Rumyang : menggambarkan seseorang yang beranjak dewasa dan serba ingin tahu
terhadap lingkungan sekitarnya. Gerakannya lincah, lembut, tegas dan terputus-putus
dengan kedok berwarna merah jambu (pink)
Tumenggung/Patih : karakteristik Tumenggung adalah gagah. Tarian ini
dilatarbelakangi oleh kisah Tumenggung Magang Diraja yang diutus untuk
menaklukkan Jinggananom. Kedok yang harus digunakan oleh tokoh Tumenggung
adalah Slasi, Drodos dan Sanggan. Sementara tokoh Jinggananom memakai kedok
Tatag Prekicil, Peloran dan Mimis
Kelana/Rowana: menggambarkan personalitas raja yang gagah dan angkara murka.
Kedok yang digunakan berwarna merah tua atau kecoklatan. Dengan ciri khas
berkumis dan berjambang tebal, serta memakai mahkota susun emas.
Didalam pertunjukkan topeng Cirebon yang utuh, terdapat beberapa macam kedok
bodor yang juga ikut ditampilkan, antara lain kedok tembeb, pentul dan dayun.
Adapun susunan Tari Topeng Priangan mencakup tiga watak yaitu :
Tari Topeng Tumenggung, menggambarkan watak seorang pejabat tinggi yang
karismatik, berpengaruh dan disegani masyarakat sekitarnya.
Tari Topeng Kencana Wungu, menggambarkan karaktek yang lincah dan dinamis,
dengan kedok berwarna telor asin.
Tari topeng kelana : menggambarkan karakter yang enerjik dan kasar.
2.TARI WAYANG
Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad ke16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh seniman keliling
yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung dan Tasikmalaya.
Berdasarkan segi penyajiannya tari wayang dikelompokkan menjadi 3 bagian antara
lain :
1.Tari Tunggal yaitu tarian yang dibawakan oleh satu orang penari dengan
membawakan satu tokoh pewayangan. Contoh : Tari Arjuna, Gatotkaca, dll
2.Tari berpasangan, yaitu tarian yang dibawakan oleh dua orang penari atau lebih
yang keduanya saling melengkapi keutuhan tariannya, contoh : Tari Sugriwa, Subali
dll.
3.Tari Massal yang berjumlah lebih dari satu penari dengan tarian atau ungkapan yang
sama. Contoh : Tari Monggawa, Badaya.
Tari wayang memiliki tingkatan atau jenis karakter yang berbeda misalnya karakter
tari pria dan wanita. Karakter tari wanita terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh
Subadra dan Arimbi serta ladak untuk tokoh Srikandi.
Sedangkan karakter tari pria terdiri dari :
Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu.
Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa
Satria Ladak Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi Karna dan
sebagainya
Monggawa Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima
Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca
Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.
Secara garis besar, jika dilihat dari segi koreografinya tari wayang memiliki tiga
gerakan utama yaitu :
Pokok ialah patokan tarian, gerak tersebut antara lain adeg-adeg, jangkung ilo,
mincid, keupat, gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir, mamandapan, dan calok
sembahan
Peralihan ialah gerak sebagai sisipan yang digunakan sebagai peralihan dari gerak
satu ke gerak yang lainnya. Misal cindek, raras, trisi dan gedig. Khusus ialah gerak
secara spesifik yang terdapat pada tari tertentu.
3.TARI KURSUS
Berdasarkans etimologinya, arti kata khusus berasal dari Bahasa Belanda Curcus yaitu
belajar secara teratur. Tari Kursus merupakan perkembangan dari tari Tayub yang
tumbuh dan berkembang pada masa keemasan kaum bangsawan tempo dulu.
Tari kursus berdiri pada 1927 yang dikenal dengan nama perkumpulan Wirahmasari
pimpinan R. Sambas Wirakusumah dari Ranca Ekek Bandung. Tari Kursus
merupakan salah satu tarian yang diajarkan secara sistematis dan mempunyai patokan
atau aturan tertentu dalam cara membawakannya. Disamping itu tari kursus juga
mempunyai nilai estetis yang cukup tinggi dan kaya akan pokabuler gerak.
Berdasarkan bentuk penyajiannya tari kursus dibagi kedalam 5 tahapan yakni :
1.Tari Lenyepan : karakternya lembut, halus, selaras dengan Satrias Lungguh.
2.Tari Gawil : karakternya lanyap atau ladak selaras dengan Satria Dangah
3.Tari Kawitan : karakternya lenyep atau lanyap dan Ponggawa.
