Anda di halaman 1dari 3

Meskipun beberapa pernasalahan di atas, RDTs dapat di gunakan

untuk confirmasi diagnosis. Seperti mikroskop, Hasil tes ini


harus di sertai dengan jaminan kualitas. Oleh karena itu,
pengenalan harus dipantau dan dievaluasi dengan hati-hati. Hasil
diagnosis parasitological harus tersedia dalam waktu singkat
(kurang dari 2 jam). Jika hal ini tidak mungkin, pasien harus
diperlakukan atas dasar diagnosis klinis.
1. 5. Komplikasi Malaria
Komplikasi malaria disebabkan umumnya disebabkan oleh malaria
falcifarum dan sering di sebut pernicious manifestation, sering
terjadi mendadak tanpa gejala gejala sebelumnya dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada kehamilan dan
orang pendatang. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan
sebagai infeksi P. falcifarum dengan satu atau lebih komplikasu
sebagai berikut:
1. Malaria cerebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan
kesadaran harus dilakukan berdasarkan penilaian GCS.
2. Academia/acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bicarbonate <15
mmol/1, kadar lactate vena <>5 mmol/1, klinis pernafasan
dalam/respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15% ) pada keadaan
parasit > 10.000/ul; bila anemianya hipokromik dan/atau miktositik
harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoblobinopati lainya.
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24 jam pada orang dewasa
atau 12ml/BB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai
kreatinin > 3 mg/dl
5. Edema paru non kardoigenic/ARDS
6. Hipoglikemi : gula darah < 40 ml/dl.
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistol < 70 mmHg (anak 1-5
tahun<50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan
temperature kulit mukosa>10C.
8. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/atau disertai
kelainan labolatorik adanya gangguan koagulasi intravascular.
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10.
Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut
(bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit(kekurangan G-6PD)).
11.
Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang
padat pada pembuluh kapiler pada jaingan otak. 4
Mekanisme pathogenesis komplikasi malaria

Invasi merozoit kedalam eritrosit menyebabkan eritrosis yang


mengandung parasit (EP) mengalami perubahan struktur dan biokimia
sel untuk mempertahankan kehidupan parasit[7]. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme transport membrane sel, penurunan deformitas,
penurunan reologi, pembentukan knob, sekuestrasi dan rosseting.
Respon imun individu terhadap antigen akan menstimulasi sistem
RES, mengubah aliran darah local dan endothelium vascular,
mengubah biokimia sistemik, menyebabkan anemia, hipoksia jaringan
dan organ, produksi sitokin dan NO[8]. berikut akan di bahas
mekanisme pathogenesis malaria berat mulai dari sitoadherence,
sekuestrasi, rosseting, peranan sitokin dan Nitric oxide
Sitoadherence adalah perlekatan antara EP stadium matur pada
permukaan endotel vascular. Perlekatan terjadi dengan cara
molekul adhesive yang terletak di permukaan knop EP melekat
dengan permukaan molekul adhesive yang terletak di permukaan
endotel vaskuler. Molekul adhesive di permukaan EP secara
collective disebut pfEMP-1, P.falciparum erythrocyte membrane
protein-1. Molekul adhesive di permukaan endotel di sebut
CD36, trombospondin, intercellular-adhesion molecule-1 (ICAM1), vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM) endotel leukocyte adhesion
molecule 1 (ELAM-1) danglycosaminoglycan chondroitin sulfate A. pfEMP-1
merupakan protein hasil expresi genetic oleh permukaan gen yang
ada dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. Gen VAR
mempunyai kapasitas variasi antigenic yang sangat besar.
Sekuestrasi sithoadherence menyebabkan EP matur tidak beredar
kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang
tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut EP matur yang
mengalami sekuestrasi. Hanya P.Falciparum yang mengalami
sekuestrasi, karena pada plasmodium lainya seluruh siklus terjadi
pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ organ
vital dan hamper seluruh jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi
tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru
jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini di duga memeran peranan
utama dalam patofisiologi malaria berat.
Resetting ialah berkelompoknya EP matur yang di selubungi 10 atau
lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan
sitoadherensi juga yang dapat melakukan resetting. Resetting
menyebabkan obtruksi aliran darah local/dalam jaringan sehingga
mempermudah terjadinya sitoadherence.
Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofak setelah
mendapat stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini
antara lain TNF-, IL-1, IL-6, IL-3, LT (lymphotoxin) dan INF-.
Dari beberapa penelitian di buktikan bahwa penderima malaria
serebral yang meninggal atau dengan komplikasi berat seperti
hipoglikemi mempunyai kadar TNF- yang tinggi. Demikian juga
malaria tanpa komplikasi kadar TNF-, IL-1, IL-6 lebih rendah

dari malaria cerebral. Walaupun demikian hasil ini tidak


konsisten karena juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan
TNF normal/rendah atau pada malaria cerebral yang hidup dengan
sitokin yang tinggi. Oleh karenya di duga karena adanya peran
dari neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam
kaskade ini seperti nictit-oxide sebagai factor yang penting
dalam patogenesa malaria berat.
Nitric Oxide. Akhir akhir ini banya diteliti peran mediator nitric
oxide (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria
cerebral, maupun sebaliknya memberikan efek protective karena
membatasi perkembangan parasit dan menurunkan expresi molekul
adhesi. Di duga produksi NO local di organ terutama otak yang
berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut. Sebaliknya
pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah
mingkin menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendah nya
kadar nitrat dan nitric total pada cairan cerebrospinal. Masalah
sitokin proinflamasi dan NO pada pathogenesis malaria berat masih
controversial, banyak hipotesis yang belum dapat dibuktikan
dengan jelas dan hasil berbagai penelitian sering saling
bertentangan3.5 .
1. 6. Mananjemen malaria[9]
Pengobatan malaria falciparum telah berubah secara radikal dalam
beberapa tahun terakhir. Di daerah endemik, World Health
Organization merekomendasikan artemisinin-based combinations
sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria falciparum tanpa
komplikasi. Obat yang sangat efektif ini sering tidak tersedia di
Negara Negara beriklim sedang (termaksud United States),
rekomendasi pengobatan di batasi oleh jumlah sediaan obat yang
sudah terdaftar, obat palsu di bawah substandard termasuk di
dalam nya OAM di jual banyak di Negara miskin. Oleh karena itu
diperlukan kehati hatian dalam memperoleh OAM, terutama saat
pasien gagal memberikan respon seperti yang diharapkan. Jenis
jenis OAM terdapat pada table di bawah ini :

Anda mungkin juga menyukai