Anda di halaman 1dari 36

LI.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster


LO.1.1
Anatomi Makroskopik

Gambar 1: Anatomi Makroskopik Gaster


Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium
kiri sampai regio epigastrium dan regio umbilikalis. Sebagian besar lambung
terletak di bawah iga-iga bagian bawah. Secara kasar lambung berbentuk
huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum,
dua curvatura yang dikenal sebagai curvatura major dan minor, dan dua
permukaan anterior dan posterior. Berbeda-beda pada orang yang sama
tergantung pada volume isinya, posisi tubuh dan fase pernafasan.
Lambung terbagi atas beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :
Cardia, tempat bermuaranya esophagus dalam ventriculus
Fundus, berbentuk kubah dan menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri
ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi penuh oleh gas.
Corpus, dari setinggi ostium cardiacum sampai setinggi incisura angularis,
suatu lekukan yang selalu ada pada bagian bawah curvatura minor.
Pars pylorica, bagian dari tempat terkaudal sampai akhir ventriculus
Pylorus, tempat terakhir ventriculus
Antrum pyloricum, adalah bagian lambung yang paling berbentuk
lambung. Dinding ototnya yang tebal membentuk sphincter pyloricum.
Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.
Incissura angularis, sudut atau angulus dengan incissura yang melintang
pada batas antara corpus dan pars pylorica
Isthmus, tempat sempit pada pylorus

Batas-Batas
Anterior
Dinding anterior abdomen, arcus costae kiri, pleura dan paru kiri, diafragma
dan lobus kiri hepar.
Posterior
Bursa omentalis, difragma, limfa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal
kiri, A.lienalis, pankreas, mesocolon transversum dan colon transversum.

Perdarahan
Pembuluh Arteri

Gambar 2: Perdarahan Gaster


A. A.gastrica sinistra
Berasal dari A.coelica. Ia berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai
oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor
lambung. Ia memperdarahi sepertiga bawah oesophagus dan bagian kanan
atas lambung.
B. A.gastrica dextra
Berasal A.hepatica pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang
curvatura minor. Ia memperdarahi bagian kanan bawah lambung.
C. A.gastrica brevis
Berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam
ligamentum gastrolienalis untuk memperdarahi fundus
D. A.gastroepiploica sinistra
Berasal dari A.lienalis pada hillus limfa dan berjalan ke depan dalam
ligamentum gastrolienalis untuk memperdarahi lambung sepanjang bagian
atas curvatura major.
E. A.gastroepiploida dextra

Berasal dari A.gastroduodenalis yang merupakan cabang dari A.hepatica.


Ia berjalan ke kiri dan memperdarahi lambung sepanjang bagian bawah
curvatura major
Pembuluh Vena
Vena-vena ini mengalirkan darah ke sirkulasi portal. V.gastrica sinistra dan
dextra langsung mengalirkan darah ke V.porta. V.gastrica brevis dan
V.gastroepiploica sinistra bermuara dalam V.lienalis. V.gastroepiploica dextra
bermuara dalam V.mesenterica superior.
Pembuluh Limfe
1 Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
sepenjang A.V.gastrica sinistra. Efferent kelenjar limfe ini berjalan ke
nodulus lymphaticus coelica, yang terletak disekitar pangkal A.coelica.
2

Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe


sepanjang A.V.gastrica dextra. Efferent dari kelenjar limfe ini berjalan
sepanjang A.hepatica dan kemudian masuk ke nodus lymphaticus coelica.

Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe


sepanjang A.gastrica brevis dan A.gastroepiploica sinistra dan kemudian
memasukkan cairan limfe ke kelenjar limfe pada hillus limfa. Dari sini
pembuluh limfe ini berjalan ke nodus lymphaticus pancreticolienalis yang
terletak sepanjang A.lienalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke
nodus lymphatici coelica.
Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus
gastroepiploica dextra, yang terletak sepanjang bagian bawah curvatura
major lambung. Pembuluh limfe efferent bermuara pada kelenjar limfe
yang terletak sepanjang A.gastroduodenalis, yang selanjutnya mengalirkan
cairan limfe ke nodus lymphaticus coelica.

Persarafan
Saraf-saraf lambung, berasal dari plexus symphaticus coeliacus dan dari
N.vagus kanan dan kiri.
Truncus vaginalis anterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kiri. Truncus ini masuk abdomen pada permukaan anterior
oesophagus. Truncus yang mungkin tunggal atau multiple, kemudian
membelah menjadi cabang-cabang yang mempersarafi permukaan anterior
lambung. Rami hepatici berjalan sampai hati dan dari sini ramus pylorica
berjalan turun ke pylorus.
Truncus vaginalis posterior, yang dibentuk dalam thorax terutama berasal dari
N.vagus kanan, masuk ke abdomen pada permukaan posterior oesophagus.
Truncus kemudian membelah menjadi cabang-cabang yang terutama
mempersarafi permukaan posterior lambung. Suatu cabang yang besar
berjalan ke plexus mesentericus superior dan plexus coeliacus dan disebarkan
ke usus halus sejauh flexura lienalis dan ke pancreas. Persarafan simpatis
lambung membawa serabut-serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri,
sedangkan serabut parasimpatis N.vagus merupakan sekretomotoris untuk
kelenjar lambung dan motoris untuk otot dinding lambung. Sphincter pylorus

menerima serabut-serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut-serabut


inhibitor dari N.vagus.
LO.1.2

Anatomi Mikroskopik

Gambar 3: Anatomi Mikroskopik Gaster


Lambung seperti halnya usus halus , merupakan organ campuran eksokrin
endokrin yang mencerna makanan dan mensekresi hormon. Lambung
berfungsi sebagai reservoir, organ cerna dan absorbsi zat tertentu. Karena
fundus dan korpus identik secara mikroskopik, hanya 3 daerah yang dapat
dikenali secara histologis. Mukosa dan submukosa lambung memperlihatkan
lipatan yang memanjang yang dikenal sebagai rugae. Bila lambung terisi
makanan lipatan ini akan melebar.
Lamina propria lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang disusupi
sel otot polos dan sel limfoid . Yang memisahkan mukosa dari submukosa
dibawahnya adalah selapis sel otot polos yaitu muskularis mukosa.
Di Lambung terdapat 4 daerah:
1. Cardia: merupakan daerah sempit melingkari orificium cardia, dekat
dengan peralihan esofagus-gaster . Mukosanya mengandung kelenjar
kardia tubular simplex/bercabang.
2. Fundus dan korpus: berbentuk kubah, diatas bidang horizontal melalui
orificium cardia. Bagian leher kelenjar mengandung sel induk, sel mukus
leher dan sel parietal. Dasar kelenjar mengandung sel parietal , sel
zimogen dan sel enteroendokrin.
3. Pylorus: bagian terbawah, berbentuk cerobong. Bagian permulaan yang
lebih lebar disebut sebagai antrum piloricum. Pangkal cerobong disebut
canal piloricum dan berakhir sempit sebagai sphincter piloricum canal
piloricum berakhir pada duodenum
Tunika mukosa lambung

Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk kedalam


lamina propria dengan kedalaman yang bervariasi dan membentuk sumur
sumur lambung (paveola gastrica) tiap foveola terdapat gastric pit.
Membran mukosa tebal, pada keadaan kosong mengkerut, mukosa
terdorong menjadi sejumlah lipatan: rugae, menghilang jika lambung terisi
Epitel permukaan pada foveola dan gastric pit adalah epitel selapis torak
tinggi, mensekresi lendir
Kardia
Suatu pita melingkar yang sempit dengan lebar 1,5-3 cm , pada batas
esofagus dan lambung.
Foveolae lebar dan dalam
Kelenjar sangat sedikit, berbentuk tubular simpleks bercabang
Kelenjar pendek-pendek dan agak bergelung

Gambar 4: Histologi Esofagus-Kardia


Fundus dan Korpus
Lamina propria dipenuhi kelenjar gaster tubular bercabang
3-7 buah kelenjar tersebut mencurahkan isinya kedalam paveola gastrica.
Kelenjar fundus menempati 2/3 lambung berupa kelenjar tubulosa panjang
lurus dan bercanggah dua (bifurcatio)
Kelenjar terbagi atas bagian isthmus, leher dan basis
Pada bagian leher kelenjar mengandung beberapa sel :
a. Sel parietal (oksintik)
Terdapat pada setengah bagian atas gaster, jarang pada basis
Tersisip antara sel-sel mukus leher, berbentuk piramid, inti sel
ditengah, sitoplasma sangat eosinofilik

Menghasilkan HCl
Gastric intrinsic factor, penting untuk mengabsorbsi vit B 12
Enzim yang banyak terdapat di sel ini adalah karbonat anhidrase.

Gambar 5: Sel Parietal


b. Sel mukosa leher
Terdapat berkelompok atau sendiri sendiri diantara sel parietal di
bagian leher kelenjar gaster .
Sekresi mukusnya bentuknya tidak teratur, dengan inti dasar granul
dan sekresi didekat permukaan apikal.
Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikansti pada basis sel,
granula ovoid/sferis pada apikal sel

Gambar 6: Sel Mukosa Leher/Neck Cells


c. Sel zimogen (chief cell)
Banyak terdapat dibagian bawah kelenjar tubular dan memiliki
semua ciri sel penghasil dan pengekspor protein.
Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di korpus
kelenjar
Sifatnya basofilik karena banyak retikuloendotelial kasar,
terdapat granula zymogen pada daerah apikal sel .
Granul didalamnya mengandung enzim peptinogen

Pada manusia menghasilkan


pepsin(proteolitik aktiv)
lipase(enzim lipolitik)

Gambar 7: Chief Cells


d. Sel Argentafin/ Sel Enterochromatin
Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell
Granula padat terdapat di basal sel
Merupakan kelenjar endokrin uniselular
Mensekresi serotonin
e. Sel APUD (Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells
Mensintesa polipeptida
Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum
pilorum, duodenum, yeyunum, ileum, dan colon
Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glucagon and
somatostatin like substance
Tabel 1: Sel-Sel Kelenjar

Gambar 8: Sel-Sel Kelenjar

Gambar 9: Histologi Gaster Fundus


Pilorus
Merupakan tempat kelenjar pilorus tubular bercabang bermuara.
Merupakan 20 % dari lambung, berlanjut dengan duodenum
Paveola dan Gastic pit lebih dalam, bercabang dan bergelung
Kelenjar pilorus menyerupai kelenjar cardia
Kelenjar ini banyak mensekresi mukus dan mensekresi enzim
lisozim
Antara sel mukus terdapat sel gastrin, yang merangsang
pengeluaran asam pada kelenjar lambung

Gambar 10: Lapisan Gaster Pylorus

Gambar 11: Histologi Gaster Pylorus


Lapisan lain lambung
Submukosa : jaringan ikat padat yang mengandung pembuluh
darah dan limfe. Lapisan ini mengandung sel limfoid , makrofag
dan sel mast
Muskularis : serabut otot polos tersusun sirkular dan lapisan dalam
tersusun oblik dipilorus. Lapisan tengah sangat menebal
membentuk sfingter pilorus. Lambung dilapisi selapis tipis serosa
LI. 2

Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster


Fungsi gaster

b
c
d
e

Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval


yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam
jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran
cerna.
Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa
homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan
mendorongnya ke dalam duodenum.
Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam
klorida.
Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1
mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
Produksi faktor intrinsik.
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor
intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B 12 dibawa ke ileum usus halus,
tempat vitamin B12 diabsorbsi.
Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit.
Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung.
Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.
Mekanisme pencernaan makanan pada gaster
A. Mekanik
Makanan bergerak dari kerongkongan menuju lambung, yaitu bagian saluran
pencernaan yang melebar. Makanan yang masuk ke dalam lambung tersimpan
selama 2-5 jam. Selama makanan berada di dalam labung, makanan di cerna
secara kimiawi dengan bercampurnya dengan getah lambung yang dihasilkan dari
dinding lambung. Dalam getah lambung itu sendiri terdapat campuran zat-zat
kimia yang sebagian besar terdiri dari air dan sekresi asam lambung. Asam
lambung mengandung HCl yang berfungsi untuk mematikan bakteri atau
membunuh kuman yang masuk ke lambung dan berfungsi untuk menghasilkan
pepsinogen menjadi pepsin. Lambung juga mengandung enzim renin yang
berfungsi untuk menggumpalkan kasein dalam susu. Mukosa (lendir) pada
lambung berfungsi melindungi dinding lambung dari abrasi asam lambung.
Proses pencampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak mengaduk yang bergerak
disepanjang lambung setiap 15-25 detik akibat adanya kontraksi dinding lambung
yang menyebabkan ketiga otot lambung bergerak secara peristaltik mengaduk dan
mencampur makan dengan getah lambung. Sesudah kira-kira tiga jam, makanan
menjadi berbentuk bubur yang disebut kim. Gerakan mengaduk dimulai dari
kardiak sampai di daerah pylorus yang terjadi terus-menerus baik pada saat
lambung berisi makanan maupun pada saat lambung kosong. Akibat gerakan
peristaltik, kim terdorong ke bagian pilorus. Di pilorus terdapat sfingter yang
merupakan jalan masuknya kim dari lambung ke usus halus. Gerakan peristaltik
tersebut menyebabkan sfingter pilorus mengendur dalam waktu yang sangat
singkat. Jadi, di dalam lambung terjadi pencernaan secaea mekanis dengan
bantuan peristaltik dan pencernaan kimiawi dengan bantuan asam lambung dan
enzim pepsin serta renin.
Persyarafan otonom
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf
parasimpatis untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf

vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan


seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum.
Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi
lambung. Pleksus auerbach dan submukosa (meissner) membentuk persarafan
intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi
mukosa lambung.
Fisiologi sekresi gaster
1. Fase sefalik
Terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam
mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang
sekresi lambung.
2. Fase lambung
Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan
masih ada.
Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa
lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula
melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus
menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim
pencernaan, dan gastrin.
Fungsi gastrin:
- Merangsang sekresi lambung,
- Meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter
pylorus,
- Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui
penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH
lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan
(buffering) yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.
3. Fase usus
Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang
kemudian memicu faktor saraf dan hormon.
Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat
berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas
duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang
dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung,
disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2,
dan jika ada makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric
inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon
pembersih enterogastron.
Tabel 2: Stimulasi Sekresi Lambung

Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2)
penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing,
dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung
Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat
mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan.
Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut
akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat
meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
Plastisitas otot lambung
Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung
mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar,
tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan
ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung
teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa
menyebabkan peningkatan ketegangan otot.
Relaksasi reseptif lambung
Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima
makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung
mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit
mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter
makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang
bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan
makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
2. Penyimpanan lambung
Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan
berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di

daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang


lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter
pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan
ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm)
lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh
kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan
corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan
corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat
mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan
otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang
kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif
tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak
menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara
bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya
pencampuran makanan.
3. Pencampuran lambung
Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan
bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap
gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter
pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang
peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter
tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran
kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang
terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan
tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam
antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat
gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang
disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung
Kontraksi peristaltik antrumselain menyebabkan pencampuran lambung
juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah
kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik
sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan
peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah
pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian,
pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah
kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan
isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat.
Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek
langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus
intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat
keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi

pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin


cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung.
Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih
penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus
siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan
lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai
duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung
teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat
mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.

Tabel 3: faktor yang Mengatur Motilita dan Pengosongan Lambung

LI. 3

Memahami dan Menjelaskan Biokimiawi pencernaan


LO.3.1
Pencernaan Karbohidrat, protein, dan lemak
1. Karbohidrat

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa,


dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan
polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber
utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa
(gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan). Pencernaan karbohidrat
dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (amilase) yang
dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi
disakarida. Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus
lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret
lambung. Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di
mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit
setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara
mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan menghasilkan maltosa dan
beberapa oligosakarida. Setelah polisakarida dipecah oleh amilase
menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzimenzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan memecah
disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan berupa gula yang
dapat diserap yaitu monosakarida, terutama glukosa. Sekitar 80%
karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa.
Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif
sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari
lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+
yang diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi
melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel
oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah.
Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel melalui difusi terfasilitasi pasif
dengan bantuan pengangkut GLUT-5.

Gambar 13: Pencernaan dan absorbsi karbohidrat

2. Lemak
Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya
berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid).
Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel
eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke
lumen usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak
dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga
diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan
enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna
sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna. Untuk
memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut
dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati).
Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah globulusglobulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil (proses
emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di dalam
molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam
empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut
dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas
permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase.
Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan
asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan
bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan
lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar
(permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di
dalam misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah
itu, monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam
sel dan disintesis kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang
dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron
yang larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke
cairan interstisium di dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh
limfe) untuk selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki
sistem sirkulasi.
Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan
nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna
kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase).
Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap
ke vena porta hepatika tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal
ini disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan
dengan trigliserida.

