Anda di halaman 1dari 14

Kebutuhan sekunder dapat berubah menjadi kebutuhan primer, hal

tersebut disebabkan karena kebutuhan seseorang dipengaruhi oleh


beberapa factor.
Kebutuhan primer untuk korban banjir:
Primer: obat-obatan, makanan, pakaian, cangkul, gerobak, alat mandi,
tempat pengungsian.
Sekunder: masker, sarung tangan karet, tempat tidur, selimut, sepatu
boot, alat makan,
"Yang dibutuhkan saat ini oleh satgas itu berupa masker, sarung
tangan karet, sepatu boot, alat pembersih, cangkul, garpu, maupun
alat untuk mengangkut sampah atau gerobak dorong," kata Dandim
0611 Garut Letkol Arm. Setyohani Susanto di Makodim 0611 Garut,
Minggu (25/9/2016).
Devinisi Bencana Alam
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti
letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan
manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian
dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian.
Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala alam.
Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi.
Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala produk
budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya sebagai bencana.

Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), bencana adalah suatu gangguan
serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan
baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang
ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya
yang ada. Lebih lanjut,
menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi
disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan
imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,
individu maupun lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
(Definisi
bencana
menurut
UU
No.
24
tahun
2007).
http://bpbd.sukoharjokab.go.id/?page_id=48
Pengertian bencana dalam Kepmen No. 17/kep/Menko/Kesra/x/95 adalah sebagai
berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan
manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan
fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat.
Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994. Di dalam UNDP mengemukakan bahwa :
Bencana adalah Satu kejadian atau serangkaian kejadian yang member meningkatkan
jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda, infrastruktur, pelayananpelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala yang berada di luar kapasitas
norma.
Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35 ) Mengemukakan bahwa: Bencana adalah
Terjadinya kerusakan pada pola pola kehidupan normal, bersipat merugikan
kehidupan manusia, struktur sosial serta munculnya kebutuhan masyarakat.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah peristiwa atau
kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian
kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang
bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian
yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang
memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Semua mata tertuju pada bencana banjir bandang yang menerjang tujuh kecamatan di
Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (20/09/2016) lalu. Berdasarkan data terbaru di
lapangan disebutkan, bencana banjir badang terbesar dan terparah ini menelan 26 korban
jiwa, 23 hilang, serta mengungsikan ratusan orang ke beberapa titik posko yang tersebar.
Banyak spekulasi muncul terkait becana paling besar di kota yang berjuluk Swiss Van Java
ini. Rusaknya ekosistem alam di daerah hulu sungai Cimanuk dinilai menjadi salah satu
faktor penyebab terjadinya banjir bandang yang merusak sekitar 594 bangunan terdiri dari
sekolah, asrama TNI, rumah sakit, pemukiman, PDAM dan menghanyutkan 57 bangunan
lainnya .

Kondisi pemukiman padat penduduk yang bersebelahan dengan Sungai Cimanuk rata
disapu banjir bandang di Kampung Cimacan, Kecamatan Tarogongkidul, Kabupaten Garut,
Kamis,(22/09/2016). Banjir bandang yang terjadi akibat meluapnya sungai Cimanuk pada
Selasa malam kemarin, mengakibatkan 26 korban meninggal, 23 orang hilang, 57 rumah
hanyut, 633 rumah terendam. Foto : Donny Iqbal

Berdasarkan data yang dihimpun Mongabay, kondisi hulu untuk Daerah Resapan Sungai
(DAS) Cimanuk terdapat kawasan resapan air yang telah banyak dilakukan alih fungsi lahan
di Bayombong, Cikajang dan Pasir wangi.
Ditambah maraknya penebangan hutan di wilayah Gunung Guntur, Papandayan, Darajat dan
Cikuray. Kondisi tersebut memicu peningkatan lahan kritis mencapai 50 ribu hektar.
Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Anang Sudarna,
memprediksi penyebab banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Garut diakibatkan oleh
hulu Sungai Cimanuk yang rusak.
Hal itu terbukti dengan tidak lama saat turun hujan, dua sampai tiga jam kemudian Sungai
Cimanuk sudah dipastikan akan meluap di Tarogong Kidul. Artinya, tidak ada tahanan air di
daerah hulu sungai.
Mestinya ketika hujan turun, kalau vegetasinya benar, air itu akan lama sampai ke sungai,
kata Anang saat ditemui di Kampung Cimacan.

Warga melintas di bangunan yang hancur di Kampung Cimacan, Kecamatan Tarogongkidul,


Kabupaten Garut, Jabar, Kamis,(22/09/2016). Banjir Bandang juga menghancurkan
instalasi PDAM sehingga warga banyak yang kesulitan mendapat air bersih. Foto : Donny
Iqbal

Anang menjelaskan, jika air dari gunung memakan waktu lama untuk sampai ke sungai,
artinya hutan lindungnya berfungsi dengan baik. Lanjutnya, berdasarkan citra satelit,

terlihat kawasan Gunung Cikurai, Guntur dan Darajat berwarna merah atau sudah
berkurang drastis luasan kawasan hutan lindung.
Menurut dia, eksploitasi yang terjadi di kawasan konservasi yang dilindungi di Garut
menjadi penyebab utama dalam bencana alam kali ini. Eksploitasi lingkungan dilakukan
pengembang yang melanggar Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Dia menerangkan, warna merah menunjukan tanah gundul dan bukan vegetasi permanen.
Anang menyesalkan kawasan yang diperuntukan sebagai resapan air tanah, kerap
digunakan sebagai lahan pertanian, pembangunan kawasan wisata, hingga properti dengan
tidak memerhatikan kaidah lingkungan.
Dia merekomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar bertindak tegas
terhadap yang menyalahi aturan.

Kondisi sekolah pasca diterjang banjir bandang di Desa Sukakarya, Kecamatan Tarogong
Kidul, Garut, Kamis,(22/09/2016). akibat banguanan sekolah rusak seratus siswa
diliburkan. Foto : Donny Iqbal

Dikatakan Anang, memang secara geomorfologi dan topografi jarak antara daerah lereng
dan lembah di wilayah Garut dekat sekali. Beda dengan di Bandung, seperti di Gunung

Wayang dan Sungai Citarum. Saat terjadi hujan deras, air bah baru sampai ke Dayeuh Kolot
setelah lima sampai enam jam.
Di Cimanuk, hanya dua sampai tiga jam (air sampai ke Tarogong Kidul), topografi yang
curam, resapan air yang minim sehingga mengakibatkan percepatan air mengalir dengan
deras, Ungkap Anang.
Menurutnya, Sungai Cimanuk adalah sungai yang Koefisien Regim Sungai (KRS) paling
buruk se-Pulau Jawa, bahkan terburuk secara nasional. Ketika musim kemarau, KRS
Cimanuk nilainya 1, tapi saat musim hujan nilainya 771.
KRS adalah perbandingan debit air tertinggi dengan debit air terendah dalam satu periode.
Biasanya pada saat musim hujan tertinggi dan musim kemarau terendah. KRS yang baik
mempunyai nilai 50 ke bawah. KRS kategori sedang nilainya 50 120 dan KRS kategori
buruk nilainya 120 ke atas.

Menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Jawa Barat, Sungai Cimanuk adalah
sungai yang Koefisien Regim Sungai (KRS) paling buruk secara nasional. Ketika musim
kemarau, KRS Cimanuk nilainya 1, tapi saat musim hujan nilainya 771. Ini menjadi
penyebab banjir bandang di Garut, Jabar pada Selasa (20/09/2016). Foto : Dony Iqbal

Anang menegaskan, fungsi hutan harus dikembalikan. Kawasan hutan lindung agar
dikembalikan menjadi hutan lindung, kawasan hutan konservasi juga dilindungi. Saya tidak
baru ngomong hari ini. Saya sudah ngomong sejak 2007. Sebelum jadi kepala dinas saya
kepala BP (badan pengelola) DAS Sungai Cimanuk dan Citarum, terangnya.

Banyak Hutan Rusak


Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, Sutarman Darmita, saat dikonfirmsasi mengaku
tidak memungkiri salah satu faktor bencana diakibatkan rusaknya kawasan hutan.
Disamping faktor lain juga yang mempengaruhi seperti tingginya curah hujan. Dia juga
menuturkan fenomena banjir bandang memang rentan terjadi di Garut setiap tahunnya.
Banjir bandang ini sering terjadi sampai sekarang. Cuma intensitasnya besar dan kecil.
Yang besar terjadi 2011 di Pameungpeuk dulu, kemudian 2014 Cikajang dan sekarang yang
paling besar terjadi , kata dia saat ditemui Mongabay di kantornya, Jalan Patriot, Tarogong
Kidul, Garut, Kamis (22/09/2016).
Sutarman berujar, secara topografi memang kondisi tanah sudah banyak berubah dan
ditambah ada sebagian kawasan hutan yang rusak. Pengolahan secara berlebihan dan
perambahan hutan sering dilakukan masyarakat masuk ke kawasan hutan, entah itu illegal
logging dan illegal mining terjadi di Garut, papar dia.

Seorang anak membereskan buku sekolahnya yang rusak di Kampung Cimacan, Kecamatan
Tarogongkidul, Kabupaten Garut, Kamis,(22/09/2016). Banyak siswa yang tidak bersekolah
karena buku dan seragam mereka hanyut tersapu banjir bandang. Foto : Donny Iqbal

Sutarman menerangkan, sepanjang DAS Cimanuk terdapat kawasan hutan yang dikelola
oleh Perhutani dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Garut. Untuk

pengawasanya tidak bisa efektif bila dilakukan hanya satu pihak. Perlu sinergi dari beberapa
elemen untuk mengawasinya, ucapnya.
Dia mengungkapkan ada lebih 10 daerah yang rawan perambahan hutan. Kemudian 220
desa juga berbatasan langsung dengan hutan. Lanjut Sutarman, biasanya di wilayah sekitar
perbatasan, masih sering terjadi perambahan hutan.
Di Garut, katanya, memiliki luasan hutan berjumlah 107 ribu hektar terdiri hutan lindung
84 ribu hektar, hutan suaka alam dan wisata 26 ribu hektar, hutan produksi terbatas 5 ribu
hektar dan hutan produksi tetap seluas 166,10 hektar. Diluar hutan konservasi ada hutan
rakyat sebanyak 44 ribu hekter.
Itu masih data tahun 2003, mengacu pada Kepmenhut No. 195/KPTS/ II/2003. Hampir 35
persen dari wilayah Garut adalah hutan yang diperuntukan untuk kawasan konservasi. Tapi
apakah 84 ribu hektar tersebut masih utuh? Belum ada data terbaru soal itu dan diperlukan
kajian mendalam, pungkas dia.

DAS Cimanuk
Menanggapi banyaknya permukiman di badan sungai sepanjang DAS Cimanuk, Bupati
Garut, Rudy Gunawan yang ditemui Mongabay mengatakan pemukiman itu melanggar
aturan. Dia mengatakan jarak pemukiman dari badan sungai, idealnya 100 meter.
Rudy menyangkal adanya praktik ilegal loging yang terjadi di hulu sungai. Dia berdalih ada
4 sungai, satu diantaranya mengalir ke Pantai Utara (Pantura) yaitu kali Cimanuk.
Itu tidak disana tidak ada hutan, yang ada hutan itu adanya di 3 sungai tadi tapi airnya
mengalir ke pantai selatan. Dari 50 tahun sebelumnya juga sudah ada tanaman holtikultura.
Kalau kasusnya alih fungsi lahan mungkin terjadi banjir dari dulu juga, imbuh Rudy.

Tumpukan sampah berserakan dibantaran sungai, diprediksikan sampah yang terbawa arus
Sungai Cimanuk, Garut, Jabar, tersebut mencapai puluhan ton. Foto : Donny Iqbal
Dia mengatakan tanah yang dihuni oleh warga tersebut merupakan tanah milik negara.
Rudy mengaku sudah menghimbau tentang bahaya tinggal di bantaran sungai. rencananya
warga akan direlokasi ke rusunawa agar lebih nyaman.

Penanganan Korban
Dari Kabupaten Garut sudah dikeluarkan uang senilai Rp500 juta untuk tahap evakuasi
korban bencana yang sakit. Bantuan dari Presiden Rp1,3 miliar dan santunan terhadap
korban meninggal dunia Rp15 juta per orang, kata Rudy.
Dia menuturkan korban luka luka biaya pengobatannya sepenuhnya ditanggung oleh
Pemkab. Dia melanjutkan sudah mengirimkan laporan kepada Gubernur Jabar terkait alat
kesehatan yang rusak senilai Rp20 miliar.
Kami usahakan pemulihan pelayan akan normal seperti semula pada Senin (26/09/2016)
mendatang. Itu untuk seluruh pelayanan, ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai