Anda di halaman 1dari 10

Pemeriksaan penunjang kasus

1. Pemeriksaan hitung jenis apus darah tepi

Tabel 1. Hitung jenis sel normal pada orang dewasa

Tipe sel Dewasa


Jumlah leukosit/ µL 5000- 10.000
Segmen % 53- 73
Batang % 0- 10
Limfosit % 25- 33
Monosit % 3- 9
Eosinofil % 2-4
Basophil % 0-1

Hasil hitung jenis leukosit pada kasus:


a. Basofil 0%
b. Eosinofil 1%
c. Neutrofil batang 7%
d. Neutrofil segmen 74%
e. Limfosit 15%
f. Monosit 3%

Interpretasi kasus, maka disimpulkan bahwa terjadi peningkatan pada neutrofil segmen.

2. Urin Rutin
a. Pemeriksaan makroskopis
Pelaporan hasil, meliputi:
1) Warna: tidak berwarna, kunign uda, kuning kemerahan, merah, putih seperti
susus, coklat seperti the dan lain-lain.
2) Kejernihan: jernih, agak keruh, sangat keruh
3) Bau
b. Pemeriksaan kimiawi
Pelaporan hasil, meliputi:
1) pH
2) Berat jenis
3) Protein
4) Glukosa
5) Keton
6) Bilirubin
7) Darah samar/ Hb
8) Nitrit
9) Urobilinogen
10) Leukosit esterase
c. Pemeriksaan mikroskopik (sedimen)
Pelaporan hasil, meliputi:
1) Epitel:……… /LPK
2) Leukosit:……/LPB
3) Eritrosit:……/LPB normal eritrosit ditemukan 0-2/LPB, leukosit 0-5/LPB
4) Kristal:……….( +/-), jenis:………
5) Silinder:………/LPB
6) Lain-lain:…….(sel ragi/bakteri/protozoa/sperma)
Normal ditemukan silinder hialin 0-2/LPK
3. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan mikroskopik tinja sedan basah langsung (Direct Wet Smear)
Tujuan untuk parasit
a. Mengidentifikasi nematode usus melalui pemeriksaan telur cacing
b. Mengidentifikasi protozoa usus denga menemukan bentuk trofozoit atau kista
c. Memperkirakan derajat infeksi kecacingan pada pasien

Pelaporan hasil pemeriksaan

1) Warna
2) Bau
3) Konsistensi
4) Lendir
5) Darah
6) Telur cacing
7) Amoeba
8) Larva cacing
9) Eritrosit dan leukosit
10) Lemak
11) Sisa makanan
12) Dll
2.1. Malaria
2.1.1. Pengertian Malaria
Penyakit malaria telah ditemukan sejak zaman Yunani. Penyakit ini banyak ditemukan di
sekitar daerah rawa yang mengeluarkan bau busuk sehingga disebut malaria (mal area = udara
buruk)1. Tahun 1987, Ross menemukan bahwa malaria disebabkan oleh infeksi nyamuk yang
banyak di sekitar rawa, diketahui berasal dari genus Anopheles (Kemenkes, 2011). Sampai saat ini
sudah di temukan lima Plasmodiun spp. yang dapat memginfeksi manusia yaitu Plasmodium
falciparum, Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
knowlesi 2.
2.1.2. Etiologi Malaria
Plasmodium merupakan parasit penyebab penyakit Malaria 2. Plasmodium ini merupakan
protozoa obligat intraselular. Parasit ini menularkan infeksi melalui gigitan nyamuk betina
Anopheles, yang disebut “Vektor Malaria”, yang menggigit terutama pada waktu senja dan subuh
(WHO, 2014). Penularan pada manusia dapat ditularkan langsung melalui transfusi darah atau
jarum suntik yang tercemar serta ibu hamil kepada janinnya (Rampengan, 2000; Nugroho, 2009).
Dikenal lima macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi3.
2.1.3. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host).
Faktor parasit meliputi intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Faktor penjamu
adalah tingkat endemitas daerah tempat tinggal, usia, status nutrisi dan status imunologi 4.
Selama skizogoni, sirkulasi perifer akan menerima pigmen malaria dan produk samping
parasit seperti membran dan isi sel-sel eritrosit. Pigmen malaria menyebabkan tubuh
mengeluarkan produk asing dan respon fagosit intensif. Makrofag dalam sistem retikuloendotelial
dan sirkulasi akan menangkap pigmen sehingga menyebabkan warna agak kelabu pada sebagian
besar jaringan dan organ tubuh. Pirogen dan racun lain yang masuk ke sirkulasi saat skizogoni
bertanggung jawab mengaktifkan kinin vasoaktif dan kaskade pembekuan darah. Patogenesis dari
malaria lebih menekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah, oleh karena
skizogoni yang menyebabkan kerusakan eritrosit hingga menimbulkan anemia. Berat anemia tidak
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung
parasit. Pada percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga
keluarnya dari eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga toksin malaria
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan
keluarlah parasit. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin pembentukan
antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black water
fever, yaitu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum, ditandai oleh
hemolisis intravaskular berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal akut akibat nekrosis tubulus
ginjal, disertai angka kematian yang tinggi 4.
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi
sehingga mudah pecah. Organ limpa akan dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering
terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi parasit. Malaria kronis
terjadi hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Sindrom pembesaran limpa di
daerah tropis atau akibat malaria kronis biasanya dijumpai bersama peningkatan kadar IgM 4.
Pembesaran hepar juga terjadi pada malaria teruatama sel kupffer yang terlibat dalam
fagositosis. Sebagai akibatnya hati berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Malaria
kronis terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada preportal yang sejalan dengan
berulanganya serangan malaria. Hepatomegali merupakan sindrom pembesaran hati di daerah
tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok 4.
Organ lain yang sering terkena oleh malaria adalah otak dan ginjal. Malaria serebral, otak
tampak berwarna kelabu akibat pigmen malaria yang disertai edema dan hiperemis. Perdarahan
terbentuk petekia tersebar pada substansi putih otak dan menyebar sampai ke sumsum tulang
belakang. Organ ginjal, parasit Plasmodium falciparum dapat menyebabkan nefritis, sedangkan
Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik4.

