Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENGOBATAN SISTEM SARAF TEPI

Disusun Oleh :
Bernadita Clarasita (1402009)
Demitrius Sopaba (1402014)
Dian Puji Rahmanti (1402020)
Efrisne Pali Osa (1402025)
Eunike Rindayu Pradnya PW (1402032)
Imelda Sri Desisi Teku (1402039)
Janetta Chien Tinambunan (1402043)
Laeticia Naibaho (1402051)
Maria Titin Inya Ede (1402056)
Mursiyah (1402061)
Nikolaus Namsa (1402066)
Rizka Fajar Afryansyah (1402074)
Serlin Yomba (1402078)
Venansius Yogi Ardianto (1402085)
William Adi Tama (1402090)
Kuncoro Anang Prasudi (1302072)

STIKES BETHESDA YAKKUM


YOGYAKARTA
2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat.
Sehingga saya dan kelompok dapat menyelesaikan penyusunan makalah farmakologi ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun menambah ilmu bagi saudara sekalian , sehingga
dapat berguna bagi semua para pembaca.
Harapan saya dan kelompok semoga laporan ini membantu menambah pengetahuan Nama
obat pada sistem saraf tepi,Farmakokinetik dari salah satu obat tersebut, Farmakodinamik,
Efek Samping , Indikasi dan Kontraindikasi, Pengkajian, Perencanaan , Intervensi
Keperawatan dan Evaluasi, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya dan kelompok akui masih banyak kekurangan karena pengalaman
yang saya dan kelompok miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Golongan Obat
Nama Obat
Farmakodinamik
Farmakokinetik
Efek Samping
Asuhan keperawatan

BAB III
A. Penutup
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar. Sistem saraf
sadar meliputi sistem saraf kepala (kranial), sedangkan sistem saraf tak sadar dibagi
menjadi dua macam yaitu saraf simpatik dan parasimpatik.
- Sistem saraf sadar
Sistem saraf sadar merupakan saraf yang mengatur gerakan yang dilakukan secara
sadar. Sistem saraf sadar dibagi menjadi dua macam yaitu kranial dan spinal.
Sistem saraf kranial atau kepala disusun oleh 42 pasang saraf yang kelur dari otak.
Saraf kranial berhubungan dengan reseptor dan efektor untuk daerah kepala.
Sedangkan saraf spinal disusun oleh 31 pasang saraf yang keluar dari sumsum
tulang belakang.
- Sistem saraf tak sadar
Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagin, yaitu :
a. Sistem saraf simpatik berisafat eksitasi
Sistem saraf ini terdiri atas serangkaian urat kembar berupa ganglion-ganglion
yang tersebar di beberapa daerah, seperti daerah leher, dada, pinggang dan
pelvis. Serabut saraf simpatik berfungsi untuk merangsang kerja otot jantung,
otot-otot tak sadar semua pembuluh darahdan semua alat-alat dalam seperti
lambung, pankreas dan usus. Selain itu, merangsang serabut motorik
sekretorik pada kelenjar keringat dan mempertahankan tonus semua otot
termasuk tonus otot sadar.
b. Sistem saraf parasimpatik bersifat inhibisi
Susunan saraf ini berupa jaringan susunan saraf yang berhubungan dengan
ganglion-ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Sistem saraf ini memiliki
fungsi kebalikan dari saraf simpatik.
Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari
sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem saraf ini
terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks
dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion
disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf
post ganglion.
Fungsi sistem saraf simpatik dan prasimpatik selalu berlawanan. Sistem saraf
parasimpatik terdiri dari keseluruhan nervus vagus bersama cabang-cabangnya
ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.
Fungsi sistem saraf otonom :
a. Parasimpatik
1. Mengecilkan pupil
2. Menstimulasi aliran ludah
3. Memperlambat denyut jantung
4. Membesarkan bronkus
5. Menstimulasi sekresi kelenjar pencernaan
6. Mengerutkan kantung kemih
b. Simpatik
1. Memperbesar puil

2. Menghambat aliran ludah


3. Mempercepat denyut jantung
4. Mengecilkan bronkus
5. Menghambat sekresi kelenjar pencernaan
6. Menghambat kontraksi kandung kemih
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan sistem saraf tepi ?
b. Apa saja golongan obat untuk sistem saraf tepi ?
c. Apa saja nama obat untuk sistem saraf tepi ?
d. Apa saja efek samping dari obat sistem saraf tepi ?
e. Bagaimana pengkajian keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi ?
f. Bagaimana perencanaan keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi ?
g. Bagaimana diagnosa keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi ?
h. Bagaimana intervensi keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi ?
i. Bagaimana evaluasi keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi ?
C. Tujuan
a. Mengetahui yang termasuk di dalam obat sistem saraf tepi
b. Mengetahui golongan obat untuk sistem saraf tepi
c. Mengathaui nama obat untuk sistem saraf tepi
d. Mengetahui efek samping dari obat untuk sistem saraf tepi
e. Mengetahui pengkajian keperawatan tentang obat untuk saraf tepi
f. Mengetahui perencanaan keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi
g. Mengetahui diagnosa keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi
h. Mengethaui intervensi keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi
i. Mengetahui eveluasi keperawatan tentang obat untuk sistem saraf tepi

BAB II

A. Golongan Obat
Obat otonom adalah obat yang bekerja pada berbagai bagaian susunan saraf otonom,
mulai dari sel saraf sampai dengan sel efektor.
Secara anatomi susunan saraf otonom terdiri atas praganglion, ganglion dan
pascaganglion yang mempersarafi sel efektor. Serat eferen persarafan otonom terbagi
atas sistem persarafan simpatis dan parasimpatis. Berdasarkan macam saraf otonom
tersebut, maka obat otonomik digolongkan menjadi :
1. Saraf Parasimpatis
a. Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf parasimpatis.
b. Parasimpatolitik atau Antagonis Kolinergik

Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf parasimpatis


2. Saraf Simpatis
a. Simpatomimetik atau Adrenegik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas
susunan saraf simpatis.
b. Simpatolitik atau Antagonis Adrenegik
Menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf simpatis.
Obat Ganglion
Merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion, baik pada saraf
parasimpatis maupun pada saraf simpatis.
MEKANISME KERJA OBAT OTONOMIK
a. Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral/transmitor dengan cara
menghambat atau mengintensifkannya.
b. Mekanisme kerja obat otonomik timbul akibat interaksi obat dengan reseptor
pada sel organisme.
c. Terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas oleh
obat tersebut.
Pengaruh obat pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
a.
Kolinergik
- Hemikolonium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf dengan
demikian mengurangi sintesis ACh.
- Toksin botulinus menghambat penglepasan ACh di semua saraf kolinergik
sehingga dapat menyebabkan kematian akibat paralisis pernafasan perifer.
Toksin ini memblok secara irreversible penglepasan ACh dari gelembung
saraf di ujung akson dan merupakan salah satu toksin paling proten.
Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
- Toksin tetanus mempunyai mekanisme kerja yang serupa.
b.
Adrenergik
- Metiltirosin memblok sntesis NE dengan menghambat tirosin hidroksilase
yaitu enzim yang mengkatalisis tahap penentu pada sntesis NE.
- Metildopa menghambat dopa dekarboksilase
- Guanetidin dan bretilium menggangu penglepasan dan penyimpanan NE.
2. Menyebabkan pepasan transmitor
a. Kolinergik
- Racun laba-laba black widow menyebabkan penglepasan ACh (eksositosis)
yang berlebihan, disusul dengan blokade penglepasan ini.
b.
Adrenergik
- Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan penglepasan
NE yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek
simpatomimetik.
- Reseprin memblok transpor aktif NE ke dalam vesikel, menyebabkan
penglepasan NE secara lambat dari dalam vesikel ke aksoplasma sehingga
NE dipecah oleh MAO. Akibatnya terjadi blokade adrenergik akibat
pengosongan depot NE di ujung saraf.
3. Ikatan dengan reseptor
- Agonis adalah obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek
yang mirip dengan efek transmitor.

