Anda di halaman 1dari 8

PENGHEMATAN ENERGI MESIN PEMBEKU LEMPENG SENTUH

PENURUNAN SUHU MEDIA BERTAHAP MENGGUNAKAN MESIN


PEMBEKU EVAPORATOR TUNGGAL (SAVING OF ENERGY PLATE
TOUCH FREEZER GRADUAL DECREASE IN MEDIA TEMPERATURE
USING SINGLE EVAPORATOR FREEZER)
Yongki Adi PratamaPutra(1), Bayu Rudiyanto(2), Mochamad Nuruddin(2)
Mahasiswa Program Studi D-IV Teknik Energi Terbarukan Politeknik Negeri Jember
(2)
Staf Pengajar Program Studi D-IV Teknik Energi Terbarukan Politeknik Negeri Jember
Jl. Mastrip PO Box. 164 Jember 68101 Telp. (0331) 333532, 333533 Fax. (0331) 333531
Website: www.polije.ac.id E-mail: politeknik@polije.ac.id
(1)

ABSTRAK
Pembekuan yang dilakukan pada saat ini merupakan pembekuan yang menggunakan suhu tetap
mulai dari awal proses pembekuan bahan pangan sampai dalam kondisi beku. Penggunaan energi
pada pembekuan konvensional yang menggunakan suhu tetap, memiliki konsumsi energi yang
kurang efisien karena pada setiap fase penurunan suhu bahan memerlukan energi yang berbedabeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan mesin pembeku lempeng sentuh dengan
sistem penurunan suhu media secara bertahap namun hanya menggunakan satu buah evaporator
tanpa conveyor untuk menciptakan penurunan suhu media secara bertahap. Berdasarkan pengujian,
nilai COP mesin pembeku evaporator tunggal menghasilkan nilai sebesar 4,13 sampai 4,39.
Sedangkan kinerja mesin pembeku menurut nilai laju pembekuannya tergolong dalam pembekuan
cepat yaitu sebesar 0,98 sampai 1,43 cm/jam. Perlakuan dengan suhu media bertahap berada pada
kondisi paling efisien dalam penggunaan energinya daripada tanpa penurunan suhu bertahap.
Pembekuan dengan metode bertahap mampu memberikan nilai penghematan energi listrik sebesar
19,22 sampai 24,41 % dibandingkan pembekuan konvensional biasa. Perlakuan suhu media
bertahap terbaik terjadi pada perlakuan pertama yaitu pada suhu media -5 C, -15 C dan -20 C
dengan nilai COP sebesar 4,35, laju pembekuan 1,43 cm/jam dan konsumsi energi listrik sebesar
0,6233 kWh. Secara rata-rata, kinerja dan penggunaan energi listriknya mampu lebih baik dan lebih
hemat energi daripada mesin pembeku multi evaporator Chusni. Rata-rata COP sebesar 4,30 dan
laju pembekuannya sebesar 1,10 cm/jam dan mampu lebih menghemat penggunaan energi listrik
sebesar 68,05 % daripada mesin pembeku multi evaporator Chusni.
Kata kunci: Mesin Pembeku, Lempeng Sentuh, Pembekuan Bertahap, Efisien
ABSTRACK
The freezing do at now is freezing with use the permanent temperature begin from the first process
freezing product until the finish process. Uses energy at conventional freezing the permanent
temperature method, own energy consumption ineffecient because every phase decrease
terperature product have diffirence energy. This Research is aims to develop a palte touch freezer
with the gradual freezing system but only using a single evaporator and not use conveyor to moving
product. Based on testing, the COP value of freezer produce is between 4,13-4,39. The performance
of the freezer according to the freezing rate value belonging to the rapid solidification that is equal
to 0,98-1,43 cm/h. Gradual decrease treatment is more efficient in energy than without a gradual
decrease. Freezing with the gradual method providing electrical energy savings value 19,22-24,41
% compared to conventional freezing. The best gradual decrease in temperature of media treatment
occurs in the treatment is at -5, -15 and -20 C with a COP value 4,35, the freezing rate 1,43 cm/h
and consumption of electrical energy 0,6233 kWh. Overall, the performance and use of electrical
energy deliver more efficient in energy than the Chusnis multi evaporator freezer. The average
COP is 4,30 and the freezing rate is 1,10 cm/h and deliver more efficient use of electricity energy
that is 68,05 % than the Chusnis multi evaporator freezer.
Keywords: Freezer, Plate Touch, Gradual Freezing, efficient

1. PENDAHULUAN
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik
untuk pengawetan sebuah produk bahan pangan.
Proses pembekuan tidak memiliki pengaruh yang
berarti terhadap rasa, warna dan kadar jus buah
setelah pemasakan, tetapi penyimpanan beku dapat
mengakibatkan penurunan daya terima bau dan rasa.
Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami
perubahan selama pembekuan dan penyimpanan beku
dalam jangka waktu terbatas (Soeparno, 1994).
Pembekuan yang dilakukan pada saat ini merupakan
pembekuan yang menggunakan suhu tetap mulai dari
awal proses pembekuan bahan pangan sampai berada
dalam kondisi beku. Penggunaan energi pada
pembekuan konvensional yang menggunakan suhu
tetap, memiliki konsumsi energi yang kurang
efisien karena pada setiap fase penurunan suhu
bahan memerlukan energi yang berbeda-beda
menurut Bruttini et al (2001) dan Tambunan et al
(2003). Tambunan et al (2003) menyatakan bahwa
kehilangan eksergi rata-rata tahap pre-cooling
sebesar 22,9 kJ/kg, tahap freezing 24,8 kJ/kg, dan
tahap sub-cooling 5,43 kJ/kg atau secara
presentase kehilangan eksergi tahap pre-cooling
sebesar 43,1 % dari total kehilangan eksergi, dan
tahap freezing 46,7 %, serta 10,2 % pada tahap subcooling. Sehingga perlu adanya sebuah metode
pembekuan yang lebih efisien dalam penggunaan
energi pada setiap fase penurunan suhu bahannya.
Kamal (2008) dan Chusni (2009) telah
menciptakan dan mengkaji mesin pembeku dengan
sistem penurunan suhu media bertahap menggunakan
mesin pembeku lempeng sentuh multi evaporator
dengan conveyor yang lebih hemat energi daripada
mesin pembeku konvensional. Hasil penelitian
Chusni (2009) menyatakan bahwa metode penurunan
suhu media pembekuan yang paling optimal adalah
pada skenario (-5 C, -15 C, -20 C) yang
memerlukan energi listrik sebesar 2,45 kWh untuk
membekukan daging sapi seberat 40 gram dengan
efisiensi eksergi sebesar 56,93 %, dan efisiensi energi
0,17 %. Nilai efisiensi energi yang tergolong kecil
yang hanya sebesar 0,17 % ini, membuktikan bahwa
masih adanya ketidakefisienan dalam segi
penggunaan energi listriknya dalam membekukan
produk bahan pangan. Hal ini dapat dilihat dari bahan
produk yang dibekukan dengan nilai beban pendingin
produk yang kecil sebesar 0,001569 kW, sedangkan
penggunaan kompresor memiliki nilai yang besar
yaitu 1,25 kW. Energi listrik yang relatif besar ini
dapat dikarenakan mesin pembeku yang digunakan
menggunakan 3 buah evaporator untuk dapat
menciptakan sistem penurunan suhu media secara
bertahap dan ditambah lagi dengan pemakaian
conveyor.
Penggunaan conveyor pada mesin pembeku
lempeng sentuh Kamal (2008) dan Chusni (2009)

mengakibatkan peningkatan suhu media pembeku


saat bahan pangan digerakkan untuk menghasilkan
pembekuan dengan suhu media bertahap.
Penggunaan conveyor juga menambah daya
konsumsi energi listrik karena penggunaan conveyor
menggunakan tambahan motor listrik untuk
menggerakkan bahan pangan. Disain ruang pembeku
dan juga pintu masukan bahan produk yang tidak
terisolasi secara baik juga mengakibatkan masuknya
panas dari luar menuju ruang pembeku.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti mencoba untuk
mengembangkan mesin pembeku lempeng sentuh
dengan metode yang sama, namun hanya
menggunakan satu buah evaporator dan tidak
menggunakan
conveyor
untuk
menciptakan
penurunan suhu media secara bertahap, melainkan
menggunaan pengaturan suhu media melalui kontrol
PI yang dihubungkan dengan jalur masuk 3 katup
ekspansi melalui selenoid valve sebelum menuju
evaporator. Tujuan pembuatan dan penelitian mesin
pembeku lempeng sentuh evaporator tunggal,
bertujuan untuk menciptakan dan mengembangkan
mesin pembeku lempeng sentuh dengan penurunan
suhu media secara bertahap yang lebih hemat energi
daripada penelitian terdahulu. Sehingga, penelitian
ini akan memberikan gambaran mengenai rancangan
mesin pembeku lempeng sentuh evaporator tunggal
dengan penurunan suhu media bertahap dalam
menghemat penggunaan energi listrik untuk
mengawetkan suatu bahan pangan.
2. METODOLOGI
Penelitian diawali dengan melakukan studi
kepustakaan dan menghitung besar beban
pendinginan yang terdiri dari beban akibat konveksi
dan konduksi pada box pembeku dan beban produk.
Selanjutnya hasil perhitungan akan dijadikan tolak
ukur kelayakan penggunaan kompresor dan
komponen lainnya, sebelum dilakukan perakitan dan
manufaktur mesin pembeku. Mesin pembeku yang
digunakan merupakan mesin pendingin kompresi uap
konvensional yang dimodifikasi menjadi mesin
pembeku lempeng sentuh dengan suhu media
bertahap. Peralatan yang digunakan untuk
memodifikasi mesin pendingin kompresi uap
konvensional menjadi mesin pembeku lempeng
sentuh meliputi: Las Asitelin+Pakan las perak, Kunci
pas ukuran 10 dan 12, Kunci inggris, Pemotong pipa
tembaga, Bending pipa tembaga, Fluring Tools, Tang
cucut, Penggaris dan Bolpoin. Sedangkan alat yang
dibutuhkan untuk melakukan pengujian meliputi:
Injektor rerigeran, Pompa vakum, 2 buah
Thermokopel tipe K, kWh meter, Timbangan digital,
Stopwatch dan Laptop. Komponen-komponen yang
digunakan untuk bahan manufaktur terdiri dari
komponen-komponen yang dipilih berdasarkan
perhitungan beban pendinginan serta penyesuaian

dengan ketersediaan komponen yang sebagian besar


merupakan komponen dari mesin pendingin
kompresi uap konvensional dan bahan yang
digunakan sebagai bahan uji yaitu refrigeran R-134a
dan daging sapi seberat 40 gram dengan ketebalan
1cm.
Seluruh parameter kondisi bahan pangan dan
kombinasi penurunan suhu media pembeku
didekatkan pada penelitian Chusni tahun 2009,
sehingga akan didapatkan hasil perbandingan data
kinerja mesin pembeku lempeng sentuh berupa nilai
COP dan laju pembekuan serta nilai penggunaan
energi listrik yang dihasilkan oleh mesin pembeku
hasil modifikasi dari mesin pendingin kompresi uap
konvensional dengan mesin pembeku lempeng
sentuh yang telah diuji oleh Chusni tahun 2009 yang
berupa mesin pembeku lempeng sentuh multi
evaporator. Berikut tabel perlakuan yang digunakan
pada penelitian dengan mengacu pada skenario yang
digunakan Chusni tahun 2009.

mesin pembeku dijalankan sampai dengan suhu


media pembeku pada tahap I sudah mulai konstan,
lalu bahan pangan yang akan dibekukan diletakkan
dan disentuhkan secara langsung pada plat tembaga
yang telah tertempel dengan evaporator. Pergantian
penggunaan katup ekspansi dilakukan berdasarkan
pada ketercapaian suhu bahan pangan. Penggunaan
katup ekspansi A digunakan sampai suhu bahan
pangan tengah berada pada suhu <0 C. Selanjutnya
katup ekspansi B bekerja sampai suhu bahan pangan
atas <-5 C dan selanjutnya katup ekspansi C bekerja
selama 60 menit sampai suhu bahan pangan
membeku dibawah -5 C. Pencatatan seluruh
pengukuran dilakukan selama 5 menit sekali sampai
bahan mengalami pembekuan.
Berikut gambar 1. merupakan gambar model
rancangan dari mesin pembeku lempeng sentuh
dengan penurunan suhu media secara bertahap
menggunakan evaporator tunggal yang dikontrol oleh
kontrol PI.

Tabel 1. Macam-macam jenis perlakuan

Perlakuan
1

(Suhu
Media
Tahap 1)
(C)

(Suhu
Media
Tahap 2)
(C)

(Suhu
Media
Tahap 3)
(C)

-5 C
(Katup
ekspansi A)
-10 C
(Katup
ekspansi A)
-15 C
(Katup
ekspansi B)
-5 C
(Katup
ekspansi A)
-10 C
(Katup
ekspansi A)
-15 C
(Katup
ekspansi B)
-20 C
(Katup
ekspansi C)

-15 C
(Katup
ekspansi B)
-15 C
(Katup
ekspansi B)
-15 C
(Katup
ekspansi B)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)

-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)
-20 C
(Katup
ekspansi C)

Penurunan suhu media pembekuan secara


bertahap dilakukan dengan menempatkan tiga katup
ekspansi termostatik yang digunakan secara
bergantian sesuai dengan kebutuhan pengkondisian
suhu pada media pembeku yang berupa plat tembaga.
Penggunaan bergantian katup ekspansi dilakukan
dengan bantuan kontrol PI yang sudah diatur sesuai
dengan set point yang diinginkan. Langkah awal,

Gambar 1. Model rancangan mesin pembeku


lempeng sentuh evaporator tunggal
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Suhu Bahan dan Media Pembeku Terhadap
Waktu
Berdasarkan hasil pengujian pada 7 perlakuan
dengan 3 pengulangan yang dilakukan pada mesin
pembeku lempeng sentuh penurunan suhu bertahap
dengan menggunakan evaporator tunggal, didapatkan
hasil profil penurunan suhu bahan yang dibekukan
dari kondisi awal suhu bahan sampai berada pada
kondisi dibawah proses pembekuan bahan. Penentuan
penganalisaan data profil suhu bahan dari 3 kali
pengulangan pada setiap perlakuannya ditentukan
dari hasil data paling baik dari ketiga pengulangan
tersebut. Berikut profil penurunan suhu bahan pada
hasil pengulangan data terbaik pada perlakuan
pembekuan bertahap yang terjadi pada perlakuan 1
dengan suhu media -5, -15 dan -20 C dan profil suhu

bahan pada perlakuan tidak bertahap pada perlakuan


7.

