Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1

BLOK 3.6 ELDERLY


Eyangku Beser dan Sembelit

Disusun Oleh :
Atika Dwi Rahayu
Sri Rahayu
Annisa Hasna Rudanti
Risky Ayu Apriliandi
Widowati Budi Pratiwi
Hanif MiftahulIza
Intan Milasari
Nella Sri Pujirahayu
Fatin Hapsah afifah
Nurlaili Cahyani
Kharina Nur Shabrina
Fine Ismayani

(15783)
(15784)
(15785)
(15786)
(15787)
(15788)
(15789)
(15790)
(15791)
(15792)
(15793)
(15794)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

Eyangku Beser dan Sembelit


Seorang lansia laki laki usia 65 tahun merasa kondisi fisiknya tidak seperti saat muda dulu. Sejak
1 tahun yang lalu ia sering tidak bisa menahan BAK sehingga sering mengompol, khususnya
pada malam hari. Ia merasa khawatir karena ia hanya tinggal dengan istrinya yang sudah sangat
lemah. Akhir akhir ini lansia tersebut juga mengeluh hanya dapat BAB 1 minggu sekali dan
membutuhkan waktu yang lama.
STEP 1 (-)
STEP 2
1. Mekanisme terjadinya konstipasi dan inkontinensia?
2. Peran perawat?
3. Komplikasi konstipasi dan inkontinensia? = dampak nomor 9
4. Training untuk konstipasi dan inkontinensia?
5. Apakah konstipasi dan inkontinensia dapat disembuhkan?
6. Penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi konstipasi dan inkontinensia? + ASKEP
7. Gangguan lain (kemunduran) selain konstipasi dan inkontinensia pada lansia?
8. Apakah inkontinensia dan konstipasi terjadi selalu bersamaan?
9. Dampak konstipasi dan inkontinensia pada lansia?
10. Faktor faktor yang menyebabkan konstipasi dan inkontinensia pada lansia?
11. Pengkajian khusus konstipasi dan inkontinensia?
12. Pencegahan konstipasi dan inkontinensia?
STEP 3
1. Mekanisme terjadinya konstipasi:
Adanya penurunan aktivitas fisik penurunan motilitas usus absorpsi cairan di usus
berlebih.
Adanya penurunan sekresi HCL proses metabolism makanan terganggu
Adanya penurunan sinyal sinyal syaraf
Adanya penurunan fungsi sfingter
Mekanisme terjadinya inkontinensia:

2.

Dipengaruhi kekuatan otot panggul dan kebiasaan menahan miksi


Pada usia > 30 tahun, fungsi dan otot panggul mulai berkurang 1 % setiap tahunnya,
terjadi penurunan kekuatan otot panggul kesulitan menahan miksi
Kantung kemih penuh, pada sfingter mengalami peningkatan kontraksi dan penurunan
relaksasi tidak dapat menahan miksi

Peran perawat

Sebagai educator: edukasi pola makan (konsumsi serat, minum 8 gelas setiap hari) dan
aktivitas
Memonitor BAK dan BAB
Mengunjungi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
Sebagai fasilitator: terapi
Melakukan screening
3. Komplikasi konstipasi dan inkontinensia = dampak nomor 9
4. Training untuk konstipasi:
Pijat perut
Huknah
Training untuk inkontinensia:
Kegel exercise: meningkatkan kekuatan otot panggul
Bladder training: meningkatkan pengeluaran volume urin
Holding training: menahan miksi 2 -3 jam (tanpa dikombinasi obat anti diuretik)
Latihan dasar otot panggul
Menjadwal jam jam biasanya BAK
5. Apakah konstipasi dan inkontinensia dapat disembuhkan?
Dapat disembuhkan, dengan melakukan latihan (seperti nomor 4) dan dapat dilakukan
operasi. Inkontinensia lebih beresiko pada lansia.
6. Penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi konstipasi
Melakukan pola diit yang baik
Meningkatkan aktivitas
Mengkatkan asupan serat dan cairan
Serat: melicinkan feses
Sereal: memperbesar volume feses
Obat konstipasi: laksatif (dosis rendah)
Mengkaji obat obatan yang menyebabkan konstipasi
Melakukan huknah
Penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi inkontinensia
Melakukan training (seperti nomor 4)
Obat inkontinensia: anti kolinergik
7. Gangguan lain (kemunduran) selain konstipasi dan inkontinensia pada lansia
penurunan fungsi sensori: mata katarak, penglihatan kabur, penurunan fungsi
pendengaran dan pengecap.
Penurunan fungsi seksual: pada wanita karena penurunan estrogen
Penurunan fungsi kognitif: beresiko depresi, delirium, demensia
kulit keriput
sifat kembali seperti anak kecil
bingungan

Beresiko mengalami atritis, osteoporosis (karena penurunan absopsi kalsium), dehidrasi


