PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat-zat gizi yang dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi
baik, dan gizi lebih. Status gizi merupakan faktor yang terdapat dalam level
individu (level yang paling mikro). Faktor yang mempengaruhi secara langsung
adalah asupan makanan dan infeksi. Pengaruh tidak langsung dari status gizi ada
tiga faktor yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, dan
lingkungan kesehatan yang tepat, termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan
(Almatsier,2001).
Moore, 1997 menyebutkan bahwa penilaian status gizi adalah proses yang
digunakan untuk mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi malnutrisi dan
menentukan individu mana yang sangat membutuhkan bantuan gizi. Penentuan
status gizi adalah suatu interpretasi status gizi melalui informasi yang didapatkan
dari penilaian secara langsung maupun tidak langsung atau keduanya. Penilaian
secara langsung meliputi pemeriksaan diit / konsumsi makanan, pemeriksaan
biokimia / laboratorium, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan biofisik sedangkan penentuan status gizi secara tidak langsung
meliputi survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et
al., 2001).
Salah satu metode penentuan status gizi adalah dengan pemeriksaan
biofisik. Penilaian status gizi secara biofisik dilakukan dengan melihat
kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur. Tes kemampuan fungsi
jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi ekspenture serta adaptasi sikap.
Tes perubahan struktur ada yang dapat dilihat secara klinis seperti pengerasan
kuku, pertumbuhan rambut tidak normal dan menurunnya elastisitas kartilago, dan
ada yang tidak dapat dilihat secara klinis yang biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan radiologi (Ningtyias, 2010). Penilaian status gizi secara biofisik
merupakan metode yang paling mahal jika dibandingkan dengan metode penilaian
status gizi yang lain seperti penilaian status gizi secara antropomentri dan klinis.
Penilaian status gizi secara biofisik memerlukan tenaga profesional dan dapat
diterapkan dalam keadaan tertentu saja karena hanya orang dengan keahlian
tertentu saja yang dapat membaca hasil dari penilaian status gizi secara biofisik
(Supariasa, dkk, 2001).
Setiap metode penentuan atau penilaian status gizi memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Oleh sebab itu, maka dalam menentukan diagnosis
suatu penyakit diperlukan penggunaan beberapa metode. Sebab jika hanya
menggunakan satu metode akan memberikan hasil yang kurang komprehensif
tentang suatu keadaan. Gibson (2005) menyatakan bahwa diperlukan beberapa
faktor yang perlu diperhatikan pada pemilihan metode penentuan status gizi
anatara lain: harus tahu tujuan identifikasinya, protokol pemilihan sampel,
validitas, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan, ketepatan dalam
pengukirah, jenis informasi yang dibutuhkan, sensitivitas dan spesifisitas,
prevalensi, tersedianya fasilitas dan peralatan, tenaga, waktu serta dana.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menganalisis ketepatan
penggunaan metode biofisik dalam mendiagnosis status gizi seseorang, khususnya
kekurangan vitamin A, pada jurnal yang berjudul Prevalence of Vitamin A
Deficiency in Pregnant and Lactating Women in the Republic of Congo.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis pengunaan metode biofisik pada jurnal yang berjudul
Prevalence of Vitamin A Deficiency in Pregnant and Lactating Women in the
Republic of Congo.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui penentuan status gizi dengan metode biofisik.
2. Untuk mengetahui kesesuaian penggunaan metode biofisik terhadap
pelaksanaan survei gizi dalam menentukan status vitamin A pada jurnal
yang berjudul Prevalence of Vitamin A Deficiency in Pregnant and
Lactating Women in the Republic of Congo.
3. BAB II
4. TINJAUAN PUSTAKA
5.
2.1 Pengertian Penentuan Status Gizi
6.
Penilaian status gizi adalah proses yang digunakan untuk
mengevaluasi status gizi, mengidentifikasi malnutrisi dan menentukan individu
mana yang sangat membutuhkan bantuan gizi (Moore, 1997). Penentuan status
gizi adalah suatu interpretasi status gizi melalui informasi yang didapatkan dari
penilaian secara langsung maupun tidak langsung atau keduanya. Penilaian secara
langsung meliputi pemeriksaan diit / konsumsi makanan, pemeriksaan biokimia /
laboratorium, pemeriksaan antropometri, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
biofisik sedangkan penentuan status gizi secara tidak langsung meliputi survei
konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa et al., 2001).
7.
2.2 Faktor yang Dipertimbangkan dalam Memilih Metode Penentuan Status
Gizi
8.
menilai
tingkatan
pembesaran kelenjar gondok. Apabila tersedia biaya, tenaga dan saranasarana lain yang mendukung, maka dianurkan untuk menggunakan metode
biokimia yang mempunyai reliabilitas dan akurasi yang sangat tinggi.
5. Ketepatan dalam pengukuran
14. Ketepatan dalam pengukuran dihitung dengan pengukuran yang
dilakukan berulang menghasilkan hasil yang sama. Contohnya, penghitungan
rata-rata asupan konsumsi individu dalam beberapa hari dengan variasi yang
berbeda dapat menggambarkan estimasi kebiasaan konsumsi individu
tersebut.
6. Jenis informasi yang dibutuhkan
15. Apabila ingin mendapatkan informasi tentang asupan makanan,
maka metode yang digunakan adalah survei konsumsi. Apabila ingin
mengetahui kadar hemoglobin dalam darah maka metode yang digunakan
adalah biokimia.
7. Sensitivitas dan spesifisitas
16. Sensitivitas dari indeks dipilih untuk merefleksikan status gizi atau
memprediksikan perubahan nutriture. Spesifisitas dari indeks adalah
kemampuan dari indeks untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan orang
dengan status gizi baik.
8. Prevalensi
17. Prevalensi adalah proporsi individu yang benar-benar malnutrisi
atau terinfeksi penyakit. Prevalensi lebih mempengaruhi nilai prediktif dari
indeks gizi daripada faktor yang lain.
9. Tersedianya fasilitas dan peralatan
18. Pada umumya, fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam
penentuan status gizi secara antropometri relatif lebih mudah didapat
dibandingkan dengan metode biokimia.
10. Tenaga
19. Penilaian status gizi secara biokimia memerlukan tenaga ahli kimia
atau analis kimia, karena menyangkut berbagai jenis bahan dan reaksi kimia
yang harus dikuasai. Penentuan status gizi secara antropometri tidak
membutuhkan tenaga ahli namun tenaga yang telah dilatih. Penilaian status
gizi secara klinis membutuhkan tenaga medis (dokter).
11. Waktu
20. Apabila kita ingin menilai status gizi di suatu masyarakat dan
waktu yang tersedia reatif singkat, sebaiknya menggunakan metode
antropometri. Penilaian status gizi dengan metode biokimia memerlukan
waktu yang lebih lama dan harus ditunjang dengan tenaga, biaya serta
peralatan yang memadai.
12. Dana
21. Pada umumnya, penggunaan metode biokimia menghabiskan biaya
yang relatif mahal dibandingkan dengan metode lainnya.
22.
2.3 Penentuan Status Gizi dengan Metode Biofisik
23.
dini. Pada anak 2,5-5 tahun, skrining mata perlu dilakukan untuk
mendeteksi apakah menderita gangguan tajam penglihatan yang nantinya
akan mengganggu aktivitas di sekolahnya. Kejernihan penglihatan
disebut ketajaman visus, yang berkisar dari penglihatan penuh sampai
tanpa penglihatan. Jika ketajaman menurun, penglihatan menjadi kabur.
Ketajaman
penglihatan
biasanya
diukur
dengan
skala
yang
2,4% sampel dengan status vitamin A berada pada tingkatan menengah ke bawah.
2,4% sampel tersebut memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami defisiensi
vitamin A. Status defisiensi vitamin A pada ibu hamil dan menyusui lebih banyak
terdapat pada wilayah Brazzaville urban (33%) daripada wilayah Kouilou (23%)
dan wilayah pedesaan bagian utara (23,6%).
50.
3.2 Analisis Jurnal
51.
yang harus diperhatikan dalam memilih metode yang akan digunakan untuk
menentukan status gizi seseorang atau masyarakat, yaitu study objective, protokol
pemilihan sampel, validitas, tingkat reliabilitas dan akurasi yang dibutuhkan,
ketepatan dalam pengukuran, jenis informasi yang dibutuhkan, sensitivitas dan
spesifisitas, prevalensi, tersedianya fasilitas dan peralatan, waktu, tenaga, serta
dana yang tersedia.
52.
tujuan dari pelaksanaan pemeriksaan status gizi tersebut. Jika pemeriksaan status
gizi dilakukan untuk mengetahui prevalensi malnutrisi secara nasional, maka
pelaksanaan survei gizi seperti yang dilakukan oleh peneliti sudah tepat. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, peneliti mengkombinasikan beberapa metode
dalam menilai status gizi sampel, yang salah satunya adalah metode biofisik, yaitu
dengan melakukan tes ICT (Impression Cytology with Transfer) serta pelaksanaan
tes fungsi fisik untuk mendeteksi adanya bercak bitot dan buta senja yang
diakibatkan oleh kekurangan vitamin A. Menurut Ningtyias (2010), tes sitologi
digunakan untuk menilai keadaan KEP berat, sedangkan tes fungsi fisik akan lebih
berguna apabila dilakukan di daerah epidemis kekurangan vitamin A. Jadi,
penggunaan metode biofisik pada jurnal tersebut sudah sesuai karena digunakan
untuk menilai status vitamin A pada wilayah yang memiliki banyak kasus
defisiensi vitamin A, yaitu Republik Kongo.
53.
54.
pada jenis informasi yang dibutuhkan. Status vitamin A seseorang dapat diketahui
lebih awal dengan pemeriksaan histopatologis, biologis dan biokimia. Secara
biologis, fungsi dan histologi, status vitamin A dapat diperiksa melalui tandatanda xeropthalmia, buta senja,
pemilihan metode penentuan status gizi. Penilaian status gizi dengan metode
biofisik membutuhkan tenaga medis dan paramedis yang sangat terlatih dan
mempunyai pengalaman yang cukup sehingga reliabilitas dan akurasi hasil
pengukuran dapat terpenuhi. Ketersediaan tenaga, baik jumlah maupun mutunya
sangat mempengaruhi penggunaan metode penentuan status gizi. Penilaian status
gizi secara biofisik membutuhkan tenaga medis, yaitu dokter, terkait dengan
pemeriksaan untuk melihat kemampuan fungsi jaringan dan perubahan struktur
baik yang dapat dilihat secara klinis maupun yang tidak dapat dilihat secara klinis.
56.
fasilitas dan peralatan pengukuran yang tersedia. Fasilitas tersebut ada yang
mudah didapat dan ada yang sangat sulit diperoleh. Metode biofisik pada umunya
menggunakan peralatan yang sulit didapatkan sehingga harganya relatif mahal.
Jadi, semua hal tersebut berkaitan dengan masalah ketersediaan dana dalam
pelaksanaannya.
Pelaksanaan
survei
gizi
dengan
skala
nasional
pasti
membutuhkan dana yang besar, terlebih lagi survei gizi yang dilakukan oleh
peneliti menggabungkan beberapa metode sekaligus. Jadi, dengan adanya dana
yang cukup untuk memenuhi proses pelaksanaan pengukuran status vitamin A
baik dalam hal ketersediaan peralatan maupun tenaga medis yang kompeten,
metode biofisik adalah metode yang tepat untuk digunakan karena hasil yang
didapatkan
memiliki
tingkat
akurasi
yang
tinggi
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
57.
Indeks yang sensitif dapat menunjukkan hasil walaupun perubahan pada status
59. BAB IV
60. PENUTUP
61.
4.1 Kesimpulan
62.
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Penggunaan metode biofisik dalam menentukan
status vitamin A pada ibu hamil dan menyusui di Republik Kongo, seperti yang
tertuang dalam jurnal yang berjudul Prevalence of Vitamin A Deficiency in
Pregnant and Lactating Women in the Republic of Congo sudah tepat, karena
sudah memenuhi beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan
metode biofisik. Faktor-faktor tersebut antara lain tujuan pelaksanaan, validitas,
jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat reliabilitas dan akurasi, fasilitas dan
peralatan, tenaga, dana, sensitivitas serta spesifisitas.
63.
4.2 Saran
64.