Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NOVEMBER 2014
REFERAT NEUROLOGI

ACUTE MEDULLARY COMPRESSION

Oleh:
Nama

: Ahmad Fathoni Halim

NIM

: C11111002

Pembimbing

: Dr.dr Jumraini Tamasse, Sp.S.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa:
Nama : Ahmad Fathoni Halim
NIM

: C11111002

Judul : Acute Medullary Compression


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar, 11 November 2014
Coass

Ahmad Fathoni Halim

Supervisor

Dr. dr. Jumraini

Tamasse, Sp.S.

ACUTE MEDULLARY COMPRESSION


A. Pendahuluan
Kompresi Medula Akut merupakan suatu kejadian berupa penekanan pada medulla spinalis
yang

harus

ditangani

segera

dikarenakan

statusnya

yang

merupakan

masalah

kegawatdaruratan.(VIHA, 2008) Kompresi Medula Akut merupakan penyakit dengan


tingkat kompetensi 3B, yang berarti lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinis serta
dapat langsung memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat dan mampu
membuat rujukan yang tepat demi menyelamatkan pasien.(Indonesia, 2012)
B. Definisi
Kompresi medula akut adalah penekanan
pada medula spinalis yang disebabkan oleh
tumor, abses trauma dan penyakit tertentu
yang dapat menekan medula spinalis dan
mengganggu

fungsi

normalnya. (VIHA,

2008) Kompresi medulla akut termasuk


dalam

kategori

dikarenakan

Medical

perlunya

Emergency

penanganan

dan

diagnosis secara cepat untuk mencegah


terjadinya disabilitas jangka panjang akibat

Gambar 1. Segmen Medula Spinalis yang berada


di dalam Kanalis Vertebralis

efek ireversibel dari kompresi medulla spinalis.(Indonesia, 2012;Arce et al., 2001)


C. Epidemiologi
Prevalensi kejadian Cedera Medula Spinalis di Amerika kurang lebih 200.000 pasien, kirakira 10.000 orang meninggal karena komplikasi yang berhubungan dengan cedera medula
spinalis. Kasus baru cedera medula spinalis diduga setiap tahun terjadi sekitar 15-50 per
sejuta penduduk, sementara angka prevalensi sekitar 900 per sejuta. Cedera medula spinalis
80% terjadi pada pria usia sekitar 15-30 tahun. Di Indonesia endiri, cedera tulang belakang
yang masuk di RSUD Dr. Soetomo rata-rata 111 kasus pertahun. Sejak tahun 19831997
terdapat 1592 kasus yang dirawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (Setiawan, 2005)

Trauma medula spinalis terutama mengenai orang muda, paling sering usia 20-24 tahun dan
sekitar 65% kasus terjadi dibawah usia 35 tahun, sering terjadi pada pria daripada wanita (34:1). Sekitar 50% akibat kecelakaan kendaraan bermotor, terutama sepeda motor (40%),
jatuh (20%), olahraga (13%), kecelakaan kerja (12%), kekerasan luka tembak atau tusuk
(15%). Lokasi paling sering adalah C5, diikuti C4, C6, T12, C7 dan L1. Kepustakaan lain
menyebutkan insiden sesuai lokasi lesi, yaitu, servikal 40%, torakal 10%, lumbal 3%,
dorsolumbal 35%, lain-lain 14%. (Abrahm, 2004)
Kompresi medulla akut juga dapat disebabkan oleh adanya tumor. Metastase pada tulang
paling sering ditemukan pada kolumna vertebra. 70% pasien yang telah meninggal
diakibatkan oleh kanker memiliki tumor metastase spinal pada saat diotopsi. Penekanan
pada medulla spinalis terjadi pada 5-10% pasien yang menderita keganasan. (Abrahm,
2004;Bayley et al., 2001)
D. Patomekanisme
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari
komosis

sementara

sembuh

sempurna)

(dimana
sampai

pasien
kontusio,

laserasi, dan kompresi substansi medulla


(baik salah satu atau dalam kombinasi),
sampai transeksi lengkap medulla (yang
membuat pasien paralisis di bawah
tingkat cedera). Bila hemoragi terjadi
pada daerah medulla spinalis, darah dapat
merembes ke ekstradural, subdural atau
daerah subarakhnoid pada kanal spinal.
Segera setelah terjadi kontusio atau

Gambar 2. Tampak adanya abses menekan Medula


Spinalis

robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah
ke substansi grisea medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi
pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi
2

hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan kerusakan mielin dan akson. Reaksi
sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi medulla spinalis pada tingkat
cedera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika
kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan
dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti-inflamasi lainnya yang dibutuhkan
untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan total
dan menetap. (Schiff, 2003;Arce et al., 2001)
E. Gambaran Klinik
-

Nyeri dapat ditemukan pada 90-95% pasien. Terdapat dua tipe nyeri:
Nyeri punggung local merupakan nyeri yang hampir selalu muncul sifatnya konstan
dan lokasi dekat dengan lesi. Nyeri berkurang pada saat duduk atau berdiri, tidak
seperti kelainan pada diskus yang reda jika berada pada posisi berbaring.
Eksaserbasi dengan peningkatan tekanan intratoraks (bersin, batuk, maneuver
Valsalva, serta mengedan).
Nyeri radicular merupakan kompresi yang terjadi pada spinal root, ditemukan pada
66% pasien, sering ditemukan pada kejadian metastasis lumbosacral (90%) dan
servikal (79%) dibandingkan dengan metastasis pada toraks (55%). Pasien merasa
nyeri yang menjalar dari belakang ke depan. Pada ekstremitas, nyeri radicular
biasanya unilateral. Eksaserbasi dengan posisi berbaring, bergerak, batuk, bersin,
dan Valsalva maneuver. Nyeri ini memburuk pada malam hari dan menjalar sesuai
dengan dermatom.

Kelemahan pada kaki akan muncul jika tidak ditangani dengan seksama, diawali dengan
adanya kekakuan dan perasaan ingin jatuh (ketidakseimbangan).

Kelainan sensoris dapat muncul, yang diawali dengan hilangnya rasa yang dimulai dari
kaki, lalu meningkat hingga ke level kompresi medulla. Daerah yang mengalami mati
rasa jika diraba akan terasa dingin.

Disfungsi anatomis, dengan tanda-tanda awal ialah hilangnya kontrol berkemih, urgensi.
Tanda-tanda akhir berupa retensi urin, serta overflow incontinence. Ditemukan gejala
konstipasi dan hilangnya perspirasi keringat didaerah bawah lesi.

Lokasi dari kerusakan pada medula spinalis menentukan otot dan sensasi yang
terkena. Kelemahan atau kelumpuhan serta berkurangnya atau hilangnya rasa cenderung
terjadi di bawah daerah yang mengalami cedera. Tumor atau infeksi di dalam atau di
sekitar medula spinalis bisa secara perlahan menekan medula, sehingga timbul nyeri
pada sisi yang tertekan disertai kelemahan dan perubahan rasa. Jika keadaan semakin
memburuk, nyeri dan kelemahan akan berkembang menjadi kelumpuhan dan hilangnya

rasa, dalam beberapa hari atau minggu.


Jika aliran darah ke medula spinalis terputus, maka kelumpuhan dan hilangnya rasa bisa
terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Penekanan medula spinalis yang berjalan
paling lambat biasanya merupakan akibat dari kelainan pada tulang yang disebabkan
oleh artritis degenerativa atau tumor yang pertumbuhannya sangat lambat. Penderita
tidak merasakan nyeri atau nyeri bersifat ringan, perubahan rasa (misalnya kesemutan)
dan kelemahan berkembang dalam beberapa bulan. (VIHA, 2008;Schiff, 2003;Arce et
al., 2001)

F. Diagnosis Klinis dan Diagnosis Penunjang


- Lakukan pemeriksaan neurologis dengan teliti. Perkirakan lokasi lesi pada medulla
-

spinalis. Periksa residu urin (postvoid urinary residual).


Periksa lokasi tumor primer (periksa dengan teliti payudara, prostat, foto toraks,
pemeriksaan laboratorium rutin termasuk hitung darah tepi, asam urat, fosfatase asam,

dan PSA)
Pemeriksaan foto polos vertebra harus dikerjakan dan dapat menunjukkan adanya:
Subluksasio atau kolaps vertebra
Erosi tulang sekunder terhadap tumor atau
Kalsifikasi (meningioma)
Konsultasi sedini mungkin dengan dokter spesialis saraf dan/atau spesialis bedah saraf

dan bila perlu dengan radioterapis.


Lakukan pemeriksan MRI vertebra dengan potongan sagital melalui vertebra terkait dan

potongan aksial melalui daerah yang dicurigai. Bila tidak mungkin dilakukan
pemeriksaan MRI, kerjakan pemeriksaan CT-Mielografi.

4
Gambar 3. Pemeriksaan MRI dapat melihat
kelainan yang menyebabkan kompresi pada
Medula Spinalis

Tidak

dianjurkan

melakukan

Pungsi

Lumbal bila dicurigai adanya kompresi


medula spinalis; Cairan serebrospinalis
dapat diperiksa pada saat pemeriksaan
-

Mielografi
MRI dapat salah interpretasi pada abses
epidural kecil. Bila secara klinis sangat
dicurigai,

lakukan

Mielografi/CT-Scan

pemeriksaan
(Johnston,

1993;Fehlings et al., 2012)


G. Penatalaksanaan farmakologik dan non farmakologik
1. Terapi Farmakologik:
Terapi farmakologik berupa pemberian Kortikosteroid (Metilprednisolon) 30 mg/kgBB
bolus intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 5,4mg /kg BB/ jam selama 23 jam.
Hasil optimal bila pemberian dilakukan < 8 jam onset. (Johnston, 1993;Sorenson et al.,
1994) Penggunaan Metilprednisolon dapat meningkatkan fungsi neurologis dan
meredakan nyeri, mengurangi edema dan memiliki efek onkolitik. Metilprednisolon
juga dapat menurunkan onset iskemik medula spinalis. Pada pasien dengan prognosis
yang cukup buruk dan keadaan umum yang tidak terlalu baik, pemberian kortikosteroid
merupakan terapi yang paling mungkin untuk dilakukan. (Abrahm, 2004;Batchelor et
al., 2013) Pada penelitian terbaru, ternyata ditemukan bahwa penambahan Tirilazad,
senyawa non-glukokortikoid, yang berfungsi sebagai neuroprotektor dapat memberikan
efek pencegahan terhadap penggunaan Metilprednisolon yang terlalu lama. (Hall, 2011)

2. Terapi non-Farmakologik:
Radioterapi dapat segera dilakukan setelah diagnosis telah ditegakkan. Radioterapi
dapat diberikan pada tumor-tumor yang radiosensitive dan tidak ditemukan adanya
kelainan pada spinal. (VIHA, 2008;Sprigings and Chambers, 2010) Selain itu
radioterapi dapat digunakan sebagai terapi paliatif pada penderita paraplegia.
(Greenberg et al., 1980)
Terapi bedah dapat diberikan pada pasien dengan keadaan umum yang stabil. Terapi
Bedah merupakan terapi lini pertama jika lokasi tumor primer tidak diketahui, dengan
relaps setelah radioterapi atau adanya instabilitas pada spinal serta pergeseran tulang
belakang. Selain itu harus dipertimbangkan mengenai tumor yang tidak sensitive pada
radioterapi. (Abrahm, 2004)

H. Kontrol dan Pencegahan


Penyebab dari kejadian kompresi medulla spinalis sangat beragam, tidak mungkin dilakukan
pencegahan secara menyeluruh terhadap faktor resiko yang timbul. Pengecekan terhadap
berat badan serta sering berolahraga dapat menurunkan resiko peningkatan tekanan pada
punggung sekaligus gejala pada kompresi medulla spinalis. Selain itu, edukasi mengenai
cara mengangkat beban yang benar dapat menurunkan kejadian cedera pada tulang belakang
yang dapat menimbulkan kompresi pada tulang belakang. (Medicine)
I. Prognosis
Derajat fungsi neurologis pada saat diagnosis dan mulainya mendapat penanganan adalah
faktor terpenting untuk menentukan derajat perbaikan fungsi. Pemberian IV Kortikosteroid
dapat diberikan untuk mengurangi edema dan meningkatkan fungsi neurologis sambil
menentukan diagnosis pasti yang diderita oleh pasien. (Medicine;Furlan et al., 2011)
J. Algoritma Penanganan Kompresi Medula Akut (Sprigings and Chambers, 2010)

10

K. Daftar Pustaka
Abrahm, J. L. 2004. Assessment and treatment of patients with malignant spinal cord compression. J
Support Oncol, 2, 377-88.
Arce, D., Sass, P. & Abul-Khoudoud, H. 2001. Recognizing spinal cord emergencies. Am Fam Physician,
64, 631-8.
Batchelor, P. E., Wills, T. E., Skeers, P., Battistuzzo, C. R., Macleod, M. R., Howells, D. W. & Sena, E. S.
2013. Meta-analysis of pre-clinical studies of early decompression in acute spinal cord injury: A
battle of time and pressure. PloS one, 8, e72659.
Bayley, A., Milosevic, M., Blend, R., Logue, J., Gospodarowicz, M., Boxen, I., Warde, P., McLean, M.,
Catton, C. & Catton, P. 2001. A prospective study of factors predicting clinically occult spinal
cord compression in patients with metastatic prostate carcinoma. Cancer, 92, 303-310.
Fehlings, M. G., Vaccaro, A., Wilson, J. R., Singh, A., Cadotte, D. W., Harrop, J. S., Aarabi, B., Shaffrey,
C., Dvorak, M. & Fisher, C. 2012. Early versus delayed decompression for traumatic cervical
spinal cord injury: results of the Surgical Timing in Acute Spinal Cord Injury Study (STASCIS).
PloS one, 7, e32037.
Furlan, J. C., Noonan, V., Cadotte, D. W. & Fehlings, M. G. 2011. Timing of decompressive surgery of
spinal cord after traumatic spinal cord injury: an evidence-based examination of pre-clinical and
clinical studies. Journal of neurotrauma, 28, 1371-1399.
Greenberg, H. S., Kim, J. H. & Posner, J. B. 1980. Epidural spinal cord compression from metastatic
tumor: results with a new treatment protocol. Annals of neurology, 8, 361-366.
Hall, E. 2011. Antioxidants Therapies for Acute Spinal Cord Injury. Neurotherapeutics, 8, 152-67.
Indonesia, K. K. 2012. Standar kompetensi dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Johnston, R. A. 1993. The management of acute spinal cord compression. Journal of neurology,
neurosurgery, and psychiatry, 56, 1046.

11

Medicine, H. Available:
http://www.hopkinsmedicine.org/healthlibrary/conditions/nervous_system_disorders/spinal_cord
_compression_134,13/ [Accessed November 6, 2014].
Schiff, D. 2003. Spinal Cord Compression. Neurol Clin N Am, 21, 67-86.
Setiawan, I. 2005. Cedera Medula Spinalis. Cedera Saraf Pusat dan Asuhan Keperawatannya, 18-32.
Sorenson, P., Helweg-Larsen, S., Mouridsen, H. & Hansen, H. 1994. Effect of high-dose dexamethasone
in carcinomatous metastatic spinal cord compression treated with radiotherapy: a randomized
trial. Eur J Cancer A, 30, 22-27.
Sprigings, D. C. & Chambers, J. B. 2010. Acute medicine: a practical guide to the management of
medical emergencies, John Wiley and Sons.
VIHA 2008. Spinal Cord Compression. VIHA EOL Symptom Guidelines, 1, 179-185.

12

Anda mungkin juga menyukai