Gambar 14: Pencernaan dan absorbsi lipid


3. Protein
Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di
antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama
(chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein
menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana
asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein
yang terdapat pada daging-dagingan). Selanjutnya, sel eksokrin pankreas
akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase, dan elastase yang akan bekerja di lumen usus halus.
Tiap-tiap enzim akan menyerang ikatan peptida yang berbeda dan
menghasilkan campuran asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil
dari pencernaan oleh protease pankreas kebanyakan masih berupa
fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam
amino. Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim
aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen peptida menjadi
asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari pencernaan ini
adalah asam amino dan beberapa peptida kecil. Setelah dicerna, asam
amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif sekunder
(seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil masuk
melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen asam
aminonya oleh peptidase intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap,
asam-asam amino akan dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di
dalam vilus.

Gambar 15:Pencernaan dan absorbsi protein


Peran enzim-enzim pencernaan
Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia
tertentu.Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan
molekulbahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih
sederhanadan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan
cairan getahbening ( limfe ) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan.
Secara umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu,
memerlukansuhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak
dapat bekerjapada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu
yang terlalu rendahatau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada
keadaan asam tidakakan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya.
Macam-macam enzimpencernaan yaitu:
a. Enzim ptyalin
Enzim ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah.
Fungsi enzim ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi
glukosa .
b. Enzim amylase
Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan
kelenjar pankreas. Kerja enzim amilase yaitu : Amilum sering dikenal
dengan sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau
sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim amylase memecah
molekul amilum ini menjadi sakarida dengan molekul yang lebih
sederhana yaitu maltosa.

c. Enzim maltase
Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul
maltosa menjadi molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana
(monosakarida ). Molekul glukosa berukuran kecil dan lebih ringan dari
padamaltosa, sehingga darah dapat mengangkut glukosa untuk dibawa ke
seluruh selyang membutuhkan.
d. Enzim pepsin
Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen.
Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin .
Carakerja enzim pepsin yaitu : Enzim pepsin memecah molekul protein
yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton.
Molekul pepton perlu dipecah lagi agar dapatdiangkut oleh darah.
e. Enzim tripsin
Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan dialirkan ke dalam
usus duabelas jari
( duodenum ). Cara kerja enzim tripsin yaitu :
Asam amino memiliki molekul yang lebih sederhana jika dibanding
molekul pepton. Molekul asam amino inilah yang diangkut darah dan
dibawa ke seluruhsel yang membutuhkan. Selanjutnya sel akan merakit
kembali asam amino-asam amino membentuk protein untuk berbagai
kebutuhan sel.
f. Enzim rennin
Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim
renin untuk mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein
susu, sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat
dalam air susudapat dicerna.
g. Asam khlorida (HCl)
Asam khlorida (HCl) sering dikenal dengan sebutan asam lambung,
dihasilkanoleh kelenjar didalam dinding lambung. Asam khlorida
berfungsi untukmembunuh mikroorganisme tertentu yang masuk bersamasama makanan.Produksi asam khlorida yang tidak stabil dan cenderung
berlebih, dapat menyebabkan radang lambung yang sering disebut
penyakit mag.
h. Cairan empedu
Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong
empedu. Empedu mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang
menyebabkan kotoran sisa pencernaan berwarna kekuningan. Empedu
berasal dari rombakansel darah merah ( erithrosit ) yang tua atau telah
rusak dan tidak digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru.
Fungsi empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran
yang lebih halus sehingga membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah
berwujud emulsi ini selanjutnya akan dicerna menjadi molekul-molekul
yang lebih sederhana lagi.
i. Enzim lipase

Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke


dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Enzim lipase juga dihasilkan oleh
lambung, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu :
Lipid (seperti lemak dan minyak) merupakan senyawa dengan molekul
kompleks yang berukuran besar. Molekul lipid tidak dapat diangkut oleh
cairan getah bening, sehingga perlu dipecah lebih dahulu menjadi molekul
yang lebih kecil. Enzim lipase memecah molekul lipid menjadi asam
lemak dan gliserol yang memiliki molekul lebih sederhana dan lebih kecil.
Asam lemak dan gliserol tidak larut dalam air, maka pengangkutannya
dilakukan oleh cairan getah bening (limfe ).
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia
LO.4.1
Definisi Sindrom Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang, sendawa.
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia
adalah dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen
present for at least 12 weeks over last 12 months which cannot be explained
by upper gastrointestinal investigation (dispepsia merupakan rasa sakit atau
tidak nyaman di daerah abdomen atas).
Dalam konsensu Roma III tahun 2006, definisi dyspepsia adalah :
1) Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, nyeri ulu hati atau bagian epigastrium, rasa terbakar di
epigastrium
2) Tidak adanya bukti kelainan structural (termasuk di dalamnya
endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat menerangkan
penyebab keluhan tersebut
3) Keluhan ini terjadi selama tiga bulan dalam waktu 6 bulan terakhir
sebelum diagnosis ditegakkan
(Djojoningrat D. 2014)
LO.4.2

Etiologi Sindrom Dispepsia


Tabel 4: Penyebab Dyspepsia

LO.4.3

Epidemiologi Sindrom Dispepsia

Distribusi Frekuensi
1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko
adalah diatas umur 45 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori
pada orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%66%.
2. Jenis Kelamin
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki.
Perbandingan insidennya 2 : 1. Penelitian yang dilakukan Tarigan di
RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita dispepsia fungsional
laki-laki sebanyak 9 orang (40,9%) dan perempuan sebanyak 13 orang
(59,1%).
3. Etnik
Penelitian yang dilakukan Tarigan di Poliklinik penyakit dalam sub
bagian gastroenterology RSUPH. Adam Malik Medan tahun 2001,
diperoleh proporsi dispepsia fungsional pada suku Batak 10 orang
(45,5%), Karo 6 orang Universitas Sumatera Utara(27,3%), Jawa 4 orang
(18,2%), Mandailing 1 orang (4,5%) dan Melayu 1 orang (4,5%). Pada
kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7%), Karo 3 orang
(13,6%), Nias 1 orang (4,5%) dan Cina 1 orang (4,5%).
4. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O
yang berkaitan dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.
5. Tempat
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara
berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8 tahun terinfeksi
setiaptahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.
6. Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi
yang memjalankan puasa. Penelitian di Paris tahun 1994 yang melibatkan
13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa membuktikan adanya
peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa dan
kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.
LO.4.4

Klasifikasi Sindrom Dispepsia


1

Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik


sebagai penyebabnya. Dispepsia organic dikategorikan menjadi :
a Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia)
Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati.
Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan
makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih

Penyakit saluran empedu


Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu.
Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar
ke punggung dan bahu kanan.

Karsinoma
Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma
dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut,
kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat
badan yang menurun.
Pankreatitis
Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut
dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari
sindroma dispepsi juga ada.
Dispepsia pada sindroma malabsorbsi
Pada penderita inidi samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut,
nausea, anoreksia, sering flatus, kembungkeluhan utama lainnya
yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan
Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak
enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah,
misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs),
teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin),
alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang
dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
Gangguan metabolisme
Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi
pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea,
vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan
keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi
menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi
mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat


menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
Dispepsia bukan tukak
Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa
ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan
endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
Refluks gastroesofageal
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada
dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang
mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma
dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks
gastroesofageal.

Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional
dibagi atas 3 sub grup yaitu:

a
b
c

Dispepsia mirip ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang dominan


adalah nyeri ulu hati;
Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) bila gejala
dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang
Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a)
maupun (b)

Kriteria Rome III tahun 2006 membagi dyspepsia atas:


a) Post prandial distress syndrome, dimana pasien merasa penuh setelah
makan dalam posisi yang biasa atau rasa cepat kenyang sehingga tidak
dapat menghabiskan porsi makan regular
b) Epigastric pain syndrome, dimana pasien mengeluh rasa nyeri dan ras
terbakar, hilang timbul berpusat pada epigastrium
LO.4.5

Patofisiologi Sindrom Dispepsia


Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial
berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung,
infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas
viseral.
1. Sekresi asam lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan
stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
2. Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum
sepenuhnya dimengerti dan diterima.
3. Dismotilitas gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi
perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi
harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan
proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk
tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
4. Ambang rangsang persepsi
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi,
reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus
dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon
di gaster atau duodenum.
5. Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal
juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung
waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi
lambung dan rasa cepat kenyang.
6. Gangguan relaksasi fundus
Akomodasi lambung pada saat makanan masuk adalah adanya relaksasi
fundus dan corpus gaster. 40% kasus dyspepsia fungsional mengalami
penurunan kapasitas relaksasi fundus dan bermanifes dengan keluhan
cepat kenyang.

7. Aktivitas mioelektrik lambung


Adanya
disritmia
mioelektrik
lambung
pada
pemeriksaan
elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia
fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten.
8. Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan
adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron,
estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit gastrointestinal.
9. Diet dan faktor lingkungan
Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol.
10. Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus
stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi
autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan
kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini,
walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa
kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan
psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.

Gambar 16: Patofisiologi Sindrom Dyspepsia


LO.4.6

Manifestasi Klinis Sindrom Dispepsia


Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:
1
2
3
4
5
6
7
8
9

LO.4.7

Nyeri perut (abdominal discomfort)


Rasa pedih di ulu hati
Mual, kadang-kadang sampai muntah
Nafsu makan berkurang
Rasa cepat kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi
Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)

Diagnosis dan Diagnosis Banding Sindrom Dispepsia


1. Anamnesis
Menganamnesa secara teliti dapat memberikan gambaran keluhan yang
terjadi, karakteristik dan keterkaitannya dengan penyakit tertentu, keluhan
bisa bersifat lokal atau bisa sebagai manifestasi dari gangguan sistemik.

Harus menyamakan persepsi antara dokter dengan pasien untuk


menginterpretasikan keluhan tersebut.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau
intra lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau nyeri tekan
yang sesuai dengan adanya rangsangan peritoneal/peritonitis.
3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi
seperti lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase) dan keganasan saluran
cerna.
b Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan
seperti: batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis dan
sebagainya.
c Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat dianjurkan
bila dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut alarm symtomps
yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan
dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah
berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Keadaan ini
sangat mengarah pada gangguan organik terutama keganasan, sehingga
memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik
intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor
dan sebagainya, juga dapat disertai pengambilan contoh jaringan
(biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran
histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi
adanya kuman Helicobacter pylori.
d Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan struktural
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran yang mengarah ke tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat
terutama pada kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif
dimana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.
e Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif.
Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu
menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak
menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada
kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan
alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di
tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di
oesophagus dan lambung.
Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis
banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen
bagian atas epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam.
Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri
abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar
(defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung. Kurang lebih sepertiga

pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS.


Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk
mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS.
Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen
atas yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang. Obat-obatan
juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau
kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral, terutama eritromisin dan ampisilin.
Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi
keluhan dispepsia. Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom
dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem yang salah
satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita depresi ataupun
gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh dilupakan
apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan yang
signifikan. Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang
hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks
dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas. Gangguan metabolisme,
seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen
bagian atas. Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan
dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi oleh aktivitas fisik.
Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf
yang tercepit, ataupun miositis dapat membingungkan dengan dispepsia
fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan
menimbulkan rasa nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan meregangkan otot-otot abdomen.

Tabel 5: Diagnosis Banding Syndrom Dyspepsia

LO.4.8

Penatalaksanaan Sindrom Dispepsia


1

Antasid
Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi
volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan
menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antacid sangat bergantung pada
kelarutan dan kecepatan netralisasi asam. Sedangkan kecepatan
pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid
meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan
aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
a

Antasid sistemik
Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga
menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan
ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic.
a) Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya
larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung
akan menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan
dapat menimbulkan perforasi. Selain dapat menimbulkan alkalosis
metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan retensi natrium dan
edema.

Antasid non-sistemik
Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga
tidak menimbulkan alkalosis metabolik.
a) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya
lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan
fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus
kecil, sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan
melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan
protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengadsorbsi
pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping Al(OH)3 yang
utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan
antacid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan
absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan symbol
deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium hidroksida
digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan
sebagai adsorben pada keracunan.
b) Kalsium Karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula
kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan
asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan
konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi
ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan
berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung
kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel
parietal yang mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam
pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek
netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah
hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia.
c) Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid.
Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini
bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida
yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa
kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium
yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan
menarik air.
d) Magnesium Trisilikat
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga
berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium

trisilikat akan diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin.


Silica gel dan magnesium trisilikat merupakan adsorben yang
baik; tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan besi
dalam makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan
diare. Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah
penggunaan kronik magnesium trisilikat.
2. Obat penghambat sekresi asam lambung
a

Penghambat pompa proton (PPI)


Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam
lambung yang lebih kuat dari AH2. Obat ini bekerja di proses akhir
pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang
digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol,
rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut
adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah
campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran
resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi
lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik
Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan
suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke
sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung,
terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ
membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan
gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai
pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini
mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi
asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa
poroton tersebut. Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam
dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat
stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau
gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali
dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik
Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut
enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana
asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bioavailabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami
aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan
makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50%
karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30
menit setelah makan. Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas,
formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang
bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat

dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi


asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati
oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.

Indikasi
Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik.
Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi
asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya
tidak terlalu mengganggu.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia,
sakit kepala, dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi
Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1
kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut
enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol
tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
b

Sucralfate
Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar
ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk
mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid.
Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah,
sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.
c

Antagonis H2
Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine.
Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi
jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan
duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa
diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa
menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan
jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa
menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada
penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan nyeri otot telah
dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi
cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping
tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis
H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat

tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk


pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).
3

Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung


a

Sulkralfat Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer


mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak
secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat
yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama
efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk
mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antacid
menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah
konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya
pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.

Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid,
domperidon, cisapride.
a

Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase.
Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks
gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit
oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek
sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik,
di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan
vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini
mulai tidak digunakan lagi.

Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang
mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini
berkhasiat sentral maupun perifer.
Khasiat metoklopramid antara lain:
-

Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal


postganglion kolinergik,
Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
Merupakan reseptor antagonis dopamin
Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi
dari saluran cerna dan mempercepat pengosongan lambung.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi
distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal
karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid.
Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis
dan kejang.
Domperidon

Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon


merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar
darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat,
sehingga mempunyai efek samping yang rendah daripada
metoklopramid. Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus
sphincter oesophagus bagian bawah sehingga mencegah terjadinya
refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi
antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang
terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta
menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung
akan lebih cepat. Domperidon bermanfaat untuk pengobatan
dispepsia yang disertai masa pengosongan yang lambat, refluks
gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula
bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah,
bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang
mendapat kemoterapi. Efek sampingnya lebih rendah daripada
metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada
pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan
ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada wanita.
d

Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat
prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas
seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas.
Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan
motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk
memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan
tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus,
dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan
peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan
mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada
saluran cerna bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas
motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini.
Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis
idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai
obat laxatif yang menahun. Efek samping yang ditimbulkannya
yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya
sementar.

Antibiotik Untuk H. pylori


Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang
paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat
pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate.
Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton
berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi
dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori
tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat

beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi


kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua
obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu
dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan
kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan
pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai
untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan
menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih
walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
Terapi lini pertama :
Urutan prioritas
PPI + amoksisilin + kklaritromisin
PPI + metronidazol + klaritromisin
PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.
Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama.
Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif
berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.
Urutan prioritas
Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin
Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan
resistensi H.pylori dengan media transport MIU.
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian
obat sudah efektif. Pembedahan terutama dilakukan untuk:
mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi,
penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat
atau mengalami kekambuhan)
2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan
dapat timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk,
anemia dan penurunan berat badan.
LO.4.9

Pencegahan Sindrom Dispepsia

1. Hindari penggunaan yang tidak perlu NSAID


2. Gunakan dosis efektif rendah dari NSAID
3. Hindari makanan yang bersifat pedas, asam atau kopi
4. Makan makanan yang bergizi
5. Tidak merokok ataupun meminum alkohol
LO.4.10 Komplikasi Sindrom Dispepsia
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu
adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus
Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung
berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus
Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan
komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah
darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam
terlebih dulu. Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang
paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan
penderitanya melakukan operasi.
LO.4.11 Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5.
Jakarta: Gaya Baru
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC
Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta: EGC
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai