Anda di halaman 1dari 5

Biografi KH.

Ahmad Dahlan
Mungkin masih banyak yang belum mengetahui bahwa organisasi bernama Muhammadiyah
sebetulnya lahir pada tanggal 12 Nopember 1912. Saat itu Muhammadiyah resmi di dirikan oleh
KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Kemudian Muhammadiyah mendapatkan surat izin pendirian
persyarikatan pada tanggal 18 Nopember 1912 dari Kesultanan Yogyakarta.
Setelah itu pada tanggal 20 Desember 1912, KH. Ahmad Dahlan mengurus izin kepada
pemerintahan Hindia Belanda agar Persyarikatan Muhammadiyah memiliki badan hukum yang
resmi. Selang dua tahun kemudian izin itu keluar tepatnya pada yanggal 22 Agustus 1914. Sadar
akan pergerakan Muhammadiyah dalam pendidikan dan potensi amal usaha lainnya, pemerintah
Hinda Belanda hanya mengizinkan Muhammadiyah bergerak hanya di daerah Yogyakarta.
KH. Ahmad Dahlan merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Bahkan diantara
beberapa pahlawan lainnya pasangan KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan adalah
pasangan suami istri yang mendapatkan gelar pahlawan setelah Teuku Umar dan Cut Nyak Dien.
Sangat jarang sekali pasangan suami istri diberikan gelar pahlawan nasional. Maka atas jasa-jasa
KH. Ahmad Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan, mereka diberikan gelar oleh pemerintah Indonesia
sebagai pahlawan nasional.
KH. Ahmad Dahlan pada saat kecil dikenal dengan nama Muhammad Darwis. Ia adalah putera
keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnya adalah KH. Abu Bakar, seorang khatib amin Masjid
Gedhe Kesultanan Yogyakarta. Ibunya, Siti Aminah pun adalah puteri seorang penghulu dari
Kesultanan Yogyakarta. Artinya Muhammad Darwis memang lahir dari keluarga yang cukup
berpendidikan dengan latar belakang pendidikan Islam yang cukup kuat.
Jika diruntut silsilah keluarganya, Muhammad Darwis masih keturunan Syaikh Maulana Malik
Ibrahim salah satu tokoh Wali Songo. Lebih jauh lagi Muhammad Darwis memiliki garis
keturunan dari kanjeng Nabi Muhammad SAW, yaitu dari cucu Nabi bernama Hussain bin Ali
bin Abi Thalib. Darwis kecil memang sudah dikenal sebagai pribadi yang supel. Bahkan jiwa
kepemimpinannya sudah muncul sejak kecil. Dari tujuh bersaudara, Darwis adalah anak laki-laki
paling besar dan adik bungsunya menjadi anak laki-laki terakhir dari Pasangan KH. Abu Bakar
dan Siti Aminah. Saudara Darwis lainnya adalah perempuan.
Darwis kecil memang dipersiapkan sejak dini sebagai pengganti ayahnya kelak menjadi imam
Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Maka pada usia 15 tahun pada tahun 1883, Darwis dikirim
ke Makkah dan belajar disana selama lima tahun. Saat belajar di Makkah, Darwis mulai
mengenal beberapa pemikiran-pemikiran pembaharu tokoh-tokoh Islam dunia diantaranya adalah
Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Setelah lima tahun lamanya
menimba ilmu di Makkah, Darwis kembali ke tanah air pada tahun 1888. Sepulang dari Makkah,
1

Darwis mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Nama Ahmad Dahlan diberikan oleh
gurunya saat mendapatkan ijazah kelulusan setelah belajar di Makkah.
Sekembalinya di tanah air, kemudian Ahmad Dahlan menikah dengan sepupunya sendiri Siti
Walidah atau yang dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Saat itu umur Ahmad Dahlan baru
menginjak usia 21 tahun, sementara Siti Walida berusia 17 tahun. Dari pernikahan tersebut
Ahmad Dahlan dikarunia enam orang anak.
Setelah menikah Ahmad Dahlan juga berjualan batik. Karena mertuanya adalah seorang
pedagang batik selain dikenal sebagai penghulu di Kesultanan Yogyakarta. Dalam bidang
wirausaha Ahmad Dahlan juga dikenal sebagai pedagang yang handal. Beliau memiliki bakat
berwirausaha seperti kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1896 kabar buruk pun datang, Ayahanda Dahlan, KH. Abu Bakar meninggal dunia
setelah sebelumnya Dahlan ditinggalkan ibunya setahun setelah pernikahannya dengan Siti
Walida. Sepeninggal ayahnya, akhirnya Sultan mengangkat Ahmad Dahlan sebagai Khatib Amin
di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Saat itu usia Ahmad Dahlan masih terbilang muda, 28
tahun.
Disinilah KH. Ahmad Dahlan mulai memberikan pembaharuan di tengah-tengah masyarakat
Yogyakarta pada saat itu. Dalam khutbah pertamanya di Masjid Gedhe Yogyakarta, KH. Ahmad
Dahlan dengan tegas dan berani melawan arus. KH. Ahmad Dahlan menyampaikan ketidak
setujuannya terhadap tradisi-tradisi yang sampai sekarang pun masih ada di Yogyakarta. KH.
Ahmad Dahlan beranggapan bahwa Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Sehingga tidak membuat penganutnya mempersulit dirinya sendiri dengan upacara dan sesajen
yang tidak pada tempatnya. Pengaruh-pengaruh tersebut ingin dirubah oleh KH. Ahmad Dahlan.
Melihat potensi yang begitu besar dari sosok KH. Ahmad Dahlan, Sultan akhirnya mengirim
kembali KH. Ahmad Dahlan ke Makkah untuk melaksanakan ibadah Haji. Pada kunjungannya
yang kedua ini sosok Syaikh Rashid Ridha lah yang banyak mempengaruhi pemikiran Ahmad
Dahlan tentang perjuangan Islam. Rashid Ridha mengingatkan bahwa tradisi di belahan dunia
manapun masih tetap ada, bahkan seseorang bisa lebih taat pada tradsinya ketimbang agama
yang dianutnya.
Pemikiran Rasyid Ridha ini mengingatkan penulis terhadap salah satu guru penulis saat belajar
di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Guru tersebut bernama Ustadz Ridwan
Hamidi, Lc. Guru bidang studi Hadis lulusan dari Madinah. Ia juga adalah alumnus Madrasah
Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta.
Ustadz Ridwan saat itu menjelaskan Bidah. Bidah itu bukanlah sesuatu yang selalu buruk.
Karena ada juga yang dinamakan dengan Bidah Hasanah. Bidah sendiri berarti sesuatu yang
2

baru. Contoh bidah hasanah adalah sendok. Sendok adalah sesuatu hal yang baru. Sendok
merupakan bidah, tapi bidah hasanah.
Bidah hasanah inilah yang ternyata ditunjukkan oleh KH. Ahmad Dahlan sekembalinya dari
tanah suci. Seperti dikisahkan dalam film sang pencerah karya Hanung Bramantyo, KH. Ahmad
Dahlan mulai banyak mengenakan pernak-pernik orang-orang Belanda seperti mulai dari pakaian
hingga alas kaki berupa sandal. Meskipun KH. Ahmad Dahlan difitnah berbagai macam hal
namun KH. Ahmad Dahlan bergeming. Sesuatu yang baru tidak selamanya buruk. Asal tidak
bertentanggan dengan syariat Islam.
Saat itu mulai banyak teknologi yang dikembangkan oleh orang-orang Eropa. Pada masa itu
segala perkembangan teknologi dan kemajuan zaman dianggap bidah dan tidak sesuai dengan
Islam. Karena penciptanya dianggap bukan golongan umat Islam. Namun, ternyata ada bidah
hasanah. Kemajuan teknologi yang bermanfaat tentunya bisa dikategorikan sebagai bidah
hasanah.
Sikap Ahmad Dahlan yang melawan arus ini tentu saja banyak di tentang dan menjadi sorotan
beberapa ulama sepuh di Yogyakarta pada saat itu. Yang fenomenal adalah perubahan posisi
kiblat di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan sadar bahwa posisi kiblat
Masjid Gedhe itu salah, kemudian KH. Ahmad Dahlan berusaha untuk meluruskannya dengan
ilmunya.
Sayang usaha KH. Ahmad Dahlan dianggap menyalahi aturan. KH. Ahmad Dahlan secara
terang-terangan dianggap sudah sesat dan keluar dari Islam pada masa itu. Hingga akhirnya
untuk menghindari konflik KH. Ahmad Dahlan mengundurkan diri sebagai Khatib Masjid Gedhe
Kauman Yogakarta. Akhirnya KH. Ahmad Dahlan mendirikan langgarnya sendiri bersama
murid-muridnya.
Selain sebagai seorang pedagang dan ulama, KH. Ahmad Dahlan juga adalah seorang guru yang
inovatif. Terbukti KH.Ahmad Dahlan mampu menghipnotis murid-muridnya dengan permainan
biolanya yang menawan. Amat sangat jarang ditemui guru seperti KH. Ahmad Dahlan pada
masanya.
Akhirnya KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dalam rangka mewujudkan citacitanya untuk melebarkan sayap dakwah Islam yang rahmatan lil alamin. KH. Ahmad Dahlan
berharap dengan didirikannya Muhammadiyah umat Islam pada masa itu bisa kembali pada
tuntunan agama yaitu Al-Quran dan Al-Hadis. Bukan pada tradisi-tradisi yang mengekang dan
menyulitkan ummatnya. Saat itu KH. Ahmad Dahlan menegaskan bahwa Muhammadiyah adalah
organisasi yang bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Muhammadiyah berdiri bukan tanpa rintangan. Cobaan dan ujian harus dilalui oleh KH. Ahmad
Dahlan dan keluarga. Cacian, fitnah dan ancaman pembunuhan dihadapi dengan penuh
kesabaran oleh KH. Ahmad Dahlan. Ini juga yang dirasakan oleh Rasulullah SAW saat
menyebarkan agama Islam di masa-masa sebelum hijrah. Maka sebagai pengikut nabi
Muhammad SAW, KH. Ahmad Dahlan tak khawatir karena perjuangan Rasulullah SAW pun
lebih perih dan pedih dari apa yang diterima oleh KH. Ahmad Dahlan saat itu.
Penulis kembali teringat pesan KH. Drs. Muchtar Adam, Pimpinan dan Pendiri Pesantren AlQuran Babussalam, Bandung. Beliau mengatakan Jika kamu tinggal di sebuah daerah dan
belum ada fitnah kepadamu maka tinggalkanlah tempat itu. Tapi jika ternyata ditempat itu kamu
mendapatkan fitnah maka tetaplah bersabar dan hadapi dengan penuh ketabahan, karena kamu
akan sukses berada di tempat itu.
KH. Drs. Muchtar Adam pun merasakan hal yang sama seperti KH. Ahmad Dahlan. Lulusan
Sastra Arab IKIP Bandung ini pun berkali-kali mendapatkan fitnah dan cobaan saat mendirikan
Pesantren Al-Quran Babussalam hingga saat ini. Namun, Ia bergeming. Ia terus melanjutkan
perjuangan dan berdakwah didaerah Bandung Utara hingga akhirnya mengantarkan pada puncak
karir sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1999-2004. Putra Selayar ini pernah
belajar di MMT Kauman, Yogyakarta. Salah satu anak panah Muhammadiyah yang pernah
berguru langsung pada tokoh-tokoh Muhammadiyah saat menimba ilmu di Yogyakarta.
Sumbangsih Muhammadiyah terhadap negara ini tidak bisa dipandang sebelah mata terutama
dalam bidang Pendidikan. Bukti bahwa Muhammadiyah lahir di pelosok-pelosok desa tercermin
dalam Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Novel tersebut juga sudah pernah di filmkan
dengan judul yang sama oleh Mira Lesmana dan Riri Riza. Bahkan mendapatkan beberapa
penghargaan di luar negeri. Sebuah sekolah dasar Muhammadiyah di Gantong, Belitong mampu
melahirkan maestro hingga bisa melanjutkan pendidikan di Paris.
