Anda di halaman 1dari 36

DAFTAR ISI

PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS ................................................ 1


PENENTUAN UKURAN PARTIKEL ...................................................................... 5
PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN ..........................................................10
RHEOLOGI .............................................................................................................14
STABILITAS OBAT ...............................................................................................24
KELARUTAN .........................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS

TUJUAN
Menentukan kerapatan (density) dan bobot jenis (specific gravity) berbagai
macam zat.
TEORI
Kerapatan ialah massa per unit volume suatu zat pada suhu dan tekanan
tertentu.
Kerapatan =

massa
volume

Dalam sistem cgs, kerapatan dinyatakan dalam satuan g/cm3.Dalam Systme


International (SI) yang dipelopori oleh The International Union of Pure and Applied
Chemistry (IUPAC), kerapatan dinyatakan dalam satuan kg/m3.
Berbeda dengan kerapatan, bobot jenis dinyatakan sebagai suatu angka tanpa
satuan. Bobot jenis merupakan perbandingan kerapatan suatu zat terhadap kerapatan
air. Pengukuran tersebut dilakukan pada suhu yang sama kecuali dinyatakan lain.
A. Penentuan Volume Piknometer pada Suhu Percobaan
a. Timbang piknometer kosong yang bersih dan kering dengan seksama.
b. Isi piknometer dengan air hingga penuh, lalu direndam dengan air es sehingga
suhunya dibawah suhu percobaan (23oC).
c. Piknometer ditutup, pipa kapilernya dibiarkan terbuka dan suhu airnya
dibiarkan naik sampai mencapai suhu percobaan (25oC), lalu pipa kapiler
piknometer ditutup.Usap bagian luar piknometer hingga kering, lalu timbang
piknometer yang berisi air tersebut dengan seksama.
d. Lihat dalam tabel, nilai kerapatan air ( air)pada suhu percobaan (25oC).
e. Prinsip perhitungan:
Massa air= Massa (piknometer+air) Massa piknometer kososng

Versi:

Revisi:

Hal 1 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Volume piknometer =

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Massa air
air

Catatan:

Volume piknometer = volume air


Jangan lupa tuliskan satuan
Tabel 1. Hubungan Suhu Air dengan Kerapatannya

Suhu (C)
100
80
60
40
30
25
22
20
15
10
4
0
10
20
30

(g/cm3)
0,95840
0,97180
0,98320
0,99220
0,99565
0,99705
0,99777
0,99821
0,99910
0,99970
0,99997
0,99984
0,99812
0,99355
0,98385

(CRC Handbook of Chemistry and Physics)

B. Penentuan Kerapatan Zat Cair X (misal etanol, parafin dan kloroform)


Lakukan perlakuan dan penimbangan terhadap zat X dengan piknometer yang
sama seperti pada percobaan A (langkah a-c).
Kerapatan zat cair X=

Massa zat cair X


Volume piknometer

Dalam hal ini, volume zat cair X = volume piknometer, yang sudah diketahui pada
percobaan A.

Versi:

Revisi:

Hal 2 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

C. Penentuan Kerapatan Zat Padat yang Kerapatannya Lebih Besar daripada


Air (misalpeluru)
a. Timbang peluru dengan seksama.
b. Masukkan peluru tersebut ke dalam piknometer yang sama lalu diisi penuh
dengan air.
c. Lakukan penimbangan dengan memperhatikan suhu percobaan sama seperti
percobaan A (23, 25oC)
d. Prinsip perhitungan :

Tujuan akhir menentukan kerapatan peluru


Kerapatan peluru =

Massa peluru
Volume peluru

Massa peluru diketahui melalui penimbangan.

Volume peluru = volume piknometer volume air saat peluru di pikno


Volume air saat peluru di pikno =

Massa air saat peluru di pikno


Kerapatan air

Massa air saat peluru di pikno = Massa air penuh di pikno massa peluru

D. Penentuan Kerapatan Zat Padat yang Kerapatannya Lebih Kecil daripada


Air
a. Lakukan seperti cara percobaan C dengan mengkaitkan zat tersebut pada suatu
pemberat yang kerapatannya dan massanya sudah diketahui (misal peluru).
b. Tuliskan cara perhitungannya.

E. Penentuan Bobot Jenis


Penentuan bobot jenis zat cair dilakukan sebagaimana percobaan A, baik
terhadap zat cair X maupun air.
Bobot jenis zat cair X =

Versi:

Kerapatan zat cair X


Kerapatan air

Revisi:

Hal 3 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Kecuali dinyatakan lain, kerapatan zat cair X dan kerapatan air dilakukan pada suhu
percobaan yang sama.
DISKUSI (masukkan dalam pembahasan)
a. Mengapa nilai eksperimental terkadang berbeda dengan nilai resmi monografi?
b. Apakah suhu berpengaruh terhadap kerapatan suatu zat?
c. Apakah penentuan bobot jenis dengan metode piknometer tersebut dapat terjamin
100% tepat?

Versi:

Revisi:

Hal 4 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB II
PENENTUAN UKURAN PARTIKEL

TUJUAN
Mengukur partikel partikel zat dengan metode mikroskopi dan pengayakan
TEORI
Ukuran partikel bahan obat padat mempunyai peranan penting dalam bidang
farmasi, sebab ukuran partikel mempunyai pengaruh yang besar dalam pembuatan
sediaan obat dan juga terhadap efek fisiologiknya.
Pengetahuan dan pengontrolan ukuaran partikel dan jarak ukuran partikel
sangat penting untuk diketahui. Ukuran partikel, yang berarti juga luas permukaan
spesifik partikel, dapat dihubungkan dengan sifat-sifat fisika, kimiawi, dan
farmakologi suatu obat. Dalam pembuatan tablet dan kapsul misalnya, pengontrolan
ukuran partikel penting dilakukan untuk mendapatkan sifat alir yang tepat dari granul
dan serbuk. Formulasi yang berhasil dari suspensi, emulsi dan tablet, baik dipandang
dari segi stabilitas fisika maupun dari segi respons biologiknya juga tergantung dari
ukuran partikel bahan obatnya. Secara klinik, ukuran partikel mempengaruhi
pelepasan obat dari sediaannya yang diberikan baik secara oral, parenteral, rektal dan
topikal.
Umumnya sediaan obat yang digunakan dalam farmasi mengandung
komponen bahan yang berupa partikel partikel, baik sendirian maupun terdispersi
sebagai partikel partikel halus dalam medium yang lain.Ukuran partikel dapat
diperkecil baik dengan metode fisik maupun kimiawi. Kominusi adalah suatu proses
memperkecil ukuran partikel dari sayuran, obat-obat dari bahan hewani atau obat-obat
dari bahan kimiawi yang dilakukan secara fisis. Prinsip metode kimiawi yang
digunakan adalah pengendapan dari suatu larutan dengan jalan mereaksikan zat satu
dengan zat lainnya untuk menghasilkan senyawa kimia yang diinginkan dalam bentuk
partikel partikel halus.
Pengukuran ukuran partikel biasanya cukup sukar kecuali jika partikel tersebut
mempunyai bentuk yang tetap/teratur dan hal ini jarang terjadi. Pengetahuan statistik
berguna sekali dalam pengukuran partikel karena alasan tersebut diatas.

Versi:

Revisi:

Hal 5 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Metode pengukuran ukuran partikel yang ada bermacam-macam mulai dari


yang sederhana sampai yang sangat komplek dan tergantung ukuran partikel yang
akan diselidiki. Beberapa metode untuk menentukan ukuran partikel adalah
mikroskopi, pengayakan, pengenapan, adsorpsi, permeametri dan pancaran radiasi
atau transmisi. Metode yang sederhana adalah mikroskopi dan pengayakan

A. Mengukur diameter partikel secara mikroskopi


1. Kalibrasi skala okuler: tempatkan kalibrator di bawah mikroskop. Himpitkan
garis awal skala okuler dengan garis awal kalibratorkemudian tentukan garis
kedua berhimpit. Tentukan jarak skala lensa okuler.Hasil kalibrasi: skala
kalibrator/skala okuler x 0,01 mm
Catatan: 0,01 mmtersebuttergantung dari panjang satu skala kalibrator.
2. Buat suspensi encer partikel yang akan dianalisis dan buat sediaan yang cukup
(3-5 sediaan) diatas objek gelas.
3. Lakukan grouping, tentukan ukuran partikel yang terkecil dan terbesar,
bagilah jarak ukur yang diperoleh menjadi beberapa bagian.
4. Ukur partikel dan golongkan kedalam group yang telah ditentukan dan ukurlah
100 partikel.
5. Buat kurva distribusi ukuran partikel dan tentukan harga diameter-diameter
seperti tersebut di bawah ini :
Length-number mean dengan rumus :
Surface-number mean dengan rumus :
Volume-number mean dengan rumus :
Surface-length dengan rumus

Volume-surface dengan rumus

Volume-weighted mean dengan rumus

Keterangan
n

: Jumlah partikel dalam tiap range ukuran partikel (size range)

D : rata rata range ukuran partikel (mid size) dalam m

Versi:

Revisi:

Hal 6 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Diskusi hasil :
a. Jika seseorang akan mengukur partikel obat yang larut dalam air dengan cara
mikroskopi, bagaimana cara kerjanya ?
b. Berdasarkan kurva distribusi yang diperoleh, bagaimana keadaan partikel yang
diselidiki?
c. Apakah manfaat diketahuinya ukuran partikel zat terhadap sediaan obat?
B. Pengukuran Partikel Metode Ayakan
1. Susun beberapa ayakan berdasarkan nomor ayakan, semakin ke bawah nomor
ayakan semakin besar.
2. Masukkan 50 g granul ke dalam ayakan paling atas pada bobot tertentu yang
ditimbang seksama.
3. Diayak serbuk yang bersangkutan selama 5 menit pada getaran tertentu pada
alat shaker.
4. Ditimbang serbuk yang terdapat pada masing-masing ayakan
5. Lakukan langkah 1-4 sekali lagi dan hitung perbedaan persentase bobotnya.

Versi:

Revisi:

Hal 7 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Data Percobaan
Metode mikroskopi

Size
range

Jumlah

Mid

partikel dlm.

size

n.d.

tiap size

(d)

n.d2

n.d3

n.d4

range ( n )

nd

nd2nd3 nd4

Metode pengayakan
No.

Ukuran

Ayakan

Lubang

Versi:

Berat serbuk

Revisi:

% bobot

Hal 8 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Pertanyaan :
1. Tentukan diameter rata-rata ayakan dan deviasi standar dari sampel serbuk!
2. Apakah akan didapatkan diameter rata-rata yang sama apabila dilakukan beberapa
perubahan dalam percobaan? Jelaskan!
a. Menaikkan waktu pengayakan menjadi 10 menit.
b. Menurunkan pengaturan amplitudo ayakan menjadi 1.
3. pengayakan kering merupakan tehnik yang dapat digunakan untuk partikel yang
lebih besar sama dengan 25m. Mengapa tidak dapat diperoleh hasil perkiraan
ukuran partikel yang reliable (dapat dipercaya ) untuk partikel yang lebih kecil
dengan metode ini?
4. Jelaskan batasan-batasan (menurut anda) dari penentuan ukuran partikel dengan
metode pengayakan. Tipe partikel apa yang tidak dapat diukur dengan metode
pengayakan?
5. Apabila serbuk dengan persentase besar diletakkan pada ayakan teratas atau pada
panci terbawah, apakah ukuran partikel yang anda tentukan dapat menunjukkan
ukuran partikel sebenarnya dari sampel tersebut? Jelaskan!
6. Kesimpulan :
Semakin kecil ukuran partikel maka kesimpulannya?

Versi:

Revisi:

Hal 9 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB III
PENENTUAN TEGANGAN PERMUKAAN
TUJUAN
Untuk mengenal dan membiasakan diri dengan konsep dan pengukuran
tegangan permukaan
TEORI
Tegangan merupakan gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar
pada permukaan untuk mengimbangi tarikan ke dalam dengan satuan dyne/cm.
Antarmuka merupakan lapisan batas antara 2 fase, sedangkan permukaan merupakan
perbatasan suatu fase dengan gas.
Definisi fenomena permukaan dan antarmuka :
1. Tegangan muka dapat didefinisikan sebagai gaya terjadi pada permukaan suatu
cairan yang menghalangi ekspansi cairan tersebut. Hal ini disebabkan oleh gayagaya tarik tidak seimbang pada antar muka cairan. Gaya ini bisa segera diketahui
pada kenaikan cairan biasa dalam kapiler dan bentuk spheris suatu tetesan kecil
cairan.
2. Tegangan antar muka adalah tegangan yang diukur pada bidang batas dua cairan
yang saling tidak bisa bercampur. Tegangan antarmuka ini penting dalam aspek
praktis dan teoritis pada masalah emulsi.
Teganganmuka mempunyai dimensi gaya per unit panjang permukaan
(dyne/cm) atau tenaga per unit percobaan kuadrat (erg/cm2). Ini dapat dihitung dengan
mengetahui pasti gaya yang sama dan berlawanan.
Ada beberapa metode untuk pengukuran tegangan muka, tetapi pada
percobaan ini akan digunakan metode yang paling sederhana yaitu metode kenaikan
kapiler.
Metode kenaikan kapiler
Gaya keatas cairan untuk memasuki pipa kapiler yang ditimbulkan oleh tegangan
kapiler (yang disebabkan oleh tegangan muka) akan ditentang oleh gaya kebawah
yang disebabkan oleh gravitasi.

Versi:

Revisi:

Hal 10 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Suatu cairan di sebuah gelas piala akan naik melalui pipa kapiler sampai ketinggian
tertentu disebabkan karena kekuatan adhesi antara molekul cairan dan dinding kapiler
lebih besar dari pada kohesi antara molekul - molekul cairan. Dengan mengetahui
kenaikan cairan dalam pipa kapiler, memungkinkan kita untuk menentukan tegangan
muka cairan.
Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Tegangan muka = gaya/2 r
Dimana, r adalah jari-jari kapiler.
Gaya ini dapat menyebabkan cairan naik ke atas, secara pasti dilawan oleh
grafitasi yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
2. Efek gravitasi = r2h d g
Dimana, r adalah jari-jari kapiler, h adalah tinggi kenaikan, d adalah kerapatan
cairan dan g adalah gaya gravitasi.
Dengan menyamakan kedua gaya tersebut di atas, didapatkan persamaan sebagai
berikut :
Tegangan muka 2 r = r2 h d g atau
Tegangan muka = r h d g
Catatan :
Sudut yang dibuat dengan kapiler pada permukaan dapat mengakomoditir persamaan
tersebut, tetapi secara umum untuk cairan efeknya adalah sedemikian hingga faktor
ini dapat diabaikan. Setiap alat pipa kapiler mempunyai r sendiri-sendiri, tetapi jika
tidak ada r-nya maka kita harus menentukan r-nya sendiri (mengukur).
Mengukur jari-jari kapiler merupakan tuga yang sukar dilakukan, namun demikian
ada kemungkinan jari-jari kapiler membandingkan kenaikan kapiler cairan yang
belum diketahui tegangan mukanya dengan kenaikan kapiler cairan yang sudah
diketahui tegangan mukanya, kemudian ratio berikut ini dapat digunakan untuk
perhitungannya.
Tegangan muka (sudah diketahui)

hk. dk. r.g


=

Tegangan muka (belum diketahui)

hu. du. r. g

Versi:

Revisi:

Hal 11 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

hk.dk.
hu.du

Jadi dengan mengetahui kerapatan cairan-cairan dan tingginya kenaikan dalam kapiler
yang sama tegangan muka cairan yang belum diketahui dapat ditentukan.
Metode Cincin Du Nouy
Prinsip : gaya yang dibutuhkan untuk memisahkan cincin platina-iradium yang
dicelupkan pada permukaan (antarmuka) cairan berbanding lurus dengan
tegangan muka (antarmuka). Harga pengukuran dapat langsung dibaca pada
piringan berskala.
Gaya yang diperlukan untuk melepaskan cincin dengan cara ini diberikan oleh suatu
kawat spiral dan dicatat dalam satuan dyne pada suatu penunjuk yang dikalibrasi.
Tegangan permukaan diberikan oleh rumus :

= yang dibaca pada petunjuk dalam dyne x faktor koreksi


2 x keliling cincin

Percobaan 4

Tentukan tegangan muka zat-zat berikut ini dengan metode kenaikan kapiler dan
cincin Du Nouy.
1. Air
2. Tween 80
3. Parafin cair.

Versi:

Revisi:

Hal 12 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Data Percobaan
Data metode kenaikan kapiler
Nama zat cair

Kerapatan

Tinggi

Tegangan

kenaikan

muka

Air
Larutan tween 80 0,5%
Larutan tween 80 10%
Parafin cair
Paraffin cair+ Span 80 1%
Parafin cair+Span 80 10%

Data metode Cincin Du Nouy


Hasil
Nama zat cair

yang
terbaca

Faktor

Tegangan

koreksi

muka

Air
Larutan tween 80 0,5%
Larutan tween 80 10%
Parafin cair
Paraffin cair+ Span 80 1%
Parafin cair+Span 80 10%

Versi:

Revisi:

Hal 13 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB IV
RHEOLOGI
TUJUAN
1. Mempelajari cara penentuan viskositas larutan Newton dengan viskosimeter
Ostwald.
2. Mempelajari cara penentuan viskositas larutan Non Newton dengan viskosimeter
Brookfield
3. Mempelajari pengaruh kadar larutan terhadap viskositas larutan.
TEORI
Rheology (Rheo = mengalir, logos = ilmu ) adalah ilmu yang mempelajari
benda padat (Bingham dan Graford, 1929). Dalam bidang farmasi peranan rheologi
penting karena menyangkut stabilitas, keseragaman dosis, keajekan hasil produksi
serta tinjauan praktis dalam penggunaan sediaan suspensi atau emulsi . Pada dasarnya
Rheology mempelajari hubungan antara gesek (shearing stress) dengan kecepatan
gesek (shearing rate) pada cairan, atau hubungan strain dan stresspada benda padat.
Pada cairan Newton hubungan antara shearing rate dan shearing stress
memiliki hubungan liniear, dengan suatu tetapan yang dikenal dengan viskositas atau
koefisien viskositas. Namun demikian, pada cairan Non Newton, kedua besaran
tersebut tidak memiliki hubungan liniear, dengan perkataan lain viskositasnya akan
berubah-rubah tergantung dari besarnya tekanan yang diberikan. Di samping itu
beberapa tipe zat cair, jika tekanan tersebut dihentikan, viskositas cairan tidak segera
kembali ke keadaan semula. Dalam hal yang demikian maka penentuan viskositas
cairan kurang sekali manfaatnya, sedangkan penentuan sifat alir justru banyak
memberikan manfaat.
Untuk pengukuran sifat alir ini perlu suatu alat yang dapat diubah-ubah
besarnya shearing stress sehingga shearing rate nya dapat diamati atau shearing
rate yang dapat diatur, sehingga shearing stress nya yang masing-masing dikenal
sebagai rotating viscometer, yaitu meliputi cup and bob viscometer dan cone and
platen viscometer.
Dari hubungan antara shearing rate dengan shearing stressdapat dihasilkan
rheogram.
Berdasarkan tipe alir, cairan dapat dibagi menjadi :

Versi:

Revisi:

Hal 14 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

1.Cairan Newton
2.Cairan Non Newton :
a. time independent
-

Pseudoplastik

Plastik

Dilatan

b. Time dependent
- Tiksotropi

- Anti Tiksotropi

- Reopeksi

- Anti reopeksi

1. Aliran Newton
Disebut aliran Newton jika antara shearing stress dan shearing rate
memiliki hubungan tertentu secara proporsional yang disebut viscositas atau koefisien
viskositas ().

Gambar 1. Rheogram cairan dengan tipe aliran Newton.

Cairan yang memiliki tipe alir Newton meliputi cairan tunggal misalnya air,
etanol, gliserol, minyak pelumas dll. Serta larutan dari senyawa yang memiliki ukuran
molekul kecil, misalnya : larutan gula dan larutan berbagai macam garam.
Satuan cgs viskositas adalah poise, gaya gesek yang diperlukan untuk
menghasilkan kecepatan 1 cm/det antara dua bidang paralel dari zat cair yang luasnya
1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm.
Dalam satuan cgs :
Dyne.cm-2
Poise =

= dyne.det.cm-2

=
det

Versi:

dyne det
cm2

Revisi:

Hal 15 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Satuan lain yang lebih sering digunakan adalah centipoises = cps. 1 poise = 100
centipoise
Zat cair akan mengalir jika kepadanya dikenakan suatu pengadukan atau tekanan
(stress), yang dalam satuan cgs dapat dinyatakan dengan dyne/cm2.
Yang penting pada pengukuran ini, gaya yang diberikan harus diatur
sedemikian rupa sehingga aliran yang terjadi bersifat laminer bukan turbulen.
Aliran laminer melalui pipa kapiler dapat digambarkan seperti gambar 2 berikut:

Gambar 2. Pola Aliran Laminer

Pada pipa kapiler, gaya yang bekerja yang menyebabkan terjadinya aliran
adalah gaya berat zat cair. Seandainya tekanan dari gaya tersebut dinyatakan dengan
shearing stress atau tekanan gesek F, dan kecepatan gesek atau shearing rate G
Untuk zat cair yang memiliki sifat alir Newton, hubungan tersebut dapat dinyatakan
dengan
F

dv

atau

dv

dx

dx

Dimana, = viskositas atau koefisien viskositas.


Jika hubungan ini dinyatakan dengan suatu grafik dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Tekanan Gesek dengan Kecepatan Gesek

Versi:

Revisi:

Hal 16 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Pada gambar 3 dapat diketahui bahwa makin besar angka arah (slope)-nya, makin
rendah viskositas cairan.
Zat cair tunggal serta larutan yang ukuran molekulnya kecil, misalnya sirup,
memiliki tipe alir Newton. Adapun hubungan antara kadar zat terlarut dengan
viskositas larutannya, dapat dinyatakan dengan persamaan arthenius.
= 0ek.c
Dimana, dan 0 berturt-turut : viskositas larutan dan viskositas pelarut, k = suatu
tetapan dan c = kadar larutan.
Log = log 0 +

k.c
2,303

Jika persamaan (3) digambarkan dalam suatu grafik dapat dilihat pada Gambar 4.

Log

k
2,303
Log

Gambar 4. Hubungan antara log larutan dengan kadar larutannya.


Faktor lain yang dapat mempengaruhi viskositas adalah suhu. Hubungan ini dapat
pula dinyatakan dengan persamaan arthenius :
= A. eEv/RT
Dimana A = suatu tetapan, EV = energi aktivasi, R = tetapan gas dan T = suhu (dalam
0

K).

Versi:

Revisi:

Hal 17 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Pengukuran viskositas
Untuk menetukan viskositas cairan Newton dapat digunakan semua alat
pengukur viskositas, misalnya : viscometer Oswald, Viskometer Hoeppler,
Viskometer Brookfield, Viskometer Stormer dll.
Untuk percobaan ini alat yang digunakan adalah viscometer Oswald. Dasar
yang digunakan untuk penentuan viskositas ini adalah Hukum Poiseule tentang zat
cair yang mengalir melalui pipa kapiler dengan persamaan :
r4t.p
V=

r4t.p
atau

81

81 v

dimana, r = jari-jari pipa kapiler, I = panjang pipa kailer, v = volume zat cair, p =
tekanan yang bekerja pada zat cair, t = waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
volume v zat cair melalui pipa sepanjang I.
Karena sukar untuk membuat pengukuran yang teliti (accurate) dari jenis jari-jari
tube, alat tersebut biasanya diukur/dikalibrasi dengan cairan yang telah diketahui
viskositasnya.
r4t. tak diketahui . P tak diketahui

viskositas tidak diketahui


=

r4t diketahui. P diketahui

viskositas diketahui

Karena digunakan tube yang sama untuk mengukur kedua-duanya maka :

u= Pu.tu
k = Pk.tk
Dimana, u = tidak diketahui (unknown), K = diketahui (known).
Dan karena tekanan yang menekan cairan melalui tube sesuai dengan kenaikan
gravitai dan berbanding lurus dengan kerapatan cairan, maka :

du.tu

k = dk.tk

Versi:

Revisi:

Hal 18 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Cairan Non Newton dapat dibedakan sebagai berikut :


A. Time Independent
1. Aliran Pseudoplastik
Hubungan antara shearing rate G dengan shearing stress F dapat
dinyatakan dalam persamaaan berikut :
FN = . G
Dimana, N merupakan suatu bilangan yang harganya lebih dari satu dan tertentu
= viskositas pseudoplastik.
Jika persamaaan (1) dilogkan maka akan dapat persamaaan :
N log F = log + log G
Log G = N log F log
Dari data percobaan dapat dibuat suatu kurva hubungan antara log G dan log F
sehingga didapat suatu persamaan garis lurus, sehingga log dan N dapat dihitung.
Grafik hubungan antara log G dan log F untuk aliran pseudoplastik seperti berikut:

Gambar 5. Tipe aliran pseudoplastik


Viskositas cairan turun dengan naiknya kecepatan pengadukan. Terjadinya
penurunan viskositas ini , disebabkan oleh ikatan antar partikel terlepas oleh adanya
pengadukan dan ikatan terbentuk setelah pengadukan dihentikan.
Banyak bahan sediaan farmasi yang menunjukkan sifat alir pseodoplastik,
misalnya larutan gom, tragacanth, CMC, beberapa sediaan suspensi dan emulsi.

Versi:

Revisi:

Hal 19 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

2. Aliran Plastik
Cairan dengan tipe alir plastik sering disebut sebagai Bingham Bodies
dengan rheogram seperti terlihat pada gambar 6.

Gambar 6. Tipe alir plastik


Adanya shearing stress sampai f (Yield value) dalam cairan belum ada
aliran. Pada kondisi ini system dianggap bersifat padat, aliran baru terjadi setelah
shearing stress) melampaui yied value. Tipe alir dijumpai pada sediaan suspensi dan
gol.
3. Aliran dilatan
Suatu cairan yang menunjukkan bertambahnya tahanan waktu shearing rate
dipertinggi, atau viskositasnya meningkat dengan naiknya kecepatan pengadukan. Hal
ini terjadi karena pengaruh pengadukan menyebabkan terbentuknya struktur dari hasil
penggabungan antar paritkel.
Rheogram aliran tipe dilatan dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Tipe alir dilatan

Versi:

Revisi:

Hal 20 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Suspensi yang memiliki sifat alir demikian misalnya : cat meni, tinta cetak dan
pasta. Hubungan antara log G dengan log F dapat digambarkan dalam suatu
persamaan analog dengan persamaan (1) tetapi harga N lebih kecil dari satu.
B. Time Dependent
1. Aliran tiksotropi
Beberapa zat, partikel-partikel ada kecenderungan untuk membentuk ikatan
dalam suatu struktur gel. Jika zat tersebut diaduk, struktur bentuknya pecah, rusak,
dan setelah pengaruh pengadukan, ditiadakan, pembentukan kembali struktur semula
tidak segera terbentuk. Untuk pembentukan tersebut perlu waktu. Pembentukan gelgel tergantung dari besarnya gangguan mekanik.
Rheogram tipe alir tiksotropi ini dapat dilihat pada gambr 8a dan 8b.

Gambar 8a. tipe alir pseudoplastik tiksotropi

Gambar 8b. Tipe alir plastik tiksotropi

Versi:

Revisi:

Hal 21 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Percobaan 6
Tentukan viskositas caira-cairan berikut dengan viscometer Oswald:
1. Air
2. Alkohol
3. Larutan gula 10 %, 20%, 30% dan X %.
4. Hitung secara teoritis viskositas larutan gula 15 % dan hitung berapa kadar larutan
gula X %.
5. Air dapat digunakan sebagai pembanding dengan viskositas seperti tercantum
dalam tabel.
Percobaaan 6
Tabel 9. Penentuan Viskositas Larutan Newton dengan Viskometer Oswald
No

Nama Zar cair

1.

Air

2.

Alkohol

3.

Larutan gula 10 %

4.

Larutan gula 20 %

5.

Larutan gula 30 %

6.

Larutan gula X

Kerapatan

Waktu (detik)

Viskositas

Percobaan 7
Alat yang digunakan untuk percobaan ini adalah stormer viskometer. Sedangkan
bahan yang akan ditentukan sifat lairnya adalah :
1. Larutan CMC 2%
2. Sediaan suspensi campuran CMC 0,1 % dengan veegum 2%.
Untuk percobaan penambahan berat anak timbangan tiap kali 5-10 gram.
Agar tidak terjadi aliran turbulen, kecepata putar rotor jangan sampai melampaui 150
rpm (10 detik/25 putaran) dan untuk menghitung kecepatan tersebut, tentukan waktu
yang diperlukan untuk memutar rotor 25 kali putaran rotor.

Versi:

Revisi:

Hal 22 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Percobaan 7
Lembar laporan hasil percobaan
Penentuan Viskositas Larutan Non Newton dengan Viskometer Stormer untuk
Larutan CMC 2%
Berat beban

Waktu untuk 25 kali

(gram)

Putar rotor

Rpm

10 g
20 g
30 g
40 g
50 g
60 g

Penentuan Viskositas Larutan Non Newton dengan Viskometer Stormer untuk


Suspensi campuran 0,1 % dengan Veegum 2 %
Berat beban

Waktu untuk 25 kali

(gram)

Putaran rotor
I

II

Rpm
I

II

10 g
20 g
30 g
40 g
50 g
60 g

Versi:

Revisi:

Hal 23 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB V
STABILITAS OBAT
TUJUAN
Mempelajari kinetika suatu reaksi kimia, dan menentukan waktu kadaluarsa
obat.
TEORI
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang
yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke
pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat atau
sediaan yang dihasilkan cukup stabil sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu
yang cukup lama, dimana obat tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun
(Martin, 1990).
Stabilitas obat dapat menjadi parameter kapan obat tidak dapat digunakan lagi.
Para meter stabilitas obat yaitu :
1.

Waktu Paro/ t1/2


Waktu yang dibutuhkan sehingga konsentrasi obat dalam darah berkurang

setengah dari nilai awalnya (Neal, 2006). Para pembuat obat harus tahu waktu paro
pembuat obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat,
yaitu gambaran terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam
asam alkali, oksigen, cahaya dan faktor faktor lain dapat menyebabkan rusaknya
obat.
Ao
Order nol t1/2 =

.(1)
2k
0.693

Order satu t1/2 =

......(2)
k

Versi:

Revisi:

Hal 24 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

1
Order dua t1/2 =

..(3)
ak
(Martin, 1990)

Waktu paro (t) pada reaksi order satu adalah konstan. Tanpa perlu
diperhatikan berapa jumlah atau konsentrasi obat pada keadaan awal, maka waktu
yang diperlukan untuk berkurang separuhnya adalah konstan. Sedangkan waktu paro
(t) pada reaksi order nol berjalan tidak tetap. Harga t reaksi order nol adalah
sebanding dengan jumlah atau konsentrasi awal obat dan berbanding terbalik dengan
tetapan laju reaksi order nol. Oleh karena t berubah secara berkala dengan
berkurangnya konsentrasi obat, maka t untuk reaksi order nol ini hanya sedikit
kegunaannya (Shargel, 1988).
2. Waktu kadaluarsa
Waktu dimana jumlah obat masih utuh tinggal 90%.
0.1 Ao
Order nol t90 =

.(1)
k
0.105

Order satu t90 =

.......(2)
k

Kecepatan dekomposisi obat ditujukan oleh kecepatan perubahan konsentrasi


mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi
k, yang untuk order kesatu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit atau
jam.
Dalam suatu reaksi kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi order
nol, orde satu ataupun orde dua, yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya seperti
tercantum dibawah ini :

Versi:

Revisi:

Hal 25 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

C
Order nol k =

.(1)
t

2,303
Order satu k =

Co
log

2,303
atau k =

Co
log

Co-X

dimana :
k

= tetapan kecepatan reaksi

Co = konsentrasi mula-mula zat


C

= konsentrasi pada waktu t

= jumlah obat yang terurai pada waktu t

C = Co X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t


Pada tahun 1889 Arrhenius menemukan persamaan yang menyatakan
hubungan antara pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi orde I :
- Ea

Log k = log A +

...................................................................(5)
2,303R T

Dimana: Ea

= tenaga aktivasi (tenaga yang dibutuhkan agar suatu molekul dapat


bereaksi)

= suatu tetapan yang berhubungan dengan frekuensi tabrakan antara


reaktan-reaktan

= tetapan gas (2,0 kalori/derajat/molar)

= temperatur absolut (C0 + 273)

Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode.


1. Metode substitusi. Data yang terkumpul dari hasil percobaan/pengamatan suatu
reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi.
Jika persamaan itu menghasilkan harga k yang tetap konstan dalam batas-batas variasi
percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde tersebut (Martin, 1990).

Versi:

Revisi:

Hal 26 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

2. Metode Grafik. Plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui
orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus,
reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (a-x) terhadap t
menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde dua akan memberikan garis lurus bila
1/(a-x) di plot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1/(a-x)2
terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan sama konsentrasi mulamula, reaksi adalah orde ketiga (Martin, 1990).
3. Metode Waktu-Paruh.
Hidrolisa larutan asetosal pada suhu tertentu
Cara kerja :
Timbang 0,1 g asetosal, larutkan dalam 7,5 ml alcohol, kemudian diencerkan
dengan aquadestilata sampai 0,5 liter. Masukkan masing masing 10 ml larutan di
atas ke dalam 6 tabung reaksi, panaskan di atas penangas air pada suhu 40 o C. Setelah
tercapai suhu yang dikehendaki, ambil 1 tabung kemudian didinginkan (dalam es).
tiap 10 menit ambil 1 tabung dan dinginkan dalam es, demikian seterusnya hingga
tabung ke 6.
Pada tiap-tiap tabung tambahkan 2 ml larutan Fe(Cl)3 1 % dalam asam nitrat,
gojog hingga homogen. Baca serapan tiap larutan tersebut pada 525 nm. Lakukan
juga percobaan tersebut dengn menggunakan suhu penangas air 50o C dan 60o C.
-

Baca serapan pada spektrofotometer.

Masukkan harga resapan sebagai Y pada persamaan :


Y = 0,128 X + 0,004

maka X diketahui (dengan unit mg %)

Hitung Co dan Co - C, dengan mengingat molekul ekuivalensinya.

Masukkan hasil perhitungan pada persamaan reaksi orde I atau II,


tentukan peruraian asetosal mengikuti reaksi orde I/II.

Gambar kurva peruraian tersebut dengan slope sesuai hasil perhitungan


di atas.

Versi:

Revisi:

Hal 27 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

BAB VI
KELARUTAN
TUJUAN
1.

Mahasiswa dapat memahami konsep dasar kelarutan, dan upaya peningkatan


kelarutan zat aktif

2.

Mahasiswa dapat menghitung kelarutan suatu zat aktif pada fase air pada
temperatur tertentu dengan menggunakan flash-shake method.

TEORI
Kelarutan merupakan salah satu sifat dari fisikokimia, memiliki peranan yang
penting dalam menentukan jenis pelarut yang sesuai dengan bahan obat, maupun
campuran bahan obat kedalam formulasi sediaan cair. Kelarutan suatu bahan obat
dipengaruhi oleh karakteristik pelarut dan zat terlarut, serta faktor-faktor lain
diantaranya suhu, tekanan dan pH larutan (Sinko, 2006). Kelarutan berperan dalam
proses formulasi dan absorbsi (Florence dan Attwood, 2006). Penentuan suatu
formula sediaan farmasi bergantung pada kelarutan dan stabilitas dari zat aktif.
a. Definisi
Kelarutan dapat didefinisikan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara
kualitatif, kelarutan merupakan interaksi spontan dua atau lebih zat untuk membentuk
suatu dispersi molekuler yang homegen, sedangkan secara kuantitatif kelarutan
merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu dan tekanan tertentu
(Sinko, 2006). Kelarutan menurut Farmakope Indonesia Edisi 4, menyatakan bahwa
kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut kecuali dinyatakan lain, menunjukan 1
bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair yang larut dalam bagian volume
tertentu dari pelarut (Anonim, 1995).
Secara kuantitatif kelarutan dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas atau
persen (Sinko, 2006). Kelarutan (% b/b) menyatakan jumlah gram zat terlarut (solut)
dalam 100 gram larutan, kelarutan (% v/v) menyatakan jumlah mililiter solut dalam
100 mL larutan dan kelarutan (% b/v) menyatakan jumlah gram solut dalam 100 ml
larutan. Bahan yang kelarutannya belum diketahui secara pasti dapat dinyatakan
dalam rentang kelarutan seperti pada Tabel.1
b. Proses Kelarutan
Menurut Sinko (2006) dan Florence dan Attwood (2006), proses kelarutan
melibatkan interaksi solut-solut, solven-solven, terdiri dari 3 tahap:

Versi:

Revisi:

Hal 28 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

1. Pelepasan satu molekul dari kristal solut


2. Pembentukan celah atau rongga
3. Penempatan molekul solut kedalam rongga solven
Tabel. 1 Ukuran rentang kelarutan zat terlarut (Anonim, 1995)
Ukuran kelarutan

Bagian pealru yang dibutuhkan untuk satu


bagian zat terlarut

Sangat larut

Kurang satu bagian

Mudah larut

1-10 bagian

Larut

10-30 bagian

Agak sukar larut

30-100 bagian

Sukar larut

100-1000 bagian

Sangat sukar larut

1000-10000 bagian

Praktis tidak larut

Lebih dari 10000 bagian

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan


Polaritas suatu bahan obat mempengaruhi kelarutan, berdasarkan nilai
momen dipol yang tinggi dari pelarut yang digunakan. Pelarut polar mempunyai
kemampuan melarutkan senyawa-senyawa ionikdan senyawa yang memiliki
sifat yang sama-sama polar. Hildebrand menjelaskan bahwa faktor polaritas
kurang dapat menjelaskan kelarutan solut dalam air. Faktor yang lebih
signifikan dalam menentukan kelarutan suatu senyawa dalam air adalah
kemampuan senyawa tersebut membentuk ikatan hidrogen dengan air, selain itu
prinsip asam-basa lewis juga berperan dalam proses pelarutan senyawa obat
(Sinko, 2006).
Polaritas dari suatu solven (pelarut) dapat dibedakan menjadi 3, yaitu
polar, semi polar dan non polar. Air berperan sebagai pelarut polar memiliki
mekanisme sebagai berikut:
1. Pelarut polar memiliki konstante dielektrik yang besar, sehingga dapat
mengurangi gaya tarik-menarik antara muatan yang berlawanan pada kristal,
misal NaCl.

Versi:

Revisi:

Hal 29 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

2. Pelarut polar mampu memecah ikatan kovalen pada elektrolit kuat dengan
reaksi asam-basa. Hal ini dapat terjadi karena pelarut polar memiliki sifat
amfirotik.
3. Pelarut polar dapat melarutkan molekul dan ion melalui gaya interaksi dipol,
terutama dengan pembentukan ikatan hidrogen.
Secara umum, kelarutan suatu senyawa bergantung pada karakteristik
fisikokimia senyawa tersebut dan pelarut yang digunakan, juga bergantung pada
faktor pH larutan, suhu, dan tekanan (Sinko, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kelarutan diuraikan sebagai berikut:
1. Interaksi solut-solven
Senyawa obat yang dilarutkan kedalm solven, dua kemungkinan akan
terjadi, yaitu larutan ideal dan non ideal. Larutan ideal memiliki densitas
interaksi molekul solut dan molekul solven yang sebanding (Qiu dkk., 2009)
larutan ideal bergantung kelarutannya pada suhu percobaan, jarak lebur dan
panas peleburan. Dalam bidang farmasi sebagian obat berada dalam bentuk
sediaan cair yang merupakan cairan non ideal. Pada larutan non ideal
pencampuran solven-solut dapat melepaskan panas ataupun menyerap panas
dari lingkungannya, sehingga perlu dikoreksi dengan koefisien aktifitasnya
(Gupta, 2000).
2. Pengaruh pH.
Kelarutan suatu senyawa obat secara dominan dipengaruhi oleh pH,
terutama pada senyawa yang dapat terionisasi. Kelarutan jenuh obat
nmerupakan jumlah kelarutan dari bentuk terion dan bentuk tak terion,
mengakibatkan kelarutan obat (bentuk ion) dipengaruhi oleh nilai pH dan pKa
obat (Gupta, 2000). Harga pH berpengaruh terhadap kelarutan bahan, seperti
yang dinyatakan oleh Henderson-Hasselbalch pada persamaan 1

= +

[]
[]

............................................ (1)

Pengaruh pH terhadap kelarutan asam lemah dan basa lemah (Florence


dan Attwood, 2006) dinyatakan dengan persamaan 2 dan persamaan 3.

Versi:

Revisi:

Hal 30 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

= +

= +

[]

............................................ (2)

[]

[]

............................................ (3)

[]

S merupakan kelarutan total atau semu, dan So adalah kelarutan


intrinsik. Jumlah bagian yang terion dan tak terion dari senyawa elektrolit
lemah dipengaruhi oleh pH lingkungan, sedangkan kelarutan total merupakan
jumalh kelarutan bagian terion dan bagian tak terion. Kelarutan asam lemah
akan meningkat dengan naiknya pH dan sebaliknya kelarutan basa lemah
akan turun . Contoh obat phenobarbital yang merupakan senyawa asam
lemah, memiliki kelarutan yang tinggi pada pH lingkunan yang tinggi (basa)
(Sinko, 2006), karena bentuk ionnya lebih banyak sehingga lebih mudah
larut. Kelarutan obat basa lemah akan menurun seiring peningkatan pH
lingkungan (Gambar.1)

Gambar.1 Kelarutan suatu obat basa lemah menurun seiring dengan


peningkatan pH, peningkatan pH akan mengakibatkan obat basa lemah
memiliki bentuk tidak terion lebih banyak, sehingga mempengaruhi
kelarutan dari obat basa lemah tersebut (Bodmeier dkk, 2000 )

Versi:

Revisi:

Hal 31 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

3.

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Pengaruh Suhu
Pengaruh suhu terhadap kelarutan dapat dilihat pada persamaan 4,

panas pelarutan adalah panas yang diserap atau dilepaskan tiap mol saat
sejumlah kecil solut ditambahkan pada sejumlah besar pelarut. Jika proses
pelarutan memerlukan panas atau proses endotermik, maka kenaikan suhu
akan menaikan kelarutan, sebaliknya kenaikan suhu akan menurunkan
kelarutan jika proses pelarutan melepaskan panas (eksotermik) (Gupta, 2006).

............................................ (4)

4. Pengaruh tekanan
Tekanan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelarutan zat padat
dalam zat cair, akan tetapi sangat berpengatruh pada kelarutan gas dalam
zat cair. Pada saat terjadi kesetimbangan, kelarutan gas dalam air
sebanding dengan tekanan parsial gas di atas larutan. Pada umumnya
perubahan yang disebabkan oleh tekanan terhadap volume larutan tidak
terlalu signifikan, sehingga tekanan yang diperlukan akan sangat besar
untuk mengubah kelarutan suatu zat (Gupta, 2000).
d. Peningkatan kelarutan zat aktif
Peningkatan kelarutan senyawa yang sukar larut dapat dilakukan
dengan penambahan kosolven, pengaturan pH larutan, pembentukan
kompleks, modifikasi kristal, penambahan surfaktan, dan pembentukan
prodrug. Pemilihan cara peningkatan kelarutan bergantung pada penyebab
ketidaklarutan zat tersebut (Lund, 1994). Penambahan surfaktan, pelarut
campuran, dan bahan pembentuk kompleks dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan solut untuk melarut dalam solven (Yalkowsky,
1993).
Alat
Tabung reaksi
Alat Gelas
Pipet pipet ukur

Versi:

Revisi:

Hal 32 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

Membran filter 0,45m


Shaking Waterbath
Pompa Filter
Bahan
Gliserin
Propilenglikol
Paracetamol
KH2PO4
Na2PO4
Akuadest
Tabel.2 Percobaan kelarutan dalam media campuran solven
Propilen Parasetamol

Aquadest

Dapar fosfat

(mL)

pH 5,8

10

1000

5%

1000

10%

1000

10

Tabung

Gliserin

(mg)

glikol
(mL)

1000
10

1000

Cara Kerja:
1. Timbang 1000 mg bahan obat (gunakan timbangan analitik), masukan
kedalam tabung ulir yang sudah diberi pelarut (liat Tabel. 2)
2. Semua tabung di masukan kedalam shaking waterbath pada suhu kamar.
3. Ambil tiap tabung pada jam 2 dan 24 jam, disaring menggunakan
pompa filter dengan membran dengan ukuran pori 0,45m
4. Ambil

hasil

filtat

kemudian

analisis

kadar

menggunakan

spektrofotometer.
5. Hasil serapan dimasukan kedalam Tabel.3

Versi:

Revisi:

Hal 33 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

6. Lakukan perhitungan kadar obat tersebut (mg/ml) menggunakan regresi


liner dari obat yang sudah dilakukan.
Tabel 3. Hasil penetapan kadar dengan menggunakan metode spektrofotometer
Medium
Air
Dapar fosfat pH 5,8
Propilenglikol

Persamaan Regresi
Y=0,0671-0,0084
Y=0,0766x - 0,0207
Y=0,0721+0,5970

Panjang gelombang
maksimal
245
242
249

Gliserin 5%

Y=0,0654x + 0,0070

243

Gliserin 10 %

Y=0,0682x - 0,0012

243

Tabel 4. Hasil penetapan kadar dengan menggunakan metode spektrofotometer

Tabung Replikasi Absorbansi

Faktor pengenceran

Kadar (mg/mL)

1
1

10.000

3
1
2

100.000

3
1
3

100.000

3
1
4

10.000

3
1
5

100.000

Versi:

Revisi:

Hal 34 dari 35

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FM-UII-AA-FKA-08.07/R0

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta


Bodmeier R ., Streubel, A., Siepmann, J., Dashevsky, A., 2000, pH-independent
release of a weakly basic drug from water-insoluble and -soluble matrix
tablets, J. Controlled Release 67, 101-110
Florence, A. T., and Atwood, D., 2006, Physicochemical Principles of Pharmacy,
second edition, Macmilland Press, London.
Gupta, P.K., 2000, Solutions and Phase Equilibria in Remington, The Science and
Practice of Pharmacy, 20th Ed, Mack-Publishing Co, Easton, Pennsylvania
Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th Ed., The Pharmaceutical Press,
London.
Qiu, Y., Chen, Y., Zhang, G.G.Z., 2009, Developing Solid Oral Dosage Forms,
Pharmaceutical Theory and Practice, 1st Ed., Elsevier Inc., New York.
Sinko, P.J., 2006, Martins Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5th Ed,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
Yalkowsky, S.H., 1993, Technique of Solubilization of Drugs, Marcel Dekker Inc.,
New York

Versi:

Revisi:

Hal 35 dari 35

Anda mungkin juga menyukai