Anda di halaman 1dari 15

A.

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui berbagai pola lissajous dengan variasi frekuensi dan amplitudo
2. Menggambarkan pola-pola lissajous menggunakan fungsi sinusoidal pada sumbu x dan
sumbu y
3. Membandingkan pola lissajous yang tebentuk pada osiloskop dengan pola lissajous
berdasarkan teori
B. LANDASAN TEORI
Getaran adalah gerak bolak balik melalui titik keseimbangan. Grafik
getaran memiliki persamaan:
y= A sin ( t + o)
atau
y= A cos ( t+ o )

Persamaan di atas dapat digambarkan dengan simpangan sebagai fungsi waktu

y=f (t) .

Gambar 1. Gerak harmonic sederhana sebagai proyeksi gerak melingkar beraturan pada
salah satu garis tengahnya
Dua getaran yang dipadukan atau dijumlahkan disebut superposisi getaran.
Superposisi getaran dibagi menjadi dua, yaitu superposisi getaran segaris dan getaran yang
saling tegak lurus (pola lissajous).

Gambar 2. Superposisi getaran segaris

Gambar 3. Superposisi dua getaran yang saling tegak lurus


Pola lissajous merupakan pola yang dihasilkan oleh perpaduan dua
kurva sinusoidal sumbu yang saling tegak lurus. Untuk dapat menganalisa gejala pola
lissayous dapat menggunakan osiloskop. Osiloskop menampilkan representasi (dalam 2
dimensi) dari satu atau lebih perbedaan potensial. Pola lissajous yang tampil pada layar
osiloskop merupakan sinyal periodik dari tegangan (pada sumbu y) terhadap waktu (pada
sumbu y).

Dalam matematika, pola lissajous dikenal sebagai sebuah kurva yang memiliki sistem
persamaan parametrik, yaitu:
x (t )

t+ A )
= A sin ( A

y (t )=B sin ( B t+ B )
Berdasarkan persamaan di atas, maka tampilan kurva yang dihasilkan sangat sensitif
A
B . Perubahan rasio

terhadap rasio

A
B

dipengaruhi oleh perubahan frekuensi yang

dimasukkan, yang memenuhi persamaan:


=2 f

Sehingga
Bila

A =2 f A

f A =f B

dan

B=2 f B

dan

| A B|

maka kurva yang akan terbentuk berupa pola elips

yang memenuhi persamaan:


2

x
y
+
A
B

( )( )
Bila

| A B|

=1

dan A = B = R, maka pola elips akan menjadi pola berbentuk

lingkaran dengan persamaan:


x 2+ y 2 =R 2
Selain bentuk sederhana tersebut muncul pula banyak bentuk lain yang secara umum dapat
dinyatakan dengan fungsi-fungsi sendiri.

Gambar 4. Pola lissajous dengan

f y =2 f x , A = B

dan

A=B

Untuk kasus dalam gambar di atas dapat dituliskan bentuk fungsinya adalah:
y=

2 2
x A
A

yang merupakan persamaan kuadrat.


Persamaan superposisi untuk superposisi dua gelombang yang saling tegak lurus, adalah
sebagai berikut:
y= A1 sin(ta1 )
dan
z = a1 sin(t a2 )
z
=sin t cos a1cos t sin a1 (1)
A1
y
=sin t cos a2cos t sin a 2 (2)
A2

Persamaan (1) dikalikan dengan sin

a2

dan persamaan (2) dikalikan dengan

kemudian digabungkan, maka akan menghasilkan:


y
z
sin a2+ sin a1=sin t ( cos a2 sin a1cos a1 sin a2) (3)
a1
a2

sin a1

Persamaan (1) dikalikan dengan

cos a 2

cos a 1

dan persamaan (2) dikalikan dengan

kemudian digabungkan, maka diperoleh:


y
z
cos a 2 cos a1=cos t (cos a2 sin a1cos a1 sin a2) (4)
a1
a2
Kemudian t dari persamaan (3) dan (4) dieliminasi dengan mengkuadratkan dan
menjumlahkan kedua persamaan tersebut, maka diperoleh:
sin ( a1 a2 )=

y 2 z 2 2 yz
+
cos(a1a 2)
. . . (5)
a 12 a22 a 1 a 2

Persamaan (5) menunjukkan resultan dari superposisi kedua getaran dan menunjukkan bahwa
bentuk kurva lissajous bergantung pada beda fase kedua getaran, yaitu

=a1 a2

Gambar 5. Menggambar lissajous


Inti dari gambar di atas adalah cara menggambar lissajous secara manual, caranya yaitu:

1) Menggambar 2 gelombang yang akan diperbandingkan kedalam Domain X dan Y


(Lihat Gambar 2, gelombang 1 diletakkan sebagai input Y [Vertikal] dan gelombang 2
sebagai input X [Horizontal]),
2) Memilah-milihnya menjadi bagian-bagian, dan jarak antar bagian-bagian pada masing
masing gelombang haruslah sama (contoh dalam Gambar 2 adalah 16 bagian).
3) Memplot masing-masing titik dengan pasangannya masing-masing. Dengan
menggambar garis bantuan ke tengah bidang kertas dan mencari titik potongnya
dengan perpanjangan garis bantu dari gelombang yang satunya lagi.
4) Menghubungkan titik-titik tersebut sesuai urutannya.

Gambar 6. Frekuensi yang dihasilkan generator isyarat


Gambar 7. Contoh pola grafik lissajous
Dari gambar terlihat grafik pola lissajous menjadi semakin rumit ketika perbandingan
antara a dan b keduanya semakin besar. Selain itu perubahan beda fase juga berpengaruh
terhadap bentuk kurva yang terbentuk.
Untuk dapat menganalisa gejala pola lissajous dapat menggunakan osiloskop. Osiloskop
menampilkan representasi (dalam 2 dimensi) dari satu atau lebih perbedaan potensial. Pola
lissajous yang tampil pada layar osiloskop merupakan sinyal periodik dari tegangan (pada
sumbu x) terhadap waktu (pada sumbu y).

C. ALAT DAN BAHAN


1. Osiloskop
2. Audio Frequency Generator (AFG)
3. Kabel probe
4. Transparansi

: 1 buah
: 2 buah
: 2 buah
: secukupnya

D. RANGKAIAN ALAT DAN LANGKAH KERJA

Gambar 8. Rangkaian alat eksperimen


1. Kalibrasi Osiloskop
Osiloskop bertipe 2 Vpp dan 1 kHertz
1.1 Kalibrasi Periode
a) Memasukkan probe ke channel 1.
b) Menghubungkan probe dari channel 1 dengan CAL 2 Vpp.
c) Memilih mode pada channel 1 dan source pada channel 1.
d) Memilih AC pada switch AC-DC.
e) Mengatur lebar sinyal ( cal ) menggunakan switch time/div
rumus:

dengan

cal=

Tcal
time
skala

1.2 Kalibrasi Amplitudo


a) Memasukkan probe ke channel 1.
b) Menghubungkan probe dari channel 1 dengan CAL 2 Vpp.
c) Memilih mode pada channel 1 dan source pada chanel 1
d) Memlih AC pada switch AC-DC
e) Mengatur tinggi sinyal (h cal) menggunakan switch volt/div dengan rumus:
h cal=

Vcal
volt
skala

2. Variasi
2.1 Variasi Frekuensi
a) Menghubungkan AFG 1 pada channel 1 dan menghubungkan AFG 2 pada
channel 2 menggunakan kabel probe seperti pada gambar 3.
b) Memilih mode add pada switch mode
c) Mengubah skala tertentu pada time/div.
d) Mengatur switch volt/div dari channel 1 dan channel 2 pada tegangan yang
sama.
e) Memilih tampilan X pada switch X-Y.
f) Menyalin pola yang terbentuk pada layar osiloskop frekuensi yang divariasi.
2.2 Variasi Amplitudo
a) Menghubungkan AFG 1 pada channel 1 dan menghubungkan AFG 2 pada
b)
c)
d)
e)
f)

channel 2 menggunakan kabel probe seperti pada gambar 4.


Memilih mode add pada switch mode.
Memilih skala tertentu pada time/div.
Mengubah switch volt/div dengan variasi tertentu.
Memilih tampilan X pada switch X-Y.
Menyalin pola yang terbentuk pada layar osiloskop frekuensi yang divariasi.

E. DATA EKSPERIMEN
1. Variasi Frekuensi
A1 : A2 = 1 : 1

No
.

f 1 (Hz)

f 2( Hz)

f1:f2

(div)

(div)

Gambar

100

100

1:1

100

200

1:2

100

300

1:3

0,7

100

400

1:4

0,5

200

300

2:3

3,2

6.

300

400

3:4

2,2

2. Variasi Amplitudo
f :f =2:3
( 1 2
)

No

A 1 (volt)

A 2 (volt)

A1: A2

volt
1

volt
2

.
1.

1:2

0,5

0,5

2.

1:3

0,5

0,5

Gambar

3.

1:4

0,5

4.

2:3

0,5

5.

3:4

F. ANALISIS DATA

G. PEMBAHASAN
Percobaan ini menggunakan osiloskop dan dua buah AFG untuk membentuk pola
lisajuos dengan cara memvariasi perbandingan frekuensi dan perbandingan amplitudo.
Pada dasarnya prinsip metode lissajous adalah superposisi dua duah gelombang yang
saling tegak lurus dengan frekuensi tertentu. Kedua gelombang yang saling tegak lurus
tersebut mempunyai perbandingan frekuensi yang harus bilangan bulat.

2
Gambar Pembentukan Lissajous Secara Teori
Pada gambar, lingkaran 1 sebagai fungsi gelombang Yy dan lingkaran 2 sebagai Yx,
dengan

A1

dan

f1

untuk Yy,

A2

dan

f2

untuk Yx,

1. Variasi Frekuensi
Menurut teori, perbandingan frekuensi akan berpengaruh pada jumlah gelombang yang
terbentuk pada sisi kanan dan kiri serta pada sisi atas dan bawah. Pada praktikum
dilakukan dilakukan 6 kali variasi perbandingan amplitudo tetap yaitu 1:1. Variasi
perbandingan frekuensi dengan perbandingan frekuensi yang dipakai pada praktikum yaitu
100 Hz : 100 Hz (1:1); 100 Hz : 200 Hz (1:2); 100 Hz : 300 Hz (1:3) ; 100 Hz : 400 Hz
(1:4); 200 Hz : 300 Hz (2:3); dan 300 Hz : 400 Hz (3:4) dengan pola lissajous seperti pada
data pengamatan.

Perbandingan frekuensi dilakukan dengan cara mengatur frekuensi AFG sesuai dengan
perbandingan yang dibutuhkan. Sinyal pada channel 2 akan membentuk pola pada sumbu
x, dan sinyal pada channel 1 akan membentuk pola pada sumbu y.
Gambar hasil pengamatan pada layar osiloskop, menunjukkan jika perbandingan
frekuensi masukannya sebesar 1:1, maka pola lissajous memiliki jumlah lengkungan yang
sama secara vertikal dan horisontal. Pada percobaan ini, perbandingan 1:1 memberikan
bentuk lingkaran. Secara teori pola lingkaran akan terbentuk jika beda fasenya sebesar

4 . Hal tersebut terbukti karena mirip dengan pola lissajous secara manual dengan beda

fase

(terlihat pada analisis data).

Pada percobaan, perbandingan frekuensi sebesar 1:2 akan menghasilkan 2 lekukan


secara vertikal dan 1 lekukan secara horisontal dengan titik potong tepat di tengah.

Menurut teori pola tersebut terbentuk pada beda fase

2 . Hal tersebut juga terbukti

karena bentuknya mirip dengan pola lissajous yang digambar secara manual dengan beda
fase 90 .
Hasil percobaan lainya pada layar osiloskop juga memiliki kemiripan bentuk dengan
gambar lissajous secara manual. Kemiringan gambar pada praktikum dikarenakan
penggunaan osiloskop pada mode add.
Pada variasi perbandingan frekuensi ini berpengaruh pada pola lissajous yang
terbentuk, yaitu semakin besar perbandingan frekuensinya maka semakin banyak pula
gelombang pembentuk pola lissajous.
2. Variasi Amplitudo
Pada percobaan variasi amplitudo, perbandingan frekuensi yang digunakan adalah 3:1.
Variasi amplitudo yang dilakukan sebanyak lima kali, yaitu 1:2, 1:3, 1:4, 2:3, dan 3:4. Pada
variasi perbandingan amplitudo ini berpengaruh pada pola lissajous yang terbentuk yaitu
pada lebar dan tinggi pola. Semakin besar perbandingan, maka akan terbentuk pola yang
lebih lebar dan tinggi bila dibandingkan dengan perbandingan amplitudo yang kecil. Misal
pada perbandingan amplitudo 4:3 akan terbentuk pola lissajous dengan lebar 4 kotak/div
dan tinggi 3 kotak/div dibandingkan dengan perbandingan amplitudo 2:3 terbentuk pola
dengan lebar 2 kotak dan tinggi 3 kotak. Dimana bila keduanya dibandingkan akan

menghasilkan pola dengan ukuran 4:3 lebih besar dibandingkan 2:3. Namun untuk
gelombang yang terbentuk pada variasi amplitudo ini sama yaitu 3 gelombang sisi kanan
dan kiri dan 1 gelombang sebelah atas dan bawah, dengan catatan variasi frekuensi yang
dipakai pada variasi perbandingan amplitudo ini sama.
Data yang diperoleh dari lima kali percobaan menunjukan bentuk yang berpola
sama, hal ini karena perbandingan frekensinya dibuat sama. Sedangkan perubahan yang
terjadi akibat adanya variasi perbandingan amplitudo terlihat dari ukuran lissajous.
Semakin besar amplitudo, maka semakin besar pula ukuran pola lissajousnya. Jika yang
diperbesar merupakan getaran yang pertama atau A1 maka gambarnya akan melebar dan
jika yang diperbesar A2 maka akan bertambah tinggi dari pola lissajous tersebut.
Dari percobaan ini, gambar yang dihasilkan osiloskop jika dibandingkan secara teori
ternyata menghasilkan gambar yang hampir sama. Hal ini dapat dikatakan praktikum ini
memiliki ketelitian yang tinggi.

Pada saat praktikum, pola lissajous yang terbentuk dalam osiloskop tidak benar-benar
diam, tetapi bergerak/berubah terhadap waktu dan kemudian kembali lagi ke bentuk
semula. Hal ini dikarenakan adanya beda fase antara kedua sinyal masukan yang berasal
dari kedua AFG. Sehingga berdampak pula pada proses penggambaran pola karena pola
yang bergerak secara terus-menerus.
H. SIMPULAN
1. Pola lissajous yang terbentuk pada osiloskop yang bergerak disebabkan oleh beda fase
antara kedua sinyal masukan yang berasal dari AFG..
2. Semakin besar perbandingan frekuensi, maka semakin banyak gelombang yang terbentuk
pada pola lissajous.
Semakin besar perbandingan amplitudo, maka semakin besar ukuran (lebar untuk
dan tinggi untuk

A2

A1

) gelombang yang terbentuk pada pola lissajous.

3. Pola lissajous yang terbentuk pada layar osiloskop memiliki kemiripan bentuk dengan
pola lissajous secara teori (gambar manual).

I. REFERENSI
http://www.scribd.com/doc/202334248/AUL-Frekuensi-Pola-2 diakses pada 9 April 2014
pukul 20:30 WIB.

Journal of Engineering. 2012. Geometrical and Graphical Representations


Analysis of Lissajous
Figures in Rotor Dynamic System. 2(5): 971-972.

Khanafiyah, Siti dan Elianawati. 2007. Fenomena Gelombang. Semarang: H20 Publishing.
Tim Penyusun. 2011. Petunjuk Praktikum Gelombang. Semarang: Lab. Fisika Dasar IAIN
Walisongo.

Anda mungkin juga menyukai