Muhammadiyah tidak hanya bergerak di bidang pendidikan. KH. Ahmad Dahlan memahami
salah satu surat dalam Al-Quran yaitu surat Al-Maun dengan mendirikan panti asuhan, masjid
dan musholla di berbagai tempat. Ayat-ayat dalam Al-Quran bukan hanya sebagai bacaan, tapi
diharapkan bisa diimplementasikan secara nyata dalam kehidupan. Dan KH. Ahmad Dahlan
menjadikan dasar Surat Al-Maun ini sebagai ruh gerakan awal Muhammadiyah dalam
berdakwah.
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim
dan tidak memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan (menolong
dengan) barang yang berguna. (Al-Maun)

Bukan hanya sampai disitu saja. KH. Ahmad Dahlan juga memahami surat An-Nahl ayat 93
sebagai dasar untuk mendirikan Aisyiyah bersama istrinya Siti Walidah atau lebih dikenal dengan
nama Nyai Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan menyadari bahwa kedudukan antara laki-laki
dan perempuan tidaklah berbeda, keduanya sama-sama memiliki tugas dan tanggung jawab
dalam berdakwah.
Berdirinya Aisyiyah kembali menguatkan posisi Muhammadiyah sebagai organisasi yang
bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Bahkan pendidikan usia dini sudah dimulai sejak
Aisyiyah didirikan. Sebuah pemikiran yang melampaui kemampuan organiasasi perempuan pada
masanya. Siti Walida memang termasuk perempuan yang cerdas. Bahkan setelah menikah
dengan KH. Ahmad Dahlan, pergaulan Siti Walidah menjadi sangat luas karena banyak
berkenalan juga dengan tokoh-tokoh nasional pada saat itu.
Satu hal yang tidak banyak dibicarakan adalah KH. Ahmad Dahlan pernah menikah dengan tiga
orang perempuan lain selain Siti Walidah dengan alasan-alasan tertentu. Istri yang kedua adalah
Ray Soetidjah Windyaningrum atau lebih dikenal sebagai Nyai Abdullah. Dari Nyai Abdullah ini
KH. Ahmad Dahlan mendapatkan seorang keturunan. Dan pada akhirnya Nyai Abdullah pun
memutuskan untuk bercerai dengan KH. Ahmad Dahlan.
Istri yang ketiga adalah adik dari Kyai NU di Krapyak Yogyakarta. Kyai Krapyak menghendaki
KH. Ahmad Dahlan menikahi adiknya Nyai Rum. Pernikahan ini juga bukan hanya pernikahan
antar dua insan, tetapi juga pernikahan antara dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan
NU. Tapi, KH. Ahmad Dahlan tidak mendapatkan keturunan dari pernikahan tersebut. Istri yang
keempat adalah Nyai Aisyah, seorang puteri penghulu Ajengan di Cianjur. Dari pernikahan ini
KH. Ahmad Dahlan mendapatkan seorang keturunan.
Semua pernikahan yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan bukan tanpa alasan. Hal tersebut beliau
lakukan karena alasan agama dan dakwah. Tidak lebih dari pada itu. Sosok KH. Ahmad Dahlan
adalah sosok yang sangat memahami agama. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan masih tetap
menghormati dan menjaga perasaan Siti Walidah sebagai istri pertama. Meskipun Siti Walidah
tidak pernah melarang KH. Ahmad Dahlan untuk menikah lagi.
Apa yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan jelas merupakan warisan yang tiada terkira. Semua
usaha yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan bisa dinikmati hingga anak cucu kita kelak.
Sekolah mulai dari tingkat pendidikan usia dini hingga tingkat Pascasarjana dapat diakses berkat
Muhammadiyah. Belum lagi amal usaha lainnya seperti Panti Asuhan, Rumah Sakit, Lembaga
Amil Zakat dan lain sebaginya. Tidak sedikit pula tokoh nasional yang lahir dari SekolahSekolah dan Organisasi bernama Muhammadiyah. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa KH.
Ahmad Dahlan pernah berpesan pada keluarganya dan juga sebagai pesan kepada seluruh warga
Muhammadiyah Aku titipkan Muhammadiyah kepadamu. Hidup-hidupilah Muhammadiyah,
Jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah.
5

Anda mungkin juga menyukai