Anda di halaman 1dari 8

SINTESIS NANOKOMPOSIT KITOSAN-PERAK UNTUK INHIBISI Phytophthora p.

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT


Disusun untuk Mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah CALL FOR PAPER 2016

Disusun oleh:
Muhammad Afnan Mubarok/5213414022
Luluatul Khoiriyah/5213414060
Nindy Septian Cahyarini/5213414040
Dosen Pembimbing: Dr. Wara Dyah Pita Rengga, S.T., M.T./19740519 199903 2 001

Universitas Negeri Semarang


Gedung H Kampus Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229 Jawa Tengah
2016

FORUM NASIONAL NANOTEKNOLOGI 2016


ENHANCING NANOTECHNOLOGY RESEARCH TO SUPPORT ENERGY, FOOD,
AND ENVIRONMENT SUSTAINBILITY
IKATAN MAHASISWA TEKNIK KIMIA KELUARGA MAHASISWA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SRIWIJAYA
JALAN RAYA PALEMBANG-PRABUMULIH KM 32
OGAN ILIR, SUMATERA SELATAN

SINTESIS NANOKOMPOSIT KITOSAN-PERAK UNTUK INHIBISI Phytophthora


p. PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Dr. W. D. P. Rengga, S.T., M.T., M.A. Mubarok1, L. Khoiriyah2, N.S.
Cahyarini3
123
Teknik Kimia, Universitas Negeri Semarang, Semarang
Corresponding author: mafnanm@students.unnes.ac.id, 085647728783
Universitas Negeri Semarang
ABSTRAK: Tanaman yang terkena patogen seperti kelapa sawit sangat merugikan para petani sawit. Produksi
minyak sawit menurun hingga 24 % akibat patogen jamur. Kerugian di perkebunan kelapa sawit perlu
dikontrol dan diatasi dengan nanokomposit kombinasi antara kitosan dan perak. Metode ini sangat ramah
lingkungan dan ekonomis karena mengolah limbah dari cangkang udang windu di daerah Semarang dengan
teknologi nano. Kitosan dan nanopartikel perak yang disintesis dalam bentuk nanokomposit sangat berpotensi
menyerang jamur Phytophthora p. Pembuatan nanokomposit kitosan-perak disintesis dengan metode kimia
yang sederhana dengan kandungan perak 6,8 %. Sintesis nanopartikel peraknya menggunakan metode reduksi
larutan perak nitrat dengan bantuan pereduksi NaOH. Larutan kitosan digabungkan dengan nanopartikel perak
dengan perlakukan pengadukan dan sonikasi. Secara in vitro, produk kitosan-perak dapat menginhibisi
pertumbuhan miselia, pembentukan tunas dan spora. Pencegahan infeksi dan peningkatan kelangsungan hidup
tanaman dapat diatasi dengan nanokomposit kitosan-perak. Efek buruk pada pertumbuhan tanaman kelapa
sawit tidak terjadi pada pengendalian Phytophthora p. sehingga komposit kitosan-perak dapat mengurangi
gangguan patogen pada perkebunankelapasawittanpa mempengaruhifisiologitanamannormal.
Kata kunci: nanokomposit, jamur phythopthora, kitosan, nanopartikel perak, kelapa sawit

ABSTRACT: Plant exposed to pathogens such as palm is very detrimental to farmers. Production of palm oil
is declined 24% due to pathogenic fungi. Losses in the palm plantation need to be controlled and overcome
by nanocomposite combination of chitosan and silver. Synthesis chitosan-silver is very environmentally
friendly and economical for treating waste from shrimp shells tiger in Semarang with nanotechnologies.
Chitosan and silver nanoparticles are synthesized in the form of the nanocomposite is potentially attack the
fungus Phytophthora p. Chitosansilver nanocomposite materials are synthesized by a simple chemical
method contains 6,8 wt% silver. Silver nanoparticles were synthesized by chemical reduction method of silver
nitrate solution with the aid of a reducing NaOH. Chitosan solution combined with nanoparticles of silver to
treat while stirring followed by sonication. In vitro, the chitosan-silver products can inhibit mycelial growth,
zoospore germination, germ tube elongation, and zoospore production. Treatments prevented Phytophthora
infection and increased survival of plants can be treated with chitosan-silver nanocomposite. Adverse effects
on the plants growth of oil palm do not occur on controlling Phytophthora that chitosan-silver composite can
reduce pathogen disruption in oil palm plantations withoutaffectingnormalplantphysiology.
Keywords: nanocomposite, fungus phythopthora, chitosan, silver nanoparticles, palm

PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi
hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup
penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Indonesia merupakan negara produsen dan eksportir
kelapa sawit terbesar dunia. Selain peluang ekspor
yang semakin terbuka, pasar minyak sawit dan
minyak inti sawit di dalam negeri masih cukup
besar. Pasar potensial yang akan menyerap
pemasaran minyak sawit dan minyak inti sawit
adalah industri fraksinasi/ranifasi (terutama
industri minyak goreng), lemak khusus (cocoa
butter
substitute),
margarin/shortening,
oleochemical, dan sabun mandi.
Penyakit tajuk yang disebabkan oleh jamur
Phytophthora palmivora menyerang tanaman
kelapa sawit menyebabkan hasil penurunan
produksi bahkan kematian total pada pohon. Jika
sudah mencapai stadium empat akan menjadi
wabah serius yang harus segera ditangani. Hampir
lebih dari 50% populasi sawit di Indonesia yang
terserang wabah ini mengalami kerugian besarbesaran dari segi ekonomi karena mengalami
penurunan produksi secara langsung. Meskipun
pohon sawit yang terinfeksi sudah mengalami
kematian karena ditumbangkan, sawit sehat di
sekitarnya juga diserang oleh inokulum dari
tanaman sebelumnya. Sehingga dalam waktu tidak
lama, tanaman sehat ikut terjangkit penyakit yang
terserang oleh kontak akar dari satu pohon ke pohon
yang lainnya. Kerugian akibat serangan
Phytophthora palmivora pada
tahun 2009
berkisar antara 32% 52 % dan bahkan meningkat
pada daerah yang mendukung perkembangan
patogen tersebut (Umrah. 2009).
Nanopartikel didefinisikan sebagai suatu
dispersi partikulat atau partikel padat dengan
kisaran ukuran s.d 100 nm (Tran et al. 2013).
Nanopartikel telah diteliti secara intensif karena
keunikan sifat fisik, reaktifitas kimia, dan potensi
aplikasinya yang berdampak pada dunia akademik
dan industri Pada umumnya, ketika dilakukan
preparasi nanopartikel logam dengan metode kimia,
ion logam direduksi oleh agen pereduksi dengan
penambahan agen protektif untuk menstabilkan
nanopartikel (Korbekandi 2012).
Nanopartikel
berfungsi
sebagai
agen
antimikroba karena logam perak memiliki
keuntungan yang bersifat toksik bagi mikroba,
tetapi aman bagi manusia. Dengan nanoteknologi,
dimungkinkan untuk dibuat partikel perak pada
skala nano, sehingga secara kimia lebih terionisasi
dibandingkan partikel perak yang lebih besar.
Selain itu, rasio luas permukaan terhadap volume
juga semakin meningkat dengan semakin kecilnya

ukuran partikel. Oleh karena itu, nanopartikel perak


memilki kemampuan antimikroba yang lebih kuat
(Haryono2008).
Menurut
Direktur
Jenderal
Perikanan
Budidaya Kementrian Kelautan dan Perikanan
(KKP), produksi udang nasional tahun 2015
ditargetkan meningkat sekitar 32 % dari produksi
udang tahun 2014, karena dalam kurun lima tahun
terakhir, produksi udang nasional meningkat
cukup signifikan yaitu 13,9 % per tahun. Semakin
meningkatnya
produksi
udang,
semakin
meningkat pula limbah yang dihasilkan dari
produksi udang tersebut. Berat limbah udang ini
mencapai 30 %-40 % berat udang. Limbah yang
mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang
banyak tersebut, selama ini belum dimanfaatkan
secara optimal. Di Pasar Gede Surakarta, limbah
udang biasanya hanya dijual Rp 5.000,00 tiap 50
kg yang nantinya dimanfaatkan untuk pakan
bebek. Limbah yang mudah didapat dan tersedia
dalam jumlah yang banyak tersebut, selama ini
belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut
Widodo, sebagian besar limbah udang yang
dihasilkan oleh usaha pengolahan udang berasal
dari kepala, kulit dan ekornya. Kulit udang
mengandung protein (25 % - 40 %), kitosan (15%
- 20 %) dan kalsium karbonat (45 % - 50 %).
Pada penelitian ini, pembuatan nanopartikel
perak dilakukan dengan metode reduksi kimia
dengan larutan perak nitrat, karena metode ini
paling mudah dan sederhana. Selain itu, hasil dari
metode ini berupa koloid perak yang berukuran
seragam dan relatif stabil. Nanopartikel perak
yang dihasilkan dikaraterisasi dengan Scanning
Electron Microscopy (SEM). Diharapkan dengan
adanya penggabungan kitosan-perak didapatkan
nanokomposit dari limbah kulit udang yang
direaksikan
dengan
AgNO3
sehingga
meningkatkan kemampuan inhibisi jamur
Phytophthora pada perkebunan kelapa sawit.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan adalah biakan
jamur Phytophthora p., 2,5 gram Kitosan, HCl 1
M, 2,5 ml NaOH 0,3 M, 0,0198 M NaBH4 0,75
gram/l, 0,17 gram AgNO3 0,02 M, akuades.
Sedangkan alat yang digunakan adalah hot plate
stirrer, thermometer, neraca analitis, oven, gelas
beker, gelas arloji, pipet ukur, ball filler, sonikator,
spatula, gelas ukur, corong buchner, indikator
universal, kertas saring, cawan petri, satu set
refluks, Scanning Electron Microscope (SEM),
Transmission Electron Microscopy (TEM), PSA

Metode
Metode Sintesis Kitin menjadi Kitosan
Metode sintesis kitin menjadi kitosan
menggunakan metode deasetilasi. Pada penelitian
ini terdiri dari 2 tahap yaitu proses deasetilasi
kitin menjadi kitosan berdasarkan metode
(Gyliene 2003) yang sudah dimodifikasi, dan
pembuatan nanokomposit kitosan-perak dengan
menggunakan metode sonikasi.
Deasetilasi Kitin

Kitin sebanyak 25 g/L dan NaBH4 0,75


g/L dipanasakan selama 2 jam pada 110 oC.
Selanjutnya disaring, dicuci, dan dinetralkan
dengan larutan HCl 1 M. Residu yang dihasilkan
dikeringkan.
Analisis Sintesis Kitin menjadi Kitosan
Kitin yang diperoleh dari limbah cangkang
udang dideasetilasi pada suasana sangat basa dan
suhu tinggi. Sintesis dilakukan melalui tahap
sintesis kitosan dari limbah udang melalui proses
deasetilasi. Proses deasetilasi kitin menjadi
kitosan berdasarkan metode gyliene yang sudah
dimodifikasi. Deasetilasi kitin dilakukan pada pH
sangat basa dan suhu yang tinggi sebab struktur
kitin yang sangat tebal. Pada suhu yang terlalu
tinggi kitosan mengalami depolimerisasi yang
menyebabkan bobot molekul terlalu kecil untuk
mengatasinya perlu ditambahkan zat aditif berupa
senyawa NaBH4.
Metode Sintesis Nanokomposit
Sekitar 2,5 g kitosan ditempatkan dalam
gelas kimia dengan 1250 mL air di 95 C.
Chitosan-Ag nanopartikel disusun oleh
pencampuran 0,17 gram AgNO3 0,02 M dan
kemudian 2,5 ml NaOH 0,3 M dengan
homogenizer. Warna campuran berubah kuning
di sekitar satu menit tambahan larutan NaOH
karena
pembentukan
nanopartikel
Ag.
campuran diaduk selama 10 menit. Kemudian
disonikasi menggunakan alat sonikator dan satu
set alat refluks. Akhirnya, suspensi yang
dihasilkan disaring. Chitosan-Ag bahan
nanopartikel dikeringkan untuk karakterisasi
struktural dan tes bakteri

