Anda di halaman 1dari 3

Sejarah Penemuan Fotosintesis

Sejarah Penemuan Fotosintesis Dalam sejarah, beberapa ahli telah melakukan penelitian yang
berkaitan dengan fotosintesis, antara lain Engelmann, Hill, Ingenhousz, Sachs, dan Blackman.

a. Ingenhousz
Pada tahun 1770, Joseph Priestley seorang ahli kimia Inggris memperlihatkan bahwa tumbuhan
mengeluarkan suatu gas yang dibutuhkan dalam pembakaran. Dia mendemonstrasikan hal ini
dengan cara membakar lilin dalam suatu wadah tertutup sampai api mati. Lalu ia menyimpan
setangkai tumbuhan mint dalam ruang tertutup itu dan dapat mempertahankan nyala api sampai
beberapa hari. Meskipun Priestley tidak tahu jenis gas apa yang dikeluarkan tumbuhan, tetapi
apa yang dilakukannya memperlihatkan bahwa tumbuhan menghasilkan oksigen ke udara. Pada
tahun 1799, seorang dokter berkebangsaan Inggris bernama Jan Ingenhousz berhasil
membuktikan bahwa proses fotosintesis menghasilkan oksigen (O2). la melakukan percobaan
dengan tumbuhan air Hydrilla verticillata di bawah corong kaca bening terbalik yang
dimasukkan ke dalam gelas kimia berisi air. Jika Hydrilla verticillata terkena cahaya matahari,
maka akan timbul gelembung-gelembung gas yang akhirnya mengumpul di dasar tabung reaksi.
Ternyata gas tersebut adalah oksigen. Beliau juga membuktikan bahwa cahaya berperan penting
dalam proses fotosintesis dan hanya tumbuhan hijau yang dapat melepaskan oksigen.
b. Engelmann
Pada tahun 1822 Engelmann berhasil membuktikan bahwa klorofil merupakan faktor yang harus
ada dalam proses fotosintesis. la melakukan percobaan dengan ganggang hijau Spirogyra yang
kloroplasnya berbentuk pita melingkar seperti spiral. Dalam percobaan tersebut ia mengamati
bahwa hanya kloroplas yang terkena cahaya mataharilah yang mengeluarkan oksigen. Hal itu
terbukti dari banyaknya bakteri aerob yang bergerombol di sekitar kloroplas yang terkena cahaya
matahari.
c. Sachs

Pada tahun 1860, seorang ahli botani Jerman bernama Julius von Sachs berhasil membuktikan
bahwa proses fotosintesis menghasilkan amilum (zat tepung). Adanya zat tepung ini dapat
dibuktikan dengan uji yodium, sehingga percobaan Sachs ini juga disebut uji yodium.
d. Hill
Theodore de Smussure, seorang ahli kimia dan fisiologi tumbuhan dari Swiss menunjukkan
bahwa air diperlukan dalam proses fotosintesis. Temuan ini diteliti lebih lanjut sehingga pada
tahun 1937 seorang dokter berkebangsaan Inggris bernama Robin Hill berhasil membuktikan
bahwa cahaya matahari diperlukan untuk memecah air (H2O) menjadi hydrogen (H) dan oksigen
(O2). Pemecahan ini disebut fotolisis.
e. Blackman
Pada tahun 1905 Blackman membuktikan bahwa perubahan karbon dioksida (CO2) menjadi
glukosa (C6H12O6) berlangsung tanpa bantuan cahaya matahari. Peristiwa ini sering disebut
sebagai reduksi karbon dioksida. Dengan demikian dalam fotosintesis ada dua macam reaksi,
yaitu reaksi terang dan reaksi gelap. Yang merupakan reaksi terang (reaksi Hill) adalah fotolisis,
yang merupakan reaksi gelap (reaksi Blackman) adalah reduksi karbon dioksida. Gabungan
antara reaksi terang dan reaksi gelap itulah yang kita kenal sekarang sebagai reaksi fotosintesis.
Pada tahun 1940 Melvin Calvin dan timnya berhasil menemukan urutan reaksi/proses yang
berlangsung pada reaksi gelap. Rangkaian reaksi itu selalu berulang terus menerus dan disebut
siklus Calvin.
Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tak hentihentinya. Sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik seperti karbohidrat.
Untuk tujuan praktis, satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung
seluruh kehidupan adalah fotosintesis. Fotosintesis merupakan salah satu reaksi yang tergolong
ke dalam reaksi anabolisme. Fotosintesis adalah proses pembentukan bahan makanan (glukosa)
yang berbahan baku karbon dioksida dan air.
Fotosintesis hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan dan ganggang hijau yang bersifat autotrof.
Artinya, keduanya mampu menangkap energi matahari untuk menyintesis molekul-molekul
organik kaya energi dari prekursor anorganik H2O dan CO2. Sementara itu, hewan dan manusia
tergolong heterotrof, yaitu memerlukan suplai senyawa-senyawa organik dari lingkungan
(tumbuhan) karena hewan dan manusia tidak dapat menyintesis karbohidrat. Karena itu, hewan
dan manusia sangat bergantung pada organisme autotrof.
Fotosintesis terjadi di dalam kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung
pigmen hijau daun (klorofil). Sel yang mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun
tanaman, yaitu sel-sel jaringan tiang (palisade) dan sel-sel jaringan bunga karang (spons). Di
dalam kloroplas terdapat klorofil pada protein integral membran tilakoid. Klorofil dapat
dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Klorofil a merupakan pigmen hijau rumput (grass
green pigment) yang mampu menyerap cahaya merah dan biru-keunguan. Klorofil a ini sangat
berperan dalam reaksi gelap fotosintesis yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Klorofil b

merupakan pigmen hijau kebiruan yang mampu menyerap cahaya biru dan merah kejinggaan.
Klorofil b banyak terdapat pada tumbuhan, ganggang hijau, dan beberapa bakteri autotrof.
Selain klorofil, di dalam kloroplas juga terdapat pigmen karotenoid, antosianin, dan fikobilin.
Karotenoid mampu menyerap cahaya biru kehijauan dan biru keunguan, dan memantulkan
cahaya merah, kuning, dan jingga. Antosianin dan fikobilin merupakan pigmen merah dan biru.
Antosianin banyak ditemukan pada bunga, sedangkan fikobilin banyak ditemukan pada
kelompok ganggang merah dan Cyanobacteria.
Reaksi

fotosintesis

secara

ringkas

berlangsung

sebagai

berikut.

Seorang fisiologis berkebangsaan Inggris, F. F. Blackman, mengadakan percobaan dengan


melakukan penyinaran secara terus-menerus pada tumbuhan Elodea. Ternyata, ada saat dimana
laju fotosintesis tidak meningkat sejalan dengan meningkatnya penyinaran. Akhirnya, Blackman
menarik kesimpulan bahwa paling tidak ada dua proses berlainan yang terlibat:
1. Suatu reaksi yang memerlukan cahaya
2. Reaksi yang tidak memerlukan cahaya
Yang terakhir dinamai reaksi gelap, walau dapat berlangsung terus saat keadaan terang.
Blackman berteori bahwa pada intensitas cahaya sedang, reaksi terang membatasi atau
melajukan seluruh proses. Dengan kata lain, pada intensitas ini reaksi gelap mampu menangani
semua substansi intermediat yang dihasilkan reaksi cahaya. Akan tetapi, dengan meningkatnya
intensitas cahaya pada akhirnya akan tercapai suatu titik dimana reaksi gelap berlangsung pada
kapasitas maksimum.
Teori ini diperkuat dengan mengulangi percobaan pada temperatur yang agak lebih tinggi.
Seperti diketahui, kebanyakan reaksi kimia berjalan lebih cepat pada suhu lebih tinggi (sampai
suhu tertentu). Pada suhu 35C, laju fotosintesis tidak menurun sampai ada intensitas cahaya
yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi gelap kini berjalan lebih cepat. Faktor
bahwa pada intensitas cahaya yang rendah laju fotosintesis itu tidak lebih besar pada 35C
dibandingkan pada 20C juga menunjang gagasan bahwa yang menjadi pembatas pada proses ini
adalah reaksi terang. Reaksi terang ini tidak tergantung pada suhu, tetapi hanya tergantung pada
intensitas penyinaran. Laju fotosintesis yang meningkat dengan naiknya suhu tidak terjadi jika
suplai CO2 terbatas. Jadi, konsentrasi CO2 harus ditambahkan sebagai faktor ketiga yang
mengatur laju fotosintesis itu berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai