Anda di halaman 1dari 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

Definisi Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Dapat berlangsung akut maupun kronik, dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat.5

II.

Siklus Hidup Parasit Malaria

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.6
1. Siklus pada manusia6

Pada waktu nyamuk anopheles infektif darah manusia. Sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsungberkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps. Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon pecah

5 dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium aseksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina6

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Manusia Dalam Hati Sporozoit Hipnozoit

Nyamuk Anopheles betina Dalam kelnjar liur

Skizon

Skizon

Merozoit -------------------------------------------Ookista Dalam Darah Trofozoit Dalam Lambung

Skizon Merozoit

Makarogametosit

makrogamet Zigot= ookinet

Mikrogametosit

mikrogamet

7
Gambar 2. Grafik Daur Hidup Parasit Malaria7

III. Patogenesis Malaria Setelah melalui jaringan hati, plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawabdalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia.5 Pathogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh factor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemitas daerah, tempat tinggal, genetic, usia, status nutrisi dan status imunologi.5 Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (ringerithrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membrane EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin rich protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu

8 glikosofosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF-a dan

interleukin-1 (IL-1) dari makrofag.5 Sitoadherensi adalah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesive yang terletak di permukaan endotel vaskuler. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskuler disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya plasmodium falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Patologi secara mikroskopik menunjukkan sekuentrasi pigmen parasit eritrosit pada pembuluh darah cerebrum, cerebellum, jantung dan ginjal tanpa ada bukti reaksi inflamasi kronik pada otak atau organ lainnya yang diperiksa.5,8 Cox-singh et al melaporkan bahwa squestrasi juga terjadi di venula selain di pembuluh kapiler. Selain itu pada penelitiannya juga ditemukan Plasmodium pada organ otak post-mortem. Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit. Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.5,8 Resetting adalah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan

9 obstruksi aliran darah likal dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.5,9 Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria toksin. Sitokin ini antara lain TNF-a, IL-1, IL-6, IL-3, LT dan INF-y. dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan komplikasi yang berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-a yang tinggi.5 Akhir-akhir ini banyak diteliti peran nitrit oksida (NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral. Maupun sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekul adhesi. Diduga produksi NO local di organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut.5,10 IV. Diagnosis Malaria Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat (RDT- Rapid Diagnostik Test).
A.

Anamnesis6

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan : 1. Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri oto atau peal-pegal. 2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. 3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

10 4. Riwayat sakit malaria 5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir 6. Riwayat mendapat transfuse darah. Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat dapat ditemukan keadaan dibawah ini : Manifestasi Klinik Penurunan kesadaran Anemia berat Gejala Laboratorium GCS < 11 Konjungtiva, lidah, Hb< 7 g/dl jika ada bibir pucat Anuria atau oliguria keluhan atau < 5 g/dl

jika tanpa keluhan Urin < 30 ml/jam pada Serum kreatinin > 3 dewasa, dan < 0,5 mg/dl pada dewasa dan ml/kg/jam pada anak- > 1,5 mg/dl pada anak-

Ikterik Syok

anak Sklera ikterik Ekstrimitas dingin,

anak Serum bilirubin > 3 mg/dl

nadi lemah, hipotensi Asidosis metabolic Udem paru / ARDS (TD sistolik < 90) Sesak nafas Plasma bikarbonat > 15 (prnapasan kusmaul) mmol/l Takipnu, sesak nafas, Infiltrat bilateral pada rhonki paru Kejang berulang CSF membedakan Perdarahan Perdarahan untuk dengan basah basal rongsen thorax

meningitis gusi, Periksa kemungkinan

11 hidung, pencernaan Hemoglobinuria Hipoglikemi saluran untuk Disseminated

intravascular

coagulation (DIC) Urin berwarna gelap Hemoglobin urin (hitam) Keringat palpitasi, kesadaran positif dingin, Gula darah < 40 mg/dl penurunan

B.

Pemeriksaan Fisik6

1. Demam (pengukuran dengan thermometer > 37,50C )

2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Pembesaran limpa (splenomegali) 4. Pembesaran hati (hepatomegali) Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Temperatur rectal >40 0C

2. Nadi cepat dan lemah 3. Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita, anak dibawah 1 tahun > 50 x per menit. 4. Frekuensi nafas > 35 x menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita, anak dibawah 1 tahun > 50x per menit. 5. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11 6. Manifestasi perdarahan 7. Tanda dehidrasi 8. Tanda-tanda anemia berat

12 9. Terlihat mata kuning 10. Adanya ronki pada kedua paru 11. Pembesaran limpa dan atau hepar 12. Gagal ginjal di tandai dengan oliguria sampai dengan anuri 13. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologi).
C.