Gambar 2. Grafik profil penurunan suhu bahan


perlakuan 1 (-5 C, -15 C, -20 C)
yang dilakukan dengan metode
pembekuan bertahap

Gambar 3. Grafik profil penurunan suhu bahan


perlakuan 7 (-20 C, -20 C, -20 C)
yang dilakukan dengan metode
tanpa pembekuan bertahap
Terlihat pada gambar 2 dengan metode
pembekuan bertahap memperlihatkan adanya
penurunan suhu bahan yang bertahap dan membentuk
fase anak tangga, sedangkan pada gambar 3 dengan
metode pembekuan tanpa bertahap, menghasilkan
profil suhu bahan yang cenderung terus turun
suhunya dari kondisi suhu awal sampai berada
dibawah proses pembekuan. Penurunan suhu bahan
yang bertingkat ini diakibatkan adanya perbedaan
suhu media pada setiap tahapan penurunan suhu
bahan sampai mencapai suhu dibawah pembekuan
bahan. Penurunan bertingkat yang membentuk fase
anak tangga menunjukkan adanya pelepasan nilai
kalor bahan secara bertahap pada setiap fasenya,
mulai dari pelepasan kalor menuju lempeng secara
sensibel pada tahap pertama yaitu tahap pendinginan,
lalu pelepasan kalor secara laten pada tahap kedua
yang dibuktikan dengan kestabilan suhu bahan
produk saat berada pada titik 0 sampai -5 C dan
pelepasan kalor dibawah titik beku pada tahap
selanjutnya.
Berdasarkan gambar 2 dan 3 grafik profil
penurunan suhu bahan juga sangat tampak jelas
terdapat adanya persebaran suhu bahan yang tidak
merata pada titik bawah, tengah sampai titik atas
bahan. Persebaran suhu yang tidak merata yang

terjadi disebabkan karena perpindahan panas yang


terjadi pada mesin pembeku lempeng sentuh hanya
terjadi pada proses konduksi saja sehingga titik
bawah bahan (Tbb) selalu berada pada posisi paling
dingin dan semakin meningkat pada sisi atas bahan
(Tba). Persebaran perbedaan suhu bawah bahan
dengan posisi teratas bahan, paling besar terjadi pada
proses penurunan suhu bahan awal (+30 C) sampai
titik awal proses pembekuan (0 C) dan semakin kecil
perbedaan suhunya pada saat proses pembekuan
berlangsung (0 C sampai -5 C) sampai proses
pendinginan dibawah proses pembekuan (<-5 C).
Hal ini dapat dianalisa bahwa nilai konduktivitas
bahan daging sapi berbeda-beda pada setiap fase
perubahan suhu bahannya. Secara teori analisa ini
diperkuat dengan karakteristik sifat fisik daging sapi
yang memiliki nilai konduktivitas termal sebesar 0,45
W/m.K pada kisaran suhu 0 sampai 30 C,
sedangkan pada suhu -5 C konduktivitasnya adalah
1,10 W/m.K (Pham dan Willix, 1989).
Secara keseluruhan dari seluruh perlakuan
menunjukkan adanya durasi waktu yang lebih lama
pada saat proses penurunan suhu bahan 0 sampai -5
C. Waktu penurunan suhu dari 0 menuju -5 C
memiliki waktu yang lebih lama daripada penurunan
suhu bahan dari kondisi awal bahan 30 sampai 0 C
dan penurunan suhu bahan setelah -5 C. Lamanya
waktu menurunkan suhu bahan pada saat
konduktivitas bahan lebih cepat daripada
konduktivitas bahan pada suhu lainya, dapat
dianalogikan bahwa pada saat penurunan suhu 0
sampai -5 C merupakan proses yang memerlukan
nilai kalor yang paling besar daripada fase penurunan
suhu lainnya.
Kinerja Mesin Pembeku Lempeng Sentuh
Koefisien
prestasi
(Coefficient
Of
Performance) merupakan perbandingan antara nilai
efek refrigerasi dibandingkan dengan kerja
kompresor. Penghitungan nilai efek refrigerasi
dihitung berdasarkan pengurangan entalpi pada
keluaran evaporator dengan entalpi masuk evaporator
secara aktual, sedangkan kerja kompresor dihitung
berdasarkan pengurangan entalpi pemasukan pada
kondensor dan entalpi keluaran pada evaporator.
Berikut contoh perhitungan nilai COP mesin
pembeku lempeng sentuh pada perlakuan 1 ulangan
1.
Data terukur: T1 = -16,32 C
T2 = 42,47 C
T3 = 37,09 C
T4 = -9,68 C
Pl = 0,26 Bar
Ph = 9,06 Bar
a. Entalpi pertitik pada input dan output evaporator
dan kondensor
h1 = h@Pl ; T1 = 244,581 kJkg
h2 = h@Ph ; T2 = 276,673 kJkg

