Anda di halaman 1dari 19

KEGIATAN KONFERENSI KASUS

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bimbingan dan Konseling Perkembangan
yang dibina oleh Bapak Djoko Budi Santoso

oleh
Abi F Rahman P

110111409530

Risky Amallia S

110111409593

Offering C

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Februari 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak
terpisahkan (integral) dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan
menunjang tercapainya tujuan pendidikan yaitu perkembangan individu secara
optimal.

Oleh

karena

itu,

kegiatan

bimbingan

dan

konseling

harus

diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu


tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan terarah
atau berencana, agar benar-benar berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan
dan perkembangan siswa.
Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam
proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang bahwa proses
pendidikan adalah proses interaksi antara masukan alat dan masukan mentah.
Masukan mentah adalah peserta didik, sedangkankan masukan alat adalah tujuan
pendidikan, kerangka, tujuan dan materi kurikulum, fasilitas dan media
pendidikan, system administrasi dan supervisi pendidikan, sistem penyampaian,
tenaga pengajar, sistem evaluasi serta bimbingan konseling.
Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu
sangat tepat jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke
arah yang semaksimal mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang
layanan khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani
oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, bahwa
pemberian layanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi,

penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan


kelompok, dan konseling kelompok.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan
Konseling tersirat bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis
kompetensi tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak
adanya kegiatan pendukung bimbingan dan konseling. Artinya, hal itu perlu
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah, tidak hanya dengan layanan saja,
tetapi harus ada kegiatan pendukungnya.
Berdasar latar belakang tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan
telaah

mengenai

kegiatan

pendukung

bimbingan

dan

konseling

khususnya,Konferensi kasus.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa Definisi Konferensi Kasus?


Apa Tujuan dilakukan Konferensi Kasus?
Bagaimana Rancangan pelaksanaan Konferensi Kasus?
Bagaiman Proses Konferensi kasus dilakukan?
Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
Konferensi kasus?
6. Tataran kegiatan Konferensi Kasus?
7. Siapa saja peserta Konferensi Kasus ?
8. Apa klasifikasi masalah Konferensi Kasus ?
C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Mengerti Definisi Konferensi Kasus.


Memahami Tujuan diadakan Konferensi Kasus.
Mengetahui Rancangan pelaksanaan konferensi kasus
Mengetahui Proses pelaksanaan Konferensi Kasus
Mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan Konferensi Kasus
6. Mengetahui Tataran kegiatan Konferensi Kasus
7. Mengetahui siapa peserta Konferensi Kasus
8. Mengetahui klasifikasi masalah Konferensi Kasus

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Dalam bimbingan dan konseling pemakaian kata kasus tidak menjurus
kepada pengertian-pengertian tentang soal-soal atau pun perkara yang berkaitan
dengan urusan kriminal atau perdata, atau urusan yang bersangkut-paut dengan
pihak yang berwajib. Kata kasus dipakai dalam bimbingan dan konseling
sekedar untuk menunjukkan bahwa ada suatu permasalahan tertentu pada diri
siswa yang perlu mendapatkan perhatian dan pemecahan demi kebaikan untuk diri
orang yang bersangkuatan. Misalnya, konselor membahas kasus Amartiwi,
seorang siswa SMA. Ini berarti pada diri Amartiwi ada sesuatu masalah yang
perlu ditangani, untuk kepentingan Amartiwi itu sendiri. Kasus tersebut misalnya
mengenai nilai-nilai raportnya merosot, kurang menaruh minat pada jurusan yang
dimasukinya, kurang menyenangi salah seorang teman, cinta bertepuk sebelah
tangan, merasa kurang mampu merai cita-cita dan lain-lain. Apabila kasus tersebut
tidak segera ditangani, dikwatirkan Amartiwi akan semakin dirugikan karena
masalah yang ada didalamnya semakin menjadi parah dan menggerogoti dirinya.
Jelas sekali kasus seperti ini tidak ada sangkut-paunya dengan kriminalitas atau
perdata.
Konferensi kasus diselenggarakan untuk membicarakan suatu kasus. Di
sekolah,

konferensi

kasus

bisanya

diselenggarakan

untuk

membahas

permasalahan yang dialami oleh siswa. Konferensi kasus merupakan kegiatan


pendukung atau pelengkap dalam Bimbingan dan Konseling untuk membahas
permasalahan siswa (konseli) dalam suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihakpihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa (konseli).

Konfrensi kasus termasuk kedalam pelayanan responsif. Sebab dalam


layanan ini hanya diperuntukkan bagi konseli yang memiliki masalah yang
kompleks.
Memang, tidak semua masalah yang dihadapi siswa (konseli) harus
dilakukan konferensi kasus. Tetapi untuk masalah-masalah yang tergolong pelik
(tidak biasa) dan perlu keterlibatan pihak lain tampaknya konferensi kasus sangat
penting untuk dilaksanakan. Melalui konferensi kasus, proses penyelesaian
masalah siswa (konseli) dilakukan tidak hanya mengandalkan pada konselor di
sekolah semata, tetapi bisa dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan
berbagai pihak yang dianggap kompeten dan memiliki kepentingan dengan
permasalahan yang dihadapi siswa (konseli).
Kendati demikian, pertemuan konferensi kasus bersifat terbatas dan
tertutup. Artinya, tidak semua pihak bisa disertakan dalam konferensi kasus,
hanya mereka yang dianggap memiliki pengaruh dan kepentingan langsung
dengan permasalahan siswa (konseli) yang boleh dilibatkan dalam konferensi
kasus. Begitu juga, setiap pembicaraan yang muncul dalam konferensi kasus
bersifat rahasia dan hanya untuk diketahui oleh para peserta konferensi.
contoh kasus, misalnya :
X murid kelas XI di SMA kota P. Semester ini ia jarang masuk sekolah, dan
nilainya berantakan. Dia tergolong anak yang malas melaksanakan ibadah. Dia
tampak kurus dan mukanya pucat. Pada waktu ada razia disekolahnya, kedapatan
daun ganja yang dalam amplop yang diselipkannya didalam buku pelajarannya.
Dia suka berkelahi dengan teman-temannya. Demikian juga terhadap gurunya,
apabila guru menegurnya maka ia bereaksi dengan kasar. Dia adalah siswa
pindahan dari kota J. Di kota ini ia tinggal bersama orang tuanya. Ayahnya
seorang anggota ABRI, berpangkat perwira menengah. Karena kesibukkannya
ayahnya jarang dirumah, dan ibunya kurang memberikan perhatian penuh
terhadapnya, bahkan sering marah-marah apabila X berada dirumah. X pernah

minggat dari rumahnya, sejak saat itu ia jarang sekali pulang ke rumah. Dia
bersama dengan teman-temannya sering terlibat mabuk-mabukkan dan tindakan
kekerasan. Mengetahui X seperti itu, orang tuanya mengirimnya ke kota P agar
dapat bersekolah dengan baik disana. Di kota P dia tinggal bersama dengan
tantenya. Oleh karenanya X diperlakukan sangat keras. Sepulang sekolah ia tidak
boleh keluar rumah. Dengan perlakuan seperti ini dia merasa dirinya berada dalam
penjara. Perasaan yang dideritanya itu sering dilampiaskannya kepada teman dan
gurunya. Disekolah dia di cap sebagai anak nakal.
Dari kasus tersebut terdapat kesan umum yang dapat kita tangkap ialah
bahwa pada kasus tersebut ada permasalahan tertentu yang perlu mendapat
perhatian dan ditangani dengan seksama. Permasalahan yang ada pada kasus
diatas dilihat dalam kaitannya dengan keempat dimensi kemanusiaan. Dalam
rangka itu permasalahan utama yang secara langsung ditampilkan deskripsi kasus
diatas dapat dicatat sebagai berikut :

Dimensi Kemanusiaan

Aspek Dimensi
a) nilai rendah

Individualitas
b) kurus dan pucat
a) Suka Berkelahi
b) Kasar terhadap orang lain
Sosialitas
c) Diperlakukan sangat keras
d) Tidak bebas

a) Jarang masuk Sekolah


b) Menyimpan ganja
Moralitas

c) Minggat
d) Mabuk-mabukkan
e) Nakal dan Kasar

Religius

a) Malas Beribadah

Keempat dimensi kemanusiaan itu tidak dapat dipisah-pisahkan satu dari


yang lainnya. Keempatnya menjadi satu-kesatuan yang terintegrasikan didalam
kehidupan dan perkembangan seseorang. Namun tidak dapat dielakkan pula
bahwa suatu butir permasalahan pada dimensi tertentu seringkali tidak mutlak,
artinya satu butir permasalahan boleh jadi dapat ditempatkan pada lebih dari satu
dimensi.
Perlu diketahui bahwa konselor seharusnya memandang dan menghadapi
kasus secara serius. Dalam menghadapi suatu kasus ada tiga hal utama yang perlu
diselenggarakan, yaitu penyikapan, pemahaman,dan penanganan terhadap kasus
tersebut. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kasus dan penjelajahan yang
luas dan intensif akan terungkap berbagai hal yang akan memberikan gambaran
dan pemahaman yang lebih luas dan lebih menyeluruh tentang kasus tersebut,
tidak hanya sekedar mengerti permasalahannya atas dasar deskripsi yang telah
dikemukakan pada contoh kasus diatas. Konsep atau ide-ide tentang rincian
masalah, kemungkinan sebab dan kemungkinan akibat merupakan bekal dan
ancangan bagi konselor untuk menjelajahi kasus. Salah satunya dengan konferensi
kasus.

B. Tujuan
Secara

umum,

tujuan

diadakan

konferensi

kasus

yaitu

untuk

mengusahakan cara yang terbaik bagi pemecahan masalah yang dialami siswa
(konseli) dan secara khusus konferensi kasus bertujuan untuk:
1. Mendapatkan konsistensi, kalau guru atau konselor ternyata menemukan
berbagai data/informasi yang dipandang saling bertentangan atau kurang
serasi satu sama lain (cross check data).
2. Terkomunikasikannya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dan yang bersangkutan, sehingga penanganan
masalah itu menjadi lebih mudah dan tuntas.
3. Mendapatkan konsensus dari para peserta konferensi dalam menafsirkan
data yang cukup komprehensif dan pelik yang menyangkut diri siswa
(konseli) guna memudahkan pengambilan keputusan.
4. Mendapatkan pengertian, penerimaan, persetujuan dari komitmen peran
dari para peserta konferensi tentang permasalahan yang dihadapi siswa
(konseli) beserta upaya pengentasannya.
5. Terkoordinasikannya penanganan masalah yang dimaksud sehingga upaya
penanganan itu lebih efektif dan efisien.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai itu, maka pihak-pihak yang
diundang dan diminta berpartisipasi secara aktif dan langsung dalam konferensi
itu ialah,
Pertama, mereka yang berperan sangat menentukan bagi siswa yang
bermasalah (seperti orang tua/wali/guru), kedua, pihak yang diharapkan dapat
memeberikan keterangan atau pun masukan berkenaan dengan permasalah

konseli, dan ketiga, pihak-pihak lain yang diharapkan dapat memberikan


kemudahan bagi penanganan masalah konseli.
C. Rancangan Pelaksanaan
1) Perencanaan
Konferensi kasus harus dibicarakan terlebih dahulu dan mendapat
persetujuan dari konseli yang bermasalah. Dan seluruh peserta pertemuan harus
diyakinkan oleh konselor dan memiliki sikap yang teguh untuk merahasiakan
segenap aspek dari kasus yang dibicarakan.
2) Pelaksanaan
Konselor harus mengarahkan pembicaraan sehingga seluruh peserta dapat
mengemukakan data atau keterangan yang mereka ketahui dan mengembangkan
pikiran untuk memecahkan masalah siswa.
3) Analisis dan Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari konferensi kasus yang sukses apabila konselor
memperoleh data atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan
masalah siswa dan terbangunnya komitmen seluruh peserta pertemuan untuk
menyokong upaya pengentasan masalah siswa.
4) Tindak Lanjut
Seluruh hasil pertemuan dicatat dan didokumentasikan secara rapi oleh
konselor dan sebanyak-banyaknya dipergunakan untuk menunjang jenis-jenis
layanan masalah siswa yang bersangkutan.
D. Proses
Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta
konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu
sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki
pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka

yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan


yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah,
guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli),
wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang
berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter,
polisi, dan ahli lain yang terkait.
2. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor
membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan
dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta
untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli),
serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asasasas dalam bimbingan
dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.
3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang
dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli),
seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa
(konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang
dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif
dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan
berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi
lainnya

tentang

siswa

(konseli)

yang

sudah

terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah


dilakukan sebelumnya.
4. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain
mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi
persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka
pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli)
5. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya
konferensi

menyimpulkan

beberapa

rekomendasi/keputusan

berupa

alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan


siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah
penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).
E. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
Dengan adanya pihak-pihak yang bersangkutan seperti yang dijelaskan
pada tujuan konferensi kasus diatas tampak bahwa para peserta konferensi kasus
itu sangat mungkin berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, dengan
wawasan yang berbeda pula, dan menghadiri konferensi itu dengan persepsi awal
dan tujuan yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, sebelum pembicaraan tentang
permasalah dimulai, konselor perlu terlebih dahulu mengembangkan struktur
pertemuan secara keseluruhan. Dalam penstrukturan itu konselor perlu
membangun persepsi dan tujuan bersama dalam pertemuan itu dengan arahan
sebagai berikut :
a) Tidak menekankan pada nama dan identitas siswa yang permasalahannya
dibicarakan.
b) Tujuan pertemuan pada umunya, dan semua pembicaraan pada khususnya
ialah semata-mata untuk kepentingan perkembangan dan kehidupan
konseli, semua pembicaraan ialah untuk kebahagiaan konseli.
c) Semua pembicaraan dilakukan secara terbuka, tetapi tidak membicarakan
hal-hal negatif tentang diri konseli yang bersangkutan. Permasalahan
siswa disoroti secara secara objektif dan tidak ditafsirkan secara negatif
atau mengarah pada hal-hal yang merugikan siswa.
d) Penafsiran data dan rencana-renacana kegiatan dilakukan secara rasional,
sistematik, dan ilmiah.

e) Semua pihak berpegang teguh pada asas kerahasiaan. Semua isi


pembicaraan terbatas hanya untuk keperluan pada saat pertemuan itu saja,
dan tidak boleh dibawa keluar.
Selain hal tersebut terdapat pula beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menyelenggarakan konferensi kasus, antara lain:
1. Diusahakan sedapat mungkin kegiatan konferensi kasus yang hendak
dilaksanakan mendapat persetujuan dari kasus atau siswa (konseli) yang
bersangkutan
2. Siswa (konseli) yang bersangkutan boleh dihadirkan kalau dipandang
perlu, boleh juga tidak, bergantung pada permasalahan dan kondisinya.
3. Diusahakan

sedapat

mungkin

pada

saat

mendeskripsikan

dan

mendikusikan masalah siswa (konseli) tidak menyebut nama siswa


(konseli) yang bersangkutan, tetapi dengan menggunakan kode yang
dipahami bersama.
4. Dalam kondisi apa pun, kepentingan siswa (konseli) harus diletakkan di
atas segala kepentingan lainnya.
5. Peserta konferensi kasus menyadari akan tugas dan peran serta batas-batas
kewenangan profesionalnya.
6. Keputusan

yang

diambil

dalam

konferensi

kasus

berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan rasional, dengan tetap tidak melupakan


aspek-aspek emosional, terutama hal-hal yang berkenaan dengan orang tua
siswa (konseli) yang bersangkutan
7. Setiap proses dan hasil konferensi kasus dicatat dan diadminsitrasikan
secara tertib.

Konselor yang memimpin konferensi kasus sejak awalnya menegakkan


tujuan dan syarat diatas dan membawa seluruh peserta unutk melaksanakan hal
yang sama. Dalam suasana seperti itu pertemuan diharapkan sampai pada upaya
konkret menuju teratasinya masalah siswa. Konferensi kasus untuk satu
permasalahan dapat dilakukan beberapa kali, sesuai dengan perkembangan
penanganan masalah yang dimaksud. Untuk setiap pertemuan yang diadakan,
konselor membuat agenda yang jelas. Lebih jauh, laporan setiap penyelengaraan
dan hasil-hasil setiap pertemuan juga perlu disusun. Hasil dan laporan konferensi
kasus ini dimasukkan kedalam himpunan data.

F. Tataran Kegiatan Konferensi Kasus


Pengenalan

: Mengenal dan mendapatkan semua informasi dari pihak-

pihak yang memiliki informasi relevan berkaitan dengan kasus yang dialami
konseli dalam kegiatan konferensi kasus.
Akomodasi

: Memahami, menerima, menyadari dan memikirkan solusi

yang tepat dari masalah yang telah dikonferensikan.


Tindakan

: Mengambil keputusan yang tepat dan mengekspresikan

diri / mengantisipasi agar terhindar dari kasus yang pernah dialami


TUJUAN AKHIR UNTUK
Pengambilan

keputusan,

menentukan

kemampuan pemecahan masalah konseli.

G. Peserta Konferensi Kasus

tujuan,

merencanakan

Konferensi dipimpin oleh ahli bimbingan yang secara langsung menangani


kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat di dalam adalah personel yang ada
sangkut pautnya dengan permasalahan yang di hadapi kasus seperti kepala
sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas, petugas kesehatan (tim medis), dan
lain-lainnya.
Masing-masing peserta sudah siap sebagai data dan informasi tentang
kasus yang akan di bahas dalam konferensi kasus. Maka dari itu sebelum
konferensi kasus dilaksanakan mutlak diperlukan pembagian tugas diantara
peserta konferensi kasus. Supaya konferensi kasus berjalan sesuai dengan waktu
dan rencana yang telah di tetapkan, dan terarah moderator dan notulis perlu
ditunjuk.
H. Klasifikasi Masalah Konferensi Kasus
Masalah yang akan menjadi titik pusat pembahasan dalam konferensi
kasus adalah kasus yang telah di persiapkan dan diajukan oleh peserta konhferensi
kasus. Klasifikasi masalah siswa yang dapat diajukan dalam penbahasan
konferensi kasus salah satu atau beberapa masalah yang dihadapi siswa di bawah
ini:
1. Masalah belajar, yang antara lain berkenaan dengan.
a) Kebiasaan belajar yang kurang efektif dan efisien.
b) Kemampuan belajar yang kurang memadahi.
c) Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadahi.
d) Kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan.
2. Masalah sosial bribadi , di antaranya :
a) Kekurangharmonisan hubungan antara teman.

b) Kekurangserasian hubungan dengan orang tua.


c) Kekurangserasian hubungan dengan guru.
d) Gambaran diri yang kurang tepat.
e) Kebiasaan hidup yang kurang sehat.
f) Kenakalan remaja.
g) Gangguan-gangguan psikis.
3. Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan
a) Pemilihan jurusan yang kurang tepat.
b) Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat.
c) Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memadahi.
d) Pengenalan sekolah sambungan dan perguruan tinggi yang kurang
memadahi.
e) Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadahi.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Konferensi kasus merupakan kegiatan pendukung atau pelengkap dalam
Bimbingan dan Konseling untuk membahas permasalahan siswa (konseli) dalam
suatu pertemuan, yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan
keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa
(konseli). Dengan tujuannya yaitu untuk mengusahakan cara yang terbaik bagi
pemecahan masalah yang dialami siswa (konseli) secara terbuka namun
terahasiakan atas persetujuan dari konseli yang bersangkutan dan meletakkan
kepentingan konseli diatas kepentingan lain agar terwujudnya kebahagiaan pada
konseli.

DAFTAR PUSTAKA

Sukardi, Dewa Ketut dan Desak P.E Nila Kusmawati.2008. Proses Bimbingan
dan Konseling di Sekolah.Jakarta:Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai