Pembimbing:
dr. Rina Amelia, MARS
NIP: 197604202003012002
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT / ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS / ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
Oleh:
HERNA WAHYUNI
NIM: 110100327
MEDAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GULA
DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2
Nama : HERNA WAHYUNI
NIM : 110100327
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah dengan judul Hubungan
Indeks Massa Tubuh Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
berat badan lebih (IMT antara 23-24,9) sebesar 11,48%, dan obesitas (IMT kurang
dari sama dengan 25) sebesar 14,76% (Agustinah, 2015).
IMT memiliki kaitan dengan kadar gula darah penderita DM. Hasil
penelitian Purnawati tahun 1998 dari Universitas Indonesia, menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara IMT dengan terjadinya DM tipe 2. IMT tinggi
mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan
dengan IMT rendah (Adnan, 2013). Namun pada penelian lain menyatakan tidak
ada hubungan antara antropometri dengan kadar glukosa darah (Lipoeto et al,
2007). Namun banyak pula penelitian lain yang menemukan hubungan yang
signifikan antara IMT dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe 2 (Fathmi,
2012; Agustinah, 2015; Nggilu, 2015).
Dengan demikian maka penulis tertarik untuk membahas hubungan IMT
dengan KGD pada penderita DM tipe 2 berdasarkan penelitian-penelitian
sebelumnya, sehingga penatalaksaan dan pencegahan DM tipe 2 lebih optimal lagi
untuk kedepannya.
1.2.
Tujuan Makalah
Untuk lebih mengerti dan memahami mengenai hubungan indeks massa
tubuh dengan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 serta
untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara.
1.3.
Manfaat Makalah
a. Untuk meningkatkan informasi di dunia ilmu pengetahuan terutama
dalam hal studi literatur, baik bagi penulis maupun pembaca dan
masyarakat luas.
b. Sebagai tolok ukur bagi penelitian berikutnya.
c. Pengembangan ilmu pengetahuan antara lain mengetahui hubungan
indeks massa tubuh dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe 2.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2 ) dan tidak terkait dengan jenis
kelamin. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18
tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan
olahragawan, serta tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit
lainnya), seperti edema, asites, dan hepatomegaly (Fathmi, 2012).
IMT=
IMT (kg/m )
Berat badan kurang (underweight)
<18,5
Berat normal
18,5-22,9
Berat berlebih (overweight)
23,0
Dengan risiko
23,0-24,9
Obes derajat I
25,0-29,9
Obes derajat II
>30
Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia,
PERKENI (2006).
2.2.
Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah.
Glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi diabetes
melitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula tidak siap untuk ditransfer ke
dalam sel, sehingga terjadi hiperglikemi sebagai hasil bahwa glukosa tetap berada
di dalam pembuluh darah (Fathmi, 2012).
Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa
darah sewaktu
(mg/dl)
Kadar glukosa
darah puasa
(mg/dl)
Plasma vena
Darah kapiler
Bukan DM
<100
<90
Belum pasti
100-199
90-199
DM
200
200
Plasma vena
Darah kapiler
<100
<90
100-125
90-99
126
100
merupakan
suatu
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin
(PERKENI, 2006).
Kementrian Kesehatan RI (2013) gejala diabetes antara lain: rasa haus
yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari, sering
merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat, keluhan lemah,
kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, impotensi,
luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit,
dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi besar dengan berat badan >4 kg.
Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
sehat,
dan bila
perlu
dilakukan
intervensi
farmakologis
dengan
obat
meningkatkan
resiko
terkena
penyakit
degeneratif,
sehingga
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.
Hubungannya dengan DM tipe 2 sangat kompleks. Obesitas dapat membuat sel
tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Insulin berperan meningkatkan
ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme
karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di
dalam darah juga dapat mengalami gangguan. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk menurunkan kadar gula darah penderita DM adalah dengan
pencapaian status gizi yang baik.
Antropometri merupakan salah satu cara penentuan status gizi. Penentuan
status gizi yang digunakan adalah pembagian berat badan dalam kg dengan tinggi
badan dalam meter kuadrat dinyatakan dalam indeks massa tubuh atau IMT.
Hubungan signifikan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa
pada penderita diabetes melitus tipe 2. Hal ini dikarenakan semakin besar nilai
indeks massa tubuh, semakin besar pula nilai gula darah puasanya. Semakin besar
nilai indeks massa tubuh berarti penderita mengarah ke obesitas.
Orang yang mengalami kelebihan berat badan berdasarkan hasil
pemeriksaan IMT, kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. Kadar leptin dalam
plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. leptin bekerja pada sistem
saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin
menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat
menghambat ambilan glukosa. Sehingga mengalami peningkatan kadar gula
dalam darah.
Orang-orang dengan obesitas cenderung akan mengalami resistensi
insulin. Apabila resistensi insulin telah terjadi, pankreas meningkatkan sekresi
insulin sehingga kadar glukosa darah masih dapat dipertahankan dalam kadar
normal. Pada fase lanjut dimana sel-sel pankreas mengalami kelelahan maka
sekresi insulin akan menurun secara bertahap sehingga barulah timbul
hiperglikemia puasa ringan sampai berat.
3.2. Saran
Pencegahan DM tipe 2 dengan memantau status gizi seseorang agar tidak
mengalami obesitas yang mana nantinya dapat menyebabkan resistensi insulin
terhadap tubuh. Pemantauan status gizi dapat dilakukan dengan antropometri yaitu
dengan pemeriksaan IMT. Namun perlu juga menghindari faktor-faktor resiko lain
yang menyebabkan DM tipe 2 selain obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M., et al 2013. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kadar
Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Jalan Di RS
Tugurejo Semarang. Semarang: Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah April
2013, Volume 2, Nomor 1.
Agustinah, N., 2015. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah
Penderita Diabetes Melitus di Desa Barengkrajan Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo. Jawa Timur: Politeknik Kesehatan Majapahit.
Arif, Muhamad.2014. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah
Puasa Pada Pegawai Sekertariat Provinsi Riau. JOM, Vol.1, No.2 Oktober 2014.
Eliana, F., 2015. Penatalaksanaan Dm Sesuai Konsesnsus Perkeni 2015. Jakarta:
Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas YARSI.
Fathmi, A., 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kadar Gula Darah
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Daerah Karanganyar.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Justia, N. I., 2012. Hubungan Obesitas dengan Peningkatan Kadar Gula Darah
pada Guru-Guru SMP Negeri 3 Medan. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Lipoeto, N. I., et al 2007. Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa
Darah. Medika, Januari 2007, hal 23 28.
Nggilu, R. I., 2015. Hubungan IMT Dengan Kadar Gula Darah Sewaktu
Penderita DM Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Global Kecamatan Limboto
Kabupaten Gorontalo. Skripsi: Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,
Universitas Negeri Gorontalo.
PERKENI. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.