Disorientasi
Kelemahan otot dan fisik
Rambut putih
Gigi ompong
Mengalami penurunan sel syaraf lambat berespon
Tidak peka terhadap sentuhan
8. Apakah inkontinensia dan konstipasi terjadi selalu bersamaan?
Tergantung kondisi masing masing lansia, pada lansia yang mengalami inkontinensia
biasanya takut untuk minum feses menjadi keras. Sehingga perlu dimotivasi untuk tetap
minum walaupun sedang mengalami inkontinensia.
9. Dampak konstipasi dan inkontinensia pada lansia
Luka
ISK
Dekubitus
HDR
Hemoroid
Penurunan nafsu makan
Dehidrasi
Mengejan beresiko pada seseorang yang memiliki riwayat jantung
10. Faktor faktor yang menyebabkan konstipasi pada lansia:
Obat obatan
Riwayat penyakit contoh stroke dan Ca Colon
Rendah asupan cairan dan serat
Kurangnya olahraga
Penurunan fungsi sfingter
Gangguan persyarafan
Penurunan proses mengejan
Faktor faktor yang menyebabkan inkontinensia pada lansia:
Penurunan kekuatan otot panggul dan sfingter uretra
Pada wanita 2 kali lebih besar mengalami inkontinensia
11. Pengkajian khusus konstipasi dan inkontinensia
NOC ada label sendiri: Bowel (bentuk, jumlah, bau, warna)
Pengkajian umum: bagian eleminasi
12. Pencegahan inkontinensia:
Memakai pokok
Melakukan latihan (seperti nomor 4)
Pencegahan konstipasi:

Mengkonsumsi makanan berserat


Jangan minum minuman manis
Meningkatkan aktivitas
Melakukan posisi BAB yang baik toilet jongkok lebih baik

STEP 4

STEP 5
1. ASKEP konstipasi dan inkontinensia
2. Terapi konstipasi dan inkontinensia
STEP 6 (Pencarian Literatur)

STEP 7
ASKEP KONSTIPASI
1. Pengkajian

Pengkajian tidak hanya ketika pasien sudah konstipasi saja tetapi jika pasien berisiko
mengalami konstipasi.
Pengkajian meliputi:
Riwayat
Konsumsi makanan serat
Gangguan mobilitas fisik atau penurunan aktivitas fisik
Intake cairan yang rendah, kurang dari 1,5 liter perhari
Pengobatab
Pembedahan yang menyebabkan kontipasi
Pola defekasi

Perubahan kebiasaan BAB atau frekuensi gerakan


Konsitensi feses
Aktivitas normal
Kebutuhan mengejan ketika BAB
Jika menggunakan laksatif dikaji tipe, frekuensi dan lama penggunaan laksatif
Jika stroke, dikaji bagaimana pola BAB nya

Gejala konstipasi

Mual, muntal atau BAB keras


Mengejan saat defekasi
Merasa tidak puas BAB
Nyeri perut atau ketidak nyamanan
Feses keras

Format pengkajian defekasi: Terdiri dari usia, jenis kelamin, riwayat pola eliminasi
defekasi pasien sebelumnya.
Format observasi defekasi: Terdiri dari hari tanggal dimulainya pengambilan data, jam
pemberian intervensi, frekuensi defekasi, karakteristik feses setiap kali defekasi, dan
kekuatan mengejan saat defekasi.
Format pengkajian faktor faktor yang mempengaruhi pola eliminasi defekasi: Terdiri
dari pengkajian asupan serat, cairan dan aktivitas.

Penilaian asupan makanan


Dietary Record: mencatat jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi selama satu
hari. Jumlah yang dikonsumsi dapat diukur dengan skala/ ukuran rumah tangga (contoh,
sendok, cangkir) atau gambar.

Recall 24 Jam: wawancara dengan ahli gizi/ tenaga kesehatan untuk mengingat dan
melaporkan semua makanan/ minuman yang dikonsumsi 24 jam/ hari sebelumnya.
Food Frequency Questionarie (FFQ): melaporkan frekuensi makanan yang biasa di
konsumsi dari daftar makanan untuk jangka waktu tertentu.
Diet History: melaporkan riwayat diet masa lalu, akan tetapi perlu pendampingan dari
keluarga atau orang terdekat, karena kebanyakan pada lansia sudah mengalami demensia.
(Sumber: Prevalensi Kostipasi Dan Faktor Resiko Konstipasi, Tahun 2015)
2. Diagnosis: Konstipasi b/d Penurunan Motilitas Traktus Grastrointestinal
NOC Bowel Elimination
Kriteria hasil:
Mudah mengeluarkan tinja
Terdapat kekuatan otot untuk mengeluarkan tinja
Melaporkan perasaan lega/ bebas dari ketidaknyamanan
Pola BAB klien mulai teratur
Tidak ada kesulitan saat BAB
Tidak ada rasa nyeri ketika BAB
Tidak menggunakan bantuan ketika BAB (misalnya obat)
NIC Bowel Management
Aktivitas:
Memonitor tanda dan gejala konstipasi
Ajarkan pasien mengenai makanan yang baik untuk pencernaan
Inisiasi program bowel training bila diperlukan
Monitor BAB klien seperti frekuensi, konsistensi, volume dan warna
Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi
NIC Bowel Inkontinence care
Aktifitas:
Perkirakan penyebab fisik dan psikologi dari inkontimemsia fekal
Jelaskan penyebab masalah dan rasional dari tindakan
Jelaskan tujuan dari managemen bowel pada pasien/keluarga
Diskusikan prosedur dan criteria hasil yang diharapkan bersama pasien
Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat keluaran feses
Cuci area perianal dengansabun dan air lalukeringkan
Jaga kebersihan baju dan tempat tidur
Lakukan program latihan BAB
Monitor efek samping pengobatan
NIC Bowel Training
Aktivitas:
Rencanakan program BAB dengan pasien dan pasien yang lain