AgNO3 + NaOH
Kitosan

Keterangan:
A. Satu set alat refluks
B. Ultrasonik bath
Gambar 1 Rangkain Alat sonikasi dan satu set
refluks
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dibahas meliputi sintesis
kitin dari udang menjadi kitosan yang direaksikan
dengan AgNO3 menjadi nanokomposit kitosanperak menggunakan instrumen Scanning Electron
Microscope (SEM) yang ditaburkan nanokomposit
kitosan-perak diuji terhadap jamur Phytophthora
palmivora.
Tabel 1 Bobot dan Rendemen Kitosan Hasil
Deasetilasi Kitin dalam beberapa Kondisi
Kitin Terdeasetilasi
Parameter
K1
K2
K3
K4
Bobot (g)
19,08
20,78
16,4
17,45
Rendemen
76,32
79,22
67,28
69,80
(%)
*)Keterangan K1= Kitin terdeasetilasi dengan
kondisi deasetilasi pada NaOH 150 gram/l dan

pemanasan pada 100 C selama 2 jam; K2= Kitin


terdeasetilasi dengan kondisi deasetilasi pada
NaOH 150 gram/l dan NaBH4 0,75 gram/l serta
pemanasan 110 C selama 2 jam; K3= Kondisi
sama dengan KI dan diulang 2 kali; K4= Kondisi
sama dengan K1 dan diulang 2 kali; K4= Kondisi
sama dengan K2 dan diulang 2 kali. Pada kondisi
K3 dan K4 merupakan proses deasetilasi kitin yang
dilakukan dua kali sesuai kondisi K1 dan K2
didapatkan bahwa rendemen kitin terdeasetilasi
yang dihasilkan semakin sedikit. Hal ini disebabkan
pada kondisi basa pekat panas yang ditambah
dengan NaBH4 dapat mencegah degradasi produk
lebih lanjut sehingga kitin terdeasetilasi yang telah
dihasilkan tidak mudah larut dalam air.
Analisis Nanokomposit
Ketika perak nitrat dilarutkan ke dalam air
terjadi disosiasi menjadi ion perak positif (Ag) dan
ion nitrat negatif (NO) untuk mengubah ion perak
positif menjadi perak padat diperlukan proses
reduksi dengan menerima electron dari donor.
Reduksi ion perak kation dilakukan di dalam
larutan NaOH. Mekanisme reaksi yang terjadi
adalah:
+
+ Ag +e Ag4Ag C6H5O7Na3 + 2H2O
o
+
4Ag + C6H5O7H3 + H +O2
Ukuran nanopartikel perak dapat dikontrol
dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mengatur jenis atau
konsentrasi dari agen pereduksinya. Setelah ion
perak direduksi maka logam perak terbentuk dan
mulai tumbuh membesar. Ukuran partikel perak
terhenti pada posisi kesetimbangan antara ion
perak (Ag+) dan logam perak (Ag).
Dalam hal ini nanopartikel perak berukuran
kecil apabila menggunakan agen pereduksi yang
cepat. Reaksi reduksi yang cepat membentuk nano
partikel yang banya pada permulaan proses
sintesanya. Jumlah nanopartikel yang banyak ini
menghambat pertumbuhan nano partikel perak
yang besar. Konsentrasi larutan yang homogen
dapat membantu terbentuknya nanopartikel yang
homogen.
Ukuran Partikel
Hasil analisa ukuran partikel pada koloid
perak menggunakan alat PSA dengan variasi
suhu reaksi pada suhu 90 0C, 100 0C dan 110 0C
dapat dilihat pada gambar 1. Ternyata pada suhu
reaksi 100 0C ukuran partikel koloid perak yang
dihasilkan adalah 19.9 nm. Dari variasi suhu
di atas pada 100 0C dihasilkan ukuran partikel
perak yang paling kecil. Suhu 100 0C adalah
titik didih dari air yang digunakan sebagai

