Anda di halaman 1dari 13

1.

Tari Topeng

Secara historis, pertunjukkan tari topeng diawali di Cirebon tepatnya pada abad ke-19 yang
dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje Somantri (1951) daerah Jawa Barat antara
lain Sumedang, Bandung, Garut dan Tasikmalaya pada tahun 1930 didatangi oleh rombongans
topeng berupa wayang wong dengan dalangnya bernama Koncer dan Wentar. Berdasarkan data
historis inilah teori awal munculnya tari topeng ke Jawa Barat (Priangan) ditetapkan sebagai
awal perkembangan Tari Topeng Priangan.

Bentuk pertunjukkan tari topeng dibedakan atas dua bentuk pertunjukan yaitu topeng Cirebon
dan Topeng Priangan. Adapun bentuk pertunjukkan Tari Topeng Cirebon memiliki bermacam-
macam bentuk yaitu :

Topeng Babarang / Baragan

Topeng Hajatan / Dinaan

Topeng Ngunjung

Topeng Kuputarung

Sedangkans topeng Priangan hanya tersaji dalam satu bentuk saja yang lebih bersifat
entertaintment (hiburan)

Susunan penyajian tari topeng pun memiliki perbedaan. Tari Topeng Cirebon memiliki lima
bagian penyajian yaitu : Panji, dilakukan pada bagian pertama, karakteristiknya halus atau
lungguh, memakai kedok yang berwarna putih

Pamindo/Samba : menggambarkan seorang raja yang menginjak dewasa yang serba ingin tahu,
gerakannya enerjik, lincah dan penuh dinamika

Rumyang : menggambarkan seseorang yang beranjak dewasa dan serba ingin tahu terhadap
lingkungan sekitarnya. Gerakannya lincah, lembut, tegas dan terputus-putus dengan kedok
berwarna merah jambu (pink)

Tumenggung/Patih : karakteristik Tumenggung adalah gagah. Tarian ini dilatarbelakangi oleh


kisah Tumenggung Magang Diraja yang diutus untuk menaklukkan Jinggananom. Kedok yang
harus digunakan oleh tokoh Tumenggung adalah Slasi, Drodos dan Sanggan. Sementara tokoh
Jinggananom memakai kedok Tatag Prekicil, Peloran dan Mimis
Kelana/Rowana: menggambarkan personalitas raja yang gagah dan angkara murka. Kedok yang
digunakan berwarna merah tua atau kecoklatan. Dengan ciri khas berkumis dan berjambang
tebal, serta memakai mahkota susun emas.

Didalam pertunjukkan topeng Cirebon yang utuh, terdapat beberapa macam kedok bodor yang
juga ikut ditampilkan, antara lain kedok tembeb, pentul dan dayun.

Adapun susunan Tari Topeng Priangan mencakup tiga watak yaitu :

Tari Topeng Tumenggung, menggambarkan watak seorang pejabat tinggi yang karismatik,
berpengaruh dan disegani masyarakat sekitarnya.

Tari Topeng Kencana Wungu, menggambarkan karaktek yang lincah dan dinamis, dengan kedok
berwarna telor asin.

Tari topeng kelana : menggambarkan karakter yang enerjik dan kasar.

2.TARI WAYANG

Tari wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad ke-16 oleh
Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh seniman keliling yang datang ke
daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung dan Tasikmalaya.

Berdasarkan segi penyajiannya tari wayang dikelompokkan menjadi 3 bagian antara lain :

1.Tari Tunggal yaitu tarian yang dibawakan oleh satu orang penari dengan membawakan satu
tokoh pewayangan. Contoh : Tari Arjuna, Gatotkaca, dll

2.Tari berpasangan, yaitu tarian yang dibawakan oleh dua orang penari atau lebih yang keduanya
saling melengkapi keutuhan tariannya, contoh : Tari Sugriwa, Subali dll.

3.Tari Massal yang berjumlah lebih dari satu penari dengan tarian atau ungkapan yang sama.
Contoh : Tari Monggawa, Badaya.

Tari wayang memiliki tingkatan atau jenis karakter yang berbeda misalnya karakter tari pria dan
wanita. Karakter tari wanita terdiri dari Putri Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta
ladak untuk tokoh Srikandi.

Sedangkan karakter tari pria terdiri dari :

Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu.


Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa

Satria Ladak Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi Karna dan sebagainya

Monggawa Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima

Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca

Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.

Secara garis besar, jika dilihat dari segi koreografinya tari wayang memiliki tiga gerakan utama
yaitu :

Pokok ialah patokan tarian, gerak tersebut antara lain adeg-adeg, jangkung ilo, mincid, keupat,
gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir, mamandapan, dan calok sembahan

Peralihan ialah gerak sebagai sisipan yang digunakan sebagai peralihan dari gerak satu ke gerak
yang lainnya. Misal cindek, raras, trisi dan gedig. Khusus ialah gerak secara spesifik yang
terdapat pada tari tertentu.

3.TARI KURSUS

Berdasarkans etimologinya, arti kata khusus berasal dari Bahasa Belanda Curcus yaitu belajar
secara teratur. Tari Kursus merupakan perkembangan dari tari Tayub yang tumbuh dan
berkembang pada masa keemasan kaum bangsawan tempo dulu.

Tari kursus berdiri pada 1927 yang dikenal dengan nama perkumpulan Wirahmasari pimpinan R.
Sambas Wirakusumah dari Ranca Ekek Bandung. Tari Kursus merupakan salah satu tarian yang
diajarkan secara sistematis dan mempunyai patokan atau aturan tertentu dalam cara
membawakannya. Disamping itu tari kursus juga mempunyai nilai estetis yang cukup tinggi dan
kaya akan pokabuler gerak.

Berdasarkan bentuk penyajiannya tari kursus dibagi kedalam 5 tahapan yakni :

1.Tari Lenyepan : karakternya lembut, halus, selaras dengan Satrias Lungguh.

2.Tari Gawil : karakternya lanyap atau ladak selaras dengan Satria Dangah

3.Tari Kawitan : karakternya lenyep atau lanyap dan Ponggawa.

4.Tari Gunungsari : karakternya ponggawa lungguh


5.Tari Kastawa : karakternya agung

Tatanan gerak tari kursus dapat dibagi kedalam lima kelompok yang terdiri dari :

1.Gerak Pokok : rangkaian dari gerak unsur, penghubung dan peralihan

2.Gerak Unsur : sikap-sikap yang terdiri dari kesatuan bentuk-bentuk yang terdapat pada kaki,
lengan, kepala, leher, bahu, badan dan mata

3.Gerak Penghubung : menghubungkan bentuk sikap yang satu untuk mencapai bentuk atau
sikap lainnya

4.Gerak Peralihan : menyangkut perpindahan adegan terutama pada gerak-gerak pokok yang satu
kepada yang lain

5.Gerak Pelengkap : gerak sisipan yang memperindah gerak dan sikap.

Karawitan yang digunakan dalam penyajian tari kursus adalah gamelan pelengkap dengan laras
Salendro atau Pelog. Waditranya terdiri dari saron satu dan dua, seperangkat kendang, demung,
kenong, rebab, gambang, bonang, rincik, penerus, peking, kecrek, selentem, kempul dan gong
besar. Pada umumnya jenis lagu yang dibawakan yaitu lagu ageung, opat wilet naek lagu kering
dua dan tiga dengan tempo 4 gurudugan.

4.Tari Jaipongan

Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal
Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk
Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi
yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun
dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk
mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.

Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan,
yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama
Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi
maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

5.TARI MERAK

Tari Merak, adalah sebuah tari yang mengisahkan kehidupan burung merak yang serba indah
dan memukau.
6.TARI TOPENG KUNCARAN

Tari Topeng Kuncaran, merupakan sebuah tarian yang mengisahkan dendam kesumat seorang
raja karena cintanya ditolak.

7.TARI TOPENG CISALAK

Topeng Cisalak (masuk kategori kanda wetan=berbahasa Sunda) merupakan salah satu jenis
kesenian masyarakat sunda. Topeng Kinang Putra yang berada di Kampung Curug, Desa Cisalak
Kecamatan Cimanggis Kabupaten DT II Bogor merupakan salah satu contoh topeng Cisalak
yang legendaris. Perkumpulan topeng ini dipimpin oleh Dalih bin Djiun ini. Perkumpulan topeng
lainnya yang ada di Kabupaten Bekasi, Jakarta, Tangerang dll merupakan turunan atau pecahan
dari kelompok Topeng Kinang Putra.

Waditra yang digunakan sangat sederhana : rebab atau sulung, kendang, terbang, kromong,
kecrak. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu priangan. Selain menyajikan lagu topeng ini
juga menampilkan berbagai lakon: lawakan dan drama rumah tangga.

Meskipun Topeng Cisalak dikatakan juga sebagai Topeng Betawi tapi tidak berarti kesenian ini
berasal dari Betawi (DKI Jakarta). Kesenian ini merupakan sebagian dari khazanah kesenian
masyarakat Sunda Jawa Barat. Hanya karena daerah pementasan dan bahasa yang digunakan
adalah bahasa dan dialek Betawi maka disebut Topeng Betawi.

8.TARI TOPENG BABAKAN

Adalah pertunjukan jenis kesenian topeng yang ditanggap oleh seseorang hanya untuk macam
Tarian Topeng tertentu (Perbabak). Terdapat di Cirebon dan sekitarnya merupakan jenis seni tari
rakyat di Jawa Barat.

Satu Tarian Topeng berarti Satu Babak, Dua Tarian Topeng berarti Dua Babak. Biasanya yang
paling di senangi adalah Tari Topeng Kalana yang gagah, kedoknya berwarna merah, dengan
penampilan yang garang atau beringas.

Pada pertunjukkannya, mungkin juga dibubuhi dengan Tari Topeng Bodor. Umpamanya; kalau
yang dimaksud Tari Topeng Kalana itu adalah menggambarkan Rahwana yang murka dan
Gandrung, maka Panakawannya adalah Togog. Dia menghibur rajanya yang sedang kasmaran,
mabuk kepayang, merindukan Dewi Sinta. Togog oleh Rahwana dirangkul, sebab pandangan
Rahwana bahwa dihadapannya adalah Dewi Sinta. Di sinilah para penonton tertawa tergelak-
gelak, melihat adegan yang lucu tersebut.

9.TOPENG DINAAN
Adalah jenis Ibing (tari) Topeng yang menyebar di Kabupaten Cirebon, Indramayu dan
Majalengka, Jawa Barat. Pertunjukkannya sehari suntuk (sedina/sadinten). Dipertunjukkan setela
pementasan Wayang Kulit pada upacara Babarit.

Selain sebagai pelengkap setelah upacara Babarit, Topeng Dinaan pun di pertunjukkan pada
acara selamatan, khitanan, pernikahan bahkan pada pesta kenegaraaan atau hari-hari penting
lainnya.

Dalam topeng dinaan disajikan tari topeng watak yang terdiri dari: Tari Topeng Panji,
melambangkan manusia yang berkelakuan baik, bersih seperti bayi baru lahir. Tari Topeng Panji
berwatak Lungguh (tenang); Tari Topeng Pamindo melambangkan orang beranjak remaja,
berwatak Ganjen (lincah); Tari Topeng Rumiang baru beranjak akan dewasa, berwatak agak
ganjen ; Tari Topeng Tumenggung, melambangkan orang yang sudah dewasa, berwatak mapan
(mempunyai keyakinan); Tari Topeng Kalana melambangkan orang yang sudah mempunyai
waktu, berwatak garang.

Untuk memperpanjang waktu pagelaran, pertunjukannya diselingi oleh Bodor (lawakan) dengan
Ibing Topeng Bodor, yang kadang-kadang pula disertai oleh Nayaga uang muncul di pentas dan
pada sat ini penari utama beristirahat.

Tari Topeng Bodornya yaitu Pentul (laki-laki) dan Nyo (wanita) yang muncul pada adegan
terpisah. Pada Tari Tumenggung disertai oleh Tari Jinggaanom yang bersifat agak jenaka

10.Tari Srimpi

Suatu jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh 4 penari, karena kata
srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi Renggowati penarinya ada 5 orang.
Menurut Dr. Priyono nama serimpi dikaitkan ke akar kata impi atau mimpi. Menyaksikan
tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya orang dibawa ke alam lain, alam
mimpi.

Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin
atau empat unsur dari dunia yaitu :

1. Grama ( api)

2. Angin ( Udara)

3. Toya (air)

4. Bumi ( Tanah)
Sebagai tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan istana Yogyakarta.
Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan
pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan
pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan salah
antara akal manusia dan nafsu manusia.

1.Tari Gambyong

Tarian Klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah yang menggambarkan sifat-sifat wanita
yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut lincah dan terampil. Meskipun begitu sebagai
seorang wanita tetap menonjolkan keluwesannya. Nama tari Gambyong disesuaikan dengan
nama gending yang mengiringinya. Contoh : Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom,
dan Gambyong Pangkur.2.Bedhaya Ketawang

Bedhaya Ketawang adalah juga salah satu tarian tradisional yang datang dari SOLO dan Jogja
( Pulau Jawa bagian Tengah). Kita sering lihat tarian ini dalam beberapa aktivitas seperti suatu
upacara penobatan raja, festival atau pertunjukan. Bedhaya Ketawang dimainkan oleh 9 penari.
Masing-Masing penari mempunyai tugas dan nama khusus. Nama mereka adalah Batak ( penari
pertama), Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit Ngarep, Apit Mburi, Apit Meneg, Gulu, Dhada, dan
Boncit.
Tarian ini pada umumnya ditemani oleh Musik Jawa Orkes yang disebut Gamelan. Gamelan ini
dinamai Gamelan Kyai Kaduk Manis yang terdiri dari dari banyak instrumen musik seperti
kendhang Ageng ( kendhang besar), Kendhang Ketipung, Kenong, dan kethuk

3.Seni Barong Blora,

merupakan salah satu kesenian rakyat yang sangat populer di kalangan masyarakat Blora. Alur
cerita bersumber dari hikayat panji. Di dalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan seperti
spontanitas, sederhana, keras, kompak yang dilandasi kebenaran. Kesenian barongan berbentuk
tarian kelompok yang terdiri dari tokoh Singo Barong, Bujangganong, Joko Lodro/Gendruwon.
Jaranan/Pasukan Berkuda, serta prajurit.

4.Tari Aplang

merupakan tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Banjarnegara. Dahulu Tari Aplang
digunakan untuk syiar Agama Islam. Aplang berasal dari kata ndaplang yang berarti tangan
digunakan seperti gerakan silat. Tarian ini ditarikan oleh remaja putra-putri dengan diiringi
rebana, bedug, kendang dan nyanyian syair salawatan. Kostumnya model Islam Jawa yang indah
dipandang mata. Kembali ke Jatidiri Bangsa Kabupaten Banjarnegara.

5.Tari Loro Blonyo.

Tari Loro Blonyo merupakan gambaran Dewi Sri dan saudaranya Dewa Sadana. Dewi Sri adalah
Dewi pelindung padi dan pemberi berkah serta merupakan lambang kemakmuran. Dewa Sadana
adalah Dewa sandang pangan. Pada saat sekarang, kedua dewa dan dewi tersebut sudah sirna
dari bumi pertiwi dan menetap di Tirta Kedasar. Sepeninggal mereka keadaan bumi pertiwi
makin terpuruk. Bencana, malapetaka serta huru-hara terjadi di mana-mana. Atas petunjuk Dewa
Wisnu agar keadaan kembali aman tenteram maka kedua dewa dewi tersebut harus
dikembalikan. Hal tersebut tidak mudah karena untuk mendapatkan mereka harus berhadapan
dulu dengan raksasa penunggu negara Tirta Kedasar. Semar akhirnya bisa membawa kembali
mereka dan bumi pertiwi kembali pulih. Untuk mensyukuri keberhasilan tersebut dibunyikan
kothekan lesung yang berirama magis. Tepuk tangan buat Karanganyar.

