Anda di halaman 1dari 32

DAMPAK LINGKUNGAN PENEMPATAN

TAILING DI DASAR LAUT OLEH PT


NEWMONT NUSA TENGGARA

Disusun Oleh:
ATIYYA INAYATILLAH
NIM 3107120119

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pengantar
Amda ini dengan

lancar dan tepat waktu. Shalawat

juga kami ucapkan

kepada teladan kita Muhammad SAW.


Dengan selesainya tugas ini penulis berharap pemahaman terhadap materi
Pengantar Amdal semakin kuat karena harus melakukan studi kasus da analisis
berdasarkan teori yang sudah dipelajari.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam selesainya tugas ini.

Depok, April 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .... i


Daftar Isi .... ii
Daftar Gambar .......... iii
BAB I PENDAHULUAN .. 1
1.1 Latar Belakang . 1
1.2 Batasan Masalah ... 2
1.3 Tujuan .. 3
BAB II TINAJAUAN PUSTAKA . 4
2.1 Tailing .. 4
2.2 Proses Terbentuknya Tailing .... 4
2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia .. 6
BAB III TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING DI PT
NEWMONT NUSA TENGGARA .... 8
3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT ... 8
3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT .... 10
3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing PT
NNT .. 13
BAB IV DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI DASAR
LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA . 16
4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT ... 16
4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut Akibat Tailing . 20
4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing .... 21
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .... 24
5.1 Simpulan .... 24
5.2 Saran ... 24
Daftar Pustaka ....... iv

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT ..... 5


Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing ...... 6
Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 11
Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu .. 12
Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut .... 12
Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT ..... 14
Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu .. 15
Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV .. 15
Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk
Senunu dan di luar teluk Senunu ........
16
Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu
KEPMENLH

24/2002,

KEPMENLH

85/2005,

KEPMENLH

236/2007 dan kandungan logam yang dihasilkan dari pembuangan


limbah tailing PT. NNT ..... 19
Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan ... 20
2

Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm air laut di Teluk Senunu ..... 21
Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa ... 22
Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset
Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI ..... 23

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kritik dan kasus terhadap pembuangan limbah tambang (tailing) ke sungai
dan badan air lainnya, menyebabkan perusahaan pertambangan mengalihkan
teknik pembuangannya

ke laut (dinamakan

metode Sub-marine

Tailing

Disposal/STD). Selain dianggap dapat menyembunyikan dampak yang terjadi,


ternyata metode pembuangan tailing ke laut ini jauh lebih murah dari segi biaya.
Perusahaan yang menerapkam metode STD mempromosikan bahwa metode ini
adalah metode yang aman dengan asumsi bahwa di laut terdapat lapisan termoklin
yang dapat menahan tailing agar tetap mengendap dan tidak naik ke
permukaan dan mengontaminasi ikan.
Limbah tailing sudah jamak diketahui mengandung berbagai material
beracun yang berasal dari reaksi oksidasi batuan dan bahan kimia yang digunakan
dalam

proses

pemisahan

bijih.

Pembuangan

tailing

ke

laut

akan

menyebabkan terjadinya sedimentasi dari endapan tailing dan penyebaran tailing


ke wilayah laut yang lebih luas. Semua dampak ini akan semakin mengancam dan
memusnahkan kekayaan keragaman hayati laut, mengganggu kesehatan (beberapa
limbah logam berat terakumulasi dalam rantai makanan), dan semakin
memiskinkan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang sangat tergantung
pada laut.
Salah satu contoh masalah yang timbul akibat STD menimpa PT Newmont
Minahasa Raya (PT NMR), salah satu perusahaan pertambangan

yang

beroperasi di Indonesia dan menerapkan sistem tailing. PT NMR terbukti bersalah


mencemarkan Teluk Buyat, Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. Tercemarnya
Teluk Buyat disebabkan pembuangan tailing PT NMR yang tidak sesuai Amdal.
1

PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) yang masih satu induk dengan PT
NMR dan merupakan kontraktor bagi Pemerintah Indonesia di Batu Hijau, NTB,
telah menerapkan
proyek Batu

STD sejak awal beroperasi

Hijau

telah

disetujui

oleh

pada 1999.

pemerintah

Amdal untuk

Indonesia

melalui

(KEP41/MENLH/10/1996).
Izin operasional tailing pertama PT NNT diterbitkan pada tahun 2002 dan
berlaku hingga tiga tahun kemudian. Dalam masa izin tersebut dilakukan
pemantauan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga penelitian internasional yang
independen terhadap terhadap kinerja Sistem Penempatan Tailing di Dasar
Laut.
2004. Pada 2005 PT NNT mendapatkan perpanjangan izin STD hingga 2007.
Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD dialihkan
melaui pipa cadangan. Berbagai LSM, pemerintah, hingga masyaratakat luas
mengecam kebocoran tersebut dan secara umum menuntut agar izin operasional
STD PT NNT dicabut atau tidak diperpanjang.
Makalah ini akan membahas tentang perencanaan dan implementasi tailing
di PT NNT setelah diberikan perpanjangan izin oleh pemerintah Indonesia pada
2007 melalui KepMenLH236/2007 yang berlaku selama empat tahun setelah
itu dan

disesuaikan

dengan

studi

amdal

sebelum

proyek

Batu

Hijau

dilaksanakan serta baku mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah.

1.2 Batasan Masalah


Makalah ini dibatasi hanya pada publikasi manajemen STD yang
dikeluarkan oleh PT NNT dan hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography
LIPI, CSIRO-Australia, Pusat Pengkajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB,
LAPI ITB, dan konsultan Enesar-Australia tentang penempatan tailing di dasar
laut oleh PT NNT.

1.3 Tujuan
Secara umum tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah amdal yang diberikan oleh pengajar pada semester VI. Secara khusus
tujuan makalah ini sebagai berikut.
a. Untuk mempelajari metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT
sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat
perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal sebelum
proyek Batu

Hijau

dilaksanakan

serta baku

mutu

tailing

yang

ditetapkan oleh pemerintah.


b. Untuk mengetahui implementasi penempatan tailing di dasar laut oleh PT
NNT sesuai dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai
syarat perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal
sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan serta baku mutu tailing yang
ditetapkan oleh pemerintah.
c. Untuk mempelajari isu tentang tuntutan dari LSM, pakar, hingga
masyarakat umum agar izin operasional STD PT NNT dicabut atau tidak
diperpanjang
d. Untuk memberikan pengetahuan kepada penulis dan mahasiswa tentang
underwater construction.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tailing
Tailing yang berasal dari pabrik pengolahan bijih tembaga-emas PT NNT
adalah sisa batuan yang telah digiling/digerus halus, setelah mineral berharga yang
mengandung nilai ekonomi di dalamnya diambil. Tailing memiliki sifat atau
karakteristik yang sama seperti halnya pasir yang banyak ditemukan di pulau
Sumbawa.

Hasil

uji toksisitas

telah

membuktikan

bahwa

tailing

tidak

menunjukkan adanya unsur/elemen beracun yang signifikan untuk digolongkan


bahan berbahaya.

2.1.2 Proses Terbentuknya Tailing


Batuan hasil galian yang disebut bijih dan berasal dari kegiatan
penambangan PT NNT mengandung mineral tembaga. Seperjuta bagian dari bijih
tersebut mengandung mineral emas dan perak. Mineral-mineral berharga tersebut
diproleh melalui suatu proses pengolahan di dalam pabrik pengolahan yang disebut
dengan konsentrator.
Untuk mengekstraksi mineral, konsentrator menerapkan prosedur fisika dan
bukan kimia. Empat tahapan utama dalam proses pengolahan bijih di konsentrator
meliputi crushing (peremukan) grinding (penggerusan), flotation (pengapungan)
guna memisahkan mineral dengan batuan sisa dan penempatan tailing. Sirkuit
crushing memperkecil ukuran bijih, yang dikirim dari kegiatan penambangan
dengan metode penambangan terbuka, menjadikan butiran bijih bergaris tengah
rata-rata 15 sentimeter.
Air laut dan /atau air tawar kemudian ditambahkan ketika bijih yang sudah
diremukkan memasuki sirkuit grinding. Semi Autogenous Grinding (SAG) Mill

digunakan pada sirkuit grinding untuk menumbuk bijih sementara bola besi
yang

ada di dalam SAG Mill menggerus bijih sampai ukurannya mengecil, tidak lebih
besar dari butiran pasir.
Sirkuit grinding mencampur partikel bijih halus tersebut dengan air
sehingga menjadi slurry atau lumpur yang kemudian dipompakan ke tangki
flotasi/pengapungan. Di bagian flotasi ini reagen organik dalam jumlah yang
sangat kecil ditambahkan bersamakapur ke dalam slurry untuk membantu proses
pemisahan mineral berharga. Reagen secara selektif bereaksi dengan permukaan
mineral berharga sehingga menjadikannya bersifat menolak air (hydrophoic).
Mineral ini mengandung tembaga, emas dan perak yang kemudian melekat
pada gelembung udara yang terbentuk di bagian flotasi dan selanjutnya gelembung
udara tersebut bergerak dari dasar tangki ke bagian atas tangki flotasi. Mineral ini
kemudian diambil sebagai konsentrat. Konsentrat inilah yang selanjutnya
dikapalkan dan diangkut ke sejumlah smelter (pabrik peleburan) di berbagai
penjuru dunia. Di tempat ini konsentrat dilebur dan diolah lagi untuk memperoleh
mineral dalam bentuk murni.
Partikel halus seperti pasir bercampur air yang tersisa di dalam tangki
flotasi setelah mineral berharga tersebut diambil itulah yang disebut tailing.
Secara teori tailing sudah tidak mengandung mineral berharga lagi dan tidak ada
konsentrasi bahan kimia berbahaya yang dapat mengganggu lingkungan.

Gambar 2.1 Alur Produksi PT NNT

Gambar 2.2 Lokasi produksi dan penempatan tailing

2.3 Baku Mutu Tailing di Indonesia


PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) adalah kontraktor bagi Pemerintah
Indonesia. Kesepakatan tertulis yang dibuat oleh dan antara PT NNT dengan
Pemerintah Indonesia disebut dengan Kontrak Karya (KK). Kesepakatan ini
menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT NNT untuk melaksanakan
kegiatan penambangan di Proyek Batu Hijau sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.
Secara teknis baku mutu tailing di Indonesia diatur dalam Keputusan
Menteri Lingkungan

Hidup

yang terus diperbarui.

tentang tailing diatur dalam KepMenLH238/2007.

Baku Mutu terbaru

Nilai baku mutu tersebut

dapat dilihat di Bab IV pada grafik perbandingan kandungan kimia tailing PT


NNT dengan baku mutu dari KepMen LH.

Dalam KepMenLH238/2007 juga diatur tentang pengetatan persyaratan


dan sistem pengawasan melalui kewajiban tambahan yang harus dipenuhi oleh PT
NNT dalam pengelolaan tailing yang dihasilkan. Pengetatan persyaratan dan
sistem pengawasan adalah sebagai berikut:
a. Pengurangan jumlah tailing yang dapat ditempatkan ke hulu Ngarai Laut
Senunu
sebesar

melalui

sistem

Submarine

Tailing

Placement

(STP)

8.000.000 metrik ton kering per tahun. Pada izin sebelumnya PT.
NNT
diperbolehkan
sebesar

untuk

menempatkan

tailing

ke

Dasar

Laut

58.400.000 metrik ton kering per tahun, di dalam izin yang baru PT.
NNT
hanya
sebesar

diperbolehkan

menempatkan

tailing

di

dasar

laut

50.400.000 metrik ton kering per tahun.


b. Untuk meminimalkan dampak pembuangan tailing terhadap lingkungan,
PT. NNT wajib melakukan upaya-upaya dan kajian untuk pengelolaan
tailing secara keseluruhan, diantaranya mendorong penerapan 3R (Reduce,
Reuse, dan Recycling).
c. Jangka waktu berlaku izin diperketat dari tiga tahun menjadi dua tahun.
Perketatan jangka waktu pemberlakuan izin ini untuk memudahkan kajiulang terhadap kinerja pengelolaan tailing dan penaatan izin yang
diberikan kepada PT. NNT secara keseluruhan. Juga untuk melakukan
kajian-kajian sebagaimana tersebut pada butir b di atas.
d.

KLH akan membentuk tim pemantau independen untuk melakukan


pemantauan terhadap kegiatan penempatan tailing di bawah laut PT. NNT.
Pembentukan tim pemantau independen dengan melibatkan berbagai pihak
dilakukan guna menjamin kredibilitas dan akuntabilitas hasil pemantauan
tersebut.

Serta

mendorong

pengelolaan lingkungan.

penerapan

prinsip

transparansi

dalam

BAB III
TINJAUAN TENTANG METODE PENEMPATAN TAILIING
DI PT NEWMONT NUSA TENGGARA

3.1 Amdal Penempatan Tailing PT NNT


Pemerintah Indonesia dan PT NNT bersama-sama menetapkan sistem
Penempatan

Tailing

di Dasar

Laut sebagai sistem

pilihan pada saat

melalukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Batu Hijau. Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan sebagai bagian dari studi kelayakan yang
menganalisis secara terperinci pilihan alternatif pengelolaan lingkungan untuk
dikembangkan di Batu Hijau diselesaikan pada 1996, sebelum tahap konstruksi
dimulai. amdal ini dibuat untuk memastikan agar semua potensi dampak terhadap
tanah, air, udara, sumber-sumber

biologis

dan pemukiman

manusia harus

dipertimbangkan, baik sebelum, selama, maupun sesudah pengembangan proyek.


Berbagai rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan terdapat di
dalam

amdal

yang

telah

disetujui

oleh pemerintah

Indonesia

melalui

(KEP41/MENLH/10/1996).

Amdal

tersebut

secara

khusus

dirancang

untuk

meminimalkan potensi dampak lingkungan di Batu Hijau, termasuk pengelolaan


penempatan tailing di dasar laut.
Dasar hukum kewajiban menyusun amdal untuk suatu rencana dan atau
kegiatan adalah UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib
memiliki amdal. Sedangkan criteria dampak penting disebutkan dalam UU yang
sama pada pasal 22 ayat (2).

a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/
kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau;
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan kriteria di atas penempatan tailing di dasar laut oleh PT
NNT
termasuk dalam usaha dan/atau kegiatan yang wajib memilik amda
karena:
a. jumlah penduduk yang terkena dampak cukup banyak, di sepnjang pesisir
Subawa bagian selatan dan barat, selat Alas, hingga pesisir timur dan
tenggara Pulau Lombok;
b. Luas wilayah penyebaran dampak sangat luas dengan cakupan sama
dengan butir a;
c. Intensitas pembuangan tailing setiap saat dan lamanya lebih dari sepuluh
tahun;
d. Komponen lingkungan hidup yang terkena dampak cukup banyak
mencakup ekosistem yang terapat di butir a;
e. Kandungan logam yang kemungkinan besar terkandung dalam tailing
memberikan dampak kumulatif.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkingan Hidup juga menyatakan bahwa
melakukan penempatan tailing di bawah laut termasuk dalam jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan amdal untuk semua skala atau
besaran. Alasan ilmiah khususnya adalah Memerlukan lokasi khusus dan
berpotensi menimbulkan dampak berupa perubahan batimetri (kontur dasar laut),

ekosistem pesisir dan laut, mengganggu alur pelayaran dan proses-proses


alamiah

di daerah pantai termasuk menurunnya produktivitas kawasan yang dapat


menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan terhadap nelayan dan
masyarakat sekitar.

3.2 Metode Penempatan Tailing PT NNT


Pada 2003, PT NNT melakukan penelitian laut dalam bersama P2)-LIPI
dalam upaya mendapatkan informasi oseanografi dan lingkungan laut. Informasi
ini digunakan untuk mevalidasi model konseptual Sistem Penempatan Tailing di
Dasar Laut, dan juga untuk mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul dan
tidak pernah diprediksi sebelumnya.
Dalam penelitian

gabungan ini juga, pemahaman

yang lebih baik

tentang potensi dampak tailing terhadap kondisi lingkungan laut dalam dapat
diketahui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tailing mengalir dari mulut pipa
tailing ke dalam Ngarai Senunu dan terus turun ke kedalaman 3.000 sampai 4.000
meter di bawah permukaan laut. Tidak terdapat indikasi dampak yang melebihi
apa yang telah diprediksi sebelumnya tau dampak yang belum teridentifikasi
sebelumnya sebagaimana yang tercantum di dalam dokumen amdal.
PT NNT harus memenuhi atau melebihi semua persyaratan yang telah
ditetapkan di dalam rencana pengelolaan lingkungan yang terdapat di dalam
amdal, sesuai dengan peraturan perundangan yang ada di Indonesia.
Keputusan penempatan tailing di dasar laut didasarkan pada banyak faktor.
Beberapa faktor utama yang dipertimbangkan atas keputusan ini antara lain :
a. Penempatan tailing di darat akan menimbulkan dampak terhadap lebih dari
2.310 hektar hutan dan tanah pertanian produktif.
b. Tingkat curah hujan tahunan yang melebihi 2.500 milimeter akan
menyebabkan air di dalam dam penampung tailing di darat sangat sulit
dikelola.

10
10

c.

Tantangan pengelolaan air di dalam dam penampung tailing yang


dibangun di

daerah

yang

rawan

gempa

bumi

dapat

mengancam

keselamatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.


d. Tailing yang ditempatkan di bawah zona photic laut yang produktif akan
meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
Faktor-faktor tersebut diklaim menjadikan sistem Penempatan Tailing
di Dasar Laut lebih aman dan merupakan sistem pengelolaan tailing yang lebih
bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Tailing

mengalir secara gravitasi sebagai slurry (campuran air dan

sisa gilingan batuan) melalui pipa dari pabrik pengolahan bijih menuju ke tepi
Ngarai Laut Senunu. Ujung pipa ini berada lebih dari 100 meter di bawah
permukaan laut berjarak 3,2 kilometer dari tepi pantai. Berat jenis lumpur tailing
lebih berat dari pada air laut, sehingga tailing akan tenggelam dan mengalir
menuruni dinding curam Ngarai Laut Senunu layaknya sungai bawah laut.

Gambar 3.1 Lokasi Penempatan tailing di Teluk Senunu

Gambar 3.2 Skema Penempatan tailing di Teluk Senunu

Menurut Amdal, pembuangan tailing seharusnya di bawah 100 sampai 300


meter di permukaan laut atau di bawah lapisan termoklin atau batas kehidupan di
laut. Pipa yang digunakan juga harus mencapai 1.700 meter. Pembuangan tailing
yang tidak sesuai prosedur ini menyebabkan berkurangnya jumlah jumlah bentos
atau spesies di dasar laut.
Secara teknis penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT sudah sesuai
amdal yaitu pada kedalaman 125 meter dan panjang pipa offshore 3400 meter.

Gambar 3.3 Kedalaman serta jarak penempatan tailing di dasar laut

3.3 Sekilas Tentang Konstruksi dan Monitoring Infrastruktur Tailing


PT NNT
Penempatan Tailing di Dasar Laut Proyek tambang Batu Hijau PT NNT
menerapkan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang telah dirancang
bangun dan dikelola serta dipantau secara berkesinambungan.
Pada 2006 terjadi kebocoran pipa tailing sehingga operasinal STD
dialihkan melaui pipa cadangan. Perbaikan pada pipa utama dimulai sejak 2007.
Konstruksi tailing PT NNT mulai dikerjakan pada 1997 dan mulai beroperasi
tahun 2000. Pada 2002 PT NNT membangun pipa cadangan.
Secara umum pipa tailing terbagi menjadi dua jenis berdasarkan lokasinya
yaitu onshore (di darat) dan offshore (di laut). Untuk pipa onshore terletak antara
Concentrator 106 hingga SWIS di Teluk Senunu yang panjangnya sekitar 6
km. Pipa ini memilki diameter 90 cm yang terbuat dari logam. Perletakan
pipa onshore adalah beton pada setiap jarak 2 meter serta sambungan pipa
setiap 6 meter.
Monitoring pipa onshore melalui pengamatan external setiap dua jam dan
setiap minggu dilakukan maintenance. Sedangkan pengamatan internal dilakukan
setiap shut down process dua kali setiap tahun.
Pipa offshore terletak di pantai Teluk Senunu. Pipa tersebut berbahan
HDPE (high density poly ethylene) yang semula memiliki ketebalan 90 milimeter.
Untuk konstruksi baru pada 2007 digunakan pipa dengan ketebalan 100
milimeter.
Monitoring pipa offshore dilakukan untuk mengukur ketebalan pipa
menggunakan metode smart PIG (pipeline integrity gauging tool) yang dilakukan
setiap shut down process utnuk seluruh pipa dan pada sambungan dilakukan
setiap minggu karena pipa tersebut selalu mengalami pengikisan. Selain itu juga
dilakukan pengamatan menggunakan ROV (remotely operated vehicle) setiap tiga
bulan.

Gambar 3.4 Pipa onshore tailing PT NNT

Menurut amdal monitoring pipa offshore harus dilakukan maksimal setiap


enam bulan. PT NNT secara regular juga melakukan shut down process dua kali
setiap tahun.

Gambar 3.5 Konstruksi pipa tailing PT NNT di pantai Teluk Senunu

Gambar 3.6 Monitoring pipa offshore dengan ROV

BAB IV
DAMPAK LINGKUNGAN PEMBUANGAN TAILIING DI
DASAR LAUT OLEH PT NEWMONT NUSA TENGGARA

4.1 Kandungan Kimia Tailing PT NNT


Penelitian laboratorium independen yang mendapatkan sertifikasi dari
Pemerintah Indonesia dilakukan pencampuran logam yang terkandung pada sampel
dengan menggunakan asam lemah. Hasil campuran logam menunjukkan perbedaan
yang sangat kecil antara kandungan tailing PT NNT dengan berbagai material alam
seperti sedimen dasar sungai dan laut serta bahan batu bata.
Karakteristik kimia padatan tailing PT NNT mirip dengan karakteristik
sedimen yang sudah ribuan tahun berada di dasar sungai yang mengalir melalui
kawasan proyek

Batu

Hijau.

Teknik analisis

yang diterapkan

oleh

laboratorium disebut sebagai Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

Gambar 4.1 Hasil uji endapan atau sedimentasi yang ada di bawah teluk
Senunu dan di luar teluk Senunu

Prosedur ini disusun untuk mengekstraksi logam dari suatu padatan untuk
mengetahui apakah material itu harus digolongkan sebagai bahan berbahaya
berdasarkan jumlah logam yang dilepasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tailing
tidak digolongkan sebagai bahan berbahaya.

Uji Toksisitas Tailing Uji biota terhadap tailing PT NNT juga dilakukan
untuk meneliti adanya kemungkinan sifat racun terhadap biota laut. Pengujian ini
dilakukan Pusa Penelitian Oceanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2O-LIPI)

dengan menerapkan

metode baku

yang telah diakui secara

internasional.
Uji toksisitas akut dilakukan selama 96 jam (LC50) pada anakan ikan kakap
merah dan kerapu macam. Uji toksisitas kronis (IC50) juga dilakukan pada
plankton (marine diatom). Semua pengujian tersebut dilakukan pada tailing dengan
tingkat

konsentrasi

yang

berbeda-beda.

Hasil

pengujian

menunjukkan

bahwa tailing PT NNT tidak beracun secara akut atau kronis, meskipun pada
konsentrasi tailing sebesar 100 persen.
Tailing PT NNT tidak berbahaya dan tidak menunjukkan kadar toksisitas
yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil laporan pemantauan kualitas air laut
yang dilakukan oleh PT NNT dan pihak ketiga yang secara konsisten menunjukkan
bahwa tingkat kandungan logam terlarut di dalam air laut di dekat mulut pipa
tailing tetap di bawah baku mutu Konservasi Taman Laut yang ditetapkan oleh
Pemerintah Indonesia.