pelarut pada sintesa nanopartikel perak. Pada


suhu 90 0C, larutan reaksi belum mencapai titik
didih, sehingga reaksi menjadi lambat.
Akhirnya pertumbuhan partikel nanoperak
menjadi sulit dikontrol dan partikel perak
cenderung menjadi besar. Demikian juga ketika
suhu reaksi adalah 110 0C, pembentukan
nanopartikel terganggu oleh adanya panas yang
berlebih. Diperkirakan terjadi proses aglomerasi
antara nanopartikel setelah proses pembentukan
logam peraknano.
Hasil Scanning Electron Microscope (SEM)
Nanopartikel perak mempunyai karakteristik
yang mudah beraglomerasi antar sesamanya dan
mudah teroksidasi, sehingga pada umumnya pada
proses pembentukan nanopartikel perak disertakan
juga senyawa lain sebagai stabilizer. Senyawa
yang digunakan biasanya adalah polimer.
Diharapkan lapisan polimer yang melapisi
nanopartikel perak ini mampu menjadi dinding
penghalang terjadinya proses aglomerasi dan
proses oksidasi yang tidak diinginkan. Dalam
memilih senyawa stabilizer perlu ditimbangkan
sifat dan jenis pelarut yang digunakan.

Gambar 2 Sampel dengan Suhu Sonikasi 50 oC

Gambar 3 Sampel dengan Suhu Sonikasi 60 oC

penghambatan diukur berdasarkan diameter zona


inhibisi jelas. Jika tidak ada zona bening di
sekitarnya, diasumsikan bahwa tidak ada zona
hambat.

Gambar 4 Sampel dengan Suhu Sonikasi 65 oC

Pengamatan permukaan nanopartikel dengan


SEM merupakan metoda pengamatan yang sangat
penting. Prinsip kerja dari SEM ini hampir sama
dengan cara kerja mikroskop optik. Dari hasil ini,
dapat dilifat morfologi struktur nanopartikel perak
yang tejadi pada koloid nanopartikel perak dengan
variasi suhu reaksi. Ukuran nanopartikel menjadi
jauh lebih kecil karena ada penambahan senyawa
yang bersifat stabilizer.

Gambar 6 Aktivitas anti jamur Phytophthora sp. dari


nanokomposit kitosan/Ag

Hasil Transmission Electron Microscopy (TEM)


TEM digunakan untuk menginvestigasi morfologi
permukaan nanokomposite Ch/Ag. Mikrograf angka
3 menunjukkan bahwa nanokomposit Ch/Ag
memiliki ukuran seragam, sangat baik dibatasi
struktur partikel kurang dari 10-15 nm dalam ukuran.
Tidak ada aglomerasi nanopartikel, karena kehadiran
kitosan sebagai capping agen dan permukaan agak
kasar. Bahwa partikel secara seragam dicampur
dalam matriks kitosan.
Gambar 7 Nanomposit kitosan/Ag Antipatogen
KESIMPULAN

Gambar 5 Transmission Electron Micrographs


dari nanokomposit kitosan/ag
Uji ant jamur
Kemampuan nanokomposit kitosan/Ag untuk
menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora p.
yang diuji ditunjukan pada (gambar 6). Aktivitas

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan


bahwa:
1. Penggabungan
kitosan-perak
didapatkan
nanokomposit dari limbah kulit udang yang
direaksikan dengan AgNO3
2. Penggabungan
kitosan-perak
dapat
meningkatkan kemampuan
inhibisi
jamur
Phytophthora pada perkebunan kelapa sawit.
3. Kemampuan nanopartikel perak yang kuat
bukan hanya karena sifat kimia dan produksi
ionnya saja. Karakteristik fisik nanomaterial,
seperti ukuran, bentuk, dan sifat permukaan
juga memberikan pengaruh terhadap efek
toksisitas.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada:
1. Allah
SWT
karena
penulis
dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan
moril dan materiil.
3. Dr. Wara Dyah Pita Rengga, S.T., M.T. selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan
saran dan kritik.
4. Teman-teman mahasiswa teknik kimia 2014
khususnya dan mahasiswa Universitas Negeri
Semarang Tahun 2014.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Khairul. (2003). Budidaya Udang Windu
Secara Intensif. Depok: PT Agro Media
Pustaka.
Ankum, P., Koga, K., Segeren, W.A. and
Luijendeijk, J. (1998). Lesson from 1200
years impoldering in the Netherlands. Proc.
Int. Symposium on Shallow Sea and
Lowland, Institute of Lowland Technology,
Saga Univ. Saga: 102-108.
Direktorat Statistik Perkebunan. (2015). Statistik
Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta: Katalog
BPS 550403.
Gyliene, O., Razmute, I., Tarozaite, M.F.J.D.P.

(2007). Studi Kinetika Adsorpsi biru


metilena pada kitin dan kitosan. Jurnal Sains
MIPA, Vol 13 (3), Hal 171-176.
Haryono, dkk. (2008). Sintesa Nanopartikel Perak
dan Potensi Aplikasinya. Jurnal Riset Industri
Vol. 2, No. 3. Hal 156-163.
Kasaai, M.R. (2009). Various methods for
determination of the degree of Nacetylation of chitin and chitosan: a review.
J. Agric. Food Chem, 57.1667-1676.
Korbekandi, H. and S. Iravani. (2012). Silver
Nanoparticles,
The
Delivery
of
Nanoparticles. Editor A. A. Hashim. InTech.
Liu, D., Wei, Y., Yao., P., Y. and Jiang, L. (2006).
Determination of the degree of acetylation of
chitosan by UV Spectrophotometry using
dual standards. Carbohydrate Research, 341,
782-75.
Tanasale, F.J.D.P Matheis. (2010). Kitosan
Berderajat deasetilasi Tinggi: Proses dan
Karakterisasi: a review. Jurnal Seminar
Nasional Basic Science II. Hal. 187-193.
Tran, Q. H., V. Q. Ngunyen, and A. T. Le. (2013).
Silver nanoparticles: Sinthesis Properties.
Adv. Nat. Sci.: Nanosci. Nanotechnol. 4:120.
Umrah, T. Anggraeni, R. R. Esyanti dan I. N. P.
Aryantha. (2009). Antagonisitas dan
Efektivitas Trichodema, Sp. dalam menekan
perkembangan Phytophthora palmivora pada
buah kakao. J Agroland. Lt 16:9-6.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DOSEN PEMBIMBING

: DR. WARA DYAH PITA


RENGGA, S.T., M.T.
TEMPAT/TANGGAL LAHIR
: SEMARANG, 19 MEI
1974 PENDIDIKAN TERAKHIR : STRATA 3 (S3)
ALAMAT UNIVERSITAS
: KAMPUS SEKARAN, KEL.
SEKARAN, KEC.
GUNUNG PATI, JAWA
TENGAH, INDONESIA
NOMOR TELEPON UNIV.
: +62 248508093
NAMA KETUA KELOMPOK

: MUHAMMAD AFNAN
MUBAROK
TEMPAT/TANGGAL LAHIR
: TEGAL, 05 DESEMBER 1996
SEMESTER
: IV
PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH
:-

NAMA ANGGOTA 1
: LULUATUL KHOIRIYAH
TEMPAT/TANGGAL LAHIR
: JEPARA, 30 JANUARI 1996
SEMESTER
: IV
PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH
:
LOLOS ABSTRAK LKTIN EXIST FAIR JAMBI 2015

NAMA ANGGOTA 2
TEMPAT/TANGGALLAHIR

: NINDY SEPTIAN CAHYARINI


: TULUNGAGUNG, 14
SEPTEMBER 1995
SEMESTER
: IV
PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH :
FINALIS LKTI FT UNNES2014

Anda mungkin juga menyukai