h3 = hg @T3 = 103,918 kJkg


h4 = h3 = 103,918 kJkg
b. Efek refrigerasi (RE)
RE = h1 h4
RE = 244,581 103,918 = 140,663 kJkg
c. Kerja kompresor (Win)
Win = h2 h1
Win = 276,673 244,581 = 32,092 kJkg
d. Koefisien prestasi (COP)
RE
COP =
Win
140,663
COP =
= 4,383
32,092
Sementara nilai laju pembekuan yang juga
mencerminkan kinerja dari mesin pembeku dalam
membekukan produk bahan pangannya dapat
dihitung dengan membagi tebal daging / produk
bahan lainnya dengan lama waktu yang diperlukan
untuk menurunkan suhu bahan pangan dimulai ketika
suhu bahan pangan bawah 0 C sampai suhu bahan
pangan atas -5 C. Berikut contoh perhitungan laju
pembekuan produk bahan pangan pada perlakuan 1
ulangan 1 dengan ketebalan daging sapi sebesar 1 cm
dengan lama waktu pembekuan selama 58,75 menit
atau 0,98 jam.
Lp = at F
Lp = 10,98
Lp = 1,02 cm/jam
Berdasarkan keseluruhan hasil perhitungan nilai
COP, laju pembekuan dan pengukuran konsumsi
energi listrik dari ketujuh perlakuan dengan masingmasing 3 ulangan selama proses penelitian
didapatkan nilai rata-rata kinerja dan kebutuhan
konsumsi energi listriknya sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil unjuk kinerja mesin pembeku
lempeng sentuh evaporator tunggal

Perlakuan

COP

Laju
Pembekuan
(cm/jam)

1
2
3
4
5
6
7
Rata-rata

4,35
4,14
4,49
4,44
4,15
4,13
4,42
4,30

1,43
0,98
1,72
1,02
0,59
0,66
1,33
1,10

Konsumsi
Energi
Listrik
(kWh)
0,62
0,58
0,50
0,70
0,77
0,83
0,77
0,68

Besar nilai COP mesin pembeku lempeng sentuh


evaporator tunggal memiliki nilai 4,13 sampai 4,49.
Jika melihat hasil pengujian didapatkan nilai COP
yang bervariasi antar perlakuannya, dan cenderung
tidak menunjukkan sebuah trend data pada saat
metode perlakuan diganti-ganti, mulai dari perlakuan

dengan pembekuan bertahap pada perlakuan 1, 2, 3,


semi bertahap pada perlakuan 4, 5, 6 dan metode
pembekuan tidak bertahap pada perlakuan 7. COP
dari mesin pembeku lempeng sentuh tidak
berpengaruh terlalu besar terhadap metode
pengaturan suhu media yang digunakan, melainkan
dipengaruhi oleh nilai kelembapan lingkungan
sekitar. Semakin besar kelembapan lingkungan
sekitar semakin tinggi pula nilai COP dari mesin
pembeku lempeng sentuh. Hal ini sangat nampak
ketika melihat hasil trend data nilai kelembapan
terhadap COP yang disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Grafik koefisien prestasi terhadap


kelembapan lingkungan sekitar
Menurut Ruliyana (2004) menyatakan bahwa laju
pembekuan dibagi menjadi 5 Kategori yaitu:
a. Pembekuan sangat lambat (< 0,1 cm/jam)
b. Pembekuan lambat (0,1 0,3 cm/jam)
c. Pembekuan normal (0,3 1 cm/jam)
d. Pembekuan cepat (1 10 cm/jam)
e. Pembekuan sangat cepat ( > 10 cm/jam)
Berdasarkan hal tersebut dapat dianalisa bahwa laju
pembekuan dari mesin pembeku lempeng sentuh
evaporator tunggal menghasilkan nilai laju
pembekuan yang tergolong dalam pembekuan cepat
sebesar 0,98 sampai 1,43 cm/jam, dengan rata-rata
dari keseluruhan perlakuan menghasilkan nilai laju
pembekuan sebesar 1,02 cm/jam.
Menurut Tambunan et al (2003), pembekuan
cepat menghasilkan struktur kristal es yang kecil dan
seragam dan mendekati sifat-sifat segarnya bila
dicairkan kembali. Tressler et al (1981) juga
menyatakan bahwa keuntungan utama pembekuan
cepat adalah ukuran kristal es yang terbentuk lebih
kecil, sehingga kerusakan sel yang terjadi lebih
sedikit, waktu/perioda pembekuan lebih singkat
sehingga difusi garam dan pemisahan air dalam
pembentukan es tidak terlalu banyak, suhu produk
akan lebih cepat turun dari kondisi yang dapat
menyebabkan perkembangan bakteri dan jamur,
sehingga dapat mencegah proses pembusukan saat
pembekuan. Berdasarkan hal tersebut dapat
digolongkan bahwa penggunaan mesin pembeku
lempeng sentuh evaporator tunggal dengan
penurunan suhu media secara bertahap mampu
memiliki kinerja yang baik menurut laju
pembekuannya.