Konsul ke dokter jika pasien memerlukan suppositoria


Ajarkan ke pasien/keluarga tentang prinsip latihan BAB
Anjurkan pasien untuk cukup minum
Dorong pasien untuk cukup latihan
Jaga privasi klien
Kolaborasi pemberian suppositoria jika memungkinkan
Evaluasi status BAB secara rutin
Modifikasi program BAB jika diperlukan
3. Diagnosis: Bowel Inkontinence
NOC Bowel Continence
Kriteria hasil:
Otot sfingter adekuat dalam defekasi
Mengkonsumsi banyak cairan dan serat
Perhatikan/ atur lingkungan untuk toilet independen
4. Diagnosis: Kurangnya Pengetahuan
NOC
Kriteria hasil:
Klien dapat mengetahui faktor predisposisi, pencegahan, kekambuhan, defekasi, serta
terapi farmakologi.
Klien dapat memahami proses penyakit/ prognosis
Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala proses penyakit
Klien mampu melakukan perubahan pola hidup
Klien mampu ikut aktif dalam partisipasi dalam program pengobatan
NIC
Aktivitas:

Dorong klien terdekat untuk menyatakan rasa takut/ perasaan


Dorong keluarga secara aktif dalam proses perawatan dan pengobatan klien
Berikan informasi tentang pola diet yang sehat dan tinggi serat

ASKEP INKONTINENSIA
1. Pengkajian
Pertanyaan awal
Apakah anda pernah merasakan kebocoran urine? Atau apakah anda pernah kehilangan
control pada system perkemihan?
Jika pasien tidak bisa menjawab. Keluarga pasien dapat ditanyai.
Jika jawabannya ya, perawat harus berusaha untuk menanyai durasi inkontinensia urin.

Jika pasien mengalami inkontinensia urin tapi tidak ada riwayat inkontinensia, perawat
bisa menggunakan bladder diary untuk mrlakukan pengkajian pola perkemihan dan
perawat bisa menggunakan singkatan TOILED untuk mempermudah melakukan
pengkajian.

Bladder diary
Hal yang dikaji meliputi:

Keseringan berkemih di toilet


Episode inkontinensia dan jumlah urine yang keluar
Penyebab inkontinensia (urgens, stress dll)
Tipe minuman dan jumlanya
Jumlah pergerakan system defekasi
Incontinence pads atau produk lain

Ada kolom tambahan untuk melihat reaksi atau respon pasien


Diary selama 3 atau 7 hari dapat memberikan gambaran secara detail. Pada setting akut 1
hari sudah cukup realistic untuk mendapatkan gambaran.
Singkatan TOILETED

Thin and dry vaginal and urethal epithelium: hanya untuk pasien perempuan, yang
dikaji berupa uretritis dan vaginitis (intinya tentang kebersihan vagina). Penurunan
estrogen dapat menyebabkan efek negatif, seperti: jaringan periuretral yang kering, atropi
dan tidak elastic.
OBSTRUCTION: ditanya pola defekasi normal dan waktu terakir defekasi dan juga
dilakukan pemeriksaan abdomen (palpasi dan perkusi feses). Impasksi dapat menekan
uretra yang bisa meyebabkan menglembungnya kandung kemih dan kebocoran kecil.
INFECTION: bisa dengan tes urin untuk mengetahui jumlah nitrit dan leukosit esterase
tanda bakteri di urin\
LIMITED MOBILITY: Perawat pelu mengkaji keterbatasan gerak dan mengidentifikasi
hambatan ke toilet seperti: jarak, restrain fisik, bed rail dll.
EMOTIONAL AND PSYCHOLOGICAL FACTORS: hanya sedikit penelitian tentang
hal ini, tapi ada hubungan yang kuat antara depresi dengan inkontinensia utin kronik.
THERAPEUTIC MEDICATION: pengobatan yang berpengaruh terhadap
inkontinensia urin seperti: hipnotik, narkotik, tranquilizers, antidepresan, laksatif, diuretic
dan antibiotic.
ENDOKRIN DISORDER: Diabetes menyebabkan poliuri dll
DELIRIUM

Tantangan bladder diary bagi lansia dengan gangguan kognititf, solusi ditempatkan di kamar
mandi dan di samping kamar tidur dan harus diedukasi tentang cara penggunaannya.
(SUMBER : Dowling-Castronov, A., Specht, J.K., 2009. Assessment of Transient Urinary
Incontinencein Older Adults vol 109 No 2)
Nursing assessment urinary incontinence
Untuk memulai pengkajian, maka perawat melakukan skrining dengan bertanya seperti:
Apakah kamu pernah ngompol/ leaked urine? Apabila pasien menjawab dengan ya,
maka ditanya lagi dengan Seberapa besar hal itu mengganggumu?Kemudian pertanyaan
selanjutnya diarahkan pada durasi dan karakteristik dari urin yang keluar.
Assessment urinary incontinence
Langkah pertama dalam memanajemen UI dan dasar dalam menentukan potential
management modalities.
Inkontinensia urin
Perawat memainkan peran kunci dalam mengkaji dan memanajemen Inkontinensia Urin.
1. History taking: pengobatan/ pembedahan sebelumnya; riwayat obstetrik dan ginekologi;
obat obatan; durasi UI; keadaan bocor (batuk, tegang, perasaan dorongan ingin);
bladder storage symptoms (frekuensi, urgency, nokturia); gejala kekosongan lain
(sebentar sebentar aliran yang tidak bai, post void dribble, ketegangan); riwayat sosial
dan psikologis.
2. Pemeriksaan fisik: untuk identifikasi keabnormalan yang berhubungan dengan
inkontinensia:
3. Cek retensi cairan (berhubungan dengan penyakit seperti gagal ginjal).
4. Mengkaji kondisi kulit di sekitar genitoperinea dan cek untuk skin exoriation.
5. Mengkaji fungsi. Memeriksa dan menentukan kemampuan pergerakan kognisi dan
manual dexterity dari pasien (berhubungan dengan toileting skills)
6. Direct observation of leakage
einstruksikan pada pasien untuk batuk secara forcefully saat bladder penuh dan kaji urin
reakage (supine/ standing position).
7. Urinalisis
Untuk identifikasi faktor faktor lain yang berkontribusi seperti hematuria, glukosuria,
pyuria, bakteriuria, dan proteinuria. Perawat di sini mengirimkan sampel urin untuk
urinalisis dan kultur sesuai yang dianjurkan oleh dokter.
8. Measurement of residual volume
Mengukur Post Voided Residual (PVR) volume dengan in-out karakterisasi/ bladder
scanning dalam beberapa menit selalu voiding.
9. Bladder chart/ intake output chart

Mencatat frekuensi, waktu, dan jumlah dari voiding preferaby selama tiga hari
penggunaan bladder chart yang merupakan salah satu bentuk nursing tool yang mana
berguna dalam mengkaji pasien dengan UI yang menyediakan informasi dasar,
membantu untuk memonitor progress, dan keefektifan dari terapi.
(SUMBER : 2003. Moh Nursing Clinical Practice Guidelines: Nursing Management of
Patients with UI. Singapore)

(Sumber: Urinary Incontinence Assessment in Older Adults Part I Transient Urinary Incontinence)

(Sumber: Urinary Incontinence Assessment in Older Adults: Part II Established Urinary Incontinence)

2. Diagnosis: Impaired Urinary Elimination


NOC Urinary Elemination
Kriteria hasil:
Pola eliminasi dan pengosongan kandung kemih tidak mengalami masalah
Klien mengenali tanda tanda ingin BAK
NIC Urinary Elimination Management
Aktivitas:

Identifikasi faktor penyebab inkontinensia


Damping pasien untuk dapat ke toilet untuk BAK ssecara rutin jika memungkinkan
Instruksikan pasien untuk mengosongkan bladder lebih dulu sesuai prosedur
Rujuk ke dokter bila ada tanda dan gejala ISK
3. Diagnosa: Stress Urinary Incontinence
NOC Urinarycontinence
Kriteria hasil:
Dapat melakukan pengosongan bladder secara tuntas
Tidak terjadi reflex miksi saat ada peningkatan tekanan abdomen (batuk)
4. Diagnosa: Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
NOC Continence
Kriteria hasil:
Klien melaporkan pengurangan inkonteninsia
Klien dapat menjelaskan penyebab terjadinya inkontinensia
NIC
Aktivitas:

Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih sehari.
Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang direncanakan.
Observasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat kandung kemih.
Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan
posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada
kebocoranyang lebih dulu.
Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml,
kecuali harus dibatasi.
Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan kekuatannya dengan latihan
Kolaborasi dengan dokter dalam mengkaji efek medikasi dan tentukan kemungkinan
perubahan obat, dosis / jadwal pemberian obat untuk menurunkan frekuensi
inkonteninsia.

5. Diagnosa: Disfungsi motilitas gastro intestinal berhubungan dengan penuaan


NIC Urinary Incontinence
Aktivitas:
Mengidentifikasi banyak faktor yang menyebabkan inkontinensia
Menyediakan privasi saat pipis
Jelaskan masalah yang terjadi pada pasien
Memonitor eliminasi urin, termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna
Memodifikasi baju dan lingkungan pasien
Membersihkan area genetalia secara teratur
Batasi pasien mengonsumsi zat diuretik

Mencatat kebiasaan eliminasi urin


6. Diagnosa: Gangguan Pola Tidur
NOC
Kriteria hasil:
Perasaan nyaman
Tidur sesuai dengan pola kebiasaan
Kebutuhan istirahat cukup
Klien mengutarakan merasa segar dan puas
Istirahat dan tidur cukup
NIC Peningkatan Kualitas Tidur
Aktivitas:

Kaji pola tidur klien


Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat kepada klien dan keluaraga
Identifikasi penyebab gangguan tidur (sering BAK)
Fasilitasi klien untuk tidur yang adekuat (rubah posisi tidur sesuai kondisi)

NIC Peningkatan Koping


Aktivitas:

Diskusikan pilihan yang realistis terhadap terapi/ tibdakan yang akan dilakukan
Dorong klien untuk memiliki harapan yang realistis untuk mengatasi perasaan putus asa
Libatkan dukungan dari keluarga dan orang terdekat
Ajurkan klien bedoa sesuai dengan kepercayaan yang dianut

TERAPI KONSTIPASI
1. Meneliti efek minyak jarak terhadap konstipasi pada lansia
Cara penggunaan: Minyak jarak dituang ke kain flannel, kemudian diletakkan dikulit
(perut), kain flannel dilapisi dengan plastic, kemudian diatasnya diletakkan botol air hangat,
dilakukan selama 60 menit dalam 3 hari.
Hasil: Dapat menurunkan konsistensi feses, mengurangi ketegangan selama defekasi dan
perasaan lega, dapat mengontrol symptom.
(Sumber: An Examination Of The Effect Of Castor Or Packs On Constipation In The Ederly,
tahun 2011)
2. Terapi Pijat

3.

4.

5.

6.

Terapi pijat ini dilakukan di daerah perut 3x 15 menit setiap hari. Hasil dari penilitian ini
adalah frekuensi BAB pasien konstipasi mengalami penaikan setelah diberikan terapi pijat,
tinja berkonsistensi keras, berkurang lebih banyak, dan waktu yang dibutuhkan untuk terjadi
perbaikan terhadap konstipasi lebih cepat.
(Sumber: Manfaat Terapi Pijat pada Konstipasi Kronis, tahun 2011)
Bowel Training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar.
Hal tersebut akan menyebabkan rectum lebih mengembang karena adanya penumpukan
feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk
dilakukan pada pasein usia lanjut. Pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk
buang air besar, waktu yang baik adalah setelah sarapan dan makan malam.
Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan dua kali lipat risiko
konstipasi. Tirah baring dan imobilisasi berkepanjangan juga sering dihubungkan dengan
konstipasi.
Latihan
Sebagian kemampuan defekasi merupakan suatu refl eks yang dikondisikan. Sebagian
besar pasien dengan pola defekasi teratur melaporkan bahwa pengosongan saluran cernanya
pada saat yang hampir sama setiap hari. Saat optimal untuk defekasi adalah segera setelah
bangun tidur dan setelah makan, saat transit kolon tersingkat. Pasienpasien harus mengenali
dan merespons keinginan defekasi, jika gagal dapat mengakibatkan menumpuknya feses
yang berlanjut diabsorpsi cairan yang membuat nya makin sulit dikeluarkan.
Posisi Saat Defekasi
Suatu penelitian yang membandingkan posisi-posisi defekasi menyimpulkan bahwa
pasien harus dimotivasi untuk mengadopsi posisi setengah berjongkok atau semisquatting
untuk defekasi. Kebanyakan orang tidak terbiasa dengan posisi berjongkok, tetapi dapat
dibantu dengan menggunakan pijakan kaki dan membungkuk badan ke depan saat di toilet.
Bantal juga dapat digunakan untuk membantu untuk menguatkan otot-otot abdomen.

7. Konsumsi Air
Konsumsi air adalah kunci penatalaksanaan, pasien harus dianjurkan minum setidaknya 8
gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari). Konsumsi kopi, teh, dan alkohol dikurangi
semaksimal mungkin atau konsumsi segelas air putih ekstra untuk setiap kopi, teh, atau
alkohol yang diminum.
8. Serat
Meningkatkan konsumsi serat umum direkomendasikan sebagai terapi awal konstipasi.
Rekomendasi makanan tinggi serat (buah dan sayur) atau suplemensuplemen serat Psyllium
(kulit ari ispaghula/ ispaghula husk, metilselulosa, polycarbophil, atau kulit padi/bran) perlu
dilanjutkan selama 2-3 bulan sebelum ada perbaikan gejala yang bermakna. Pendekatan ini
hanya efektif pada sebagian pasien dan masih sedikit bukti penelitian klinis yang mendukung
cara ini.
9. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan menyeluruh untuk menyingkirkan berbagai etiologi


konstipasi. Inspeksi daerah perianal dapat menunjukkan bekas luka/parut, fi stula, fi sura, dan
hemoroid eksternal. Ukur penurunan perineum dengan mengukur penurunan dasar pelvis (X)
saat mengejan dan istirahat seperti gambar 1 (normalnya 1,0-3,5 cm). Berkurangnya
penurunan (<1,0 cm) dapat mengindikasikan ketidakmampuan merelaksasi otot-otot dasar
pelvis. Penurunan perineum eksesif (>3,5 cm) dapat mengindikasikan kelemahan perineum
dan dapat menyebabkan evakuasi tidak komplit.5 Selanjutnya pengukuran penurunan
perineum dikonfi rmasi menggunakan defekografi atau MRI pelvis dinamik, sekaligus untuk
menilai perubahan sudut anorektal.
Pemeriksaan digital rektum penting untuk mengakses impaksi feses, striktur anal, atau
adanya massa rektum. Sfi ngter anal yang terbuka dan rusak berat atau patulous anal
sphincter mungkin disebabkan trauma atau kelainan neurologis; tekanan sfi ngter anal saat
istirahat juga harus dinilai menggunakan manometri anal. Diskontinuitas dinding anterior
rektum disebabkan oleh rektokel.
10. Inspeksi Feses
Tipe konsistensi feses berdasarkan grafik feses Bristol atau the Bristol stool chart
bermanfaat untuk mengestimasi waktu transit kolon (Gambar 2). Feses tipe 1
menggambarkan waktu sekitar 100 jam (transit lambat), sedangkan tipe 7 sekitar 10 jam
(transit cepat). Grafi k feses Bristol telah divalidasi berkorelasi dengan jumlah feses yang
dikeluarkan, mengejan, dan urgensi.

11. Pemeriksaan Laboratorium


The British Society of Gastroenterology merekomendasikan agar investigasi di pelayanan
primer terbatas pada pemeriksaan darah rutin/darah lengkap (hemoglobin, hitung leukosit,
dan trombosit) terutama untuk menyingkirkan kemungkinan anemia, dan tes fungsi tiroid
(TSH/thyroid stimulating hormone, jika perlu ditambah fT4) untuk menyingkirkan
kemungkinan hipotiroid. Tes yang lebih kompleks umumnya dikerjakan di pelayanan
sekunder.
12. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan proses akut yang
dapat menyebabkan ileus atau untuk mengevaluasi penyebab konstipasi kronis. Nyeri
abdomen akut, demam, leukositosis, atau gejala-gejala lain mungkin disebabkan prosesproses sistemik atau intra-abdomen, pemeriksaan radiologi digunakan untuk menyingkirkan
sumber-sumber sepsis atau masalah-masalah intra-abdomen.
Enema barium kontras udara atau air contrast barium enema bermanfaat untuk menilai
kemungkinan kanker kolon obstruktif, volvulus intermiten, atau striktur kolon pada kondisi
konstipasi kronis.

Distensi rektum dengan tekanan dikendalikan atau controlled pressure-based rectal


distension dengan pencitraan rektum fl uoroskopik untuk mengukur diameter rektum pada
tekanan distensi minimal dapat bermanfaat untuk mengidentifi kasi megakolon idiopatik
tanpa penyebab organik lain.
Waktu transit kolon harus ditentukan pada kecurigaan gangguan motilitas kolon. Dilakukan
dengan cara mengamati perjalanan marker radioopak yang diberikan per oral dengan foto
abdomen setiap hari. Obstruksi saluran keluar intestinal cenderung menyebabkan
penumpukan marker di kolon kiri dan sigmoid, sedangkan dismotilitas kolon menyebabkan
penumpukan marker di sepanjang kolon.
MRI pelvis dinamik dapat menunjukkan anatomi fungsi selama defekasi, sehingga dapat
mengidentifi kasi dissinergi dasar pelvis, juga defek anatomis yang menjebak atau menjepit
rektum dan menyebabkan obstruksi dalam proses defekasi.
13. Pemeriksaan Penunjang Lain
Kolonoskopi berguna pada konstipasi akut yang diduga disebabkan oleh obstruksi usus
besar, didapatkan ruang rektum kosong dan distensi kolon proksimal. Kolonoskopi sebaiknya
tidak dikerjakan pada kecurigaan perforasi atau divertikulitis akut atau penyakit infeksi.
Biopsi dalam dari rektum dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit Hirschsprung.
Manometri anal dapat menilai sfi ngter anal, dasar pelvis, dan saraf-saraf yang
berhubungan. Suatu kateter khusus yang sensitif terhadap tekanan dimasukkan ke dalam anus
untuk mengukur tekanan sfi ngter saat istirahat dan saat mengejan. Tujuan utamanya adalah
untuk mengeksklusi penyakit Hirschsprung onset dewasa atau segmen pendek. Pada tes
ekspulsi balon, balon diisi air. Alat berbentuk feses yang diisi silikon atau balon dengan
panjang 4 cm yang diisi 50 ml air hangat diletakkan di rektum, dan pasien diminta
mengeluarkan alat tersebut. Pada relawan sehat, balon dapat dikeluarkan dalam 1 menit; jika
pasien tidak dapat mengeluarkan alat tersebut dalam 3 menit, dissinergi defekasi harus
dicurigai.
Defekografi mirip MRI pelvis dinamik. Defekografi mengevaluasi fungsi anorektal,
seperti sudut anorektal dan penurunan dasar pelvis, begitu juga abnormalitasabnormalitas
anatomis.
(Sumber: Konstipasi pada Pasien Geriatri oleh Nicholas, tahun 2015)
14. Farmakologis
Stimulan laxsatif contoh oil castor.
Bulk laxatif: aman untuk jangka panjang tetapi butuh minum dalam jumlah yang
banyak, contoh psyilum.
Hyperosmolar laxatif: paling aman sefektif untuk lansia contoh lactulose sorbitol.
Fecal softheners: docusate sodium
Laksatif osmotif (gula yang sulit diabsorpsi: sorbitol, phosphate sulpnate)
(Sumber: BK Basic Geriatric Nursing Ed 5 Th 2012 Oleh El Sevier)
Penggunaan laksatif pada lansia dapat dikombinasi dengan megonsumsi serat serta jika
sudah teratasi konstipasinya maka segera di hentikan penggunaannya. Obat lakasatif jika

digunakan dengan benar,maka dapat mempertahankan pola eliminasi normal. Tetapi


penggunaan laksatif dalam jangka waktu lama menyebabkan usus besar kehilanan tonus otot
dan menjadi kurangresponsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksatif.
Laksatif herbal seperti contohnya cascara sagrada, senna, aloe vera, licorice root,
psyllium seed, wahoobark, dandelion root, flaxseed, dan agar-agar. Cascara dan senna
bekerja dengan menstimuli pergerakan bowel. Psyllium seed, flaxseed, dan agar-agar bekerja
dengan membentuk gel lembut yang dapat melancarkan pergerakan stool seperti kerja
laksatif bulk.
Obat
Salin-Osmotik
Magnesium hidroksida

Magnesium sitrat

Magnesium sulfat

Natrium bifosfat

Gliserin
Laksatif kontak/stimulan
Bisakodil (Dulcolax)

Kaskara sagrada
Senna

Dosis

Pemakaian
pertimbangan

dan

Dewasa, per oral, 15-30 mL Untuk konstipasi. Diminum


dengan satu gelas air pada
pagi atau sore hari. Untuk
pemakaian yang sering,
fungsi ginjal harus baik.
Dewasa, per oral, 120-240 Untuk
konstipasi
atau
mL
pembersihan usus yang
sempurna
sebelum
pemeriksaan
atau
pembedahan
Dewasa, per oral, 3-15 g
Unuk pembersihan usus
yang sempurna sebelum
pembedahan. Dapat terjadi
hipermagnesemia
pada
pemakaian yang sering.
Dewasa,per oral, 15-30 mL Untuk
konstipasi.
dicampur dalam air
Kontraindikasi pada payah
jantung kongestif
Suposituria
Untuk konstipasi
Dewasa, per oral, 5-15 mg
Suposituria: 10 mg

Untuk konstipasi. Mula


kerja 6-8 jam untuk oral dan
15-30
menit
untuk
suposituria
Dewasa, per oral, tablet 325 Untuk konstipasi. Mula
mg
kerja 6-12 jam
Dewasa, per oral, 1-4 tablet Untuk konstipasi. Tersedia
atau 1-4 sendok the dalam bentuk granul, sirup
dilarutkan dalam air
dan suposituria

Pembentuk Bulk
Psilium hidrofilik musiloid

Metilselulosa

Dewasa, per oral, 1-2 Untuk mencegah konstipasi.


sendok teh dalam 240 mL Serat
kering
harus
air setiap hari sampai tiga dilarutkan dalam segelas
kali sehari
penuh air dan segera
diminum untuk mencegah
solidifikasi (menjadi padat)
Dewasa, per oral, 5-20 mL Untuk mencegah konstipasi
dalam 240-300 mL air

Emolien
Natrium dokusat

Dewasa, per oral, 50-300 Untuk mencegah konstipasi.


mg/hari
Tidk boleh dipakai jika
Anak (6 th): 40-120 terdapat jantung kongestif
mg/hari
Kalsium dokusat
Dewasa, per oral : 240 Untuk mencegah konstipasi
mg/hari
Kalium dokusat
Dewasa, per oral : 100-300 Untuk mencegah konstipasi
mg/hari
Menurut Natural Laxatives: An appraisal of the literature, systematic review 27 jurnal,
laksative urutan ke 4 yang diteliti setelah konsumsi serat, intake cairan, olahraga,.
Pada lansia, penggunaan laksatif harus individualized dengan memperhatikan riwayat
kesehatan pasien ( kondisi jantung dan ginjal), interaksi obat, harga dan efek samping.
Obat laksansia adalah obat yang berkasiat untuk mengeluarkan feses. Ada 4 jenis obat
laksansia, yaitu:
Laksansia pembentuk bulk (feeces)
Terdiri atas bahan berserat yang membentuk dan meningkatkan ukuran, frekuensi dan
konsistensi tinja serta penyerap air pada feses dalam colon sehingga terjadi peningkatan
dorongan lumen dan peningkatan reflek peristaltic pada dinding usus sehingga transit feses di
kolon hanya sebentar sehingga bowel movement semakin meningkat frekuensinya. Defekasi
terjadi dalam 8x24 jam. obat diminum dengan melarutkan dalam segelas air atau air buah
tanpa gula. Yang termasuk kelompok ini:

Psyllium
Methylselulosa
polycarbophil.
Bulking yang berasal dari bran, gandum, jagung tidak memiliki efek samping yang
signifikan bagi lansia (JBI,2008). Psyllium Husk adalah tumbuhan dari famili
Plantaginaceae dan dikenal sebagai sumber serat alami yang kaya manfaat. Psyllium tidak

dicerna dalam usus halus tetapi dipecah secara parsial di dalam kolon/usus besar yang
menjadikan serat sebagai sumber makanan bagi mikro flora baik dalam usus.
Penelitian psyllium dikombinasikan dengan senna lebih efektif dibandingkan dengan
psyllium saja, tapi akan memiliki efek samping lebih tinggi jika psyllium dengan docusate ( a
softerner) yang mana keefektifannya lebih rendah daripada psyllium saja.
Laksansia osmotic(saloin osmotic)
Garam hiperosmotik menarik cairan menuju lumen colon sehingga volume isi usus
bertambah besar dan merangsang dinding usus untuk berkontraksi. Tinja akan berbentuk
setengah cair dan mudah dikeluarkan. Yang termasuk kelompok ini:
garam (salin): garam magnesium, sodium pospatatlaktulosa laksatif dengan garamgaraman bisa menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit dan merupakan faktor
presipitasi hipokalemia, kelebihan cairan dan garam serta bisa menyebabkan diare
(vasanwala, 2009). Penggunaan laksatif salin harus hati-hati pada penderita gagal jantung
kongestif dan gagal ginjal kronik dengan hipermagnesium.
Sehingga alternatifnya berupa:

lactulosa
sorbitol
gliserin.
PEG

Absorbsi lemah pada agen alternative ini bisa menyebabkan flatulensi dan distensi
abdomen. Pada penelitian dalam Rao & Go tahun 2010 selama 4 minggu pada pasien lansia,
70% sorbitol sama efektifnya dengan laktulosa tapi lebih murag dan toleransinya lebih baik.
Balanced Polyethylene glycol (PEG)
PEG ditambah dengan isotonic salt solution. Terdapat penelitian terhadap 100 pasien
konstipasi, PEG 17g setiap hari selama 28 hari efektif dalam pengobatan konstipasi. Hasilnya
juga sama untuk penelian 28 pasien. Pada studi 99 pasien dengan konstipasi kronik, PEG
3350 lebih efektif dan flatus berkurang daripada laktulosa.
Laksansia kontak atau iritan atau stimulant
Obat ini meningkatkan peristaltic usus dengan mengiritasi ujung-ujung syaraf sensoris
pada mukosa usus. Bekerja dalam beberapa jam dan mungkin bisa menyebabkan kram
abdomen. Direkomendasikan jika osmotic laksativ gagal. Yang temasuk obat kelompok ini
adalah:

Fenolptalein
Bisakodil
cascara sagrada

senna
minyak kastor

Penelitian dalam Rao & Go tahun 2010 senna fiber combination (Agiolax) pada lansia
meningkatkan konsistensi feses, frekuensi dan memudahkan BAB, sena fiber juga lebih
murah dibandingkan dengan laktulosa.
Efek samping:

Hipokalemia
Protein losing enteropati
Salt overload

Stool softerner atau Emolin (pelicin)


Berfungsi melumas, memperlunak dan melicinkan tinja sehingga mudah dikeluarkan.
Biasanya digunakan untuk konstipasi pada pasien dengan infark miokard dan paska operasi.
Yang termasuk kelompok ini:

Surfaktan (docusate)
Lubricans (mineral oil, gliserin)
Laksatif jenis pembentuk mas afeses yang alamiah (ex : psillium, metilselulosa) mudah
didegradasi oleh bakteri di colon sehingga menyebabkan kembung dan flatus. Selain itu
dapat menyebabkan esophageal obstruction, intestinal obstruction dosis yang berlebih
atau ketidakadekuatan intake cairan, large bowel obstruction, anafilaksis, asthma, reaksi
alergi pysilum containing laxatives.
Laksatif jenis pelunak feses (ex : mineral oil) jika digunakan jangka panjang dapat
mengganggu penyerapan vitamin yang larut lemak, yaitu vitamin A,D,E, dan K. Selain
itu, jika terjadi aspirasi dapat menyebabkan pneumonitis lipid berat.
Laksatif jenis stimulant turunan trakuinon (ex :senna, aloe, kaskara) jika digunakan
jangka panjang bisa menyebabkan pigmentasi khas berwarna coklat pada colon yang
disebut melanosis coli.
Laksatif osmotic dapat menyebabkan hypermagnesemia overdosis atau penggunaan
obat oral berulang dari laksatif yang mengandun magnesium, hyperphosphatemia &
hypercalcemia sodium phosphate, pada lansia dengan gangguan renal, hypernatremia
untuk memberikan air pada feses potassium akan cepat keluar dari ginjal, dan
hypoalbuminemia.

Sumber:
Joanna Briggs Institute. 2008. Management of Constipation in Older Adults. Best Practice:
evidence-based practice information sheets for health professionals vol 12 issue 7.

Rao, S.S.C., Go, J.T., 2010. Update on the Management of Constipation in the Elderly: New
Treatment Options. Review. Clinical Intervention of Aging.
Tjay, T.H, &Rahardja, K. 2002. Obat-obatPenting.Jakarta : PT Gramedia.
TERAPI INKONTINENSIA
1. Lifestyle changes
Mengurangi minuman yang berkafein: kafein yang biasanya ditemukan pada the, kopi
dan minuman bersoda akan meningkatkan produksi urin dalam tubuh.
Mengubah kebiasaan minum perhari: dihitung, misalnya kalau minum berapa gelas
mengalami inkontinensia atau tidak. Mungkin saja karena terlalu banyak yang diminum
dan banyak aktivitas sehingga meningkatkan terjadinya inkontinensia.
Mengurangi berat badan jika obesitas.
2. Training otot dasar panggul
Otot dasar panggul merupakan otot yang mengontrol aliran urin ketika buang air kecil,
karena mengelilingi antara kandung kemih dan uretra. Misalnya terjadi kerusakan atau
kelemahan pada otot dasar panggul ini dapat menyebabkan seseorang mengalami
inkontinensia, sehingga latihan otot dasar panggul ini direkomendasikan.
Latihan otot dasar panggul disesuaikan dengan kemampuan pasien. Biasanya latihannya
mencakup minimal 8 otot kontraksi, yang dilakukan 3x sehari selama 3 bulan. Jika latihan ini
membantu, direkomendasikan untuk terus dilakukan.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang melakukan latihan otot dasar panggul
mengalami inkontinensia lebih sedikit dan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Pada laki
laki, latihan ini dapat mengurangi terjadinya inkontinensia urin, terutama setelah
pembedahan kelenjar prostat.
3. Bladder training
Jika diagnose inkontinensia urgensi, bladder training bisa di rekomendasikan. Jika ada
inkontinensia campuran, dapat dikombinasikan dengan latihan otot dasar panggul. Bladder
training meningkatkan/ menjadikan jarak berkemih lebih lama, biasanya dilakukan selama 6
minggu.
(Sumber: The British Association of Urological Surgeons (BAUS) has more information on
pelvic floor exercises in women and men)
4. Kegel Exercise
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan otot panggul atau senam yang bertujuan
untuk memperkuat otot otot dasar panggul terutama otot puboccygeal sehingga seorang
wanita apat memperkuat otot otot saluran kemih. Hasil penelitian ini adalah terdapat
pengaruh senam kegel terhadap perubahan inkontinensia urin pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin.
(Sumber: Pengaruh Senam Kegel Terhadap Perubahan Tipe Inkontinensia Urin pada Lansia
di Panti Sosial Tresna Werdha Sabai Nan Aluih Sicincin, tahun 2011)

Kegel exercise latihan kontraksi otot dasar panggul secara aktif bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot dasar pinggul, memperkuat otot sfingter eksternal pada kandung
kemih (tipe urgensi dan stress).
Diuji pada 37 lansia rentan usia 58 s/d 92 tahun.
Efektif untuk 10x dalam 3 minggu
Hasil adanya penurunan inkontinensia urin.
Quasi eksperimen pre dan post test.
(Sumber: Latihan Kegel Dengan Penurunan Gejala Inkontinensia Oleh Angllita Septiastri)
5. Farmakologi
Inkontinensia stress (pengeluaran urin dalam jumlah kecil setelah terjadi peningkatan
tekanan intrabdominal seperti batuk, bersin, tertawa): duloxetin (dapat meningkatkan
kontraksi atau kekuatan otot uretra), biasanya diminum melalui oral 2x sehari dan dikaji
setelah 2-4 minggu. Efek sampingnya bisa mual, mulut kering, kelelahan dan konstipasi.
Inkontinensia urgensi (paling banyak terjadi, lansia akan merasakan keinginan berkemih
yang cukup kuat dan merasa tidak mampu menahan urin hingga ke tolilet):
antimuscarinik (oxybutynin, tolterodine, darifenacin). Efek sampingnya mulut kering,
konstipasi, pandangan kabur dan kelelahan.
(Sumber: www.nhs.uk)

Anda mungkin juga menyukai