kebenaran bagi orang lain dapat
dikomunikasikan dan ditransformasikan lewat media yang
diciptakan oleh manusia dengan kreatif, sebagai penemuan
yang inovatif untuk membawa manusia kepada kemanusiaan
yang dicitrakan oleh Allah, dan meneladani komunikator
keselamatan yaitu Yesus Kristus.
Berbagai pemikiran dan masukan sebagai referensi untuk
membangun respons warga dan gereja Lutheran terhadap
liberalisasi ekonomi dan teknologi informasi
Perkembangan globalisasi sebagai hasil dari perkawinan
kepentingan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi
membawa banyak persoalan. Warga gereja sebagai umat
beriman hendaknya arif dan bijaksana dalam menghadapi
peran ekonomi dan teknologi dalam Era Perdagangan dan
Pasar bebas sekarang ini. Adalah tugas para gembala untuk
mengajar dan membimbing umat sekalian, hingga mereka
memperoleh keselamatan dan kesempurnaan dirinya bersama
sesamanya. Selain itu, adalah tugas para awam untuk mengilhami ekonomi dan teknologi sebagai alat-alat, dengan sangat
manusiawi dan dalam semangat kristen, sehingga seluruh
harapan yang tinggi terhadap masyarakat dapat terjadi yaitu
sustainable community/society yang holistik, yang berwawasan keseimbangan dari aspek sosial, budaya, energy,
ekonomi, lingkungan dan ranah kehidupan terkait.
Dalam membicarakan Era Pasar Bebas dengan kenyataan
empirisnya, mau tidak mau kita dituntut untuk memiliki nilai
kompetitif untuk dapat berpartisipasi. Pada pendahuluan dari
tulisan ini dinyatakan bahwa Gereja adalah orangnya.Dalam

123

Agama, Bumi dan Pasar

124

kompetisi menghadapi globalisasi, Sumber Daya Manusia


memegang peranan yang sangat penting. Bila tidak siap maka
manusia Indonesia-dan pada gilirannya negara Indonesia-akan
tergilas oleh globalisasi. Negara negara berkembang menghadapi ancaman terhadap kesempatan kerja, bahkan dalam
situasi gagal alih teknologi, globalisasi akan menjadi ancaman
kedaulatan nasional karena Indonesia akan menjadi pasar
kapitalisme dan orang-orangnya menjadi penonton, tidak
berpartisipasi dalam proses globalisasi. Akan tetapi bila siap,
maka kita akan menjadi sang pemenang, atau paling sedikit
menjadi partisipan yang diperhitungkan. Hal berikut ini dapat
menjadi penggugah kesadaran dan membangun sense of
urgency kita tentang kesenjangan domestik (Indonesia) dengan
dunia global maupun tantangan access global yang terjadi:
1) Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada
di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya.
Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values)
yang dianut oleh masyarakat dan persepsi yang dimiliki
oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik yang
berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis dan
hal ini memicu persoalan moral antara lain: mengawal
keimanan dan dasar-dasar pengajaran gereja terhadap
ajaran-ajaran dan pemikiran yang tersedia bebas dalam
sarana dan prasarana access global; juga bahaya seksual
terhadap anak anak melalui penggunaan situs sosial
(facebook, twitter dll) dan lain sebagainya
2) Globalisasi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
sektor industri domestik karena tidak dapat menggunakan
tariff untuk memberi proteksi bagi industri lokal atau
industri yang baru berkembang. Salah satu contohnya
adalah permasalahan Petani lokal dalam menyikapi

Agama, Bumi dan Pasar

perusahaan agribisnis negara-negara maju terkait bibit


unggul versus benih lokal atau pupuk kimia versus kimia
atau proses padi menjadi beras yang menghilangkan
teknologi tradisional.
3) Bagaimana menjaga nilai dan jatidiri sebagai bangsa,
sebagai komunitas, dan sebagai keluarga terhadap informasi dan pengajaran yang tersedia dalam access global
(internet) yang belum difilter antara yang hoax (kebohongan) dengan berita/pengetahuan yang benar.
4) Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang
lingkungan hidup, krisis multinational, inflasi regional dan
lain-lain karena terjadi hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas dimana terbentuk dunia yang memiliki
status ontology sendiri (suatu pengetahuan/pembelajaran
yang mempunyai sistim baru tersendiri tentang persoalanpersoalan kehidupan/makhluk/negara) yang bukan
sekedar gabungan berbagai ontology negara-negara.
Selain tantangan yang dihadapi, access global juga membuka
kesempatan-kesempatan yang harus diraih agar menjadi
partisipan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang
dibawa oleh globalisasi.
1) Meningkatkan produksi global: Hal ini menganut teori
Keuntungan Komparatif dari David Ricardo yang
menengarai bahwa melalui spesialisasi dan perdagangan,
faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan
lebih efisien dan output dunia bertambah; sehingga
masyarakat memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan
perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan pembelanjaan dan
tabungan.

125

Agama, Bumi dan Pasar

126

2) Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara:


Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat
dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari
luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai
pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen
juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga
yang lebih rendah.
3) Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri: Perdagangan
luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara
memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam
negeri.
4) Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih
baik: Kebanyakan negara-negara berkembang menghadapi
masalah kekurangan modal dan tenaga akhli serta tenaga
terdidik yang berpengalaman, globalisasi membuka
kemungkinan bantuan investasi asing dan tenaga kerja
asing.
5) Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi:
Melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan asing
dan juga oleh perusahaan swasta domestik, pembangunan
sektor industri dan berbagai sektor lainnyanya berkembang. Untuk melakukan investasi , perusahaan domestik
sering memerlukan modal dari bank atau pasar saham.
Dana dari luar negeri , terutama dari negara negara maju
yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam
negeri dapat membantu menyediakan modal yang
dibutuhkan tersebut.
6) Meningkatkan kecerdasan bangsa: Dengan informasi yang
disalurkan melalui teknologi yang tepat guna yang sengaja
dikelola untuk mendidik rakyat (petani, nelayan, usaha
kecil dll), baik informasi lokal maupun informasi global

Agama, Bumi dan Pasar

maka kehidupan masyarakat local dapat ditingkatkan dan


memberi peluang untuk berpartisipasi dalam globalisasi.
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya
dengan globalisasi terdapat tiga posisi teoritis yang dapat
dilihat yaitu:
1) Para globalis yang percaya bahwa globalisasi adalah
sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata
terhadap orang dan lembaga diseluruh dunia berjalan.
Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan
lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global
yang homogen, meskipun demikian, para globalis terpecah
menjadi dua kelompok karena tidak memiliki pendapat
sama mengenai konsekuensi proses tersebut yaitu:
a. Globalis Positif: optimis dan menanggapi dengan baik
dan berpendapat bahwa globalisasi menghasilkan
masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab
b. Globalis pesimis: berpendapat bahwa globalisasi ada
sebuah fenomena negatif karena sebenarnya merupakan bentuk penjajahan barat (terutama Amerika
Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan
konsumsi yang homogeny yang terlihat benar dipermukaan. Beberapa dari kelompok ini membentuk kelompok menentang globalisasi (anti globalisasi).
2) Para Tradisionalis yang tidak percaya bahwa globalisasi
tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini
adalah sebuah mitos semata, atau jika memang ada, terlalu
dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme
telah menjadi sebuah fenomena internasional selama
ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanya-

127

Agama, Bumi dan Pasar

128

lah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi


dan perdagangan kapital
3) Para Transformasionalis,yang pemikirannya diantara
globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh
globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis.
Namun mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika
menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini
berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami
sebagai perangkat hubungan yang saling berkaitan
dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagaian
besar tidak terjadi secara langsung. Menurut mereka
proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif,
atau setidaknya, dapat dikendalikan.
Dalam summit APEC di Bogor tahun 1994, Indonesia dengan
berani menerima jadwal AFTA 2003 dan APEC 2010 dengan
menyatakan siap tidak siap, suka tidak suka, kita harus ikut
globalisasi karena sudah berada di dalamnya. Indonesia telah
memutuskan untuk merespons globalisasi, seluruh rakyat
Indonesia sebaiknya mengambil posisi teoritis sebagai Transformasionalis (yang tidak menyangkal namun punya keyakinan
untuk mengendalikan). Untuk menjadi transformasionalis kita
membicarakan perilaku manusia Indonesia dan Indonesia
sebagai arenanya (Habitat).Didalam pemikiran inilah kita
mengenal pengaruh ekonomi perdagangan bebas dan teknologi khususnya informasi terhadap Indonesia, lingkungan
hidup dimana gereja berada dan terhadap komunitas gereja.

Agama, Bumi dan Pasar

Himbauan kepada Gereja


Apakah perilaku orang Indonesia siap untuk menghadapi
globalisasi dan apakah Indonesia merupakan arena yang
kondusif, suatu Habitat in Harmonia Progressiobagi orang
Indonesia untuk menjadi pemenang atau partisipan yang
diperhitungkan, habitat yang membangun nilai kompetitif
Sumber Daya Manusianya yang pada akhirnya akan berkontribusi kepada nilai kompetitif Negara Republik Indonesia?
Upaya-upaya membangun nilai Sumber Daya Manusia
Indonesia meliputi manusianya dan institusi pendidikan serta
perangkatnya yaitu:
a) Membangun manusia Indonesia yang perilaku pemenang:
Menurut Kukuh & Mates (2009) secara sederhana kita
dapat mendefinisikan perilaku pemenang (winner) yaitu:
Adalah mereka yang berada di depan perubahan, terusmenerus meredefinisi bidang kegiatannya, menciptakan pasar baru, membuat terobosan baru, menemukan kembali cara-cara berkompetisi, menantang status
quo.
Pimpinan yang mau mendesentralisasi kekuasaannya
dan mendemokratisasikan strateginya dengan melibatkan berbagai orang baik yang ada di dalam maupun di
luar organisasinya dalam proses menemukan kiat
untuk menghadapi masa depan.
Untuk menghadapi globalisasi kita dapat menerapkan
Konsep pembangunan individu yang efektif dari Stephen
R. Covey (2008) tentang yaitu manusia yang mempunyai
(i) Karakter (ii) Kompetensi Dengan hadirnya manusia
yang berkarakter baik dan berkompetensi tinggi yang
dibuktikan dengan track-record nya maka diharapkan

129

Agama, Bumi dan Pasar

130

akan terjadi peningkatan sumber daya manusia Indonesia


untuk mampu menghadapi globalisasi.
b) Membangun concept dunia pendidikan Indonesia agar tangguh
menghadapi kendala dan tantangan. Pemerintah harus
membantu institusi pendidikan Indonesia untuk mampu
bersaing dengan berbagai pendidikan internasional
melalui pelatihan bagi guru-guru, membangun teknik
pembelajaran yang applikatif tidak sekedar berorientasi
akademis semata. Dalam upayameningkatkan kualitas
para tenaga pendidik, perlu juga sekaligus memberikan
perlindungan profesi pada mereka dalam bentuk progam
lisensi untuk memberi jaminan mutu pendidikan. Dan bagi
warganegara asing yang akan menjadi tenaga pendidik di
wilayah Republik Indonesia, selain harus menguasa
standar kompetensi guru yang sama juga diwajibkan
menguasai bahasa Indonesia.
c) Penguatan fungsi keluarga Indonesia dalam pendidikan anak
dengan penekanan pada pendidikan informal dan spiritual
sebagai pelengkap pendidikan formal anak di sekolah. Kita harus
hati-hati dan jangan gampang-gampang melemparkan
kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan
sektor-sektor lain dalam masrayakat. Mendidik harus
lintas sektor. Semakin besar kuantitas individu dan
keluarga, yang memiliki kesadaran tentang urgensi
peranan keluarga, maka akan terbentuk jaringan yang
semakin luas membangun sinergi yang akan mempercepat
tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa
Indonesia sehingga mampu bersaing di atas gelombang
globalisasi.

Agama, Bumi dan Pasar

d) Membangun connection antara pemerintah dan rakyat, antara


komunitas dengan komunitas dengan menempatkan common
enemy yaitu alienasi dalam proses globalisasi dan menuju
common purpose yaitu membangun sustainable
community/society yang holistik, yang berwawasan
keseimbangan dari aspek sosial, budaya, energy, ekonomi,
lingkungan dan ranah kehidupan terkait
Oleh karena itu untuk memampukan gereja Lutheran merespons globalisasi maka semua warga gereja dan pelayan gereja
dan Sekolah Tinggi Teologia Lutheran harus memahami
konsep yang berkembang dan mendasari kehidupan masyarakat dunia sekarang ini, sebagai common platform(sebagai
landasan bersama) dan mengaktualisasi pernyataan Martin
Luther tentang dasar Kekristenan (Sola Fide, Sola Gratia dan
Sola Scriptura) melalui visioning, repositioning strategy dan
leadership, didukungoleh kemampuan menganalisa perubahan
yang terjadi di dunia dan segi-segi dampaknya terhadap
lingkungan dimana gereja hidup maupun terhadap kehidupan
komunitas gereja untuk mempersiapkan respons mentalspiritual serta pendidikan yang efektif bagi warga gereja,
pelayan gereja dan para teolog.
Pengaruh globalisasi pada kehidupan domestik suatu
Negara perlu dikawal, dan untuk melakukan ini di Indonesia,
gereja juga harus memulainya dari dirinya sendiri dahulu.
Warga gereja Lutheran harus berperilaku pemenang, sekolahsekolah/institusi pendidikan gereja Lutheran tekun membangun individu-individu yang berkarakter baik dan berkompetensi tinggi yang dibuktikan dengan track record nya menghadapi kendala dan tantangan, keluarga-keluarga Lutheran
tekun dan setia di dalam iman melengkapi pendidikan anak

131

Agama, Bumi dan Pasar

132

anaknya dengan pendidikan informal lintas sektoral dan pembangunan spiritual, serta Gereja-gereja Lutheran di Indonesia
membangun koneksi dengan pemerintah, komunitaskomunitas dan kelompok masyarakat lainnya guna membangun sinergi kekuatan domestik non-politik yang digerakkan oleh semangat diakonia/Kristiani.
Diakonia, adalah terminology teologis dari bahasa
Yunani yang mencakup panggilan luas untuk melayani yang
miskin/papa dan tertindas. Platform semangat ini adalah
platform universal dan dapat menjadi pengikat sinergi masyarakat. Dalam berproses membangun dirinya, dan mengupayakan penerimaan platform universal semangat diakonia
di masyarakat, warga gereja Lutheran sebenarnya sedang
melakukan kesaksian sebagai individu maupun sebagai
komunitas gereja yang mempengaruhi lingkungannya dalam
menegakkan paradigma yang sesuai untuk perilaku pemenang
dan menjadi berkat untuk membangun habitat yang kondusif
bagi lingkungan dimana warga gereja dan komunitas gereja
berada.
Gereja juga perlu memikirkan landasan landasan ideal
dan pengaturan dalam bentuk tertulis dan mudah dimengerti
gereja dan warganya untuk menjadi landasan pemikiran dalam
mengatur penggunaan media yang canggih untuk memberdayakan umat manusia, antara lain mengatasi tantangan
empiris ekonomi global yang cenderung memarginalkan yang
lemah. Perkembangan media komunikasi yang begitu cepat
dan hebat itu perlu difilter atau disaring dengan berbagai cara
dalam kontekstualisasi pemahaman iman, yaitu Informasi dan
Komunikasi adalah mewartakan kabar sukacita Allah di
seluruh dunia, agar dapat menghantar umat manusia kepada
keselamatan.

Agama, Bumi dan Pasar

Daftar Pustaka:
-

Robertson, Robbie (2003), The Three Waves of Globalization


A History of Developing Global Consciousness, London
and New York: Zed Books

Stiglitz, Joseph E., (2003) Globalization and Its Discontents.


New York, W.W. Norton & Co.

Gelinas, Jacques B. (2003), Juggernaut politics:


understanding predatory globalization, London and New
York: Zed Books

Gomar Gultom, Editor (2003), Spiritualitas Pemberdayaan


Masyarakat, Bunga Rampai Tulisan, KSPPM

Scholte, J.A. (2005), Globalization, Second Edition: A critical


Introduction, McMillan Press Ltd

Thomas L. Friedman, 2005, The World is Flat, History of


the Twenty-first Century, Farrar, Strauss & Giroux

Terjemahan Dokumen Konsili Vatikan II

Wikipedia bahasa Indonesia

Paul Hawken (2010) The Ecology of Commerce

133

Agama, Bumi dan Pasar

Perempuan dan Pasar


Prof. Dr. Erika Revida Saragih, MS

134

1. PENDAHULUAN
Pembahasan dan pengkajian tentang perempuan dengan
berbagai permasalahan yang melingkupinya merupakan topik
yang menarik dan seakan tidak pernah habis habisnya. Hal
ini bukan saja disebabkan kompleksnya permasalahan yang
dihadapi perempuan dalam menjalankan perannya yang multi
fungsi baik sebagai warga negara, seorang isteri dan ibu
pencipta generasi muda yang menyangkut peluang, ancaman
dan tantangan, akan tetapi juga secara potensial baik dari sisi
kuantitas dan kualitas perempuan mulai diperhitungkan di
bumi persada nusantara ini.
Perjuangan kaum perempuan Indonesia untuk mendapatkan persamaan hak dan kedudukan dalam pembangunan pertama sekali dipromotori oleh ibu Raden Adjeng
(RA) Kartini yang dikenal dengan istilah emansipasi. Emansipasi adalah suatu gerakan untuk mengangkat harkat dan
martabat kaum perempuan sehingga dapat memberikan
sumbangsihnya dalam berbagai kehidupan. Emansipasi
dimaksudkan untuk pembebasan perempuan dari status sosial
ekonomi yang rendah dan terkungkung menjadi diberikannya
kebebasan untuk berkembang dan maju serta memiliki

Agama, Bumi dan Pasar

persamaan hak dan kewajiban dengan kaum laki-laki dalam


mengisi pembangunan.
Sungguh ironis nasib perempuan pada masa lalu.
Sebelum emansipasi diperebutkan, kehidupan perempuan
Indonesia sangatlah prihatin dan terbatas. Perempuan yang
masih remaja tidak diijinkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Fungsinya hanya terbatas
menjadi gadis pingitan yang menanti sang calon suami pilihan
orang tuanya. Demikian halnya dengan perempuan dewasa
yang sudah bersuami tugasnya hanya melayani suami,
mengurus anak, memasak dan harus patuh kepada suaminya.
Pokoknya, kehidupan perempuan ketika itu hanya menyangkut persoalan dapur, sumur dan kasur. Sejak dikeluarkannya
buku Habis Gelap Terbitlah Terang hasil ciptaan ibu RA
Kartini yang merupakan kumpulan catatan kecil curahan
hatinya kepada sahabatnya Abendanon, mulailah kehidupan
perempuan Indonesia berubah dan mendapatkan tempat yang
layak di Negara Indonesia.
Kini, kehidupan perempuan Indonesiapun mulai
mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat
dan signifikan dan bahkan hampir dapat disejajarkan dengan
posisi laki-laki. Perempuan Indonesia saat ini sudah masuk
dalam segala lini, pekerjaan, posisi maupun jabatan baik di
bidang sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Sudah ada
yang menjadi dokter, guru, polisi, hakim, jaksa, politisi,
pengusaha, supir bus Trans Jakarta dan bahkan ada yang
sudah pernah menjadi Presiden Republik Indonesia seperti
ibu Megawati Soekarno Puteri.
Namun, walaupun emansipasi sudah berjalan lebih dari
satu abad, dalam prakteknya hingga kini secara kasat mata,
perempuan Indonesia masih belum mendapatkan akses,

135

Agama, Bumi dan Pasar

136

peluang dan kesempatan yang seutuhnya seperti halnya lakilaki. Dengan perkataan lain masih banyak kebijakan pemerintah yang bias gender, hanya menguntungkan kaum lakilaki. Perempuan belum mendapatkan keadilan dan kesetaraan
yang benar-benar merata jika dibandingkan dengan laki-laki.
Ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami perempuan dalam berbagai bentuk ini secara langsung atau tidak
langsung sudah melumpuhkan peran perempuan dalam
pembangunan. Perempuan merupakan salah satu aset bangsa,
modal dasar pembangunan yang harus dimanfaatkan dan
bertanggung jawab terhadap kelangsungan pembangunan
dalam hal ini pembangunan pasar.
Perempuan dan pasar merupakan dua sisi mata uang
yang saling berkaiatan dan memiliki ketergantungan satu sama
lain. Bahkan ada yang mengindentikkan pasar dengan
perempuan. Bagaimana peran perempuan terhadap pasar dan
peran pasar terhadap perempuan merupakan pertanyaan yang
menarik untuk dikaji dan dibahas dalam tulisan ini.
2. PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN
Pembangunan adalah proses perubahan yang dilakukan secara
terus menerus dalam rangka perubahan ke arah yang lebih
baik, dari yang belum ada menjadi ada, dari yang kurang maju
menjadi semakin maju dan sebagainya. Setiap negara pasti
melakukan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuannya.
Pembangunan tidak dapat dilakukan oleh pemerintah
ansich. Pasti melibatkan banyak pihak, tua muda, laki-laki dan
perempuan tanpa kecuali. Semakin banyak orang yang terlibat
dalam pembangunan semakin baik kualitas pembangunan
tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2011),

Agama, Bumi dan Pasar

menunjukkan jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah


sebesar 230 juta. Dari jumlah itu terdapat sebesar 118 juta
perempuan dan selebihnya adalah laki-laki.
Jumlah penduduk perempuan yang besar ini sesungguhnya merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang
cukup dibanggakan dan dipehitungkan jika dapat dimanfaatkan dalam mengisi pembangunan. Bisa dibayangkan jika
separuh saja (50%) dari jumlah perempuan Indonesia ini benarbenar dimanfaatkan sebagai pelaku pembangunan yang aktif
dan produktif, maka dapat dipastikan negara Indonesia akan
menuju kejayaannya.
Sedemikian besarnya peran dan pengaruh perempuan
dalam pembangunan, sedangkan pemberdayaan perempuan
masih kurang maksimal dilakukan oleh berbagai negara
kiranya telah menyadarkan United States Agency for International
Development (USAID) untuk meluncurkan program Woment in
Development Approach (WDA) (Perempuan dalam pembangunan). Fakih, dan Ihromo (1996) menyatakan pemberdayaan
perempuan dalam pembangunan dapat memberikan
sumbangan ekonomi dalam pembangunan. Dengan demikian
sesungguhnya tidak ada alasan sama sekali untuk mengenyampingkan peran perempuan dalam pembangunan dan
program pemberdayaan perempuan merupakan suatu keharusan bagi pemerintah.
Selain itu, dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 27
ayat 1 tertulis bahwa Segala warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh ada
diskriminasi dalam bentuk apapun di negara kita baik antara
perempuan dan laki-laki, tua dan muda, suku, agama, ras dan

137

Agama, Bumi dan Pasar

138

juga golongan. Selanjutnya dalam pasal 28 ayat 2 dinyatakan


bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yg
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yg diskriminatif. Menyadari
akan hal ini, pemerintah Indonesia sendiri sebenarnya telah
menyepakati hasil konvensi konvensi Persatuan Bangsa
Bangsa (PBB) tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
terhadap perempuan yang disebut juga dengan Convention on
the Elimination of All Form of Discrimination Against Women
(CEDAW) pada tahun 1980.
Dalam Konvensi PBB tentang CEDAW disebutkan ada
12 bentuk diskriminasi terhadap perempuan, yaitu (1)
perempuan dan kemiskinan; (2) pendidikan dan pelatihan
perempuan; (3) perempuan dan kesehatan; (4) kekerasan
terhadap perempuan; (5) perempuan dan konflik bersenjata;
(6) perempuan dan ekonomi; (7) perempuan dalam kekuasaan
dan pengambilan keputusan; (8) mekanisme kelembagaan
untuk kemajuan perempuan; (9) hak asasi perempuan; (10)
perempuan dan media; (11) perempuan dan lingkungan hidup;
dan (12) anak perempuan. Untuk itu, pemerintah Indonesia
telah membuat berbagai kebijakan, program dan kegiatan yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan CEDAW tersebut
melalui pembangunan sifatnya sektoral maupun lintas
sektoral.
Selanjutnya, pemerintah Indonesia menetapkan Undangundang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Instruksi
Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam berbagai aspek kehidupan.
Namun, walaupun hasil konvensi CEDAW sudah
disepakati sejak lama dan peraturan pendukung lainnya sudah

Agama, Bumi dan Pasar

dirumuskan, namun dalam kenyataannya konvensi ini belum


berjalan secara maksimal. Praktek-praktek ketidakadilan dan
ketidaksetaraan serta tindakan diskriminatif terhadap kaum
perempuan masih saja terdengar yang sudah tentu sangat
bertentangan dengan visi pembangunan pemberdayaan
perempuan Indonesia.
Visi pembangunan pemberdayaan perempuan
Indonesia dan perlindungan anak adalah Terwujudnya
kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara (www.mennegpp.go.id). Visi ini
kemudian dituangkan ke dalam misi sebagai berikut:
a. Mewujudkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan
dan perlindungan anak
b. Memantapkan pelembagaan pengarusutamaan gender
dan anak
c. Meningkatkan peran masyarakat dalam pembangunan
pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan dan
perlindungan anak
d. Meningkatkan tata kepemerintahan yang baik di Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan.
Untuk mencapai misi ini pemerintah kemudian menuangkannya dalam bentuk program dan kegiatan pemberdayaan perempuan sehingga diharapkan perempuan Indonesia dapat memberikan kontribusinya yang terbaik bagi
pembangunan bangsa dan negara dalam berbagai sektor baik
sektor sosial budaya, politik, ekonomi dan pertahanan
keamanan. Apabila pemerintah tidak memberdayakan kaum
perempuan Indonesia, maka sesungguhnya yang rugi bukan

139

Agama, Bumi dan Pasar

140

saja kaum perempuan ansich, akan tetapi juga pemerintah itu


sendiri akan merasakan perempuan sebagai beban pembangunan dan tentunya akan kehilangan aset sumber daya
manusia yang potensial dan sebagai pelaku pembangunan
dalam rangka mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Parawansa (2003) menyatakan bahwa pendekatan
perempuan dan pembangunan (WDP) merupakan pendekatan
pembangunan yang ditujukan secara khusus kepada
perempuan. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan perempuan agar turut serta dalam proses
pembanguan secara serasi dan selaras sehingga memungkinkan perempuan mengejar ketinggalannya dari pria.
Kegiatan pembangunan dalam pendekatan pembangunan
WPD anta lain berupa proyek-proyek khusus perempuan yang
diarahkan pada upaya persolusian persoalan dan permasalahan perempuan.
Program dan proyek khusus perempuan dalam beberapa
segi kehidupan masih diperlukan terutama mengingat
kesenjangan antara pria dan perempuan masih sangat nyata.
Untuk itu diperlukan perhatian dan penanganan secara khusus
melalui proyek-proyek yang sasarannya hanya perempuan
(Women Spesific Projects). Proyek-proyek untuk mengejar
ketinggalan perempuan yang disebut proyek peningkatan
peran perempuan atau disingkat P2W, yang sampai saat ini
masih dilaksanakan khusus oleh beberapa Departemen dan
lembaga-lembaga non departemen serta organisasi kemasyarakatan lainnya.
Parawansa (2003) menambahlan bahwa gender dan
pembangunan (GDP) adalah pendekatan pembangunan yang
mengintegrasikan aspirasi, kepentingan dan peran laki-laki
dan perempuan yang memungkinkan perempuan mengejar

Agama, Bumi dan Pasar

ketinggatannya dari pria dan sebagai upaya mengubah


hubungan gender yang merugikan salah satu pihak menuju
hubungan gender yang selaras dan serasi.
Dalam pembangunan berdasarkan pendekatan gender
dicegah terjadinya kesenjangan hak, kedudukan dan
kesempatan berperan antara pria dan perempuan, serta sekaligus dihindari adanya upaya-upaya yang dapat merugikan
laki-laki atau perempuan. Sedangkan pelaksanaan pendekatan
GDP diarahkan pada upaya pengubahan ketidakseimbangan
hubungan kekuasaan antara pria dan perempuan dengan
memperhatikan kebutuhan dan potensi masing-masing.
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini sudah jamak
perempuan yang bekerja di sektor publik bukan hanya di
sektor domestik, baik sebagai pekerja maupun pelaku pembangunan di sektor formal maupun informal. Namun, walaupun mereka telah bekerja di sektor publik tetap saja tidak bisa
menghindarkan diri dari peran sektor domestiknya. Berdasarkan pengamatan kebanyakan kaum perempuan yang
bekerja di sektor publik mempunyai beban ganda. Demikian
halnya di sector informal dalam hal ini jenis usaha kecil dan
menengah (UKM) yang dominan digeluti kaum perempuan.
Data menunjukkan bahwa sebanyak 60% perempuan
merupakan pelaku UKM. UKM memiliki daya tahan yang
lebih kuat terhadap gejolak perekonomian. Karena itulah peran
dan kontribusi perempuan dalam pembangunan harus
menjadi perhatian serius dari pemerintah yaitu antara lain
dengan memberikan akses, peluang dan kontrol yang lebih
luas kepada perempuan untuk terlibat dan sekaligus memperoleh manfaat bagi program pemerintah dalam pembangunan
ekonomi.

141

Agama, Bumi dan Pasar

142

Namun faktanya menunjukkan bahwa pembangunan


seringkali tidak ramah (responsif) terhadap kaum perempuan,
malah cenderung diskriminatif dan memanfaatkan pekerja
perempuan sebagai alat produksi murahan antara lain dengan
memberikan upah yang murah, perbedaan pemberian upah
dengan laki-laki dan sebagainya. Kondisi ini diperparah lagi
dengan tindakan yang tidak rasional terhadap pekerja
perempuan antara lain dengan pemutusan hubungan kerja
(PHK) yang semena-mena dengan alasan yang tidak masuk
akal sehingga banyak pekerja perempuan yang justru
kehilangan pekerjaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia untuk
Indonesia pada tahun 1990, ditemukan bahwa wanita yang
bekerja sebagai pemimpin dan manajer suatu perusahaan
hanya sekitar 7 persen dari seluruh wanita yang bekerja,
sebagai tenaga profesional dan teknik sebesar 41 persen dan
sebagai tenaga administrasi dan penjualan sebesar 44 persen
(UNDP 1997).
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pemanfaatan
sumber daya manusia, di Indonesia masih terlihat adanya
lapangan pekerjaan tertentu yang sampai sekarang tidak
menerima atau tertutup terhadap kehadiran wanita untuk
terlibat bekerja di dalamnya yang mungkin disebabkan karena
alasan kodrat wanita. Namun, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
telah mentargetkan Rancangan Undang-undang tentang
Kesetaraan Jender bisa disahkan secepatnya, yaitu dengan
melengkapi Undang-undang Nomor 23/2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Inpres No 9/
2000 tentang Percepatan Pelaksanaan Strategi Pengarusutamaan Jender, Kepmendagri No 131/2003 tentang

Agama, Bumi dan Pasar

Pengarusutamaan Jender dalam Pembangunan Daerah, dan


Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia No 24/2010 tentang
Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia Yang Responsif
Jender.
Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia Indonesia
Tahun 2004 yang bertajuk The Economics of Democracy:
Financing Human Development in Indonesia, tertulis pentingnya
memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada
pembangunan manusia, terutama bagi kelompok perempuan.
Laporan itu menegaskan, pembangunan manusia merupakan
hak asasi manusia yang sangat penting untuk meletakkan
dasar yang lebih kokoh dan inklusif bagi pertumbuhan
ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan partisipasi politik
perempuan dalam jangka panjang.
Investasi terhadap pembangunan sumber daya manusia
(SDM) perempuan tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit,
akan tetapi pemerintah harus secara dini memahami bahwa
apapun namanya kalau untuk investasi SDM tidaklah dapat
mengharapkan hasilnya secepat seperti istilah makan cabe
yang ketika dimakan langsung terasa pedas, karena yang
menyangkut investasi manusia sangat memerlukan proses
yang relative panjang dan melibatkan banyak pihak.
3. PEREMPUAN DAN PASAR
Pasar adalah tempat bertemunya pemasok, penjual dan
pembeli. Barang dan jasa yang dibutuhkan manusia tersedia
di pasar. Pasar merupakan sektor yang dapat menumbuhkan
perekonomian nasional. Selain dapat meningkatkan penerimaan (devisa) bagi negara, pasar juga ditengarai dapat
mengurangi pengangguran, menciptakan lapangan kerja, dan

143

Agama, Bumi dan Pasar

144

mengurangi kemiskinan serta meningkatkan pendapatan


masyarakat.
Pasar dan perempuan mempunyai hubungan yang erat
dan resiprokal. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
keluarganya baik kebutuhan primer, sekunder dan tertier,
perempuan memerlukan pasar. Sebaliknya, pasar membutuhkan perempuan baik sebagai pelaku (subjek) maupun sebagai
objek. Hampir tidak ada pasar yang tidak melibatkan perempuan.
Di negara-negara sedang berkembang termasuk
Indonesia pada umumnya sebahagian besar perempuan lebih
banyak berada di pasar tradisional. Terbatasnya pengetahuan
dan keahlian, peluang, akses dan kontrol kaum perempuan di
sektor lainnya merupakan salah satu sebab perempuan
berkiprah di pasar tradisional.
Pasar merupakan sektor informal. Hasil penelitian yang
dilakukan Indrawati (2009) menyimpulkan bahwa keterlibatan
perempuan di sektor informal lebih banyak didorong oleh
faktor ekonomi keluarga. Kondisi ini dipengaruhi oleh 3 (tiga)
faktor yaitu disebabkan suami yang tidak memiliki pekerjaan,
suami tidak memiliki pekerjaan tetap, dan suami memiliki
pekerjaan tetap namun tingkat penghasilannya tidak
memenuhi standar kebutuhan hidup keluarga mereka.
Keterlibatan perempuan di pasar sesungguhnya menjadikan perempuan mempunyai beban ganda. Dengan demikian beban kerjanyapun menjadi dua kali lipat. Selain harus
bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga juga
bekerja di luar rumah (Fakih, 1996). Tidak jarang pula kadangkala sebahagian besar kaum perempuan membawa pekerjaan
domestiknya ke pasar.

Agama, Bumi dan Pasar

Walaupun perempuan sudah menjalankan perannya di


pasar, tidaklah berarti kemudian melepaskan tugas utamanya
sebagai ibu rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga tetap
dilakukan perempuan dan biasanya dilakukan pada saat
sebelum atau sesudah selesai melakukan aktivitas pasar.
Transaksi perempuan di pasar kiranya sudah membantah teori pembagian kerja secara seksual dalam keluarga
(Budiman, 1985) dimana laki-laki berfungsi sebagai pencari
nafkah (sektor publik) dan perempuan (isteri) mempunyai
tugas mengasuh anak, memasak, membersihkan rumah dan
sebagainya (sektor domestik).
Indrawati (2009) menyatakan bahwa pembagian kerja
secara seksual antara perempuan dan laki-laki pada beberapa
kasus memperlihatkan adanya perubahan dan perkembangan
yang signifikan yang memandang pembagian fungsi antara
laki-laki dan perempuan dalam suatu rumah tangga tidak lagi
harus bersifat kaku dan mutlak.
Perubahan peran ini dimungkinkan oleh berbagai faktor
yang mempengaruhi eksistensi kaum perempuan dan
mendorong atau memotivasi kaum perempuan untuk meningkatkan peran dan fungsinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih telah mendorong berkembangnya pandangan yang berbeda tentang peran kaum perempuan dalam
suatu komunitas di masyarakat, daerah atau negara dan
semakin meningkatnya kuantitas dan urgensi kebutuhan
hidup perempuan dan keluarganya.
Aktivitas perempuan di pasar merupakan salah satu
wujud keterlibatan perempuan di sektor publik. Keterlibatan
perempuan di pasar pada awalnya merupakan salah satu
upaya penanggulangan kemiskinan keluarga. Menurut data

145

Agama, Bumi dan Pasar

146

dari Badan Pusat Statistik (2011) tercatat bahwa jumlah


penduduk miskin Indonesia sebesar 30,02 juta jiwa dari jumlah
penduduk 237, 6 juta jiwa (BPS, 2010), sedangkan jumlah
pengangguran di Indonesia adalah sebesar 8,32 juta jiwa.
Dengan demikian diharapkan dengan terlibatnya perempuan
di sektor informal pasar dapat mengakibatkan multiplier effect
(efek ganda) terhadap upaya pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan ataupun setidaknya mengurangi pengangguran dan bahkan dapat membuka lapangan kerja baru bagi
orang lain dan sudah tentu menumbuhkan sektor perekonomian negara.
Pasar ditengarai merupakan sektor yang cocok untuk
kaum perempuan. Hal ini disebabkan selain relatif tidak
memerlukan pengetahuan, pendidikan dan keterampilan yang
tinggi, juga fleksibilitas waktu kerja yang tidak kaku. Perempuan dapat mengatur waktunya sendiri antara melakukan
transaksi pasar dan mengurus rumah tangganya.
Kemampuan perempuan di pasar diprediksi akan
semakin terasah. Ada beberapa hal yang menjadi dasar
kesesuaian perempuan bergelut di pasar antara lain
perempuan dinyakini lebih memiliki self marketing yang lebih
jitu jika dibandingkan dengan laki-laki terutama dalam
mempengaruhi (to influence) orang lain (pembeli) untuk datang
berulang membeli barang dagangannya.
Perempuan lebih memiliki hubungan emosional yang
lebih baik dengan orang lain (pembeli). Perempuan mempunyai kelebihan dalam menjalin networking (jejaring) yang kuat
sebagai salah satu cara jitu dalam menjalankan bisnis pasar.
Hal ini didukung oleh Saptandari (dalam Kompas, 8 Desember
2011) yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan pria,
perempuan memiliki keunggulan dalam hal networking.

Agama, Bumi dan Pasar

Perempuan memiliki keunggulan dalam segi jaringan pemasaran, karena memiliki pergaulan yang luas. Perempuan
memiliki kemampuan sosial dan mudah bergaul, sehingga
lebih mudah untuk bisa menjaring konsumen.
Kelebihan lain yang dimiliki perempuan berkaitan
dengan bisnis pasar adalah kemampuannya dalam mengemas
barang dagangannya. Perempuan lebih kreatif dalam mengemas barang dagangannya. Sebelum dijual ke pasar, perempuan
mengemas barang dagangannya sedemikian rupa dengan
kreativitasnya sehingga menarik dan menggoda konsumen
untuk membeli.
Di sisi lain, menurut Saptandari (dalam Kompas, 8
Desember 2011), perempuan dinilai lebih jeli melihat peluang
usaha, dan pandai melihat celah usaha dibandingkan dengan
Laki-laki. Terkadang hal-hal yang tidak terpikirkan oleh lakilaki dan dinilai merupakan langkah bisnis sepele, justru bisa
mendatangkan keuntungan dan kesuksesan yang luar biasa
jika dilakukan oleh kaum perempuan.
Ketekunan dan kegigihan perempuan dalam mengembangkan pasar hampir dapat dipastikan lebih unggul daripada
laki-laki. Nilai ini sesungguhnya merupakan salah satu modal
dasar untuk wirausahawan yang sukses. Hal ini didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan Peter Berry Consultant di
Australia menyimpulkan bahwa dari 1.800 perempuan dan
laki-laki Australia dalam jajaran direksi dan manajer ternyata
perempuan lebih memiliki strategic drive yaitu berani
mengambil resiko, dan lebih kompeten serta inovatif.
Ciri lainnya ditambahkan oleh Saptani (dalam Kompas,
8 Desember 2011) bahwa dalam berbisnis, perempuan dinilai
lebih tangguh dan tidak mudah putus asa ketika mengalami
kegagalan. Perempuan itu ibarat akar tumbuhan yang terus

147

Agama, Bumi dan Pasar

148

mencari cara untuk tumbuh dan sukses. Ketika menghadapi


kegagalan, perempuan memiliki daya juang (struggle for life)
yang tinggi dan lebih sabar untuk memulai segala sesuatunya
dari bawah. Seringkali ketika menghadapi masalah dalam
bisnis, perempuan lebih tangguh dalam mencari cara untuk
bisa bertahan dan mengesampingkan gengsinya untuk
memulai usahanya dari bawah dibanding dengan laki-laki.
Pasar yang maju sudah tentu sangat mendambakan
kehadiran perempuan yang memiliki jiwa kewirausahawan
yang tinggi. Jiwa kewirausahaan kaum perempuan antara lain
tampak dari keberhasilannya dalam mengelola pasar khususnya UKM.
Harus pula disadari bahwa Perempuan Indonesia,
dengan segala potensi dan kreatifitasnya sejak 1997, telah
memainkan peran penting dalam menyelamatkan perekonomian nasional yang hampir saja terperosok ke dalam jurang
krisis yang hampir saja memporakporanda-kan masa depan
perekonomian Indonesia. Usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang dikelola perempuan sudah terbukti mampu
menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi 1997, juga krisis
keuangan global 2008 yang juga berdampak sistemik terhadap
perekonomian kita.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa
aktivitas usaha perempuan di sektor informal telah ikut
menyumbangkan pendapatan kotor nasional (gross domestic
product/GDP) sebesar 55,6%. Dalam aktivitas informal usaha
mikro terdapat 51,21 juta unit usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM), dimana 60% di antaranya dimiliki atau dikelola
perempuan. Data Kementerian UMKM (2009) menunjukkan
bahwa usaha mikro yang mayoritas dikelola kaum perempuan
itu mampu menyediakan kesempatan kerja bagi 91,8 juta orang

Agama, Bumi dan Pasar

(97,33%). Oleh karena itu jelaslah kiranya bahwa sesunguhnya


kaum perempuan mempunyai sumbangsih yang signifikan
dan nyata dalam perekonomian Indonesia. Dengan demikian
bisa saja dinyatakan bahwa keterlambatan pembangunan di
Indonesia saat ini dapat disebabkan kurang diberdayakannya
kaum perempuan dalam pembangunan.
Walaupun telah terbukti secara nyata perempuan
mempunyai peran yang signifikan dalam perekonomian
khususnya dalam menggerakkan pasar bukanlah berarti
perempuan terlepas dari kendala/hambatan yang
melingkupinya. Akses, peluang dan kontrol perempuan
terhadap pasar masih sangat terbatas terutama dalam
mendapatkan modal dan kebijakan yang ramah terhadap
perempuan.
Pada umumnya permasalahan yang dihadapi perempuan dalam mengembangkan pasar dikemukakan oleh Sipan
(dalam Kompas, 7 Desember 2011) yaitu kurangnya pengetahuan, keterbatasan budaya, dan kurangnya akses ke pelayanan pinjaman. Selain kurangnya pengetahuan, keterbatasan
budaya dan kurangnya akses ke pelayanan pinjaman, juga
umumnya perempuan minim dalam mendapatkan informasi.
Terbatasnya kontrol dan bahkan sangat minimnya kebijakan
pemerintah untuk memfungsikan perempuan.
Kurangnya pendidikan dan pengetahuan menjadi
hambatan/penghalang utama yang melekat dalam tubuh
perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan dan
pengetahun perempuan masih lebih rendah daripada kaum
laki-laki. Hatta (dalam Tabloid Nova, 22 Desember 2008)
menyatakan bahwa tingkat pendidikan perempuan di
Indonesia masih cukup rendah. Penyebabnya bukan sematamata ketidakmampuan menjangkau biaya pendidikan,

149

Agama, Bumi dan Pasar

150

melainkan juga karena kurangnya akses serta pengaruh


lingkungan keluarga. Sebagian masyarakat Indonesia, masih
ada yang beranggapan perempuan sebaiknya fokus mengurus
keluarga. Perempuan tidak perlu mengemban pendidikan
tinggi, cukup di tingkat SD dan SMP. Hatta menambahkan
bahwa jika dilihat dari tingkat buta huruf penduduk Indonesia
jumlah perempuan buta huruf dua kali lebih banyak dibandingkan pria (dalam Tabloid Nova, 22 Desember 2008). Data
dari Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan perempuan Indonesia hingga kini masih rendah.
Terbatasnya akses perempuan dalam memperoleh
informasi setali tiga uang dengan minimnya pendidikan dan
pengetahuan perempuan sehingga secara langsung atau tidak
mempengaruhi kemampuannya dalam mengakses sarana
teknologi informasi yang canggih juga menjadikan kesulitan
bagi perempuan dalam mendapatkan dan meningkatkan
pengetahuannya tentang peluang dalam mengembangkan
pasar. Motik (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi
informasi, pemanfaatan barang-barang yang ada disekitar kita
dan pemanfaatan peluang dan kesempatan yang ada
merupakan faktor-faktor yang akan mendukung keberhasilan
dalam berwirausaha.
Keterbatasan lainnya yang dimiliki kaum perempuan
berkaitan dengan pasar adalah dalam mendapatkan modal
usaha yang seluas-luasnya. Untuk mendapatkan modal usaha
terutama melalui perbankan, seorang perempuan harus
mendapat persetujuan kepala keluarga (suaminya) dan harus
memiliki surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Untuk dapat
mengurus IMB, maka harus memiliki sertifikat rumah/tanah,
sedangkan sebahagian besar perempuan yang bergelut di

Agama, Bumi dan Pasar

pasar tradisional tidak memiliki rumah sendiri (masih


ngontrak).
Selain itu, maraknya mall, super market ataupun hyper
market merupakan salah satu kebijakan yang kurang
memfungsinya perempuan di pasar tradisonal dan bahkan
secara langsung atau tidak akan mematikan pasar tradisional
yang sebahagian besar dilakukan oleh perempuan. Sistem
kapitalisme ini secara langsung ataupun pelan-pelan akan
menjadikan perempuan Indonesia lumpuh di pasar tradisional
dan terpaksa beralih ke pasar modern yang dijadikan dan
diperalat sebagai icon bisnis untuk mengeruk keuntungan
perusahaan-perusahaan besar tersebut. Ini menjadikan
permpuan Indonesia tidak mandiri.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam pasal 4 PP tersebut
tertulis bahwa Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern
seperti mall, super mall dan hyper market wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat, keberadaan
pasar tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada
di wilayah yang bersangkutan dan memperhatikan jarak antara
mall, super market dan hypermarket dengan pasar tradisional
yang telah ada sebelumnya, dalam prakteknya jauh dari
harapan.
Hambatan lainnya dihadapi perempuan dalam mengembangkan pasar adalah dalam hal memperoleh akses untuk
mendapatkan modal keuangan dari lembaga-lembaga keuangan formal maupun informal. Dalam hal memperoleh ijin
perizinan usaha, salah dokumen penting yang harus dilengkapi antara lain harus ada Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Seringkali perempuan tidak memiliki NPWP. Dalam men-

151

Agama, Bumi dan Pasar

152

dapatkan kredit usaha salah satu dokumen yang diperlukan


adalah adanya Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan memiliki
ijin usaha perdagangan, sementara perempuan masih lebih
banyak yang tidak memiliki bangunan sendiri (ngontrak)
sehingga mengakibatkan perempuan tidak bisa memperoleh
kredit usaha. Namun bagi perempuan yang sudah berpendidikan tinggi dan memiliki jumlah harta kekayaan yang
cukup, persoalan IMB tidak menjadi hambatan yang berarti.
Hal ini disebabkan, perempuan yang memiliki pendidikan
yang relatif tinggi mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kekuasaan dalam pengambilan keputusan terutama
dalam pencantuman nama atas bangunan yang dimiliki
keluarga.
Kesulitan dalam mendapatkan IMB ini bagi perempuan
sector informal dalam hal ini akan mengakibatkan kesulitan
terutama dalam mendapatkan ijin usaha yang berdampak
pada (1) tidak terdata sehingga dianggap tidak berkontribusi
dalam perekonomian makro, (2) kesulitan mengakses kredit
di lembaga keuangan formal, dan (3) karena tidak terdata maka
tidak masuk dalam training-training atau pelatihan-pelatihan
yang diberikan oleh pemerintah (Yulia, dkk dalam
www.akatiga.org)
Demikian halnya di rumah tangga, kontrol perempuan
terhadap usahanya masih lemah. Dalam banyak kasus
memperlihatkan indikasi bahwa usaha yang semula dirintis
oleh perempuan kemudian diambil alih oleh laki-laki (dalam
hal ini suaminya), terutama saat usaha tersebut mulai berkembang atau meningkat. Akibatnya peranan perempuan
yang semula menjadi pemilik dan pengelola usaha kemudian
bergeser hanya menjadi karyawan atau tenaga kerja yang tidak
dibayar (Brigham and Michael, 2002). Bergesernya peran

Agama, Bumi dan Pasar

perempuan dari pemiliki menjadi pengelola sangat mempengaruhi kekuasaan (power) perempuan dalam pengambilan
keputusan berkaitan dengan pengelolaan usahanya.
Dalam laporan akatiga (www.akatiga.org) disimpulkan
bahwa seorang perempuan bahkan tidak dapat memutuskan
lokasi usahanya sendiri. Ketika perempuan menginginkan
pemasaran yang lebih luas di luar arena rumah, suaminya tidak
mengizinkan. Suaminya hanya mengizinkannya berusaha di
rumah sehingga akses perempuan terhadap pasar menjadi
semakin sempit yang berdampak pada usaha yang ditekuninya
sepi pembeli dan akhirnya gulung tikar.
Dengan demikian sesungguhnmya permasalahanpermasalahan/hambatan-hambatan yang dihadapi kaum
perempuan dalam menggerakkan pasar berasal dari sisi
internal dan eksternal.
Secara umum upaya yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan perempuan berkaitan dengan
pasar antara lain:
a. Peningkatkan Pengetahuan dan keterampilan dalam bisnis
pasar
Kemampuan, keterampilan kaum perempuan dalam
berbisnis pasar perlu terus menerus diasah dan
ditingkatkan baik melalui pendidikan informal dan
nonformal seperti kursus-kursus dan pelatihan yang
berkesinambungan. Jenis kursus dan pelatihan dapat saja
menyangkut pengetahuan tentang kewirausahaan,
teknologi infomasi dan sebagainya. Pelatihan dan kursus
kewirausahaan secara komprehensif, mulai dari motivasi
berusaha, manajemen usaha, dan hal lainnya seputar
kewirausahaan untuk wanita. Dengan pelatihan ini
diharapkan sebagai pemicu untuk dapat meningkatkan

153

Agama, Bumi dan Pasar

154

kompetensi kaum perempuan. Spencer dan Spencer (1993)


menyatakan kompetensi adalah karakter mendasar dari
seseorang yang menyebabkan seseorang sanggup
menunjukkan kinerja yang efektif atau superior di dalam
suatu pekerjaan atau karakter yang memberikan kontribusi
terhadap kinerja menonjol dalam suatu pekerjaan.
Kompetensi merupakan faktor kunci dan mendasar yang
harus dimiliki perempuan sebagai seorang Best Sellers di
pasar. Kompetensi mempunyai dampak yang jauh
terhadap perempuan bisa menimbulkan motivasim sifat,
citra diri dan peran sosialnya.
b. Konsultasi dan Pendampingan
Bertambahkan pengetahuan dan keterampilan
perempuan, maka upaya selanjutnya yang diperlukan
adalah mengadakan konsultasi dan pendampingan
terhadap perempuan yang bergerak di bidang pasar.
Wujudnya dapat dilakukan melalui pengadaan klinik
wirausaha perempuan yang bertugas menampung dan
memberikan pengetahuan dan konsultasi terhadap
permasalahan yang dihadapi perempuan dalam
menggerakkan pasar baik yang menyangkut permasalahan
internal maupun eksternal perempuan yang berkaitan
dengan strategi pengembangan pasar. Klinik wirausaha
perempuan ini dimaksudkan untuk memberikan
pendampingan dan terapi dan bila perlu mengupgrade
kemampuan perempuan yang bergerak di bidang usaha
pasar.
c. Membuka akses yang seluas-luasnya terhadap informasi,
peluang dan kontrol di bidang pasar.
Keran akses, peluang dan kontrol perempuan terhadap
pasar perlu dibuka seluas-luasnya agar tidak menghambat

Agama, Bumi dan Pasar

perempuan dalam menggerakkan pasar. Perempuan perlu


diberi akses, kesempatan dan peluang yang sama dalam
mendapatkan hak dan kewajiban berkaitan dengan pasar.
d. Memberikan keringanan persyaratan untuk mendapatkan
modal usaha bagi perempuan antara lain melakukan
penyederhanaan prosedur dalam mendapatkan ijin usaha
perdagangan/industry dan mendapatkan pinjaman modal
melalui perbankan.
e. Membuat kebijakan pasar yang ramah (responsive)
terhadap kaum perempuan antara lain dengan membatasi
jarak antara pasar tradisonal dengan pasar modern dan
mengurangi menjamurkan mall, super mall, hypermarket
yang dapat menghancurkan/mematikan pasar tradisional
yang lebih banyak didominasi kaum perempuan.
4. KESIMPULAN
Perempuan dan pasar merupakan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan dan saling membutuhkan satu sama
lain. Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dipaparkan berkaitan dengan Pasar dan Perempuan, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a. Perempuan merupakan asset dan modal dasar untuk
menggerakkan pasar
b. Perempuan mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu
dalam menggerakkan pasar, sehingga kontribusi perempuan dalam menggerakkan pasar tidak boleh dipandang
sebelah mata
c. Keterlibatan perempuan di pasar, secara umum selain
dapat menambah penghasilan keluarga dan masyarakat,
juga dapat mengurangi pengangguran, menciptakan

155

Agama, Bumi dan Pasar

156

lapangan kerja baru dan berdampak pada pengentaskan


kemiskinan.
d. Akses, kontrol dan evaluasi perempuan dalam
mengembangkan pasar harus dibuka seluas-luasnya
sehingga perempuan dapat memberikan kontribusinya
yang terbaik bagi pembangunan pasar.
e. Keberhasilan perempuan dalam mengembangkan pasar
akan sangat tergantung pada komitmen dan kemauan
(willingness) pemerintah Indonresia yang sungguhsungguh untuk memberdayakan kaum perempuan dan
bukan hanya bersifat lipservice belaka. Semoga..!!!

Agama, Bumi dan Pasar

DAFTAR PUSTAKA
1.

Badan Pusat Statistik. 2011. Profil Kemiskinan di Indonesia.


Jakarta.

2.

Budiman, Arif. 1985. Pembagian Kerja Secara Seksual. Jakarta:


PT. Gramedia.

3.

Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial,


Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

4.

Ihromi, Tapi Omas, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti


Luhulima. 2006. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita.
Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit PT Alumni.

5.

Indrawati, Surachmi. 2009. Perempuan di Sektor Informal (Studi


Kasus Pedagang Sayur di Sekitar Pasar Terong Kota Makassar).
Jurnal Hipotesis Tahun ke-1 No.2. Makassar: Universitas
Sarewigading.

6.

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang


Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam berbagai aspek
kehidupan. Jakarta: Sekretariat Negara.

7.

Kepmendagri No 131/2003 tentang Pengarusutamaan Jender


dalam Pembangunan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.

8.

Kompas, 7 Desember 2011 dan 8 Desember 2011

9.

Motik, Dewi. 2010. Pengembangan Kewirausahaan


Perempuan Menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN 2015.
Makalah. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Republik
Indonesia.

157

Agama, Bumi dan Pasar

10. Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2007 tentang


Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern. Jakarta: Sekretariat Negara.
11. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia No 24/2010 tentang
Model Perlindungan Perempuan Lanjut Usia Yang Responsif
Jender. Jakarta: Sekretariat Negara.

158

12. Parawansa, Khofifah Indar. 2003. Pemberdayaan Perempuan


dalam Pembangunan Berkelanjutan. Makalah. Jakarta:
Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia.
13. Sudarwati, Lina. 2003. Wanita dan Struktur Sosial. Makalah
Medan: FISIP USU
14. Tabloid Nova, 22 Desember 2008. Jakarta.
15. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
16. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan. Jakarta: Sekretariat Negara.
17. United Nation Development Project (UNDP). 1997. Laporan
Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta: Bank Dunia.
18. Undang-undang Nomor 23/2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta: Sekretariat
Negara.
19. www.akatiga.org/index.php/artikeldanopini/usahakecil

Agama, Bumi dan Pasar

Bio Data Penulis


1. Prof.DR Erika Revida Saragih, MS
Lahir di Simalungun, 21 Agustus 1962.
Bekerja sebagai Dosen FISIP USU Departemen Ilmu
Administrasi Negara, sementara jabatan akademik adalah Guru
Besar Administrasi Negara FISIP USU Medan. Gelar Profesor
didapatkan pada tahun April 2007.
Beliau banyak menyampaikan ilmu dibidang social. Ibu yangsejak
mahasiswa di USU mendapat gelar mahasiswa teladan, bahkan
sampai menjadi Dosenpun tetap sebagai dosen Teladan.
Kini kesibukan di USU ditambah lagi dengan bolak-balik Siantar
Medan, sebagai Direktur Pasca Sarjana Universitas
Simalungun.
Aktif sebagai jemaat GKPS dan juga sebagai anggota Tim
Penelitian di PGIW Sumatera Utara.
2. Ria B.W.S Pardede-Sidabutar
Ibu dari dua orang putera yang sedang bertumbuh menginjak
dewasa ini berkecimpung pada World Bank. Bidang yang
ditekuninya adalah Business Administration. Pengalaman yang
banyak di beberapa Bank sebagai adviser, manager, trainer,
commissioner membuat beliau semakin menyadari talenta yang
diperolehnya dari Tuhan. Sebagai seorang isteri pendeta, beliau
juga harus mengesampingkan kariernya dan mendampingi
suami. Namun tetap aktif dalam gereja dan beberapa kali terlibat
dalam pertemuan-pertemuan International sebagai utusan dari
HKBP. Kegiatan International yang diadakan oleh Lutheran
World Federation (LWF) tidaklah asing bagi beliau. Itulah
sebabnya beliau menyumbangkan tulisannya dalam buku
AGAMA-BUMI-PASAR ini, sebagai karya seorang warga

159

Agama, Bumi dan Pasar

jemaat yang menyikapi perekonomian Indonesia serta dampaknya


dalam gereja.

160

3. Pdt DR Mangisi Simorangkir


Sehari-hari sebagai dosen di STT-BNKP SundermanGunung
Sitoli Nias. Pendeta yang pernah menjadi Bishop GKPI periode
2005- 2010,lahirdi Limbong, 5 Juli 1952. Gelar S2 didapatkan
dari Australian Lutheran Colleged/h Luther Seminary, Adelaide,
Australia dan gelar Doctor berasal dari SEAGST. Pada tahun
2002 2005 mengajar di STT Abdi Sabda. Dari pernikahan
dengan Sonya Lumbantobing, SPd, mereka dikarunia 4 orang
anak dan 4 orang cucu.
4. Pdt Phillip Baker
Pensiun sebagai Profesor dari Luheran Theological Southern
Seminary pada Juli 2008. Kini aktif sebagai duta Evanglical
Lutheran Church in America (ELCA) untuk Regional Asia
Pacific dalam bidang Hubungan Gereja (Church Relation) dan
Pendidikan Teologia (Theological Education). Sebagai wakil atau
duta dari ELCA untuk regional Asia ini, kini beliau tinggal di
Kuala Lumpur.
Lahir pada tanggal 13 Februari 1938, dikaruniai 2 orang puteri
dari isteri yang bernama Myra Kay pada perkawinan 10 Juni
1967. Ditahbiskan sebagai pendeta pada16 Juni 1968.
5. Pdt DR Martongo Sitinjak
Lahir di desa kecil, Parulohan- Lintong ni Huta, tanggal 29 April
1963.
Menjadi dosen Agama untuk mata pelajaran Etika, Filsafat pada
Fakultas Ekonomi, PAK dan Kedokteran Univ.HKBP
Nommensen, tahun 2009 - 2011. Kini sebagai dosen Perjanjian

Agama, Bumi dan Pasar

Baru di STT-HKBP Pematang Siantar. Aktif memberikan


pembinaan Pendeta/Pelayan maupun calon Pelayan untuk
bidang SPIRITUALITAS dan HOMELITIKA
6. Pdt DR Einar Sitompul
Lahir 17 Februari 1949. Penulis NU dan Pancasila ini sempat
dikenal sebagai sahabat dekat Gus Dur. Menulis banyak Bukubuku, khususnya renungan atau khotbah. Pernah aktif di PMK
(Pelayanan Masyaraka Kota) di Jakarta dan menjadi dosen Pasca
Sarjana di STT Jakarta. Kini hampir dimasa pensiunnya, beliau
menjadi pedeta HKBP Ressort Menteng, Jl Jambu Jakarta.

161

Agama, Bumi dan Pasar

162

Agama, Bumi dan Pasar

163

Agama, Bumi dan Pasar

164

Anda mungkin juga menyukai