Pemeriksaan Penunjang6

1. Pemeriksaan dengan mikroskopik Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan : Ada tidaknya parasit malaria Spesies dan stadium plasmodium Kepadatan parasit (-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar. (+) (++) (+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB : ditemukan 1-100 parasit dalam 100 LPB : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB 2. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasrkan deteksi antigen parasit malaria dengan menggunakan metode imunokromatografi dalam bentuk dipstick. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat pada saat tejadi kejadian luar biasa. 3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat

13 Hemoglobin dan hematokrit Hitung jumlah leukosit,trombosit Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah) V. EKG Foto thoraks Analisis cairan serebrospinalis Biakan darah dan uji serologi Urinalisis

Manifestasi Klinis Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan P.falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain, sedangkan gejala yang disebabkan oleh P.malariae dan P.ovale adalah yang paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria ialah adanya demam yang periodik, pembesaran limpa (splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin dalam darah).5 1. Demam5 Sebelum timbul demam biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit kepala, nyeri tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak di bagian perut, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Umumnya keluhan seperti ini timbul pada malaria yang

14 disebabkan P.vivax dan P.ovale, sedangkan pada malaria karena P.falciparum dan P.malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas. Demam pada malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya, tergantung dari plasmodium penyebabnya. P.vivax menyebabkan malaria tertiana yang timbul teratur tiap tiga hari. P.malariae menyebabkan malaria quartana yang timbul teratur tiap empat hari dan P.falciparum menyebabkan malaria tropika dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24 48 jam. Serangan demam yang khas pada malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu:5 a. Stadium menggigil Dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil. Penderita sering membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat menggigil seluruh tubuhnya bergetar, denyut nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangan biru, serta kulit pucat. Pada anak-anak sering disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit 1 jam dan dengan meningkatnya suhu badan. b. Stadium puncak demam Penderita berubah menjadi panas tinggi. Wajah memerah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, frekuensi napas meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang (pada anak-anak). Suhu badan

15 bisa mencapai 41oC. Stadium ini berlangsung selama 2 jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Stadium berkeringat Seluruh tubuhnya berkeringat banyak, sehingga tempat tidurnya basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat lelah, dan sering tertidur. Setelah bangun dari tidur, penderita akan merasa sehat dan dapat melakukan tugas seperti biasa. Padahal, sebenarnya penyakit ini masih bersarang dalam tubuhnya. Stadium ini berlangsung 2-4 jam. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari dan berlangsung selama 8 12 jam. Lamanya serangan demam berbeda untuk tiap spesies malaria. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. vivax, pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan P. ovale, 60 jam pada P. malariae. 2. Pembesaran limpa Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis. Limpa menjadi bengkak dan terasa nyeri. Pembengkakan tersebut diakibatkan oleh adanya penyumbatan sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria. Lama-lama konsistensi limpa menjadi keras karena bertambahnya jaringan ikat. Dengan pengobatan yang baik, limpa dapat berangsur normal kembali. 3. Anemia

16 Anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah sampai di bawah normal disebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan oleh parasit malaria. Selain itu, anemia timbul akibat gangguan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang. Gejala anemia berupa badan lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur, jantung berdebar-debar, dan kurang nafsu makan.
VI.

Diagnosis Banding Malaria6 Malaria tanpa komplikasi : 1. Demam tifoid 2. Demam dengue 3. Infeksi saluran pernapasan akut 4. Leptospirosis ringan Malaria dengan Komplikasi : 1. Radang otak (meningitis/ensefalitis) 2. Stroke 3. Tifoid ensefalopati 4. Hepatitis 5. Leptospirosis berat 6. Glomerulonefritis akut/kronik 7. Sepsis 8. Demam berdarah dengue atau dengue shock syndrome

VII. Komplikasi

17 Komplikasi malaria umumnya disebabkan oleh P. falciparum. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat. menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:5,6 1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang. Penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasarkan GCS. Pada pemeriksaan didapatkan GCS pasien yaitu 1-1-1. 2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/l. Kadar Hb dan hematokrit pada pasien berturut-turut sebesar 9,4 g/dL dan 24%. 3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%. Jumlah urin pada urinary bag adalah sebesar 500 cc berwarna seperti teh pekat. 4. Edema paru. Pada pasien ditemukan ronkhi pada bagian paru kanan dan kiri di daerah basal dan medial. 5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%. Pemeriksaan kadar glukosa darah pasien di IGD sebesar 119 mg%. 6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >10oC. Pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan nilai 90/50 mmHg yang kemudian semakin menurun. Pada pemeriksaan fisik pasien juga ditemukan keringat dingin.

18 7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. Pada pasien tidak ditemukan manifestasi perdarahan 8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam. 9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L). pada pasien belum sempat dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah. 10.Makroskopik hemaglobinuria oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria / kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Makroskopik urin tampak berwarna teh pekat seperti makroskopik hemoglobinuria. 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.
VIII. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi3

Tabel 2. Penggunaan Menurut Umur dengan ACT (AS+AQ)

19 AS+AQ efektif untuk P.falsiparum dan P.Vivax, hanya pada beberapa daerah telah dilaporkan kegagalan yang tinggi (> 20%) seperti di Papua, Lampung, Sulawesi Utara, Nusatenggara. Obat ACT yang lain ialah kombinasi Artemeter-lumefantrine (Coartem). Merupakan kombinasi tetap ( fixed dose combination ), dapat dipakai untuk malaria falsiparum dan malaria vivaks. Studi di Papua respon terhadap vivaks lebih rendah dibanding kombinasi lainnya. Tabel 3. Dosis Penggunaan Artemeter-Lumefantrine (A-L)

AL merupakan ACT yang disiapkan untuk sektor swasta sehingga obat ini tidak tersedia sebagai obat program departemen kesehatan. AL, berisi Artemeter 20 mg dan lumefantrine 120 mg. ACT yang relatif baru yaitu dihydroartemisinin + piperakuin (DHP). Kombinasi ini dipilih untuk mengatasi kegagalan kombinasi sebelumnya yaitu artesunate + amodiakuin. Obat ini efektif untuk P. Falsiparum dan P.vivax, merupakan ACT yang dikemas secara FDC dan diberikan sebagai

20 dosis tunggal selama 3 hari. Obat ini disiapkan untuk program dan dipakai di Puskesmas/ RS pemerintah. Tabel 4. Dosis Pengobatan DHP Pada Malaraia Falsiparum

Dihydroarteisinin : 2-4 mg/kgBB Piperakuin : 16-32 mg/kgBB Primakuin: 0,75 mg/kgBB Pemantauan (Follow up) pengobatan malaria : Penderita perlu diperiksa sediaan darah untuk malaria pada hari ke 2, 3 dan hari 7, 14, 21 dan 28. Bila penderita rawat jalan dan tidak memungkinkan kembali hari ke-2 (48 jam setelah mulai pengobatan), boleh datang hari ke-3. Penderita yang terma-suk gagal pengobatan dini ataupun kasep harus diberikan pengobatan yang lain. Dikatakan gagal pengobatan, bila terdapat salah satu/lebih kriteria berikut (WHO, 2003) : a. Gagal pengobatan dini (early treatment failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi beri-kut ini pada 3 hari pertama: Parasitemia dengan komplikasi klinis malaria berat pada hari 1, 2, 3. Parasitemia pada hari ke 2 > hari 0.

21 Parasitemia pada hari ke 3 (>25 % dari hari 0) Parasitemia pada hari ke 3 masih positif + suhu aksila > 37,5 o C. b. Gagal pengobatan kasep (late treatment failure) : didefinisikan sebagai berkembangnya menjadi 1 atau lebih kondisi berikut ini antara hari ke 4 s/d ke 28, dan dibagi dalam 2 sub grup : Late Clinical (and Parasitological) Failure (LCF) : Parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) dengan komplikasi malaria berat setelah hari ke 3. Suhu aksila > 37,5 o C disertai parasitemia antara hari ke 4 s/d ke 28. Late Parasitological Failure (LPF) : Ditemukan parasitemia (spesies sama dengan hari ke 0) pada hari ke 7 sampai hari 28 tanpa disertai peningkatan suhu aksila < 37,5 oC. Catatan : Bila SD negatif dan masih ada gejala diberi pengobatan simptomatik dan ini tidak termasuk kegagalan pengobatan. Bila terjadi kegagalan pada pengobatan ACT ( lini I ), diberikan pengobatan dengan ACT lain yang lebih efektif atau lini II yang terdiri dari kombinasi Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin. Doksisiklin 1 tablet 100 mg dosis 3 5 mg/kg BB satu kali sehari selama 7 hari, dan tetrasiklin 250 mg ( dosis 4 mg/kg BB) 4 x sehari. Untuk wanita hamil dan anak dibawah 11 tahum TIDAK boleh memakai doksisiklin/ tetrasiklin dan menggunakan clindamycin 10 mg/kgBB 2 x sehari selama 7 hari.

