Anda di halaman 1dari 13

INFEKSI OTAK ( MENINGITIS )

Tugas untuk memenuhi nilai mata kuliah FT.C saraf pusat

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 2:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.

DIII FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
SURAKARTA
2012

INFEKSI OTAK (MENINGITIS)


A. DEFINISI
Infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih
ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang
meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang

paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus.


Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis
yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta
bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur,

cacing dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri.
Meningitis

yang

disebabkan

oleh

bakteri

berakibat

lebih

fatal

dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan


gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih
berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan
pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak
disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes.
Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan
Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun)
disebabkan

oleh

Meningococcus,

Pneumococcus,

Stafilocccus,

Streptococcus dan Listeria.20 Penyebab meningitis serosa yang paling


banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang
disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung
jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus ,

sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang


menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI SELAPUT OTAK
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:

Lapisan Luar (Durameter)


Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang
membungkus

otak,

sumsum

tulang

belakang,

cairan

serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas


durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak
(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi
permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum,

tentorium serebelum dan diafragma sella.


Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang
memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah
kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan
arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat
pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem

otak

dengan

meningen

serta

dipenuhi

oleh

cairan

serebrospinal.
Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam
jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan
otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara
arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi
radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. ETIOLOGI
Bakteri yang dapat menyebabkan serangan meningitis diantaranya :

Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)


Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada bayi
ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan
infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

Neisseria meningitides (meningcoccus)


Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah
Streptococcus pneumoniae, meningitis terjadi akibat adanya infeksi
pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk
kedalam peredaran darah.

Haemopilus influenza (haemophilus)


Haemophilus influinzae tipe b (Hib) adalah jenis bakteri yang
juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai
penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan
sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan

terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan


oleh virus jenis ini.

Listeria monocytogenes (listeria)


Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa
menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak
tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi.
Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging
sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan)
Bakteri

lainnya

juga

dapat

menyebabkan

meningitis

adalah

Saphylococcus aureus dan Mycobacterium tubercolosis.

D. PATOFISIOLOGIS MENINGITIS
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit
di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis
Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis.
Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid,
CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh
darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu
yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear
ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan
dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari
dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin

sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada


arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron.
Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen
menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh
virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.
E. GEJALA KLINIS MENINGITIS
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis
karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang
disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan
malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum
invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan
oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam
makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas.
Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak
lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut
timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri
punggung. Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan
alat pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus
terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan
pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi,
biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang
dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus
influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan

dewasa biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,


penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,
malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak
kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium yaitu :
stadium I atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan
gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada
anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa
demam, muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung,
berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola
tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada
orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung,

halusinasi, dan sangat gelisah.


Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3
minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita
mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang
terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan
meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku,
terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun

menonjol dan muntah lebih hebat.


Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan
dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini
penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila
tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.

Menifestasi Klinis
1. Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat,
perubahan tingkah laku. Sesuai dengan cepatnya perjalanan pasien
menjadi stupor
2. Sakit kepala karena ada tekanan intrakranial yang meningkat

3. Sakit-sakit pada otot-otot


4. Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan
pada mata pasien
5. Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
6. Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan
pada tahap selanjutnya bias menjadi hemiparese, hemiplegia, dan
penurunan tonus otot.
7. Refleks Brudzinski dan reflek Kernig (+) pada bakterial meningitis
dan tidak terdapat pada virus meningitis.
8. Nausea
9. Vomiting
10. Demam
11. Takikardia
12. Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dan korteks cerebri atau
hiponatremia
13. Pasien merasa takut dan cemas.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila
didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala
disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan

ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi
pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi
lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila
ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti

rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada leher.


Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi

panggul

(seperti

pada

pemeriksaan

Kernig). Tanda

Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi


involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
F. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN DAN TERAPI
Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka
secepatnya penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang intensif. Pemeriksaan fisik pemeriksaan laboratorium yang
meliputi tes darah (elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap),
dan pemeriksaan X-Ray (rontgen) paru akan membantu dokter dalam
mendiagnosa penyakit. Sedangkan pemeriksan yang sangat penting
apabila penderita telah diduga meningitis adalah pemriksaan lumbar
puncture (pemeriksaan cairan selaput otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai
meningitis, maka pemberian antibiotik secara infuse (intravenous) adalah

langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurangi atau


menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada
penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan. Antibiotik tersebut
antara lain:
1.Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime)
2. Ampicillin, vancomycin dan carbapenem (meropenem)
3. Haemophilus influenze typ b (Hib)
4. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
5. Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
6. Meningococcal conjugate vaccine (MCVA)
Intervensi dilakukan berdasarkan keluhan yang dialami yang dialami pasien,
antara lain:

NO

KELUHAN

1.

Gangguan

INTERVENSI
jaringan

perfusi

berhubungan

dengan

peningkatan

tekanan intracranial, sakit kepala

Latihan deep breathing untuk mengontrol

tekanan intrakranial
Pasien bed rest total dengan posisi tidur

terlentang tanpa bantal


Pasien diminta untuk mengeluarkan nafas
apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.

2.

Resiko

terjadi

kejang

ulang

Longgar kan pakaian, berikan pakaian tipis

yang mudah menyerap keringat.


Berikan kompres dingin pada ketiak dan

kepala.
Batasi aktivitas selama badan pasien panas.
Pemberian cairan tambahan

berhubungan dengan hipertermi

3.

Sakit-sakit pada otot-otot akibat


bedrest lama

4.

Pergerakan motorik pada masa awal


penyakit biasanya normal dan pada

tahap selanjutnya bisa menjadi

hemiparese,
hemiplegia,
dan

Latihan passive movement


Latihan aktive movement
Kontraksi isometrik
Latihan persepsi gerak pada bagian yang
mengalami kelumpuhan

penurunan tonus otot.

5.

Pasien merasa takut dan cemas.

Pemberian relaksasi pada pasien ( AFR )

G. PENCEGAHAN MENINGITIS
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
melaksanakan pola hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan
memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat membentuk
kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus
influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),
Pneumococcal

polysaccaharide

vaccine

(PPV),

Meningococcal

conjugate vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).


Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai
sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal
imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib
dapatmelindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga

97%.

Pemberian

imunisasi

vaksin

Hib

yang

telah

direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis

dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan
interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis.
Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2
bulan karena dinilai belum dapat membentuk antibodi. Meningitis
Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis
(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita.Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin
tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya
memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai >
4,5 m2 /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan
yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat
kepadatan di lingkungan perumahan dan dilingkungan seperti barak,
sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara
meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini
juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta
keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa
penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan
pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan
surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan
anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara
dini.
3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah


kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisikondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan
mengurangi cacat.
H. PROGNOSIS MENINGITIS

Anda mungkin juga menyukai