Sebercak cahaya
diujung sana terlihat seakan memanggilku dari kejauhan. Susunan labor ini
memang seperti terowongan panjang dan gelap. Apalagi kalau sedang berada
disana saat malam hari, sangat terasa hawa mistik yang sanggup membuat bulu
kuduk berdiri dan hendak mengadu kalau dia sedang meringis ketakutan.
Berdiriku di ujung labor dengan wajah menunduk dan sambil memainkan
ponsel digenggamanku. Hanya cahaya ponsel yang menerangi langkahku
ditengah kegelapan terowongan itu. Seakan tak peduli dengan keadaan sekitar,
kulangkah kaki ini dengan tekad kuat. Seperti ada yang berbisik padanya bahwa
akan ada sekumpulan cahaya diujung sana menandakan kemenangan yang
sedang di nanti-nanti. Begitulah yang kurasakan ketika hendak menelusuri
terowongan labor di kampus. Rasa takut yang sempat hinggap di benakku,
perlahan sirna karena bisikan tersebut. Tetap kulangkahkan kakiku dengan pasti.
Hingga akhirnya aku hampir tiba diujung terowongan. Cahaya itu sangat
memikat dan menyilaukan, sehingga harus kututup mataku sejenak untuk
menetralisir cahaya yang tiba-tiba menyambut kehadiranku itu.
formasi segitiga sama kaki. Dia menanyakanku tentang tugas kelompok OTK
yang diberikan oleh Bu Nani, dosen OTK, minggu lalu. Abang sekelompok
sama Besti nih, jawabku.
Dia ngobrol dengan Besti yang berada disebelahku. Sementara aku tetap
fokus pada ponsel digenggamanku, seakan mereka berbisik, sama sekali tak
terdengar ditelingaku. Sesekali aku melirikkan mata kearah mereka. Percakapan
singkat mereka pun usai setelah tepat aku selesai membalas semua pesan
obrolan dari temanku. Senyuman Diego menjadi perpisahan kami yang terakhir
dipertemuan singkat itu. Kutatap dia penuh arti dan juga sedikit melemparkan
senyum manisku kepadanya saat hendak beranjak pergi dari tempat itu.
bulat, berbeda dari kampus-kampus lain yang ada di UR. Ini juga yang
membuatku semangat untuk selalu datang ke kampus walau tidak sedang ada
jadwal kuliah.
Kami langsung naik ke lantai 3, dimana tempat kami akan
melangsungkan belajar.
Untung kita gak telat ya Bes, kataku setibanya kita dikelas.
Iya Jess, jawab Besti.
Padahal udah jam 8 lewat 5 menit yah. Syukurlah, sambungku lagi.
Kulihat bibir Besti membentuk senyum kecil dan terihat kurang ikhlas.
Nafas kami tak normal, lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena efek lari-lari
dari parkiran menuju lobi dan naik ke tangga menyusuri lantai 3. Aku langsung
mencari tempat duduk paling stratergis yaitu dibelakang tempat duduk para pria
kebanyakan, dibawah AC. Selalu saja aku mengosongkan tempat duduk
disebelah kanan atau kiriku untuk sahabatku, Sonya. Teman-teman yang lain
juga masih banyak yang baru berdatangan. Setelah nafasku kembali normal,
kuraih hp ku dari dalam tas. Walau hanya mengecek isi dalamnya, tak terasa
sudah memakan waktu yang cukup lama.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9. Dosen juga tak kunjung datang.
Untung saja ketua kelas mengambil keputusan bijak dan menuyuruh semuanya
meninggalkan kelas. Rasa senang bergejolak dihatiku. Serempak kami keluar
kelas dan sebagian kaum wanita singga sebentar ke toilet hanya untuk melihat
keadaan fisiknya masing-masing. Termasuk aku.
Aku, Besti, dan Sonya tak bergegas pulang. Kami singgah di tempat
duduk dekat lobi kampus. Gazebo adalah julukan untuk persinggahan kecil itu.
Entah siapa pencetus julukan tersebut dan entah apa maksud dan tujuan nama
itu ditujukan pada tempat itu. Mahasiswa yang duduk di gazebo tidak lain
tujuannya adalah membuat tugas dan sebagian ada yang memanfaatkan wifi
kampus untuk kepentingan mereka masing-masing. Berbeda dengan kami, kami
duduk disitu hanya bersantai ria dan bercerita layaknya ibu-ibu yang sedang
arisan. Yak. Aku, Besti dan Sonya adalah sahabat sejak semester 1. Dan
sekarang kami sudah semester 4. Tak terasa persahabatan kami sudah
berlangsung cukup lama, hampir 2 tahun.
Canda tawa kami yang menggelegar begitu memekakkan telinga orangorang sekitar sehingga membuat mereka melirik ke arah kami dengan tatapan
sinis, berharap kami akan menghentikan ocehan tak berguna kami dan seakan
memerintahkan kami untuk segera mengangkat kaki dari tempat itu. *Sungguh