2.1.4. Siklus Malaria


Daur hidup malaria sangatlah komplek. Menurut ekologi alami, parasit malaria akan
menginfeksi secara bertutur-turut dua jenis host, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina.
Kelangsungan hidup parasit, Plasmodium malaria memerlukan dua macam siklus hidup yaitu
siklus aseksual dalam tubuh manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Siklus aseksual
dibagi menjadi dua fase yang berbeda yaitu pra-eritrositik (eksoeritrositik) dan fase eritrositik.
Sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk Anopheles betina menginfeksi manusia,
kemudian sporozoit masuk ke dalam peredaran darah hanya dalam waktu 30-60 menit. Sporozoit
menuju jaringan hati untuk masuk ke sel-sel hati dan menjadi tropozoit hati. Skizon hati terbentuk
dalam waktu 6-7 hari yang terdiri atas 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Setiap skizon yang
mengandung ribuan merozoit yang kemudian dilepaskan dalam aliran darah menandai fase akhir
eksoeritrositik. Parasit Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian tropizoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon tetapi menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozit.
Hipnozoit akan menjadi aktif ketika imunitas mengalami penurunan sehingga menimbulkan relaps
(kambuh). Merozoit yang berasal dari skizon yang pecah akan dilepaskan ke dalam peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Merozoit menyerang sel darah merah menandai fase awal
eritrositik. Tahap pertama setelah invasi adalah tahap cincin yang berkembang menjadi tropozoit.
Tropozoit tidak mampu mencerna heme sehingga mengubahnya dalam haemozoine dan mencerna
globin yang digunakan sebagai sumber asam amino untuk siklus ini. Tahap selanjutnya
pembentukan skizon eritrositik yang mengandung 8-30 merozoit (skizogoni erotrositik). Sel darah
merah yang pecah mengeluarkan merozoit yang dilepaskan dalam aliran darah untuk menyerang
sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus
skizogoni darah, sebagain merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium
seksual yaitu gametosit jantan dan betina. Sebagian kecil dari merozoit berkembang menjadi
makrogametosit (betina) dan mikrogametosit (jantan). Fase berkembangnya merozoit menjadi
makrogametosit dan mikrogametosit disebut fase seksual. Makrogametosit dan mikrogametosit
matang masuk ke dalam lambung nyamuk Anopheles setelah nyamuk menggigit dan menghisap
darah manusia yang terinfeksi malaria. Mikrogamet dan makrogamet mengalami pembuahan dan
membentuk zigot. Zigot selanjutnya berkembang menjadi ookinet yang kemudian membentuk
ookista. Ookista berkembang menjadi sporozit yang nantinya bersifat infektif dan siap ditularkan
ke manusia 4.
Gambar 2.2. Gambaran siklus hidup Plasmodium spp.5
2.1.5. Manifestasi Klinis Malaria
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa
serangan demam dengan interval tertentu (Paroksisme), yang diselingi oleh periode bebas demam.
Sebelum demam pasien merasa lemah, mual, muntah, nyeri kepala dan tidak nafsu makan. Pasien
dengan gejala malaria infeksi majemuk/ campuran maka serangan yang terjadi secara terus-
menerus, sedangkan pada penjamu yang imun gejala klinisnya minimal 4.
Penyakit malaria merupakan penyakit demam dengan berbagai manifestasi klinis, dari flu
dan gejala yang mungkin tidak terdiagnosa berupa kejang, koma dan kegagalan multiorgan pada
malaria berat. Sebagian besar manifestasi klinis terjadi akibat respon kekebalan individu seperti
kelebihan interleukin, TNF, dan sitokin yang dipicu terutama fase eritrositik dari siklus hidup
Plasmodium dan ketika pelepasan merozoit dalam aliran darah yang membentuk parasitemia.
Penyakit ini bahkan dapat meniru penyakit lain dengan gejala yang mungkin atipikal4.
Malaria memiliki periode paroksisme yang biasanya terdiri atas tiga stadium yang
berurutan yakni stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat
(sweating stage). Stadium dingin (cold stage), diawali dengan gejala menggigil atau perasaan
sangat dingin. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat,
pasien mungkin muntah dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam. Stadium demam (hot stage), pasien merasa kepanasan yang ditandai dengan
muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi
mual dan muntah, nadi yang menjadi sangat kuat. Pasien menjadi sangat haus dan suhu badan
dapat meningkat sampai 41⁰C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Demam
disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya
merozoit darah ke dalam aliran darah. Stadium berkeringat (sweating stage), pasien akan
mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak diikuti dengan penurunan suhu tubuh dengan cepat
dan kadang-kadang sampai di bawah normal. Stadium ini tidak sama pada setiap pasien,
tergantung spesies parasit, berat infeksi dan usia pasien6.
1. Malaria tanpa komplikasi
Malaria tanpa komplikasi didefinisikan sebagai malaria tanpa tanda-tanda gejala adanya
keparahan atau disfungsi organ vital. Manifestasi klinis penyakit tanpa komplikasi sebagai
berikut4.
a. Demam
b. Panas dingin
c. Sakit kepala
d. Pusing
e. Sakit punggung
f. Mialgia, nyeri sendi dan tulang
g. Kelemahan
h. Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare)
2. Malaria berat (berkomplikasi)
Malaria ini didefinisikan sebagai penyakit malaria dengan adanya manifestasi klinis
tambahan pada pasien dengan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum stadium
aseksual sebagai berikut4,6:
a. Hiperpireksia/ hyperthermia
b. Kecenderungan terjadi perdarahan
c. Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
d. Hiperparasitemia
e. Ketidakseimbangan elektrolit
f. Hipoglikemi berat
g. Anemia berat, kadar haemoglobin ≤ 5g/dl
h. Ikterus
i. Haemoglobinuria/ Black water fever
j. Hepatosplenomegali
k. Gagal ginjal
l. Edema paru akut
m. Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)
n. Kegagalan sirkulasi (Algid malaria)
2.1.7. Tatalaksana Malaria
Pengobatan yang diberikan pada malaria adalah pengobatan radikal malaria untuk
membunuh semua stadium parasit yang ada di tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua
obat antimalaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi
lambung6.
1. Pengobatan malaria tanpa komplikasi
a. Malaria falsiparum dan malaria vivaks
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artemisinin Combination
Therapy (ACT) ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan
malaria vivaks, untuk malaria falsiparum primakuin hanya diberikan pada hari pertama
saja dengan dosis 0,75 mg/KgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis
0,25 mg/kgBB. Dosis obat untuk dihydroartemisinin adalah 2-4 mg/kgBB, piperaquin 16-
32 mg/kgBB, amodiakuin 10 mg/kgBB dan artesunat 4 mg/kgBB 7.
Dihiroartremisinin – Piperakuin (DHP) atau artesunat –
Amodiakuin + Primakuin

b. Pengobatan malaria ovale


Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau kombinasi Artesunat
+ Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan malaria vivaks7.
c. Pengobatan malaria malariae
Pengobatan Plasmodium malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,
dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin7.
d. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale
Pada kasus dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan
dosis 0,25 mg/kgBB/ hari selama 14 hari7.

Sumber :

1. Sutanto, Inge. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
2. World Health Organization. World Malaria Report 2013. Switzerland: WHO; 2014.
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
4. Sudoyo, Aru, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed Ke-3 Jilid 6. Jakarta: Interna Publishing;
2014.
5. Centers for Disease Control and Prevention, 2014, CDC-DPDx-Malaria,
http://www.cdc.gov/dpdx/malaria/index.html, Diakses Tanggal 4 Januari 2017
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia 2008.
Jakarta: Ditjen P2M dan PLP; 2009.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014

Anda mungkin juga menyukai