18

Gambar 4.2 Perbandingan kandungan logam tailing sesuai baku mutu KEPMENLH
24/2002, KEPMENLH 85/2005, KEPMENLH 236/2007 dan kandungan logam yang
dihasilkan dari pembuangan limbah tailing PT. NNT

Program Pemantauan Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut PT NNT


dipantau secara rutin untuk memastikan agar sistem bekerja sesuai dengan rancang
bangun yang direncanakan untuk meminimalkan potensi dampak terhadap
lingkungan. Para ilmuwan dan pakar independen secara teratur mengevaluasi
dengan cermat hasil-hasil pemantauan terhadap terumbu karang, sedimen laut,
ikan, ekologi daerah pasang surut dan mutu air.
Semua upaya ini dilakukan untuk menilai tingkat kesehatan ekosistem
laut dan memastikan agar fungsi Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut dapat
dipertanggung jawabkan terhadap lingkungan. Hasil pemantauan tailing dan mutu
air laut, kadar logam terlarut pada fraksi cairan tailing sebelum dilepaskan ke laut
masih berada jauh dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh Pemerintah
Indonesia dan secara umum bahkan memenuhi baku mutu konservasi biota laut.

19
19

Kandungan logam terlarut dalam air laut di sekitar daerah mulut


penempatan tailing yang secara konsisten berada jauh di bawah baku mutu
konservasi biota laut Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada pencemaran logam
berat yang disebabkan oleh tailing.
Pemantauan yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga
penelitian internasional yang independen terhadap kinerja Sistem Penempatan
Tailing di Dasar Laut. 2004, ilmuwan dari Center for Contaminants Research, dari
Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia
dengan tim pengkaji dari Indonesia melakukan penelitian terhadap mutu air,
sedimen dan ikan di sekitar daerah penempatan tailing PT NNT sampai ke perairan
Lombok dan Selat Alas.

Gambar 4.3 Uji toksisitas pada anakan ikan kakap merah dan kerapu macan

4.2 Perubahan Ekosistem Pesisir Laut akibat Tailing


Ekosistem laut di daerah pembuangan tailing elalau dipantau. Salah satu
parameternya adalah jumlah species setiap satu satuan volum tertentu air laut.
Hasil riset Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI, CSIRO-Australia,pada 2008
menunjukkan

keragaman

species

di sekitar

Teluk Senunu

tidak berbeda

dengan sebelum dimulainya pembuangan tailing di dasar laut.

20
20

Gambar 4.4 Jumlah species setiap 10 cm air laut di Teluk Senunu

4.3 Manajemen Penyebaran dan Tumpahan Tailing


Kebijakan terhdap tumpahan dalam amdal menuntut upaya untuk mencegah
terjadinya insiden tumpahan, termasuk dalam hal program pemantauan yang
ekstensif. Meskipun PT NNT telah berupaya keras untuk mencegah terjadinya
tumpahan, namun Sistem Penempatan Tailing di Dasar Laut yang pada dasarnya
merupakan sistem mekanis, seperti pipa ledeng yang ada di perumahan, terkadang
juga mengalami kebocoran.
Kebijakan PT NNT menetapkan bahwa setiap tumpahan tailing sekecil
apapun baik yang berasal dari jaringan pipa darat dan laut, maka tumpahan tersebut
tetap harus dibersihkan, walaupun sejatinya tailing tersebut tidak membahayakan
lingkungan. PT NNT melaporkan setiap kejadian tumpahan atau kebocoran pipa
tailing

kepada Kepala Pelaksana

Inspeksi

Tambang (KAPIT)

sekaligus

Direktur Jenderal Energi & Sumber Daya Mineral (DJESM), Jakarta dan Pelaksana
Inspeksi Tambang (PIT) pada Dinas Pertambangan & energi Propinsi NTB dalam
waktu 24 jam.

Penelitian tersebut secara keseluruhan menemukan bahwa bahwa tailing


tidak menyebar ke bagian pesisir dari Ngarai Senunu atau mengarah ke Selat Alas,
ataupun ke air permukaan pada kedalaman lebih dari 100 meter. Kadar logam di
jaringan ikan yang diambil dari Ngarai Senunu berada dalam kisaran normal, sama
dengan

kadar yang ditemukan pada tubuh ikan yang diambil dari lokasi

kontrol maupun dari pasar-pasar ikan yang ada di kabupaten Sumbawa Barat dan
Lombok.

Gambar 4.5 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam terlarut di


semua lokasi dan semua kedalaman berada di bawah ketentuan baku mutu yang
ditetapkan. Hasil penelitian independen ini sesuai dengan hasil pemantaua PT
NNT.
Program

pengelolaan

pembangunan berkelanjutan.

lingkungan
Pengelolaan

yang kuat sangat penting bagi


lingkungan harus ditempatkan

sebagai prioritas tertinggi sesuai dengan prinsip-prinsip


perlindungan lingkungan.

pemeliharaan

dan

Gambar 4.6 Persebaran tailing di dasar laut pantai selatan Sumbawa hasil riset
Lembaga Pengkajian Oceanography LIPI

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Beberapa hal yang bisa ditarik simpulan dari pembahasan
sebelumnya adalah sebagai berikut:
a. Metode penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai
dengan pengetatan persyaratan dan sistem pengawasan sesuai syarat
perpanjangan izin pada 2007 dan disesuaikan dengan studi amdal
sebelum proyek Batu Hijau dilaksanakan
b. Penempatan tailing di dasar laut oleh PT NNT telah sesuai dengan baku
mutu tailing yang ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan riset
pihak riset lembaga pemerintah dan independen dengan beberapa
parameter yaitu: kandungan logam pada tailing, air aut, ikan, serta
keragama species yang berhubungan dengan ekosistem pada perairan
tersebut.
c. Khusus untuk tumpahan, metode dan upaya pencegahan yang dilakukan
melalui amdal dan pengawasan intensif masih memilik kelemahan
terbukti dengan terjadinya beberapa kali kebocoran. Hal ini akan
berdampak pada batimetri pada perairan tempat terjadinya tumpahan
tersebut.

5.2 Saran
a. Pembuagan tailing di dasar laut adalah kegiatan yang wajib amdal
sehingga dalam perencanaan dan pelaksanaannya diperlukan upaya yang
komprehensif oleh pihak-pihak terkait.
b. Tuntutan yang diajukan oleh berbagai pihak agar izin pemuangan tailing
di dasar lau PT NNT dicabut bisa diminamilisir dengan transparansi yang

dilakukan oleh perusahaan bersangkutan dan pemerintah melalui instant


terkait.
c. Upaya reduce, reuse, dan recycle perlu ditingkatkan untuk meminimalisir
dampak akibat pembuangan tailing di dasar laut. Selain itu jika
memungkinkan pihak terkait harus terus melakukan riset dan inovasi
untuk menemukan metode pembuangan limbah pertambangan lain yang
lebih aman.

DAFTAR PUSTAKA

Dampak Limbah Tailing Dalam Perspektif Hukum Lingkungan. 2008. Sembiring,


Amstrong. Depok: FH Pasca Sarjana UI
Deep Sea Tailing Placement at Batu Hijau, Sumbawa, Indonesia. 2009. Batterham,
Grant & Woworuntu, Jorina. Engersund: Marine and Lake Disposal of
Mine Tailings and Waste Rock International Conference
Pembuangan Limbah Tailing ke Laut. 2009. www.walhi.o r.id <18 Maret 2010>
Pembuangan

Limbah

Tailing

Newmont

Tinggi.

2007.

Tempo

Interakrif

www.tempointeraktif.com <18 Maret 2010>


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkingan Hidup
Perpanjangan Izin Pembuangan Tailing Newmont oleh Menneg LH Dikecam
LSM. 2007. Indonesia Mining Association. www.ima-api. com <18 Maret
2010>
Status Perpanjangan Pembuangan Izin Pembuangan Tailing PT Newmont Nusa
Tenggara (NNT) di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
2009. Jakarta: Siaran Pers Kementrian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia
Submarine Tailings Placement Management. 2009. Sumbawa Barat: PT Newmont
Nusa Tenggara
Undang-undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

iv

Anda mungkin juga menyukai