6.Tari Bambangan Cakil

Tari Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa khususnya Jawa
Tengah.[1] Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu adegan yang ada dalam pementasan
Wayang Kulit yaitu adegan Perang Kembang.[1] Tari ini menceritakan perang antara ksatria
melawan raksasa.[1] Ksatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan
Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas.[1] Didalam pementasan wayang Kulit,
adegan perang kembang ini biasanya keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga.[1] Perang antara
Ksatria (Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa digunakan
sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan wayang.[1]

Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara
murkaan pasti kalah dengan kebaikan.
7.Tari Bondan

adalah tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. seorang anak wanita dengan menggendong
boneka mainan dan payung terbuka, menari dengan hati-hati di atas kendi yang diinjak dan tidak
boleh pecah. Tarian ini melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan hati-hati.

Tari ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan Bondan Pegunungan/
Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan seorang ibu yang menjaga anaknya
yang baru lahir dengan hati-hati dan dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-
satunya anak yang ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi
tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan
Cindogo.

Di tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi perempuan-perempuan
cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir semua penari Tari Bondan adalah kembang
kampung. Tari Bondan ini juga paling sulit ditarikan karena sambil menggendong boneka, si
penari harus siap-siap naik di atas kendi yang berputar sambil memutar-mutarkan payung
kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya menampilkan Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi
memakai kain Wiron, memakai Jamang, baju kutang, memakai sanggul, menggendong boneka,
memanggul payung, dan membawa kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan
Ladrang Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri asal
pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi
lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi gendhing.

Ciri tarian

:yaitu mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping dan
membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan kehidupan petani kemudian
pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan
membelakangi penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo atau Mardisiwi.

8.Beksan Wireng

berasal dari kata Wira (perwira) dan Aeng yaitu prajurit yang unggul, yang aeng, yang
linuwih. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para
putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang. Sehingga
tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan menggunakan alat perang.

Ciri-ciri tarian ini :

Ditarikan oleh dua orang putra/i

Bentuk tariannya sama

Tidak mengambil suatu cerita


Tidak menggunakan ontowacono (dialog)

Bentuk pakaiannya sama

Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya


iramanya/temponya kendho/kenceng

Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang

Tidak ada yang kalah/menang atau mati.

c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan /
bagian dari ceritera pewayangan.

Ciri-cirinya :

Tari boleh sama, boleh tidak

Menggunakan ontowacono (dialog)

Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar

Ada yang kalah/menang atau mati

Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran

Memetik dari suatu cerita lakon.

Contoh dari Pethilan :

Bambangan Cakil

Hanila

Prahasta, dll.

9.Tari Dolalak, di Purworejo.

Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai pakaian
prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari
kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut ceritadata:text/mce-internal,, kesenian ini
timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah
lain

Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada upacara perkawinan
KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910. Selanjutnya mengalami
persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis
yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya :

Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang

Golek Montro iringan Gendhing Montro

Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.

10. Tari Tradisional Jawa Barat - Tari Jaipong

Tari Jaipong adalah tari tradisional dari Jawa Barat yang dasarnya adalah tari Ketuk Tilu. Tari
Jaipong merupakan buah kreativitas seniman Jawa Barat Gugum Gumbira. Pada awal
perkembangannya tari jaipong juga disebut ketuk tilu. Karya Jaipongan pertama yang mulai
dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang
keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri).
Saat ini tari jaipong sudah menjadi ikon tarian di Jawa Barat. Tarian ini banyak ditampilkan baik
pada acara perhelatan yang dilakukan masyarakat maupun pemerintah Jawa Barat.

KLIPING SENI TARI


Nama: Windi Sulastri

Kelas/Jurusan: X-Farmasi

KLIPING SENI TARI


Nama: Sinta Dewi Lestari

Kelas/Jurusan: X-AP

Anda mungkin juga menyukai