Chapter II Stainless Stell
Chapter II Stainless Stell
TINJAUAN PUSTAKA
menambahkan kromium pada baja rendah karbon dan menyebabkan baja tersebut
menjadi tahan karat. Penelitian terhadap stainless steel terus berkembang dan tahun
1930-an mulai diproduksi. Stainless steel dalam metalurgi adalah alloy besi dengan
kandungan kromium 10,5 % - 11 %. Penambahan kromium (Cr) bertujuan
meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida
Cr2O3 di
permukaan logam stainless steel. Unsur lain selain besi, karbon dan kromium yaitu
Nikel, Molybdenum dan Titanium dengan komposisi yang berbeda-beda sehingga
menghasilkan variasi sifat mekanis dari beberapa produk
stainless steel
yang
sifat stainless steel untuk bidang ortodonti pada pertemuan American Society of
Orthodontis (ASO). Kepopuleran stainless steel semakin meningkat di kalangan
ortodontis karena memiliki kombinasi sifat mekanis yang baik, tahan korosi dan
harga ekonomis. Stainless steel digunakan dalam bidang ortodonti sebagai bahan
dasar braket, kawat. molar tube, band. Pegas dan lain-lain. Komposisi dan
manufaktur stainless steel yang berbeda-beda menghasilkan beberapa jenis stainless
steel dan diklasifikasikan oleh American Iron and Steel Institute (AISI). 17
pendinginan, sehingga austenit lebih stabil walaupun pada suhu kamar. Austenit
SS banyak digunakan secara luas dalam bidang kedokteran gigi khususnya
ortodonti karena sifatnya yang tahan korosi.
Tipe AISI 304 L SS dan 303 banyak digunakan sebagai bahan dasar braket
ortodonti dengan komposisi 18- 20 % kromium (Cr), 8-10 % Nikel, sedikit
Mangan, Silikon dan karbon 0,003 %. AISI 303 adalah tipe austenitik stainless
steel pertama yang merupakan campuran 18 % kromium dan 8 % nikel dan
sedikit Selenium. Sedangkan tipe 316L SS memiliki kandungan Nikel lebih
tinggi 2-3 % Molybdenum dan karbon yang lebih rendah untuk menambah
resistensi terhadap korosi intergranular. Tipe AISI 302 dengan komposisi 17-19
% kromium, 8-10 % Nikel dan 0,08 % karbon biasanya digunakan untuk kawat
ortodonti.
2.
perubahan fase ke keadaan padat, maka logam ini tidak mengeras dengan
pemanasan. Walaupun banyak digunakan dalam bidang industri, tetapi alloy
ini jarang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.
3.
4.
5.
digunakan
sebagai bahan dasar braket ortodonti dan indikasi untuk pasien yang alergi
nikel. Penelitian Plat dkk melaporkan bahwa 2205 Duplex stainless steel lebih
tahan korosi dibandingkan tipe AISI 316 L sebagai bahan dasar braket
ortodonti.
Hardness
Modulus elastisity
100-200 BHN
200 GN / m2
Tensile strength
1700MN/m2
Menurut Philips ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada stainless steel,
yaitu: 1
1. Korosi
Stainless steel 18-8 dapat kehilangan ketahanannya terhadap korosi jika
dipanaskan antara 400 C sampai 9000C, temperatur yang pasti tergantung dari
kandungan karbonnya.
Penyebab utama terjadinya korosi adalah masuknya potongan baja karbon
atau logam serupa pada permukaan. Sebagai contoh, jika stainless steel tidak
dimanipulasi secara hati-hati dengan tang dari besi karbon, maka ada kernungkinan
beberapa baja dari tang akan tertanam dalam stainless steel tersebut. Atau jika
pesawat dari stainless steel digrinding dengan bur baja karbon, beberapa baja dari
alat akan tertanam pada logam tersebut. Keadaan ini menimbulkan arus listrik yang
menyebabkan korosi.
2.Kompatibiliti
Walaupun berbeda, penelitian menunjukkan biokompatibilitas stainless steel
yang sangat baik pada rongga mulut akan tetapi berdasarkan dari penelitian yang
dilakukan oleh Eliades dkk terjadi pelepasan ion bebas dari stainless steel selama
pemakaian yang bersifat cytotoxitas.
2.2
temperatur, kualitas dan kuantitas saliva, pH saliva, plak, jumlah protein pada
saliva, sifat fisika dan kimia makanan maupun minuman, kondisi kesehatan umum
maupun mulut, kadar klorida pada saliva dan frekuensi makan. Kondisi di atas
mempengaruhi kestabilan ion logam pada braket yaitu menyebabkan terjadinya
pelepasan logam. Bila pelepasan ion terjadi dengan cepat maka braket akan korosi
yaitu disintegrasi logam yang menyebabkan kerusakan pada braket tersebut
mikrostruktur braket yang berada dalam mulut pasien secara terus menerus dalam
waktu yang lama. 18
Perawatan ortodonti cekat sudah lama dianggap memiliki potensi
mengganggu jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Pasien yang menjalani
perawatan ortodonti cekat lebih sulit menjaga oral hygiene dengan metode
konvensional, kemampuan self cleansing oleh saliva juga akan berkurang. Hal-hal
ini dapat memacu timbulnya lesi karies, yang dapat terjadi sekitar 1 bulan, tanpa
dihubungkan dengan kontrol plak mekanis. Keasaman saliva dapat berubah yang
disebabkan oleh akumulasi plak dalam mulut dan kecepatan aliran saliva sehingga
pH saliva dapat turun hingga 4,95.7,18
Saliva yang disebut juga cairan mulut adalah suatu cairan yang dikeluarkan
kelenjar ludah di dalam rongga mulut. Saliva merupakan sekresi campuran yang
diproduksi oleh kelenjar parotis sebanyak 90 % submandibula, sublingual dan
kelenjar pada palatum lunak dan pada permukaan dalam bibir dan pipi. Saliva
buatan mengandung komponen yang sama dengan saliva asli, tetapi tidak
mengandung enzim. Saliva buatan dapat dibuat dengan berbagai macam metode
pencampuran komposisi. Salah satu metodenya adalah dengan komposisi
Fusayama, terdiri dari : NaCl (400mg/L), KCl (400mg/L), CaCl 2.H2O(795 mg/L),
NaH2PO4.H2O(90 mg/L), KSCN(300 mg/L), Na2S.9H2O (5mg/L) dan urea(1000
mg/L).
M+ + e-
M0
H2
2H2O + O2 + 4e-
3(OH)- 6
semakin kusam, yang berarti proses korosi terus berlanjut. Penyebab tarnish
adalah:
1. Air, oksigen dan ion klorida yang terdapat di saliva
2. Deposit-deposit dalam mulut yang menempel pada permukaan logam
3. Stain yang disebabkan oleh bakteri
4. Pembentukan senyawa-senyawa tertentu seperti oksida, sulfida atau klorida.
Stainless steel bersifat menyalurkan panas dan listrik, sehingga terjadi mobilitas
elektron-elektron dalam logam. Elektron yang terletak di permukaan braket mudah
meninggalkan braket sehingga pada permukaan braket terbentuk ion positif yabg
labil dan bersifat anoda. Elektron yang terlepas akan menghasilkan energi panas
dan listrik, sedangkan ion positif akan bersenyawa dengan ion lain. Kejadian
seperti di atas sering terjadi pada area braket yang rusak atau kasar, karena tidak
terpoles dengan baik. Interaksi ion-ion logam dengan lingkungan merupakan
penyebab korosi yang paling umum, tetapi biasanya korosi tidak disadari oleh
ortodontis sebelum braket mengalami kerusakan yang parah.
2.4
18
ketiga elemen tersebut semuanya memiliki potensi efek samping, nikel dan krom
memperoleh perhatian terbesar karena laporan atas potensi mereka untuk
menimbulkan efek alergi, toksis atau karsinogenik. Interpretasi atas temuan tersebut
harus dilakukan dengan hati-hati karena toksisitas yang terdokumentasi biasanya
hanya berlaku pada bentuk terlarut dari elemen tersebut. Pada saat ini hubungan
apapun antara pelepasan suatu logam dan toksisitas metabolik, bakteriologis,
imunologis atau karsinogenik dianggap sebagai dugaan semata, karena hubungan
sebab dan akibat belum dibuktikan pada manusia. Selain itu tidak mungkin bahwa
pola yang sama berlaku pada aplikasi aloi dalam ortodonti dan ortopedi. 13
Pada umumnya larutan nikel (0,05 mol/L) dan kobal (0,01 mol/L)
ditemukan menghambat fagositosis bakteri oleh leukosit polimorfonuklear in vitro.
Ion nikel dapat mempengaruhi kemotaksis leukosit melalui perubahan bentuk, sambil
menstimulasi neutrofil untuk menjadi asferis dan bergerak lebih lambat, serta
menghambat aktifitas kontraktil yang bergantung pada ion kalsium dengan mendepolarisasi membran sel neutrofil. Nikel juga diperlihatkan menghambat kemotaksis
pada konsentrasi 2,5 sampai 50 ppm. Konsentrasi nikel dalam kisaran tersebut
dilepaskan dari aloi dental dan diperlihatkan mengaktifkan monosit dan sel-sel
endotel serta menekan atau mendukung pelepasan molekul adhesi interseluler oleh
sel endotel. Yang terakhir ini bergantung pada konsentrasi nikel. Sebagian besar
literatur menyatakan bahwa keberadaan nikel beresiko menimbulkan respon
inflamasi dalam jaringan lunak. 13
Senyawa nikel dalam bentuk arsenida dan sulfida merupakan karsinogen,
alergen dan mutagen yang telah diakui. Nikel dapat menstimulasi hipoksia melalui
up-regulasi Cap43, suatu gen yang mengatur hipoksia. Rute berbeda yang mengarah
ke kesimpulan yang sama telah dikemukakan dimana stres oksidatif yang disebabkan
oleh pemaparan terhadap logam dan khususnya nikel diperantarai oleh induksi laktat
dehidrogenase, lipid peroksidase dan induksi reaksi Fenton. Proses reaksi Fenton
melibatkan reaksi O2- dengan logam kelumit oksidatif dan pembentukan O2, yang
selanjutnya bereaksi dengan hidrogen peroksida untuk membentuk hidroksi radikal
dan OH-. Hipotesis tambahan bagi stres oksidatif melibatkan induksi pembentukan
asetaldehid oleh nikel, sementara bukti atas aksi oksidatif diilustrasikan oleh
peningkatan reseptor laktoferin setelah pemaparan populasi sel terhadap nikel.13
Banyak penelitian juga telah menyatakan bahwa nikel dalam konsentrasi
nontoksik merangsang kerusakan basis DNA yang bersifat spesifik-daerah dan single
strand scission. Keterlibatan faktor transkripsi NF-kB dan AP-1 telah ditetapkan
melalui penelitian yang menunjukkan bahwa sel-sel resisten Ni mengurangi level
pengikatan kedua faktor tersebut ke sekuens DNA mereka. Kerusakan DNA akibat
Ni juga dapat timbul secara tidak langsung melalui penghambatan enzim, seperti 8oxo-2-deoxyguanosine dan 5-triphosphate pyrophosphatase, yang mengembalikan
perpecahan DNA. Pada konsentrasi nontoksis, nikel mendorong mutasi mikrosatelit,
menghambat perbaikan eksisi nukleotida dan meningkatkan metilasi genom total.
Pengaruh tersebut ke ketidakstabilan genetik telah disebutkan sebagai dasar aksi
karsinogenik dari nikel.13
ditempatkan pada medium cairan (disebut elektrolit) yang tidak mengandung ionion specimen, maka ion logam akan cenderung larut ke dalam medium dan
permukaan logam yang hilang ionnya akan memulai proses redeposisi untuk
mempertahankan sifat logam tersebut, transfer ion logam ke medium cairan disebut
proses oksidasi (hilangnya elektron) dan redeposisi yang menyebabkan reduksi.
Tingkat korosi logam dipengaruhi oleh komposisi material serta reaksi kimia dari
cairan
tempat
logam
tersebut
dicelupkan
atau
lingkungan
sekitarnya.
(Faccioni.dkk,2004;Eliades.dkk,2002)
Meskipun stainless steel dikenal sebagai campuran logam yang tahan
korosi, namun proses pembuatan yang berbeda-beda menghasilkan kualitas yang
berbeda-beda juga, sehingga akan mempengaruhi tingkat ketahanan korosi. (Lin
dkk, 2006).
Terdapat beberapa jenis proses korosi yang dapat terjadi pada braket logam
terkait dengan waktu pemakaian dan lingkungan rongga mulut yang antara lain :
1. Korosi merata ( uniform attack )
Pada kondisi normal, braket logam stainless steel diselubungi lapisan oksida
kromium yang mencegah terjadinya penetrasi agen korosi.
Akan tetapi, pada beberapa kasus lapisan tersebut rusak akibat ekspos braket
terhadap klorida. Umumnya korosi ini terjadi hampir di semua tingkat logam tetapi
dalam tingkat yang berbeda dan dapat tidak terdeteksi hingga mengenai sebagian
besar logam (Oh KT dkk, 2005; House dkk, 2008, Eliades dkk.2003)
menampung
mikroorganisme
pembentuk
plak.
Mikroorganisme
permukaan akrilik yang berkontak dengan logam. Hal ini diperkirakan disebabkan
oleh bakteri dan biofilm permukaan antara kawat dan akrilik, sehingga
mengakibatkan korosi celah dari logam (House dkk,2003).
2.6
Alat Uji
secara individu, dari emisi fluorosensi yang dihasilkan sampel saat diradiasi dengan
sinar-x.31
Metode XRF secara luas digunakan untuk menentukan komposisi unsur suatu
material. Karena metode ini cepat dan tidak merusak sampel, metode ini dipilih
untuk aplikasi di lapangan dan industri untuk kontrol material. Tergantung pada
penggunaannya, XRF dapat dihasilkan tidak hanya oleh sinar-X tetapi juga sumber
eksitasi primer yang lain seperti partikel alfa, proton atau sumber elektron dengan
energi yang tinggi.32
Kekurangan dari metode XRF adalah tidak dapat menganalisis unsur di bawah
nomor atom 10.33
Nebulisasi
Desolvasi/ Volatisasi
Atomisasi
Eksitasi/ Emisi
Atom memperoleh energi dari tumbukan dan memancarkan cahaya dari panjang
gelombang yang khas.
-
Deteksi/ Pemisahan
2.7
Landasan Teori
Braket ortodonti dapat terbuat dari bahan logam maupun non logam. Salah
satu logam yang dipakai untuk pembuatan braket adalah stainless steel. Braket
dengan bahan stainless steel merupakan braket yang terbanyak digunakan di klinik
karena braket stainless steel merupakan braket yang paling ekonomis dan
mempunyai kekuatan tinggi. Stainless steel merupakan logam campuran dari besi
(komponen utama), kromium 18 %-20%, nikel 8%-10% dengan sejumlah kecil
mangan, silikon dan karbon yang kadarnya kurang dari 0,1
Nikel berfungsi
disebabkan oleh akumulasi plak dalam mulut dan kecepatan aliran saliva sehingga
pH saliva dapat turun hingga 4,95.
2.9
Hipotesis Penelitian
1. Ada pelepasan nikel dari braket standar Edgewise stainless steel SD