Penggunaan Energi Listrik Mesin Pembeku


Lempeng Sentuh
Hasil pengukuran nilai konsumsi energi pada
mesin pembeku lempeng sentuh evaporator tunggal
menghasilkan nilai konsumsi listrik terbesar pada
perlakuan 4, 5, 6 dan 7 (perlakuan dengan suhu media
semi bertahap dan tidak bertahap) dengan nilai
sebesar 0,7066 sampai dengan 0,8316 kWh.
Sedangkan nilai pembekuan terkecil terdapat pada
perlakuan 1, 2 dan 3 dimana perlakuan tersebut
merupakan perlakuan dengan suhu media bertahap
dan semi bertahap dengan nilai sebesar 0,5016
sampai 0,6233 kWh. Perlakuan bertahap dapat
memiliki nilai energi listrik yang lebih hemat
daripada pembekuan tidak bertahap. Hal ini dapat
dikarenakan pada pembekuan semi bertahap dan
tidak bertahap pemberian energi input nilainya tetap
pada setiap dan beberapa perubahan suhu bahannya,
meskipun kebutuhan nilai kalor pada setiap fase
bahan tidak sama nilainya. Berikut hasil pengujian
besar penggunaan kebutuhan energi listrik untuk
menurunkan 1 C suhu bahan pada setiap fase bahan
pada semua perlakuan dengan bentuk tampilan
gambar grafik pada gambar 4.

cm/jam dan konsumsi energi listrik sebesar 0,6233


kWh.
Perbandingan Kinerja dan Kebutuhan Energi
Listrik dengan Mesin Pembeku Penelitian
Sebelumnya
Secara keseluruhan penggunaan mesin pembeku
evaporator tunggal dengan pengaturan suhu media
secara bertahap memberikan dampak peningkatan
kinerja dan penghematan energi listrik yang lebih
baik jika dibandingkan dengan mesin pembeku
lempeng sentuh peneliti terdahulu yaitu pada
penelitian Chusni tahun 2009. Kinerja mesin
pembeku lempeng sentuh evaporator tunggal
memiliki nilai COP rata-rata sebesar 4,30 dan mesin
pembeku lempeng sentuh multi evaporator Chusni
tahun 2009 sebesar 4,14 dan laju pembekuannya
memiliki nilai yang hampir sama dengan rata-rata laju
pembekuan mesin pembeku lempeng sentuh multi
evaporator yaitu sebesar 1,15 cm/jam dan 1,10
cm/jam untuk evaporator tunggal. Mesin pembeku
lempeng sentuh evaporator tunggal, mampu lebih
menghemat penggunaan energi listrik sebesar 68,05
% daripada mesin pembeku lempeng sentuh multi
evaporator Chusni tahun 2009. Rata-rata kebutuhan
konsumsi energi listrik pada mesin pembeku lempeng
sentuh evaporator tunggal sebesar 0,68 kWh,
sedangkan pada penelitian Chusni tahun 2009
mendapatkan nilai konsumsi energi listriknya sebesar
2,24 kWh.

Gambar 4. Grafik penggunaan energi listrik pada


setiap fase ketercapaian suhu bahan
Dapat dilihat secara jelas pada grafik hubungan
antara penggunaan kebutuhan energi listrik pada
setiap fase penurunan suhu bahan pada ketujuh
perlakuan memperlihatkan bahwa penggunaan energi
listrik terbesar terdapat pada fase pembekuan untuk
menurunkan suhu bahan pada kondisi 0 sampai -5 C.
Sedangkan fase dengan kebutuhan energi listrik
terkecil terjadi pada saat penurunan suhu bahan dari
posisi awal sampai mencapai 0 C. Berdasarkan data
pengjuian, pembekuan dengan metode bertahap
mampu memberikan nilai penghematan energi listrik
sebesar 19,22 sampai 24,41 % dari pembekuan
konvensional biasa. Perlakuan pengaturan suhu
media bertahap terbaik secara kinerja dan
penghematan energi listriknya terjadi pada perlakuan
pertama yaitu pada suhu media -5, -15 dan -20 C
dengan nilai COP sebesar 4,35, laju pembekuan 1,43

Gambar 5. Bar chart perbandingan kinerja dan


konsumsi energi listrik
Kinerja mesin pembeku evaporator tunggal lebih
baik daripada mesin pembeku lempeng sentuh multi
evaporator dapat diakibatkan karena penggunaan
jenis box pembeku yang diisolasi menggunakan
bambu laminasi pada mesin pembeku penelitian
Chusni (2009) memiliki nilai konduktivitas yang
cukup besar sebagai sebuah pengisolasi ruangan
pembeku. Nilai konduktivitas bambu berkisar pada
angka 7 W/m.K, nilai ini jauh lebih besar
dibandingkan dengan jenis box pembeku yang
dipakai pada penelitian ini. Penelitian menggunakan
isolator box pembeku yang berbahan styrofoam dan

polypropylene dengan memiliki nilai konduktivitas


yang sangat kecil sebesar 0,033 W/m.K dan 0,16
W/m.K (didapat dari tabel A-3 Heat Transfer)
(Holman, 2010). Semakin kecil nilai konduktivitas,
maka semakin besar pula tahanan thermalnya,
sehingga pengaruh panas dari luar lebih dapat ditahan
hantaran konduksinya pada saat akan mengalami
perpindahan panas dari lingkungan menuju box
pembeku. Dimensi ruang pembeku pada penelitian
Chusni (2009) dengan besar 250 cm x 40 cm x 50 cm
juga sangat banyak memberikan pengaruh karena
panjang dan besarnya dimensi ruang pembeku akan
mengakibatkan beban pendinginan pada sebuah
sistem pendingin meningkat. Sementara dimensi
ruang pembeku pada mesin pembeku evaporator
tunggal yang tidak perlu memakan tempat terlalu
banyak karena hanya menggunakan satu evaporator
saja, memiliki dimensi yang jauh lebih kecil yaitu
sebesar 61 cm x 55 cm x 62 cm atau 58 % lebih kecil
daripada mesin pembeku multi evaporator.
Sementara, besarnya presentase penghematan
energi listrik pada mesin pemebeku evaporator
tunggal dapat disebabkan karena pada mesin
pembeku lempeng sentuh evaporator tunggal hanya
memakai 1 buah evaporator dengan penampang pipa
evaporator yang lebih kecil yaitu 3/8 inchi, sedangkan
penampang diameter pipa pada evaporator milik
Chusni tahun 2009 sebesar 1/2 inchi. Sehingga
penggunaan fluida kerja refrigeran menjadi jauh lebih
sedikit daripada penggunaan fluida kerja pada mesin
pembeku lempeng sentuh multi evaporator.
Refrigeran yang semakin sedikit ini menyebabkan
pemilihan penggunaan kompresor yang memiliki
kapasitas kecil dapat digunakan pada mesin pembeku
lempeng sentuh evaporator tunggal. Kompresor
dengan daya kecil yang digunakan besarnya adalah
0,25 kW, sementara kompresor yang digunakan pada
mesin pembeku lempeng sentuh multi evaporator
sebesar 1,5 kW. Melihat besarnya kompresor yang
digunakan sangat jelas bahwa penggunaan energi
listriknya akan semakin lebih hemat kompresor
dengan kapasitas yang lebih sedikit, namun secara
fungsi kerja menghasilkan kinerja yang sama.
Penghematan lainnya dapat tercipta dari
pengurangan komponen motor penggerak bahan
pangan yang dibutuhkan untuk memindahkan bahan
pangan pada masing-masing evaporatornya pada
mesin pembeku lempeng sentuh multi evaporator
yang tidak ada pada mesin pembeku lempeng sentuh
evaporator tunggal, hal ini dapat dikarenakan pada
mesin pembeku evaporator tunggal bahan pangan
tidak mengalami pergerakan untuk dapat melakukan
penurunan suhu secara bertahap, melainkan suhu
evaporatorlah yang mengalami pergantian suhu
secara bertahap berdasarkan ketercapaian suhu bahan
pangannya. Pergantian suhu media secara bertahap
pada mesin pembeku lempeng sentuh evaporator
tunggal dapat terjadi karena katup ekspansi pada

mesin pembeku terdapat 3 buah dengan masingmasing katupnya terdapat sebuah kontrol PI untuk
mengatur pembukaan jalur refrigeran yang dibantu
oleh sebuah selenoid valve pada masing-masing jalur
input katup ekspansi pada saat katup ekspansi
digunakan.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan dari ke tujuh perlakuan yang diuji
pada mesin pembeku lempeng sentuh dapat
disimpulkan bahwa:
a. Nilai COP sebesar 4,13 sampai 4,49. COP dari
mesin pembeku lempeng sentuh tidak
berpengaruh terlalu besar terhadap metode
pengaturan suhu media yang digunakan,
melainkan lebih cenderung dipengaruhi oleh nilai
kelembapan lingkungan sekitar. Semakin besar
kelembapan lingkungan sekitar semakin tinggi
pula nilai COP dari mesin pembeku lempeng
sentuh.
b. Laju pembekuan dari mesin pembeku lempeng
sentuh evaporator tunggal menghasilkan nilai laju
pembekuan yang tergolong dalam pembekuan
cepat sebesar 0,98 sampai 1,43 cm/jam.
c. Pembekuan dengan metode bertahap mampu
menghematan energi listrik sebesar 19,22 sampai
24,41 % daripada mesin pembeku lempeng sentuh
tanpa bertahap.
d. Perlakuan pengaturan suhu media bertahap
terbaik secara kinerja dan penghematan energi
listriknya terjadi pada perlakuan pertama dengan
pengaturan suhu media pembeku lempeng sentuh
pada suhu -5 C, -15 C dan -20 C dengan nilai
COP sebesar 4,35, laju pembekuan 1,43 cm/jam
dan konsumsi energi listrik sebesar 0,6233 kWh.
e. Kinerja mesin pembeku lempeng sentuh
evaporator tunggal memiliki nilai COP yang lebih
baik dengan nilai sebesar 4,30 dan mesin
pembeku lempeng sentuh multi evaporator
Chusni tahun 2009 sebesar 4,14 dan laju
pembekuannya hampir sama yaitu sebesar 1,10
cm/jam untuk evaporator tunggal dan multi
evaporator 1,15 cm/jam.
f. Mesin pembeku lempeng sentuh evaporator
tunggal, mampu lebih menghemat penggunaan
energi listrik sebesar 68,05 % dibandingkan mesin
pembeku multi evaporator Chusni tahun 2009.
Berdasarkan hasil pengujian melahirkan beberapa
rekomendasi saran dan rekomendasi untuk penelitian
tahap selanjutnya:
a. Pengecilan ukuran box pembeku perlu dilakukan
dan dihitung lebih lanjut tentang pengaruh
terhadap persebaran suhu pada ruang pembeku
berdasarkan peningkatan beban pendinginannya.
b. Penambahan fan pada evaporator lempeng sentuh
perlu dilakukan melihat persebaran suhu yang

sangat tidak merata pada permukaan bawah dan


atas bahan pangan.
c. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai nilai
efisiensi eksergi bahan yang diciptakan pada
mesin pembeku lempeng sentuh evaporator
tunggal agar dapat diketahui nilai efisiensi
ekserginya, apakah semakin tinggi daripada
mesin pembeku lempeng sentuh multi evaporator.
d. Pengaturan suhu media yang dilakukan
menggunakan bantuan kontrol PI untuk
pengaturan aliran refrigeran yang masuk pada
katup ekspansi, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk dapat menjaga tingkat kestabilan
suhu pada lempeng sentuh.
e. Pengurangan penggunaan banyaknya katup
ekspansi perlu dilakukan agar dapat lebih
menghemat
investasi
biaya
awal
dan
mempermudah proses manufaktur mesin
pembeku. Pengurangan banyaknya penggunaan
katup ekspansi ini tentunya harus diikuti dengan
penetian mengenai kontrol PI yang ditempatkan
untuk satu katup ekspansi saja.
DAFTAR PUSTAKA
Bruttini R, Crosser OK, dan Liapis AI. 2001.
Exergy analysis for the freezing stage of the
freeze drying process. Journal of Drying
Technology. 19(9): 2303.
Chusni, A.R. 2009. Kajian Energi dan Eksergi
Pembekuan Daging Sapi Menggunakan Mesin
Pembeku Tipe Lempeng Sentuh dengan Suhu
Pembekuan Bertingkat. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Holman, J.P. 2010. Heat Transfer. Tenth Edition.
New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Kamal, D.M. 2008. Pemodelan Sistem Pembekuan
dengan Suhu Media Pembeku Bertingkat pada
Proses Pembekuan Daging Sapi Segar
Menggunakan Metode Eksergi. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pham dan Willix. 1989. Thermal Conductivity of
Fresh Lamb Meat, Offal and Fat in the range of 40 to 30 C: Measurment and Correlation.
Journal of Food Science. Vol. 54. No. 3.
Ruliyana, R. 2001. Desain Mesin Pembeku Tipe
Hembusan Udara (Air Blast Freezing) dan Tipe
Kontak Plat (Contact Plate Freezing) untuk
Proses Pembekuan Fillet Ikan Patin (Pangasius
sp.). Skripsi. Departemen Teknik Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Tambunan, A.H., Priyanto S. dan Angraheni A.D.
2003. Karakteristik dan Analisis Eksergi
Pembekuan Ikan patin dan Ayam broiler. Buletin
Keteknikan Pertanian. Vol (17)3 : 32-42.

Tressler, D.K., Arsdel W.B. dan Copley M.J. 1981.


The Freezing Preservation of Food. AVI Pub.
Co. Vol II. Westport. Conncticut. USA.

Anda mungkin juga menyukai