Perubahan Warna Gigi
Perubahan Warna Gigi
3. Defek perkembangan
Perubahan warna dapat terjadi karena kerusakan pada saat perkembangan gigi.
1) Fluorosis endemik
Masuknya sejumlah flour saat pembentukan gigi menyebabkan kerusakan
struktur yang mengalami mineralisasi dan mengakibatkan terjadinya hipoplasia.
Permukaan gigi menjadi porus dan akan menyerap warna di dalam rongga mulut.
Fluor bekerja pada komponen mineral gigi dan juga pada bakteri pembentukan plak,
interaksi dengan enamel terjadi selama proses odontogenesis dan pasca gigi erupsi.
Akan menjadi masalah bila, asupan fluor sangat tinggi selama masa kecil, pada periode
antara usia 20 dan 30 bulan, sementara tidak ada risiko selama lebih 8 tahun.
Fluorosis bergantung pada jumlah asupan fluor, usia anak, respon individu, berat
badan, tingkat aktivitas fisik, makanan dan pertumbuhan tulang
Dalam jumlah yang berlebihan, fluor merusak sel-sel yang membentuk email gigi, yang
disebut ameloblasts: overdosis fluor menyebabkan gangguab fase amelogenesis
(produksi enamel) pada gigi permanen (1-4 tahun usia). Kerusakan sel-sel ini
menghasilkan gangguan dalam mineralisasi gigi, yang meningkatkan porositas enamel
dan menyebabkan enamel tampak opaque hingga chalky white teeth.
Etiologi Fluorosis
Laporan terbaru dari Australia, Amerika, dan beberapa negara berkembang lainnya
menyatakan bahwa terjadi kecenderungan bertambahnya jumlah dan tingkatan
fluorosis gigi pada daerah yang menggunakan fluoriadasi pada air minumnya. Di
Amerika sistem fluoridasi telah diterima sejak tahun 1945 sebagai anak di Amerika
Serikat yang tidak memiliki satu kavitas pun setelah dewasa, tetapi jumlah anak yang
memiliki bintik-bintik putih sampai kecokelatan di permukaan giginya semakin
meningkat.
Ada penelitian yang menyatakan bahwa 25% dari kasus-kasus fluorosis disebabkan
karena mengonsumsi suplemen-suplemen yang mengandung fluor selama 8 tahun
pertama kehidupan dengan dosis yang tidak tepat. Efek pemberian suplemen ini dapat
menyebabkan fluorosis dalam bentuk ringan. American Dental Association (ADA)
menganjurkan untuk mengonsumsi suplemen yang mengandung fluor harus sesuai
dengan resep dokter dan riwayat masukan fluor ke dalam tubuh karena mempunyai
peranan yang sangat besar dalam menyebabkan fluorosis gigi. Suplemen yang
mengandung fluor seharusnya hanya bisa diberikan kepada anak-anak yang tinggal di
daerah dimana air minumnya tidak mengalami fluoridasi dan pemberiannya tidak
dibenarkan apabila bersamaan dengan pemakaian obat kumur dan pasta gigi yang
mengandung fluor.
Fluorosis gigi juga dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi
oleh bayi adan anak-anak dimana makanan tersebut mengandung fluor dalam jumlah
yang tinggi dan minuman tersebut dihasilkan di daerah yang air minumnya telah
mengalami fluoridasi. Makanan yang mengandung fluor yang tinggi adalah ikan
terutama ikan yang tulangnya dapat dimakan, misalnya ikan teri dan minuman yang
mengandung fluor yang tinggi adalah teh, juice anggur, minuman botol seperti cola
serta minuman ringan lainnya. Penelitian terbaru menyatakan bahwa juice anggur dan
teh mengandung fluor yang lebih banyak dibandingkan dengan air minum yang telah
mengalami fluoridasi dimana juice anggur mengandung 1,7 ppm dan teh mengandung
2,5 10 ppm. Jadi, apabila anak-anak yang masih dalam pertumbuhan (sebelum
berusia enam tahun) banyak mengonsumsi ikan, teh, juice anggur dan minuman ringan
lainnya maka anak tersebut memiliki kemungkinan yang besar untuk menderita
fluorosis gigi, walaupun tinggi di daerah yang air minumnya tidak mengalami fluoridasi.
Pada pasta yang banyak dipasarkan saat ini adalah pasta gigi yang mengandung fluor
yang tinggi, bahkan pada pasta gigi anak. Padahal, anak-anak yang berusia di bawah
empat tahun seharusnya menggunakan pasta gigi yang sama sekali tidak mengandung
fluor. Di Indonesia tidak ada pasta gigi anak yang tidak mengandung fluor, sehingga
anak-anak yang masih berusia sangat dini (umur dua tahun)sudah menyikat giginya
dengan menggunakan pasta gigi anak yang mengandung fluor. Menurut LKJ, pasta
gigi anak yang beredar di pasaran Indonesia tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
Pasta gigi anak yang beredar mengandung fluor yang hampir sama jumlahnya dengan
pasta gigi orang dewasa, sehingga dapat mengakibatkan resiko terjadinya fluorosis gigi
yang tinggi pada anak, apalagi fluorosis hanya dapat terjadi pada anak-anak atau pada
masa pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi. Dari penelitian-penelitian juga
dinyatakan bahwa fluorosis gigi yang terjadi akibat penggunaan pasta gigi yang
mengandung fluor pada anak adalah fluorosis gigi dalam bentuk ringan.
Faktor-faktor lain
Faktor pendukung lainnya yang bisa menyebabkan fluorosis adalah aplikasi topikal fluor
selama masa pembentukan enamel dimana hal tersebut bisa terjadi jika si anak
menelan fluor yang sedang dioleskan ke giginya. Terapi yang menggunakan fluor juga
bisa menjadi salah satu faktor pendukung, atau bisa juga karena menghirup udara yang
mengandung fluor yang dilepaskan dari pembakaran batu bara ataupun proses
produksi pupuk fosfat.
fluor
dalam
waktu
yang
lama
selama
pembentukan
enamel
tergantung
pada
banyaknya
pemakaian
fluor
selama
periode
pembentukan gigi.
Adapun enamel yang normal adalah suatu bahan yang padat, mengandung banyak
pori-pori yang sangat kecil, terdiri dari kristal-kristal hidroksil apatit yang tersusun
dengan pola yang teratur dan membentuk enamel rods (prisma enamel). Pada enamel
yang normal, kristal-kristal tersebut terikat satu sama lain dengan sangat erat dan
celah-celah diantara kristal-kristalnya sangatlah kecil, sehingga enamel tampak
translusen. Permukaan enamel normal biasanya halus dan mengkilat, berwarna putih
atau krem muda dan sifat ini tetap bertahan, walaupun permukaannya dikeringkan
dalam waktu yang lama.
Menurut Dean, fluorosis pada gigi menggambarkan rangkaian kesatuan dari
perubahan-perubahan enamel gigi, maka ciri-ciri klinis fluorosis gigi berdasarkan tingkat
keparahan dapat dibedakan menjadi empat tingkatan, yaitu :
Tanda-tanda paling awal dari fluorosis gigi adalah adanya suatu garis putih yang
berjalan menyilang di permukaan gigi atau di enamel permukaan,tetapi tidak mencakup
lebih dari 25% permukaan gigi. Garis ini paling mudah terlihat pada bagian insisal yang
tidak ada dentinnya atau hanya selapis tipis di bawah enamel. Pada beberapa kasus
bisa juga terjadi fenomena snow cap dimana puncak cusp, insisal edge dan marginal
Bridge terlihat berwarna opak putih dan tidak lebih dari 1-2 mm, yang sering
dimasukkan dalam kelompok ini adalah gigi premolar atau molar kedua yang
menunjukkan adanya opasitas pada puncak cusp.
Mild (ringan)
Pada gigi yang terserang fluorosis gigi sedikit lebih parah dari sebelumnya (bentuk
ringan), nampak garis putih yang lebih luas dan lebih menonjol tetapi tidak sana-sini,
sehingga menimbulkan gambaran bercak-bercak kecil, tidak teratur dan permukaan gigi
nampak suram seperti berkabut.
Moderate (sedang)
Keparahan fluorosis pada tingkat ini ditandai dengan daerah opak yang tidak teratur
berfusi sampai ke seluruh permukaan gigi sehingga gigi nampak putih seperti kapur
(chalky white). Setelah gigi erupsi ke dalam mulut, gigi ini menunjukkan kerusakan pada
permukaannya sehingga apabila daerah yang putih dan porus tersebut di probe dengan
kuat, maka sebagian dari enamel itu akan terlepas.
Severe (berat)
Pada tingkat keparahan fluorosis gigi yang berat atau parah, seluruh permukaan gigi
nampak opak dan menunjukkan hipoplasia yang sangat jelas atau lepasnya permukaan
enamel terluar yang mengakibatkan terbentuknya pit-pit atau bercak-bercak pada
permukaan. Daerah yang sering terjadi adalah di tengah insisal atau oklusal gigi. Gigi
yang mengalami fluorosis yang parah juga bisa menunjukkan hilangnya hampir seluruh
enamel permukaan sehingga bentuk gigi sangat berubah. Bagian dari gigi dimana
permukaan enamelnya telah hilang, sering berwarna cokelat tua sebagai akibat dari
stain yang terserap. Pewarnaan cokelat ini menyebar dan pada gigi sering terjadi
kerusakan seperti karatan.
2) Obat-obatan sistemik
Masuknya obat-obatan atau bahan kimia pada saat pembentukan gigi dapat
menyebabkan perubahan warna gigi. Pada umumnya obat yang menyebabkan
perubahan warna gigi paling berat adalah tetrasiklin, menyebabkan gigi berwarna
kuning kecoklatan sampai abu-abu tua. Hal ini tergantung kepada jumlah, frekwensi,
jenis tetrasiklin dan umur pasien saat meminum obat.
Mekanisme perubahan warna pada gigi akibat tetrasiklin
Penggunaan secara sistemik dari tetrasiklin selama pembentukan dan
perkembangan gigi dikaitkan dengan deposisi tetrasiklin pada jaringan gigi. Tetrasiklin
mengandung gugus-gugus hidroksil, dimana gugus tersebut akan membentuk ikatan
bila dikombinasikan dengan Ca++ sebagai unsur-unsur pembentuk gigi. Tetrasiklin dapat
mengikat kalsium secara irreversible, kemudian berikatan dengan kristal hidroksiapatit
baik di dentin maupun enamel. Juga, mempunyai kemampuan membentuk kompleks
atau ikatan dengan kristal hidroksiapatit dalam gigi sehingga mengakibatkan
terbentuknya senyawa orthocalcium phosphat complex yang tertimbun pada gigi dan
menyebabkan perubahan warna pada gigi. Dentin ditunjukkan sebagai jaringan yang
paling sulit untuk berubah warna daripada enamel jika melalui plasenta.
Jordan dkk membagi keparahan perubahan warna ke dalam 3 bagian yaitu :
ringan, sedang, berat. Perubahan warna ringan digambarkan berwarna kuning terang
yang merata hampir di seluruh permukaan gigi. Perubahan warna sedang digambarkan
berwarna kuning gelap atau hampir keabu-abuan. Sedangkan perubahan warna berat
digambarkan dengan keadaan gigi yang berwarna abu-abu gelap, ungu atau biru
dengan adanya bentuk cincin pada bagian servikal gigi.