4.Tari Gunungsari : karakternya ponggawa lungguh
5.Tari Kastawa : karakternya agung
Tatanan gerak tari kursus dapat dibagi kedalam lima kelompok yang terdiri dari :
1.Gerak Pokok : rangkaian dari gerak unsur, penghubung dan peralihan
2.Gerak Unsur : sikap-sikap yang terdiri dari kesatuan bentuk-bentuk yang terdapat
pada kaki, lengan, kepala, leher, bahu, badan dan mata
3.Gerak Penghubung : menghubungkan bentuk sikap yang satu untuk mencapai
bentuk atau sikap lainnya
4.Gerak Peralihan : menyangkut perpindahan adegan terutama pada gerak-gerak
pokok yang satu kepada yang lain
5.Gerak Pelengkap : gerak sisipan yang memperindah gerak dan sikap.
Karawitan yang digunakan dalam penyajian tari kursus adalah gamelan pelengkap
dengan laras Salendro atau Pelog. Waditranya terdiri dari saron satu dan dua,
seperangkat kendang, demung, kenong, rebab, gambang, bonang, rincik, penerus,
peking, kecrek, selentem, kempul dan gong besar. Pada umumnya jenis lagu yang
dibawakan yaitu lagu ageung, opat wilet naek lagu kering dua dan tiga dengan tempo
4 gurudugan.
4.Tari Jaipongan
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman
asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah
satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul
perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau
Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak
mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk
mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan
merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari
pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari
pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara
gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang
mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916.
Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah
ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola
gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton
yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih
perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa
Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan
sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya
mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub).
Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari,
khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian
dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola
tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun
dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari
Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing
Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu
perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari
Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing
Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu
menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
5.Tari Merak
Tari Merak, adalah sebuah tari yang mengisahkan kehidupan burung merak yang
serba indah dan memukau.
adalah Dewi Sinta. Di sinilah para penonton tertawa tergelak-gelak, melihat adegan
yang lucu tersebut.
9.TOPENG DINAAN
Adalah jenis Ibing (tari) Topeng yang menyebar di Kabupaten Cirebon, Indramayu
dan Majalengka, Jawa Barat. Pertunjukkannya sehari suntuk (sedina/sadinten).
Dipertunjukkan setela pementasan Wayang Kulit pada upacara Babarit.
Selain sebagai pelengkap setelah upacara Babarit, Topeng Dinaan pun di pertunjukkan
pada acara selamatan, khitanan, pernikahan bahkan pada pesta kenegaraaan atau harihari penting lainnya.
Dalam topeng dinaan disajikan tari topeng watak yang terdiri dari: Tari Topeng Panji,
melambangkan manusia yang berkelakuan baik, bersih seperti bayi baru lahir. Tari
Topeng Panji berwatak Lungguh (tenang); Tari Topeng Pamindo melambangkan orang
beranjak remaja, berwatak Ganjen (lincah); Tari Topeng Rumiang baru beranjak akan
dewasa, berwatak agak ganjen ; Tari Topeng Tumenggung, melambangkan orang yang
sudah dewasa, berwatak mapan (mempunyai keyakinan); Tari Topeng Kalana
melambangkan orang yang sudah mempunyai waktu, berwatak garang.
Untuk memperpanjang waktu pagelaran, pertunjukannya diselingi oleh Bodor
(lawakan) dengan Ibing Topeng Bodor, yang kadang-kadang pula disertai oleh Nayaga
uang muncul di pentas dan pada sat ini penari utama beristirahat.
Tari Topeng Bodornya yaitu Pentul (laki-laki) dan Nyo (wanita) yang muncul pada
adegan terpisah. Pada Tari Tumenggung disertai oleh Tari Jinggaanom yang bersifat
agak jenaka
10.Tari Srimpi
Suatu jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh 4 penari,
karena kata srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi Renggowati
penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata
impi atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu
sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat
mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama ( api)
2. Angin ( Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi ( Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan istana
Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton.
Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari
Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan
antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu
manusia.
11.Tari Gambyong
Tarian Klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah yang menggambarkan sifat-sifat
wanita yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut lincah dan terampil. Meskipun
begitu sebagai seorang wanita tetap menonjolkan keluwesannya. Nama tari
Gambyong disesuaikan dengan nama gending yang mengiringinya. Contoh :
Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan Gambyong Pangkur.
