Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar

penduduknya berprofesi dibidang pertanian. Hal ini tentunya tidak


lepas dari letak geografis Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa
yang artinya setiap tahun Indonesia selalu mendapat sinar matahari
sehingga

memungkinkan

untuk

melakukan

kegiatan

pertanian.

Indonesia memiliki ribuan yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia,


dengan kondisi ini tentunya kita harus bisa memanfaatkannya dengan
baik.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pertanian di Indonesia
juga mengalami perubahan. Pertanian berkembang seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia dalam
menciptakan produk pertanian yang dapat mencukupi kebutuhan hidup
manusia. Meskipun wilayah indonesia sangat cocok untuk pertanian,
namun tidak semua tanaman bisa tumbuh diseluruh wilayah indonesia.
Setiap wilayah tentunya memiliki kecocokan tersendiri untuk tanaman
tertentu yang bisa ditanam dan tumbuh diwilayah tersebut. Maka dari
itu sangatlah perlu untuk dibuat peta zona agroekologi supaya kita bisa
memanfaatkan lahan yang ada dengan baik. Agroekologi sendiri
adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik
lingkungan. Komponen utama agroekologi adalah iklim, fisiografi atau
bentuk wilayah.
Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
perkembangan pertanian, karena pada umumnya tanaman pertanian
tidak mampu hidup pada iklim yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Namun bagi negara tropis seperti Indonesia iklim bukanlah faktor yang
dapat menghambat perkembangan tanaman pertanian, karena di
negara tropis hanya mengalami dua musim, yaitu musim panas dan
musim hujan. Sehingga dengan keadaan iklim yang seperti ini dapat
diatur kapan musim tanam yang bagus untuk tanaman pertanian yang
sesuai. Dalam ilmu iklim juga dikenal pengelompokan iklim dalam

kelas-kelas tertentu yang disebut dengan klasifikasi iklim. Klasifikasi


iklim yang banyak digunakan di Indonesia untuk bidang pertanian
dalam arti luas adalah klasifikasi menurut Schmidth-Ferguson dan
klasifikasi Oldeman. Sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson banyak
digunakan dalam bidang perkebunan. Sedangkan sistem klasifikasi
Oldeman banyak digunakan untuk tanaman semusim.
Salah satu komponen dari agroekologi yang lainnya adalah
fisiografi atau bentuk wilayah. Fisiografi merupakan faktor utama
penentuan

sistem

produksi,

disamping

sifat-sifat

tanah.

Tanah

merupakan media utama untuk menanam tanaman pertanian dalam


kegiatan pertanian. Kondisi lahan yang semakin baik, akan semakin
banyak alternatif komoditas yang dapat dipilih untuk ditanam. Dalam
pemilihan tanaman yang sesuai untuk diusahakan pada suatu lahan,
diperlukan data masukan tentang lereng, tekstur, keasaman, serta
dilengkapi dengan data rejim kelembapan dan rejim suhu.
Oleh sebab itu untuk mendapatkan data mengenai iklim dan
kondisi lahan suatu wilayah pertanian, maka diperlukan sebuah analisis
mengenai peta zona agroekologi. Dengan adanya data mengenai zona
agroekologi

suatu

wilayah

diharapkan

supaya

petani

mampu

menyesuaikan tanaman yang mereka tanam dengan lahan dan iklim


yang ada di sekitar mereka, agar diperoleh hasil panen yang
memuaskan.
1.2
Tujuan
1. Menyusun data dan informasi tentang keadaan biofisik dan sosial
ekonomi di suatu wilayah ke dalam suatu sistem pangkalan data dan
berbagai jenis peta sehingga tersedia informasi yang terpadu dan
memadai mengenai keadaan lingkungan di suatu wilayah.
2. Melakukan analisis tentang kesesuaian teknologi di suatu wilayah.
3. Mengidentifikasi berbagai komoditas pertanian unggulan spesifik
lokasi, serta mengidentifikasi kebutuhan teknologinya.
4. Memberikan masukan dalam rangka perencanaan

penelitian,

pengkajian, dan pengembangan komoditas unggulan spesifikasi


lokal.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


Dalam

menanam

tanaman

kita

tentunya

perlu

mengetahui

mengenai kondisi alam suatu tempat yang akan kita gunakan sebagai
media pertanian. Kita bisa menggunakan peta zona agroekologi untuk
mengetahui kecocokan lahan yang akan gunakan sebagai media
pertanian. Kita bisa menentukan tanaman apa yang akan kita tanam di
lahan tersebut dengan menggunakan peta zona agroekologi. Zona
agroekologi sebagai unit evaluasi, termasuk daerah yang relatif besar
yang berbasis klasifikasi, iklim, tanah, topografi, penggunaan lahan
dan masa pertumbuhan dengan syarat yang homogen untuk tanaman
yang sama. Peta zona agroekologi adalah alat yang sangat diperlukan
untuk perencanaan pertanian (FAO dalam Taati et al.,2015).
Menurut Susetyo, dkk (2011) komponen utama agroekologi adalah
iklim, fisiografi atau bentuk wilayah, dan tanah. Tujuan yang hendak
dicapai

pada

penetapan

zona

agroekologi

(ZAE)

adalah

untuk

menetapkan komoditas potensial berskala ekonomi agar sistem usaha


tani dapat berkelanjutan. Dengan ditetapkannya zona agroekologi
maka akan didapat gambaran mengenai iklim, suhu, tekstur tanah dan
kondisi mengenai daerah atau wilayah tersebut. Adanya peta zona
agroekologi akan membantu petani untuk menentukan jenis tanaman
apa yang akan mereka tanam dan bagaimana pengolahan lahannya
sehingga bisa diperoleh hasil produksi yang memuaskan.
Dalam

menentukan tanaman yang akan kita tanam, kita harus

mempelajari lahan yang akan kita gunakan untuk media tanam.


Pertanian sangat berhubungan erat dengan tanah, sehingga dari
hubungan tersebut muncullah sebuah ilmu baru yang disebut geologi
pertanian. Geologi pertanian adalah salah satu cabang dari ilmu bumi
yang bahasannya menitik beratkan kepada hubungan antara bumi
dengan tanah dan budidaya pertanian (Munir,1996)

Menurut Surdiadikusumah (2011), keadaan alam berupa bentuk


wilayahnya mulai dari datar, berombak, bergelombang, agak berbukit
dan

bergunung

serta

jenis

tanah

yang

bervariasi

sangat

menguntungkan Indonesia jika keadaan itu dimanfaatkan untuk


dijadikan lahan pertanian. Beragamnya jenis tanah dan bentuk wilayah
akan menyebabkan beragamnya varietas dan jenis-jenis tanaman yang
ada di Indonesia.
Menurut Soemarmo (2011) dalam hafif (2014) pengetahuan
tentang sifat- sifat dan karakteristik agroekologi lahan yang benar
merupakan dasar dari usaha pengembangan komoditas khususnya dan
pembangunan

pertanian

menuju

ke

kebijakan

pembangunan

berkelanjutan. Dengan pengolahan yang tepat, maka diharapkan


kegiatan pertanian dapat berkelanjutan dan jika memungkinkan
supaya bisa menghasilkan varietas-varietas baru.
Menurut Arifin (2012) adanya perbedaan, baik alamiah maupun
buatan antar daerah dalam satu wilayah menyebabkan adanya
perbedaan dalam peluang untuk tumbuh dan berkembang. Adanya
perbedaan dalam setiap wilayah, tentunya tidak semua tanaman dapat
ditanam di setiap wilayah. Setiap tanaman pasti memiliki kesesuaian
tersendiri kepada suatu tempat, baik itu faktor iklim, kelembaban,
ataupun lahan.
Selain faktor lahan, agroekologi juga dipengaruhi oleh faktor iklim
yang ada di Indonesia. Pengaruh iklim sangat besar dalam menentukan
hasil

produksi

pangan,

karena

itu

penerapan

klimatologi

pada

pertanian adalah penting mengingat setiap jenis tanaman pada


berbagai

tingkat

pertumbuhan

memerlukan

kondisi

iklim

yang

berbeda-beda (Tjasjono, 1995).


Di indonesia terdapat 2 musim, yakni musim penghujan dan musim
kemarau. Diantara kedua musim biasanya terdapat musim pancaroba
atau musim peralihan. Pergantian musim ini tentunya akan membawa
dampak pada perubahan iklim yang ada dan akan berimbas kepada
kegiatan budidaya pertanian. Pengaruh perubahan iklim terhadap
pertanian

bersifat

multidimensional,

mulai

dari

sumberdaya

infrastruktur

pertanian,

dan

sistem

produksi,

hingga

ketahanan

pangan, kesejahteran para petani dan masyarakat pada umumnya


(Santoso, 2015).
Meurut kamali (1991) dalam K.Ehteramian (2013) munculnya
ragam generasi, varietas, dan ekotipe tanaman lain dipengaruhi oleh
faktor lingkungan terutama iklim. Perbedaan iklim yang ada di setiap
daerah tidak menutup kemungkinan akan terciptanya sebuah varietas
baru dari sebuah tanaman. Varietas baru biasa tercipta apabila suatu
tanaman dibawa keluar dari daerah dimana tanaman itu biasa tumbuh
ke daerah lain yang memiliki iklim berbeda. Ketika tanaman dibawa
keluar

daerah

asalnya,

maka

tanaman

akan

berusaha

untuk

menyesuaikan dengan kondisi yang ada di daerah yang baru dimana


tanaman itu ditempat, penyesuaian tanaman terhadap lingkungan itu
dapat menyebabkan terciptanya generasi baru, bahkan varietas baru.

BAB 3. METODE PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat
Acara praktikum 1
Waktu

: Kamis, 29 September 2016, pukul 15.00-17.00

Tempat

: Ruang kuliah 7, Gedung G Fakultas Pertanian

3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Kertas kalkir
2. Peta
3.2.2 Alat
1. Spidol 3 warna
2. Alat tulis
3.3 Cara Kerja
1. Memperoleh peta jenis tanah, peta iklim dan peta topografi
dengan skala 1 : 180.000 beserta dasarnya pada Laboratorium
Agroklimat sebagai rujukan
2. Memilah dan mendeliniasi wilayah dari peta-peta tersebut
berdasarkan
a. Ketinggian yang mewakili suhu yang terbagi atas rezim
isohyperthermic

(ketinggian

0-700

dpl),

isothermic

(ketinggian 700-1.500 m dpl) dan isomesic (ketinggian


>1.500 m dpl).

b. Iklim mewakili rezim kebahasaan yang terbagi atas Perudic


(iklim tipe A dan B1 menurut klasifikasi Oldeman), Udic (iklim
tipe B2, C2 dan D2), serta Ustic (tipe iklim C3, D3 dan E).
c. Jenis tanah yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
klasifikasi FAO, misalnya jenis tanah andisol, alfisol, entisol
dan oxisol.
3. Menumpang tepatkan (overlay) peta wilayah berdasarkan jenis
tanah dengan peta rejim kebasahan dan peta rezim suhu agar
diperoleh Peta Zona Agroekologi.
4. Memadukan informasi biofisik dengan informasi mengenai
sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya melalui pencocokan
peta administrasi.

DAFTAR PUSTAKA
Arifien, M. Fafurida. V. Noekent. 2012. Perencanaan Pembangunan
Berbasis

Pertanian

Penanggulangan

Tanaman

Masalah

Pangan

Kemiskinan.

dalam
Jurnal

Upaya
Ekonomi

Pembangunan. Vol. 13. No. 2:288-302


Ehteramian, K., S.M. Gharaee., H.R. Azaryani., M. Amjadian., M.
Motamedi., S. Garaee., M. Rafiee. 2013. The Potential of Agro
Climatic Zoning of Dry Land Wheat Using GIS in Northern
Khorasan Province. International jurnal of agriculture and crop
sciences. Vol. 5. No. 21:2598-2609
Munir, Moch. 1996. Geologi dan Mineralogi Tanah. Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya
Santoso. A.B. 2016. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi
Tanaman Pangan di Provinsi Maluku.. Vol. 35, No.1:29-38
Soemarmo dalam Hafif, B., Y.Barus. 2014. Produktivitas Tanaman
Pangan Pada Agroekologi Lahan Suboptimal Lampung Timur.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal : 1-8
Surdiadikusumah, A., Talkuputra, N.D., Amelina, E. 2011. Rencana
Pengembangan Kawasan Agropolitan Berdasarkan Karakteristik
Lahan di Kabupaten Aceh Besar. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
Hayati dan Fisik. Vol. 13. No. 1:45-57
Susetyo, Y.A., M.A.I. Pakereng., S.Y.J. Prasetyo. 2011. Pembangunan
Sistem Zona Agroekologi (ZEA) Menggunakan Logika Fuzzy

Pada Wilayah Pertanian Kabupaten Semarang Berbasis Data


Spasial. Jurnal Teknologi Informasi-Aiti. Vol.8 No. 1:1-100
Taati, A., F. Sarmadian., A. Mousavi., A. Rahmani. 2015. Agro-ecological
zoning for cultivation of Alfalfa (Medicago satival) using RS and
GIS. Scientia Agriculturae. Vol. 9. No. 2:93-100
Tjasjono, B. 1995. Klimatologi Umum. Bandung: ITB Bandung

Anda mungkin juga menyukai