Anda di halaman 1dari 9

Siti Maisyaroh 151213031

Putri Isti Karimah 15213039


Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Konstruksi Rumah Masyarakat


Arsitektur Rumah Kasepuhan Adat Ciptagelar, Sukabumi, Jawa
Barat

Oleh
Siti Maisyaroh
Putri Isti Karimah

15213031
15213039

Mawaddah Warahmah 15213049


Firdha Ruqmana

15213089

1. Desa Adat Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat


1.1.Letak dan Kondisi Geografis

Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar (www.panorama.com, 2012)


Desa adat Ciptagelar terletak di Kampung Ciptagelar, Desa Sirnaresmi,
Kecamatan Cisolok, Sukabumi dengan posisi koordinat 06 47` 10,4`` S,
106 29` 52 E. Desa Ciptagelar terletak di lereng bukit selatan Gunung
Halimun dan Taman Nasional Gunung Halimun. Kampong Ciptagelar ini
memiliki luas sekitar empat hektar. Berjarak sekitar 44 kilometer dari
Pelabuhan Ratu kearah Cisolok, sekitar 200 kilometer dari Jakarta, dan
persis di perbatasan dengan tapal batas kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun (TNGH). Untuk mencapai kampung ini para pendatang
harus melalui jalan tanah berbatu kasar sepanjang 14 kilometer dengan
medan jalan yang menurun dan menanjak sangat tajam dari lereng satu
ke lereng lain di Gunung Halimun.

1
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Gerbang Memasuki Desa Ciptagelar


(www.pemandangan.fotoindonesia.com)
Menurut data Monografi Desa Sirnaresmi tahun 1997, dari 4.917 ha
luas wilayah Desa Sirnaresmi, 298,9 ha (6,08%) adalah lahan sawah,
203,4 ha (4,14%) berupa huma, kebun dan talon 29 ha (0,59%), hutan
lindung (TNGH) 800 ha (16,27%), hutan produksi (Perum Perhutani) 2.900
ha (58,9%) dan permukiman 687 ha(13,97%). Menurut adat Kasepuhan
Ciptagelar, wilayah Desa Sirnaresmi terletak di tanah awisan (cadangan),
termasuk tanah adat.
Jarak pusat Kasepuhan Ciptagelar dari ibukota Propinsi 198 Km dari
ibukota Kabupaten 46 Km; dari ibukota kecamatan 21 Km dari desa
Sirnaresmi 16 Km. Curah hujan cukup, dengan jumlah bulan hujan sekitar
5 bulan per tahun. Kemiringan lereng berkisar 25 - 45%. Suhu udara
berada pada kisaran 21 - 28C dengan curah hujan antara 2120-3250
mm/tahun serta kelembaban udara 84% menjadikan wilayah desa
tersebut cukup nyaman.

2
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Peta Jalur Pariwisata Kampung Ciptagelar 2010 (www.wacananusantara.org,


2012)
1.2.Data Monografis
Menurut catatan, jumlah penganutIincu-putu/anggota komunitas
Kasepuhan Ciptagelar sekitar 16.000 jiwa. Mereka tersebar di tiga
Kabupaten: Sukabumi,Bogor dan Lebak dan dua Propinsi: Jawa Barat dan
Banten. Pusat Kasepuhan Ciptagelar terletak di Desa Sirnaresmi. Jumlah
penduduk Desa Sirnaresmi sebanyak 4.803 jiwa, terdiri dari: laki-laki
sebanyak 2.460 jiwa dan perempuan sebanyak 2.343 jiwa. (Sumber Data
Daftar Isian Potensi DesanSirnaresmi). Mata pencaharian pokok sebagian
besar penduduk adalah bertani secara tradisional.
2. Konstruksi Rumah Kasepuhan Adat Ciptagelar
2.1.
Komponen dan Bahan
Rumah adat Ciptagelar berupa rumah panggung sederhana dari bahan
kayu ringan dan bambu. Rumah panggung ini mempunya ukuran yang
bervariasi antara tiga sampai enam depa (4,5m 9m). Besar kecil ukuran
rumah tergantung pada kemampuan pemilik dan ketersediaan lahan.
Pada lelemahan, warga sama-sama menggunakan pondasi umpak
atau tatapakan jenis bulat dengan teknik pemasangan di kubur sebagian
di dalam tanah, sedangkan bahan umpak yaitu dari batu kali. Hal itu
berkaitan dengan makna simbolik pada lelemahn, yaitu kematian. Rumah
berdiri di atas tihang tiang setinggi 1 hasta (kurang lebih 40 cm) sampai
1 depa (kurang lebih 150 cm) yang berjumlah 13, 17, atau 25 buah
(termasuk tiang golodog). Bila memasuki rumah adat Ciptagelar, maka
akan ditemukan taraje (tangga) bambu atau pohon (2-5 injakan) dan kita
aka berdiri di atas 4-5 buah susunan lonjoran bambu bulat (diameter

3
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

kurang lebih 6 cm) yang berorientasi ke arah barat dan timur yang
disebut golodog. Golodog biasanya tidak terlalu luas, berukuran sekitar
200x75 cm2.

Struktur Rumah Adat Ciptagelar (Masin, 2013)


Sebelum memasuki ruang rumah tiyang disebut sosoro, kita akan
melewati sebuah panto (pintu) berukuran sekitar 180x70 cm2. Daun pintu
biasanya terbuat dari rangkaian bilah-bilah bambu. Bentuk pintu dan
jendela di seluruh ruang rumah menggunakan jenis panel dan jalosi
dengan pengertian serta bentuk yang sama.
Setelah melewati pintu, akan dilewati lantai sosoro yang sedikit lebih
tinggi (kurang lebih 20 cm) dari permukaan lantai golodog. Berbeda dari
golodog, lantai pada ruang sosoro terdiri atas jajaran bambu bulat
(diameter 4-5 cm), berorientasi barat timur (dolor) atau berorientasi utara
selatan (sarang). Di atas sarang disusun palupuh (remukan sebatang
bambu membentuk lembar-lembar yang berorientasi barat-timur, dan
beberapa bilah bambu sebagai penjepit atau penguat susunan palupuh.
Untuk mengurangi rasa dingin pada malam hari, warga menggunakan
tikar yang biasa disebut samak, terbuat dari daun pandan, atau tikar
lainnya.
Setelah ruang sosoro terdapat ruang tepas dan Imah, berukuran lebih
kecil tanpa sekat dan lantainya sejajar dengan sosoro. Meskipun
ketinggian lantai ruang sosoro dan tepas sama, namun kedua ruangan ini
dapat dibedakan atas orientasi palupuhnya, barat-timur untuk sosoro dan
utara-selatan untuk ruang tepas. Hal tersebut berkonsekuensi pada
konstruksi lantai tepas yang berkebalikan dengan lantai sosoro. Imah
yang merupakan ruang inti dari rumah dan bersifat privat memiliki

4
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

konstruksi dan arah lantai yang sama dengan tepas, hanya saja lantai
Imah lebih tinggi 10-15 cm daripada lantai tepas, serta tidak ada tiang
yang menyangga di bagian tengahnya. Pada dinding, rumah Ciptagelar
menggunakan bilik, triplek dan papan. Untuk penyelesaian atau sentuhan
akhir (finishing touch) pada dinding terlihat sederhana, yaitu dengan cara
ditutup memakai kertas semen, koran atau di cat kapur.
Pada bagian atap, warga menggunakan struktur kuda-kuda segitiga
dari bambu dan kayu. Atap rumah menggunakan jenis kandang dan
sontog, dengan pengertian serta bentuk yang sama, sedangkan bahan
penutupnya dari injuk (ijuk) dan hateup (rumbia). Atap genteng tidak
ditemukan pada rumah adat ini, karena dilarang adat. larangan tersebut
berdasarkan pandangan kosmik warganya tentang makna simbolik tanah,
yaitu dengan menggunakan atap dari genteng sama artinya dengan
mengubur diri hidup-hidup dan dipandang menentang kodrat, sebab
hanya orang mati yang harus dikubur di dalam tanah. Konstruksi
sambungan kayu-bambu pada dinding, lantai, atap dan langit-langit
menggunakan teknik sambungan bibir miring-berkait, bibir lurus-berkait,
pen-lubang dan diperkuat dengan paku, pasak, ikatan tali atau ijuk sesuai
kebiasaan mereka.
2.2.Proses Pembuatan Rumah
Proses pembangunan rumah adat desa ciptagelar dimulai dari
penyiapan lahan, menyiapkan bahan, menyiapkan kontruksi, menegakkan
rumah, memasang lantai, memasang dinding, dan terakhir acara
selamatan. Kegiatan tersebut dilakukan pada bulan kelima saat di ladang
sedang tidak ada pekerjaan. Seseorang yang akan mendirikan rumah
haruslah yang sudah berkeluarga. Dia harus mencari lokasi yang
memungkinkan untuk mendirikan rumah. Tempat yang diperbolehkan
untuk didirikan rumah misalnya cukup untuk sebuah rumah ( minimal
ada Imah, tepas, dan golodog), tanahnya tidak labil, dan masih dalam
pekarangan kampung.

5
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Rumah Adat yang Baru Dibangun Di Desa Sinaresmi (Suganda,


2011:32)
Rencana mendirikan rumah dan lokasi yang memungkinkan harus
dibicarakan terlebih dahulu untuk memperoleh
izin Abah lewat kokolot tangtu. Ada kemungkinan tidak diberi izin,
biasanya karena alasan tempat yang tidak atau kurang cocok, sehingga
harus dicari tempat lain. Jika mendapatkan izin Abah, seseorang yang
merencanakan mendirikan rumah harus bermusyawarah dengan
warga kampung, terutama dalam hal pelaksanaan dan pelaksananya.
Pada saat musyawarah juga dibicarakan ukuran rumah yang diperkirakan
sesuai dengan luas lahan dan kemampuan pemilik, karena hal ini akan
berpengaruh pada jumlah bahan yang harus dipersiapkan.
Pada hari yang telah ditentukan mereka mencari bahan-bahan
bangunan di leuweung(hutan), biasanya hutan
disekitar kampung bersangkutan (leuweung lembur). Bahan bangunan
utama adalah bambu. Jika tidak ada, bahan bisa dicari di tempat lain.
Bahan-bahan untuk membuat rumah yang biasa digunakan adalah kayu
albasiyah, kadu ,durian, ijuk pohon kawung (aren), dan awi bambu. Bahan
kayu hanya digunakan untuk pembuatan tihang tiang (rangka vertikal)
dan sundu (rangka horizontal). Jika masyarakat yang membantu banyak
biasanya pengumpulan selesai dalam satu hari. Khusus untuk atap kiray,
sering kali pemilik rumah sudah mempersiapkan jauh-jauh hari
sebelumnya, mengambil daun, merangkainya menjadi hateup (atap) dan
mengeringkan. Pembuatan atap biasanya dilakukan dalam kampung. Bilik
atau giribig (anyaman bambu untuk dinding) dan palupuh (lembar-lembar
bambu untuk lantai) biasanya juga sudah dipersiapkan sebelum rumah
siap didiriakan. Kayu-kayu yang telah dikumpulkan ada yang dikerjakan
lebih lanjut sehingga menjadi balok, namun ada juga yang dibiarkan

6
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

dalam bentuk aslinya. Pekerjan itu dilakukan ditempat pengambilan


bahan. Alat yang boleh digunakan sampai tahap ini hanyalah golok dan
peso (pisau).
Pembuatan atap biasanya diawali pengambilan daun rumbia (kiray)
diluar kampung. Daun-daun rumbia yang telah disisir dari pelepahnya
diikat dan dibawa ke rumah. Pada waktu senggang lembar daun dirangkai
menjadi atap. Ada kalanya pula atap dibuat pada waktu senggang
diladang.
Pembuatan giribig biasanya diawali dengan mengambil bambu
diluar kampung. Bambu-bambu sepanjang kira-kira 4-5 meter digotong ke
rumah. Pada waktu senggang bambu-bambu dibelah sampai tipis, lalu
dianyam. Ukuran giribig dibuat sedikit lebih besar dari ukuran bidang
rumah yang akan ditutupi. Setelah dijepit pada tiang dinding rumah,
sisanya baru dipotong, kadang pemotongan dilakukan sebelum dipasang
setelah ukuran dengan tepat.
Pembuatan konstruksi rumah tidak memakai meteran, adapun
menggunakan ukuran depa dan hasta, bahkan sering kali hanya denga
kira-kira. Untuk menyatakan ukuran tertentu misalnya, jarak sisi satu
dengan sisi lain atau batas satu dengan batas lain, biasanya dipolakan
dahulu pada sebilah bambu atau rotan, Penyambungan atau tautan tidak
boleh menggunakan paku, tetapi hanya menggunakan sistem pasak kayu
dan ikatan kulit kayu, tali injuk/rotan/teknik sambung/tautan (yang
digunakan dapat berupa lubang coakan, pasak, ataupun tumpuk). Selain
golok, alat yang digunakan adalah besi, terutama untuk membuat lubang
atau coakan penyambungan. Pembuatan kontruksi ini juga
memperhitungkan tinggi tiang terhadap kemiringan permukaan tanah,
Hal ini disebabkan karena permukaan tanah tidak boleh diratakan.
Pengerjaan konstruksi dilakukan di lokasi rumah yang didirikan.
Penegakan bangunan dilakukan setelah semua konstruksi selesai
dikerjakan.

7
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Balai Desa Sinaresmi, Salah Satu Bentuk Rumah Adat.


(http://nrmnews.com, 2011)
Dalam menentukan posisi bahan juga harus dihitung atas dan bawah
pohon jika digunakan sebagai penyangga bangunan. Apabila salah
menerapkan, maka ibaratnya, kita salah menggunakan anggota tubuh
kita sendiri sebagaimana mestinya, itu akan berakibat secara alami pada
kerusakan yang cepat atau pengaruh buruk terhadap penghuninya.
3. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Fajria Rifati, Heni.2002. Kampung Adat dan Rumah Adat di Jawa
Barat.Bandung:Dinas Kebudayaan dan Pariwisata-Jawa Barat.
Nuryanto dan Isep Machpudin.2008.Kajian Pola Kampung dan Rumah Tinggal
Warga Kasepuhan Kesatuan Adat Banten Kidul Di Sukabumi Selatan-Jawa
Barat.Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Suganda. Ugis.2011. Komunitas Masyarakat Adat Ciptagelar.Jakarta:Down To
Earth(DTE).
Foto Desa Adat Ciptagelar, Mesin Waktu Menuju Sunda Kuno.2014.
http://pemandangan.fotoindonesia.com. 5 Mei 2015
Kasepuhan Cipta Gelar, Kampung Adat Budaya Sunda.2011.[Online]
http://nrmnews.com. 7 Mei 2015
Masyarakat Adat Desa Ciptagelar, Sukabumi-Jawa Barat.
[Online].http://www.wacananusantara.org/masyarakat-adat-desaciptagelar/.5 Mei 2015

8
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Siti Maisyaroh 151213031


Putri Isti Karimah 15213039
Mawaddah Warahmah 15213049
Firdha Ruqmana 15213089

Rumah Masyarakat Kasepuhan.2013.[Online]http://makananringan38.blogspot.com/2013/01/rumah-masyarakat-kasepuhan.html.7 Mei


2015

9
AR2231 Sejarah dan Tradisi Nusantara, Semester IV 2015

Anda mungkin juga menyukai