Batas-Batas
Anterior
Dinding anterior abdomen, arcus costae kiri, pleura dan paru kiri, diafragma
dan lobus kiri hepar.
Posterior
Bursa omentalis, difragma, limfa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal
kiri, A.lienalis, pankreas, mesocolon transversum dan colon transversum.
Perdarahan
Pembuluh Arteri
Persarafan
Saraf-saraf lambung, berasal dari plexus symphaticus coeliacus dan dari
N.vagus kanan dan kiri.
Truncus vaginalis anterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kiri. Truncus ini masuk abdomen pada permukaan anterior
oesophagus. Truncus yang mungkin tunggal atau multiple, kemudian
membelah menjadi cabang-cabang yang mempersarafi permukaan anterior
lambung. Rami hepatici berjalan sampai hati dan dari sini ramus pylorica
berjalan turun ke pylorus.
Truncus vaginalis posterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kanan, masuk ke abdomen pada permukaan posterior oesophagus.
Truncus kemudian membelah menjadi cabang-cabang yang terutama
mempersarafi permukaan posterior lambung. Suatu cabang yang besar
berjalan ke plexus mesentericus superior dan plexus coeliacus dan disebarkan
ke usus halus sejauh flexura lienalis dan ke pancreas. Persarafan simpatis
lambung membawa serabut-serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri,
sedangkan serabut parasimpatis N.vagus merupakan sekretomotoris untuk
kelenjar lambung dan motoris untuk otot dinding lambung. Sphincter pylorus
Anatomi Mikroskopik
Menghasilkan HCl
Gastric intrinsic factor, penting untuk mengabsorbsi vit B 12
Enzim yang banyak terdapat di sel ini adalah karbonat anhidrase.
b
c
d
e
Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing,
dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut
akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat
meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
Plastisitas otot lambung
Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar,
tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan
ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung
teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa
menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
Relaksasi reseptif lambung
Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima
makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit
mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter
makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang
bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan
makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di
LI. 3
2. Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya
berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid).
Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel
eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke
lumen usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak
dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga
diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan
enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna
sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna. Untuk
memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut
dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati).
Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah globulusglobulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil (proses
emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di dalam
molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam
empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut
dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas
permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan
asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan
bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan
lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar
(permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di
dalam misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah
itu, monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam
sel dan disintesis kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang
dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron
yang larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke
cairan interstisium di dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh
limfe) untuk selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki
sistem sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan
nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna
kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase).
Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap
ke vena porta hepatika tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal
ini disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan
dengan trigliserida.
c. Enzim maltase
Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul
maltosa menjadi molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana
(monosakarida ). Molekul glukosa berukuran kecil dan lebih ringan dari
padamaltosa, sehingga darah dapat mengangkut glukosa untuk dibawa ke
seluruh selyang membutuhkan.
d. Enzim pepsin
Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen.
Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin .
Carakerja enzim pepsin yaitu : Enzim pepsin memecah molekul protein
yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton.
Molekul pepton perlu dipecah lagi agar dapatdiangkut oleh darah.
e. Enzim tripsin
Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan dialirkan ke dalam
usus duabelas jari
( duodenum ). Cara kerja enzim tripsin yaitu :
Asam amino memiliki molekul yang lebih sederhana jika dibanding
molekul pepton. Molekul asam amino inilah yang diangkut darah dan
dibawa ke seluruhsel yang membutuhkan. Selanjutnya sel akan merakit
kembali asam amino-asam amino membentuk protein untuk berbagai
kebutuhan sel.
f. Enzim rennin
Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim
renin untuk mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein
susu, sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat
dalam air susudapat dicerna.
g. Asam khlorida (HCl)
Asam khlorida (HCl) sering dikenal dengan sebutan asam lambung,
dihasilkanoleh kelenjar didalam dinding lambung. Asam khlorida
berfungsi untukmembunuh mikroorganisme tertentu yang masuk bersamasama makanan.Produksi asam khlorida yang tidak stabil dan cenderung
berlebih, dapat menyebabkan radang lambung yang sering disebut
penyakit mag.
h. Cairan empedu
Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong
empedu. Empedu mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang
menyebabkan kotoran sisa pencernaan berwarna kekuningan. Empedu
berasal dari rombakansel darah merah ( erithrosit ) yang tua atau telah
rusak dan tidak digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru.
Fungsi empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran
yang lebih halus sehingga membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah
berwujud emulsi ini selanjutnya akan dicerna menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana lagi.
i. Enzim lipase
LO.4.3
Distribusi Frekuensi
1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko
adalah diatas umur 45 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori
pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%66%.
2. Jenis Kelamin
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki.
Perbandingan insidennya 2 : 1. Penelitian yang dilakukan Tarigan di
RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional
laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang
(59,1%).
3. Etnik
Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub
bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001,
diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang
(45,5%), Karo 6 orang Universitas Sumatera Utara(27,3%), Jawa 4 orang
(18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada
kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang
(13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).
4. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O
yang berkaitan dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.
5. Tempat
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara
berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi
setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.
6. Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi
yang memjalankan puasa. Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan
13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa membuktikan adanya
peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa dan
kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.
LO.4.4
Karsinoma
Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma
dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut,
kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat
badan yang menurun.
Pankreatitis
Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut
dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari
sindroma dispepsi juga ada.
Dispepsia pada sindroma malabsorbsi
Pada penderita inidi samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut,
nausea, anoreksia, sering flatus, kembungkeluhan utama lainnya
yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak
enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah,
misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs),
teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin),
alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang
dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
Gangguan metabolisme
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi
pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea,
vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan
keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi
menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi
mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional
dibagi atas 3 sub grup yaitu:
a
b
c
LO.4.7
LO.4.8
Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi
volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan
menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antacid sangat bergantung pada
kelarutan dan kecepatan netralisasi asam. Sedangkan kecepatan
pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid
meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan
aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a
Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga
menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan
ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic.
a) Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya
larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung
akan menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan
dapat menimbulkan perforasi. Selain dapat menimbulkan alkalosis
metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan retensi natrium dan
edema.
Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga
tidak menimbulkan alkalosis metabolik.
a) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya
lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan
fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus
kecil, sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan
melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan
protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengadsorbsi
pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping Al(OH)3 yang
utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan
antacid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan
absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan symbol
deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium hidroksida
digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan
sebagai adsorben pada keracunan.
b) Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula
kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan
asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan
konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi
ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung
kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel
parietal yang mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam
pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek
netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia.
c) Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid.
Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini
bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida
yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa
kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium
yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan
menarik air.
d) Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium
Indikasi
Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik.
Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi
asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya
tidak terlalu mengganggu.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia,
sakit kepala, dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi
Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1
kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut
enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol
tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
b
Sucralfate
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk
mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid.
Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah,
sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
c
Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine.
Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi
jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan
duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa
diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa
menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan
jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa
menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada
penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan nyeri otot telah
dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping
tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis
H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat
Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid,
domperidon, cisapride.
a
Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase.
Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks
gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit
oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek
sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik,
di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan
vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini
mulai tidak digunakan lagi.
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang
mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini
berkhasiat sentral maupun perifer.
Khasiat metoklopramid antara lain:
-
Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat
prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas
seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas.
Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan
motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk
memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan
tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus,
dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan
peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan
mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada
saluran cerna bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas
motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini.
Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis
idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai
obat laxatif yang menahun. Efek samping yang ditimbulkannya
yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya
sementar.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Jakarta: Gaya Baru
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC