Kode Etik Apoteker Indonesia Dan Pedoman Pelaksanaan
Kode Etik Apoteker Indonesia Dan Pedoman Pelaksanaan
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar
Daftar Isi
Sambutan Ketua MPEAP
Sambutan Ketua PP IAI
Pedahuluan
Kode Etik dan Pedoman Implementasi
Pedoman Tata Laksana Organisasi MPEA
1
4
5
8
10
15
28
PENDAHULUAN
Apoteker memiliki cita-cita dan nila-nilai bersama,
disatukan dengan latar belakang pendidikan yang sama,
memiliki keahlian yang sama, punya otoritas dalam
profesinya, sehingga kita mempunyai kewenangan sendiri. Untuk itu, Apoteker haruslah berpraktik sebagai
tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi dan
etika.
Sebagai profesi, seorang Apoteker antara lain memiliki
karakteristik:
1. telah mengucapkan, menghayati dan senantiasa
2.
3.
4.
5.
10
11
Oleh sebab itulah Kode Etik Apoteker Indonesia diharapkan dapat berfungsi :
1. Sebagai pedoman setiap anggota dalam menjalankan profesinya.
2. Sebagai sarana kontrol bagi masyarakat atas pelaksanaan profesi tersebut.
3. Mencegah campur tangan pihak luar organisasi
tentang hubungan etika dan keanggotaan organisasi.
Kode Etik Apoteker Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan merupakan naskah azasi organisasi Ikatan Apoteker Indonesia yang sudah ditetapkan dalam Kongres
ISFI ke XVIII tahun 2009 di Jakarta dan sesuai
dengan amanat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga . Sebagai naskah azazi, maka setiap Anggota,
Anggota Luar Biasa, dan Anggota Kehormatan berkewajiban untuk menjaga dan membela nama baik
organisasi dan menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia.
Dengan demikian kita mengharapkan agar Apoteker
menjadi seorang yang berbudi luhur, profesional,
memiliki kesejawatan yang tinggi, dan inovatif, serta
berorientasi ke masa depan dan dapat menjaga dan
meningkatkan profesionalisme Apoteker sehingga
mampu menjalankan
praktek kefarmasian secara
bertanggung jawab.
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
12
13
14
15
16
Pedoman Pelaksanaan :
Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia dinilai dari : ada tidaknya laporan masyarakat, ada tidaknya laporan dari
sejawat Apoteker atau sejawat tenaga kesehatan lain,
serta tidak ada laporan dari sejawat Apoteker atau
sejawat tenaga kesehatan lain, serta tidak ada laporan
dari dinas kesehatan.
Pengaturan pemberian sanksi
peraturan organisasi (PO)
ditetapkan
dalam
Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indoesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Pedoman Pelaksanaan :
1.
2.
17
3.
4.
Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan dan keputusan seorang Apoteker Indonesia
Bilamana suatu saat seorang Apoteker
dihadapkan kepada konflik tanggung jawab
profesional, maka dari berbagai opsi yang ada,
seorang Apoteker harus memilih resiko yang
paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan
pasien serta masyarakat.
Pasal 4, Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.
Pedoman Pelaksanaan :
1.
2.
3.
18
19
20
dangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pedoman Pelaksanaan :
1. Tidak ada alasan bagi Apoteker tidak tahu peraturan perundangan yang terkait dengan kefarmasian. Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan peraturan, sehingga
setiap Apoteker dapat menjalankan profesinya dengan tetap berada dalam koridor peraturan
perundangan yang berlaku
2. Apoteker harus membuat Standar Porsedur Operasional (SPO) sebagai pedoman kerja bagi
seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefar-masian sesuai kewenangan atas dasar
peraturan perundangan yang ada
21
22
3.
23
24
25
BAB V PENUTUP
Pasal 15, Seorang Apoteker bersungguh-sungguh
menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan
tugas kefarmasiannya seharihari.
Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja
maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia,
maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, organisasi profesi
farmasi yang menanganinya (IAI) dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pedoman Pelaksanaan :
Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode Etik
Apoteker Indonesia, yang bersangkutan dikanakan
sanksi organisasi. Sanksi dapat berupa pembinaan,
peringatan, pencabutan keanggotaan sementara, atau
pencabutan keanggotaan tetap.
Kriteria pelanggaran kode etik diatur dalam peraturan
organisasi, dan sanksi ditetapkan setelah melalui
kajian yang mendalam dari MPEAD.
Selanjutnya MPEAD menyampaikan hasil telaahnya
kepada pengurus cabang, pengurus daerah, dan MPEA
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
26
2.
3.
27
28
Kesehatan
2. Undang Undang No 8 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
29
Pekerjaan Kefarmasian
4. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan
5. Keputusan Presiden RI tentang Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan
6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
B.
1. Kedudukan Organisasi
a. Tingkat Pusat : Berkedudukan ditempat Pengurus
Pusat Ikatan Apoteker Indonesia berada.
b. Tingkat Daerah : Berkedudukan ditempat Pengurus
Daerah Ikatan Apoteker Indonesia berada.
2. Hubungan Organisasi
a. Hubungan kerja organisasi MPEAP dan MPEAD
bersifat rujukan dan pelaporan.
b. Hubungan kerja antara MPEA dan PP IAI bersifat
konsultatif dilakukan melalui ketua atau sekretaris
masing masing organisasi.
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
30
31
32
33
34
5. Evaluasi
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
35
a. Setiap 6 bulan dapat diselenggarakan rapat evaluasi Program Kerja antara Pengurus MPEA dan
MPEAD
b. Setiap tahun diselenggarakan Rapat Evaluasi Nasional tentang penegakan etik Apoteker yang diselenggarakan bersamaan dengan Rakernas IAI.
c. Pada akhir masa kepengurusan diselenggarakan
rapat penyusunan laporan pertanggung jawaban
penegakan etika apoteker antara pengurus MPEA,
MPEAD, PP IAI, PD IAI sebagai bahan laporan
pertanggung jawaban kepada Kongres Nasional.
36
D. PEDOMAN PENILAIAN
PELANGGARAN ETIKA APOTEKER
1. Prinsip Penegakan Etika
37
3. Kriteria Pembuktian
Pelanggaran Etika.
a. Unsur ketidaktahuan
Penyebab :
Adanya celah (Gap) pengetahuan dan atau
keterampilan antara kenyataan yang dihadapi dalam
praktek dengan apa yang diketahui pada saat kuliah.
Sehingga dapat diperkirakan seorang Apoteker yang
telah lama meninggalkan bangku kuliah dan tidak
adanya pendidikan berkelanjutan, menimbulkan
adanya unsur ketidak tahuan.
Pembuktian diperoleh dengan :
1) Tahun kelulusan Apoteker
2) Pernah/ tidak mengikuti pendidikan berke-
lanjutan
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
38
39
2) Pembobotan kelalaian :
Ada 4 unsur yang menjadi landasan penilaian :
a) Perbuatan tersebut nyata bertentangan dengan etika Apoteker dan atau penjabarannya.
b) Perbuatan tersebut dapat diperkirakan akibatnya terhadap pasien/ orang lain, sejawat.
c) Perbuatan tersebut layak dan dapat dihindari
d) Perbuatan tersebut layak dipersalahkan
Apabila keempat unsur dipenuhi, maka bobot
kelalaian layak untuk diteruskan.
3) Tolok ukur penilaian berat ringannya kelalaian :
a) Adanya duty (Kewajiban yang nyata nyata
tercantum dalam Kode Etik Apoteker Indonesia atau pedoman pelaksanaan)
b) Adanya unsur yang membuktikan terjadinya
pelanggaran kewajiban (dereliction of
duty) Untuk dapat membuktikan diperlukan saksi yang memiliki pengalaman dan
pendidikan yang setaraf dengan tersangka.
c) Adanya akibat langsung, yakni perbuatan
nyata berakibat langsung terhadap pasien/
sejawat. Akibat tidak langsung tidak boleh
menjadi pertimbangan
40
Kelalaian berpengaruh langsung terhadap terjadinya kerugian harta atau jiwa pasien/ sejawat:
a). Apabila tidak ditemukan pengaruh langsung
maka tidak boleh menjadi pertimbangan .
b). Untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh
langsung dapat dipanggil saksi ahli.
c). Bobot kelalaian disesuaikan dengan pembuktian 4 unsur pembobotan diatas.
4) Rex Ipsa Loquitor
Perbuatan yang jelas kelalaian tanpa harus
membuktikan sesuai dengan kriteria pembuktian
pada butir 3 di atas.
Contoh :
Mengerjakan resep tanpa menghitung dosis,
maka dengan melihat bukti resep, maka perbuatan dapat dibuktikan.
Pertimbangan lanjutan dalam memutuskan
perbuatan yang dinyatakan sebagai kelalaian:
1) Berat kerugian akibat kelalaian (magnitude )
(a)
2) Kemungkinan terjadi kelalaian ( Probability)
(b)
3) Kesulitan melakukan tindakan pencegahan
(Burden of Prevention) (c)
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
41
42
Untuk membuktikan adanya unsur kekurangterampilan, maka diperlukan simulasi yang disaksikan
oleh saksi ahli.
Apabila ternyata memang terjadi kekurang terampilan, maka sanksi yang diberikan adalah mengulangi belajar di perguruan tinggi terhadap kekurang
trampilan yang dimiliki.
e. Adanya kesengajaan
Penilaian terhadap unsur kesengajaan
43
44
45
E.
1. Sasaran :
a. Perilaku menyimpang dari etik Apoteker yang
terjadi ditempat pengabdian profesi Apoteker.
b. Cakupan pengabdian profesi meliputi: pelayanan kefarmasian, pendidikan farmasi, penyelidikan farmasi.
2. Pengaduan adanya pelanggaran Kode Etik Apoteker
Indonesia.
a. Sumber pengaduan :
1) Pasien
2) Dokter atau tenaga kesehatan lain
3) Teman sejawat
4) Pengurus Cabang / Pengurus Daerah IAI
b. Prosedur Pengajuan Pengaduan :
1) Diajukan kepada MPEAD dengan dilengkapi
dengan bukti yang layak (pengaduan tertulis)
2) Menuliskan alamat lengkap pengadu yang
jelas
3) Menyampaikan kronologis kejadian/peristiwa yang diadukan, beserta tempat dan waktu
terjadinya pelanggaran
46
47
48
49
F.
1. Sasaran
Langsung :
a. Seluruh Apoteker yang sedang menjalankan
pengabdian profesi.
b. Seluruh Apoteker baru menyelesaikan pendidikan.
Kode Etik Apoteker & Pedoman Pelaksanaan
50
51
52
CATATAN PRIBADI
53
CATATAN PRIBADI
54
CATATAN PRIBADI
55
CATATAN PRIBADI
56
CATATAN PRIBADI
57
CATATAN PRIBADI
58