12.Bedhaya Ketawang
Bedhaya Ketawang adalah juga salah satu tarian tradisional yang datang dari SOLO
dan Jogja ( Pulau Jawa bagian Tengah). Kita sering lihat tarian ini dalam beberapa
aktivitas seperti suatu upacara penobatan raja, festival atau pertunjukan. Bedhaya
Ketawang dimainkan oleh 9 penari. Masing-Masing penari mempunyai tugas dan
nama khusus. Nama mereka adalah Batak ( penari pertama), Endhel Ajeg, Endhel
Weton, Apit Ngarep, Apit Mburi, Apit Meneg, Gulu, Dhada, dan Boncit.
Tarian ini pada umumnya ditemani oleh Musik Jawa Orkes yang disebut Gamelan.
Gamelan ini dinamai Gamelan Kyai Kaduk Manis yang terdiri dari dari banyak
instrumen musik seperti kendhang Ageng ( kendhang besar), Kendhang Ketipung,
Kenong, dan kethuk
13.Seni Barong Blora,
merupakan salah satu kesenian rakyat yang sangat populer di kalangan masyarakat
Blora. Alur cerita bersumber dari hikayat panji. Di dalam seni Barong tercermin sifatsifat kerakyatan seperti spontanitas, sederhana, keras, kompak yang dilandasi
kebenaran. Kesenian barongan berbentuk tarian kelompok yang terdiri dari tokoh
adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. seorang anak wanita dengan
menggendong boneka mainan dan payung terbuka, menari dengan hati-hati di atas
kendi yang diinjak dan tidak boleh pecah. Tarian ini melambangkan seorang ibu yang
menjaga anak-anaknya dengan hati-hati.
Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan
Pegunungan/ Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu
yang menjaga anaknya yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih
sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang ditimang-timang akhirnya
meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta perlengakapan tarinya
sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuanperempuan cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari
Bondan adalah kembang kampung. Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena
sambil menggendong boneka, si penari harus siap-siap naik di atas kendi yang
berputar sambil memutar-mutarkan payung kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya
menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai
Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul payung,
dan membawa kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang
Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal
pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya
diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing.
Ciri tarian
:yaitu mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai
caping dan membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan kehidupan
petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas
satu demi satu dengan membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari
Bondan Cindogo atau Mardisiwi.
18.Beksan Wireng
berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul, yang 'aeng',
yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan
tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan
alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan
perang dengan menggunakan alat perang.
Ciri-ciri tarian ini :
Popular
Tags
Blog Archives
Popular
Bagi teman-teman yang sedang mengalami masalah yang sama seperti yang pernah saya
alami, yakni ketika menginstall beberapa jenis aplikasi d...
Mitos masyarakat teluk Prigi tentang pembuatan kawasan teluk Prigi merupakan asal
mengenai terjadinya tradisi larung sembonyo. Tradisi ini bermula dari suatu peristiwa yang dianggap pernah terjadi , yaitu perkawinan antar
Raden Nganten Gambar Inten, dengan Raden Tumenggung Kadipaten Andong Biru. Raden Nganten Gambar Inten juga terkenal dengan nama
raden Nganten Tengahan.
Perkawinan itu dilaksanakan sebagai syarat keberhasilan Raden Tumenggung Andong Biru Atau Raden Tumenggung Yudo negoro membuka
hutan wilayah teluk Prigi dan sekitarnya untuk dijadikan daerah pedesaan, yang sebelumnya dikenal sebagai hutan yang sangat angker dan tidak
dapat dihuni manusia.
Pelaksanaan upacara adat larung sembonyo menggambarkan kesibukan keluarga yang punya hajat mengawinkan dan mengadakan pesta untuk
memeriahkan perkawinan itu.
Pelarungan sembonyo dan berbagai asahan dan sesaji didorong oleh niat, harapan dan permohonan untuk mendapatkan keselamatan dan
memperoleh hasil dari laut dan daratan yang melimpah.
Perkawinan itu dilaksanakan pada hari senin kliwon , bulan selo, dimeriahkan dedngan
kesenian Tayub selama 40 hari 40 malam. Bertolak dari dongeng itulah upacara adat Larung Sembonyo dilaksanakan dari tahun ke tahun oleh
masyarakat teluk Prigi sampai sekarang.
Secara garis besar tahap tahap upacara adat Larung Sembonyo dibagi menjadi dua tahap persiapan yang meliputi: malam widodaren membuat
sembonyo, kembar mayang, menyiapkan encek /sesaji serta menyiapkan kesenian jaranan untuk penggiring dan tahap pelaksanaan.
Sedangkan tahap pelaksanaan upacara Larung sembonyo: arak-arakan diberangkatkan dari kantor kecamatan watulimo menuju tempat pelelangan
ikan yang telah dihiasi layaknya pesta perkawinan. Sembonyo diusung yang diriingi para petugas upacara dalam formasi tertentu.
Setelah dilakukan suguh, maka sembonyo ditaruh diatas gethek kemudian dilarung kelaut lepas.
Tiban
Tiban merupakan tradisi masyarakat Trenggalek yang dilakukan dimusim kemarau untuk
meminta hujan kepada Tuhan. Pertunjukkan ini diadakan ditempat terbuka disiang hari dibawah
terik matahari yang panas.Peserta tiban hanya mengenakan celana dan tidak diijin mengenakan
baju atas. Mereka memakai pecut (sebagai alat pemukul) yang dibuat dari ranting pohon aren,
dan yang menarik mereka bisa membuat pecut yang akan dipakai sendiri untuk bertanding.
Pertandingan ini diiringi spesial music dari kendang, sejenis dengan musik
jaranan. Peserta pertandkngan saling mendera, biasanya dikenakan dibagian
punggung, dan dilarang mengenakan bagian leher keatas. Untuk menjaga
jalannya pertunjukan agar berjalan secara adil, biasanya ada seorang yang
berperan sebagai penengah.
Tari Remo
Tari Remo adalah tari putra yang berkaitan dengan pertunjukkan ludruk, yaitu berfungsi sebagai
tari pembukaan . Perkembangan tari Remo memiliki struktur yang relatif permanen sekitar tahun
1950 an, yang didasarkan pada struktur pola kendang pada gending Jula-juli atau Surabayan.
dengan lahirnya ludruk lerok, dan mencapai bentuk kesempurnaan sekitar tahun 1950an seiring
dengan keberadaan pertunjukkan Ludrug. Seperti yang disaksikan oleh Cliford Geertz ketika
menonton pertunjukan Ludruk Marhen di Pare Kediri. Waktu itu Geertz menenali tari Remo
sebagai bentuk tari yang memiliki karakteristik seperti tari Madura .
Penelitian penulis tentang Evolusi Tari Remo Malang menemukan kronologi perkembangan
tari Remo sebagai berikut: Sekitar tahun 1940-an seorang sutradara yang bernama Om Sagi
menggagas karakteristik tari Remo dengan mengangkat tokoh legendaris yang bernama
Sumogambar, tokoh ini merupakan tokoh antagonius sebagai penyamun (brajak laut) yang
dikenal dengan sebutan Brajak. Kemudian pada tahun 1950-an seorang sutradara ludruk
Nusantara yang bernama: Subur mulai menggagas karakteristik tari Remo yang dikaitkan dengan
tokoh kepahlawanan, yaitu bupati dari Madura. bernama Cakraningrat. Sejalan mulai
dikenalnya karakteristik tari Remo Cakraningrat, kemudian muncul karaktersitik tari Remo yang
lain yaitu Sawunggaling (pahlawan dari Surabaya). Dua karakteristik tari Remo yang terakhir
ternyata masih populer hingga sekarang.
Diposkan oleh Robby_Hidayat
1. I.
1. Tegak, pandangan lurus kedepan
2. Tolehan kanan
2. Tolehan kanan
3. Tolehan kiri
3. Tolehan kiri
6. Tolehan atas
7. Tolehan bawah
7. II.
Badan
Badan
Gerak Tangan
1. Pentongan, merentangkan tangan
Gerak Tangan
1. Pentongan mapah, melentangkan
tangan seperti pelepah pisang
2. Ngendewa
2. Gendewa
3. Tanjak keris
3. Sembahan depan
4. Kebat sampur
4. Kebat sampur
5. Seblak sampur
5. Seblak sampur
6. Atrap iket
6. Sekar suwun
7. Ngilo (mengaca)
7. Tasikan
8. Ukel suweng
9. Ore rekmo
10. Ongkekan
9. Ngerawit ngelincir
10. Ceklekan
11. Ulap-ulap bumi langit
12. Sembahan akhir
13. IV.
Gerak Kaki
Gerak Kaki
1. Tanjek
1. Tanjek
2. Junnjungan
2. Junjungan
3. Geduk
3. Gejuk entrem
4. Labas
4. Tindak
5. Jluwet
5. Sirik
6. Ngayam alas