22 Tabel 5. Pengobatan lini II (bila gagal pengobatan ACT/lini I)

Keterangan : Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Perhitungan dosis berdasarkan berat badan : primakuin 0,75 mg/kgBB/dosis tunggal untuk malaria falsiparum dan 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari untuk malaria vivaks.
IX.

Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi3 Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan kematian. Faktor yang menye-babkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diag-nose ) dan penanganan yang salah/ tidak tepat/ terlambat. Perubahan yang besar dalam penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina. Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu : 1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

23 2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik) 3. Pengobatan terhadap komplikasi Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat ber-beda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan ber-tahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan dera-jat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per parenteral ( intravena, per infus/ intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi. Derivat Artemisinin : Merupakan obat baru yang berasal dari China (Qinghaosu) yang memberikan efektivitas yang tinggi terhadap strain yang multi resisten. Artemisinin mempunyai kemampuan farmakologik sebagai berikut, yaitu : i) mempunyai daya bunuh parasit yang cepat dan menetap ii) efektif terhadap parasit yang resisten, iii) memberikan perbaikan klinis yang cepat, iv) menurunkan gametosit, v) bekerja pada semua bentuk parasit baik pada bentuk tropozoit dan schizont maupun bentuk-bentuk lain, vi) untuk pemakaian monoterapi perlu lama pengobatan 7 hari. Artemisinin juga menghambat metabolisme parasit lebih cepat dari obat antimalaria lainnya. Ada 3 jenis artemisinin yang di per-gunakan parenteral untuk malaria berat yaitu artesunate, artemeter dan arteether. Artesunate lebih superior dibandingkan artemeter dan artemotil. Pada studi SEQUAMAT, artesunate telah dibandingkan dengan kina HCl, artesunate menurunkan mortalitas 34.7%.

24 a) Pemberian OAM (Obat Anti Malaria) secara parenteral : i) ARTESUNATE INJEKSI ( 1 flacon = 60 mg), Dosis i.v 2,4 mg/kg BB/ kali pemberian. (1) Pemberian intravenous : dilarutkan pada pelarutnya 1ml 5% bicarbonate dan diencerkan dengan 5-10 cc 5% dekstrose disuntikan bolus intravena. Pemberian pada jam 0, 12 jam , 24 jam dan seterusnya tiap 24 jam sampai penderita sadar. Dosis tiap kali pemberian 2,4 mg/kgBB. Bila sadar diganti dengan tablet artesunate oral 2 mg/kgBB sampai hari ke-7 mulai pemberian parenteral. Untuk mencegah rekrudensi dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari atau pada wanita hamil/ anak diberikan clindamisin 2 x 10 mg/kg BB. Pada pemakaian artesunate TIDAK memerlukan penyesuaian dosis bila gagal organ berlanjut. Obat lanjutan setelah parenteral dapat menggunakan obat ACT .

Gambar 3. Skema Pemberian Artesunate (2) ARTEMETER i.m ( 1 ampul 80 mg ) Diberikan atas indikasi : (a) Tidak boleh pemberian intravena/ infus (b) Tidak ada manifestasi perdarahan ( purpura dsb) (c) Pada malaria berat di RS perifer/ Puskesmas

25 Dosis artemeter : Hari I : 1,6 mg/kg BB tiap 12 jam, Hari-2 5 : 1,6 mg/kg BB. Tindakan Terhadap Komplikasi

X.

Prognosis6 Kecepatan / ketepatan diagnosis dan pengobatan. Makin cepat dan tepat diagnosis dan pengobatannya makin baik prognosisnya. Kegagalan fungsi organ. Semakin sedikit organ vital yang terganggu semakin baik prognosisnya. Kepadatan prognosisnya. Parasit. Semakin padat parasitnya semakin buruk

Anda mungkin juga menyukai