Antagonis atau blocker adalah obat yang hanya menduduki reseptor tanpa
menimbulkan efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor
karena tergesernya transmitor dari reseptor.
4. Hambatan destruksi transmitor
a. Kolinergik
- Antikolinesterase kelompok besar zat yang menghambat destruksi ACh
karena menghambat AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan di
reseptor muskarinik oleh ACh dan terjadinya perangsangan yang disusul
blokade di reseptor nikotinik.
b. Adrenergik
- Kokain dan imipramin mendasari
peningkatan
respon
terhadap
perangsangan simpatis akibat hambatan proses ambilan kembali NE
setelah penglepasanya di ujung saraf. Ambilan kembali NE setelah
penglepasanya di ujung saraf merupakan mekanisme utama penghentian
transmisi adrenergik.
- Pirogalol (penghambat
COMT)
sedikit
meningkatkan
respons
katekolamin.
B. Nama Obat
Obat-obat yang menghasilkan efek terapeutik utamanya dengan menyerupai atau
mengubah fungsi sistem saraf otonom, disebut obat-obat otomon. Obat-obat yang
mempengaruhi sistem saraf otonom dibagi dalam dua subgrup sesuai dengan
mekanisme kerjanya terhadap tipe neuron yang dipengaruhi.
1. Agonis kolinergik
Agonis kolinergik meniru efek asetilkolin dengan cara berikatan langsung pada
kolinoseptor. Obat ini adalah ester sintetik kolin, seperti karbakol dan betanekol,
atau alkaloid alam seperti pilokarpin.
a. Agonis kolinergik langsung
- Asetilkolin
- Betanekol
- Karbakol (karbamikolin)
- Pilokarpin
b. Inhibitor kolinesterase
Antikolinesterase Reversibel
Fisotigmin
Neostigmin
Piridogstimin
Edrofonium
Antikolinesterase Irreversibel
Isoflurofat
2. Antagonis Kolinergik
a. Obat antimuskarinik =atropin,skopolamin,Ipratropium
b. Penyekat ganglionik = Nikotin, Trimetafan, Mekamilamin
c. Obat penyekat neuromuskular = Penyekat nondepolarisasi
(kurare,tubokuarin),Obat depolarisasi (suksisnilkolin)
3. Agonis adrenergik
a. Agonis bekerja langsung
- Epinefrin
- Norepinefrin
- Isoproterenol

- Dopamin
- Dobutamin
- Fenilefrin
- Metoksamin Kionidin
- Metaproterenol
- Terbutalin
- Albuterol
b. Agonis adrenergik bekerja tidak langsung
Amfetamin
Tiramin
c. Agonis adrenergik bekerja ganda
Efedrin
Metaraminol
4. Antagonis adrenergik
a. Obat penyekat adrenergik
Fenoksibenzamin
Fentolamin
Prazosin, terazosin, dan doksazosin
b. Obat penyekat adrenergik
Propranolol: suatu antagonis- non-selektif
Timolol dan nadolol: antagonis- non-selektif
Asebutolol, atenolol, metoprolol, dan esmolol antagonis selektif
Pindolol, dan asebutolol: antagonis dengan aktivitas agonis parsial
Labetalol penyekat dan
c. Obat-obat yang mempengaruhi pelepasan atau ambilan kembali
neurotransmitter
Reserpin
Guanetidin
C. Efek Samping
Efek samping dari penggunaan anestetik lokal terjadi akibat khasiat dari
kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung), mengakibatkan hipersensitasi berupa
dermatitis alergi.
Dapat menimbulkan pacuan kolinergik umum. Termasuk dalam pacuan ini
adalah keringat, salivasi, kemerahan, penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen,
diare dan bronkospasme.
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini terutama
terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi
D. Farmakodinamik
isoniazid menghambat sintesis dinding sel dari basil tuberkolase. Obat ini biasanya
diresepkan bersama agen antituberkolase lainnya. Mula kerja dan waktu mencapai
kadar puncak untuk pemakaian oral dan intramuscular dari isoniazid adalah sama.
Jalur obat ini memiliki 2 jalur. Jalur pertama (isoniazid, rifampin, etambutol dan
streptomisin) dianggap lebih efektif dan kurang toksit daripada obat-obat jalur kedua
dalam mengobati tuberkolase.
Sedangkan jalur yang kedua (asam para amino, salisilat, klananisin, sikroserin,

etionamid, krapreomisin, dan pirajinamik) tidak seefektif obat-obat jalur pertama dan
beberapa diantaranya lebih toksit.
E. Farmakokinetik
Isonazid diabsorbsi dengan baik melalui saluran gastrointertinal. Obat ini juga
diberikan memlaui intramuskular dan intravena. Obat ini mempunyai tingkat
peningkatan pada protein yang sangat rendah (10%) dan waktu paruhnya adalah 1-4
jam. Isoniazid dimetabolisme oleh hati dan 505 dari obat ini diekskresikan tanpa
menalami perubahan kedalam urin.
F. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Perawat mengkaji riwayat kesehatan klien dan perawat berusaha memperoleh
gambaran umum status kesehatan klien seperti riwayat penyakit sekarang dan
riwayat penyaki tdahulu.
- Riwayat penyakit sekarang
Jika keluhan utama nyeri maka perlu di uraikan bagaimana proses
nyeri tersebut terjadi , hal yang di tanyakan meliputi nyeri secara
PQRST.
Apabila klien sudah lama di rawat di rumah sakit atau pindahan
ruangan lain maka penting di tanyakan apakah keluhan utama masih
sama seperti pada saat masuk rumahsakit, kemudian diuraikan
bagaimana tindakan dan pengobatan yang sudah di dapatkan klien.
- Riwayat penyakit dahulu
Perawat perlu menanyakan pada klien, apakah klien menggunakan
obat-obat, seperti analgetik, sedatif atau perangsang sistem saraf.
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengeluh gejala sakit
kepala, kejang, kebas, kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan, nyeri
atau perubahan dalam bicara di masa yang lalu.
Diskusikan dengan pasangan klien, anggota keluarga atau teman klien
mengenai perubahan perilaku klien akhir-akhir ini, contohnya :
perubahan suasana hati dan kehilangan ingatan.
1. Perawat juga mengkaji psikososial klien yang meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilakuklien.
2. Perawat mengkaji kemampuan koping normal. Pengkajian mekanisme koping yang di
gunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga serta masyarakat dan respon
atau pengaruhnya dalamkehidupansehari-harinya baik dalam keluarga maupun
masyarakat.
3. Perawat juga mengkaji sosio ekonomi spiritual klien.
b. Diagnosa Keperawatan
- Kerusakan fisik berhubungan dengan kelemahan dan paralisis ekstremitas
- Nyeri berhubungan ddengan iritasi atau tekanan saraf
- Retensi urin berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (kehilangan
sensai dan refleks spfingter)
- Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ulkes pada kaki karena kerusakan
pada sistem saraf

- Resiko tinggi cidera berhubungan dengan hilangnya sensai nyeri dan suhu
c. Perencanaan
Hasil pemeriksaan dahak klien untuk basil tahan asam akan menjadi negatif dalam
waktu 2-3 bulan setelah diberikan terapi obat antituberkolase.
d. Pelaksanaan
Beriakan isoniazid jam sebelum atau 2 jam setelah makan. Makanan
menurunkan laju absorbsi.
Ambil spesimen dahak untuk pemeriksaan basil tahan asam pada pagi hari
sekali. Biasanya, tiga spesimen dahak pada pagi hari berturut-turut dikirim ke
laboratorium dan ini secara rutin diulang beberapa minggu kemudian.
Berikan pirikdosin yang diresepkan bersama isoniazid untuk mencegah
neuropati perifer.
Lakukan pemeriksaan mata pada klien yang memakai isoniazid dan etambutol.
Gangguan pengelihatan dapat timbul jika memakai obat-obat antituberkolase.
e. Evaluasi
Evaluasi efektifitas obat-obat antituberkolase, spesimen dahak untuk basil tahan
asam harus negatif setelah memakai antituberkolase selama beberapa minggu
sampai beberapa bulan.
f. Pendidikan kesehatan
Beritahu klien untuk memakai obat-obatan sesuai dengan resep.
Beritahu klien untuk tidak memakai antasid selama memakai antituberkolase
karena antasid mengurangi absorbsi obat-obatan antituberkolase.
Beritahu klien untuk menghindari alkohol karena dapat meningkaykan resiko
hepatosisitas.
Nasihatkan klien untuk mematuhi perjanjian kunjungan dokter untuk
pemeriksaan.
Beritahu klien yang memakai rifampin bahwa urin, fese, air liur, dahak,
keringat dan air mata dapat berwarna merah jingga yang tidak berbahaya.
Nasihatkan klien yang menerima etambutol untuk memakainya sebagai dosis
tunggal sebagai usaha untuk mencegah-mencegah masalah pengelihatan.

BAB III

A. Saran
Adapun saran yang ingin saya bagikan kepada para pembaca mengenai teori dari obat
pada sistem saraf tepi agar menambah wawasan tetapi kalo hanya wawasan sangatlah
kurang, jadi nya seringlah kita melakukan pengobatan benar dari penggunaan obat
pada saraf tepi.

DAFTAR PUSTAKA
Bertram G, Katzung . 1998 . Farmakologi Dasar dan Klinik . Jakarta : EGC
Joyce L.Kee .evelyn R Hayes . 1996 . Farmakologi Pendekatan Proses Keperwatan .
Jakarta : EGC
Bertram G, Katzung . 2002 . Farmakologi Dasar dan Klinik . Jakarta : Salemba Medikas
Mutaqin Arif . 2010 . Asuhan klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta : Salemba
Medika
Nugroho, Agung Endro . 2012 . Farmakologi : Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan . Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai