Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

TRAUMA KAPITIS

Penyusun:
Fransisca Selvia
406148135

Pembimbing:
dr. Gabriel F. Goleng Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 22 AGUSTUS 2016- 24 SEPTEMBER 2016

Identitas Pasien

I.

Nama

: Tn. BR

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 42 tahun

Tempat tanggal lahir

: Jakarta, 14 Desember 1974

Alamat

: Jl. Marinda Makmur, RT 05/RW 10

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Status perkawinan

: Menikah

Suku bangsa

: Makasar

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 31 Agustus 2016

Tanggal dikasuskan

: 8 September 2016

No. rekam medis

: 508178

Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada pasien di ruangan ICU Rumah Sakit Pelabuhan
Jakarta pada tanggal 8 September 2016, pukul 13.00.
Keluhan utama: Nyeri sekujur tubuh
Keluhan tambahan: Pusing

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta tanggal 31 Agustus 2016
dengan keluhan nyeri pada dada. Kedua tangan serta kedua kaki nyeri bila
digerakkan. Pasien jatuh dari motor dengan posisi menggelinding sebelum
terlindas kontainer pada sisi tubuh sebelah kanan. Pasien mengaku tidak ada
muntah, tidak ada pingsan, tidak ada pusing, dan tidak ada penurunan kesadaran
selama perjalanan menuju IGD. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa foto thorax, pelvis, dan pedis dextra dan sinistra,

ditemukan fraktur iga multipel (iga 3,4,6,7 sinistra dan iga 3,4 dextra), dan
fraktur digiti 4,5 pedis sinistra.
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
foto thorax dengan gambaran tension pneumothorax paru kiri maka dilakukan
pemasangan WSD.

Riwayat penyakit dahulu:


Asma

: disangkal

Diabetes melitus

: disangkal

Hipertensi

: disangkal

Penyakit Jantung

: disangkal

Kejang

: disangkal

Riwayat penyakit keluarga:


Asma

: disangkal

Diabetes melitus

: disangkal

Hipertensi

: ibu pasien

Penyakit Jantung

: disangkal

Kejang

: disangkal

II.

Pemeriksaan Fisik Umum


Dilakukan pada tanggal 8 September 2016
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Tanda vital

: Kesadaran: compos mentis, GCS E4V5M6


TD : 148/81 mmHg
Nadi: 88 kali/menit, regular, isi cukup
RR: 30 kali/menit
Suhu aksila: 37,3oC
SpO2: 97%

BB

: Tidak dinilai

TB

: Tidak dinilai

IMT

: Kesan gizi cukup

Kepala

: Normosefal, distribusi rambut merata, tidak mudah


dicabut, hematom (-)

Mata

: Penglihatan baik, conjungtiva anemis (-)/(-), sklera


ikterik (-)/(-), pupil isokor 3 mm, refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+)/(+).

Hidung

: Penciuman baik, tidak ada nafas cuping hidung

Telinga

: Nyeri tarik aurikula (-)/(-), nyeri tekan tragus (-)/(-),


nyeri tekan mastoid (-/-), liang telinga lapang, serumen
prop (-)/(-), benda asing (-)/(-).

Mulut

: Bentuk rahang normal, sulcus nasolabialis simetris,


mukosa mulut tidak kering, sianosis oral (-), Bibir dan
lidah tidak ada tanda bekas tergigit.

Leher

: Letak trakea di tengah, tidak ada pembesaran KGB,


tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Dinding dada

: Simetris

dalam

statis

dan

dinamis,

retraksi

supraklavikula (-), retraksi subkostal (-), retraksi


interkostal (-)

Jantung

: Inspeksi
Palpasi

: Pulsasi iktus kordis tidak tampak


: Pulsasi iktus kordis teraba di ICS VI
lateral midclavicula line sinistra, kuat
angkat, thrill sistolik/diastolik tidak
ditemukan.

Perkusi

: Batas jantung atas di ICS II parasternal


line sinistra
Batas jantung kanan di ICS IV lateral
parasternal line dextra
Batas jantung kiri

ICS

lateral

midclavicula line sinistra


Auskultasi : BJI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru depan

: Inspeksi

: Sela iga tidak melebar, simetris dalam


keadaan statis maupun dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan dan kiri sama kuat

Perkusi

: Sonor di semua lapang paru, batas paruhati di ICS V MCLD

Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronki -/-,


wheezing -/-, friction rub -/Abdomen

: Inspeksi

: Tampak datar

Auskultasi : BU (+)
Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen,


shifting dullness (-), fluid wave (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak


teraba, lien tidak teraba membesar,
ballotement ginjal (-)/(-)

Pemeriksaan ekstremitas:
Ekstremitas

Superior

Inferior

Palmar Eritem

(-)/(-)

(-)/(-)

Pembesaran KGB Axiler

(-)/(-)

Pembesaran KGB Inguinal

(-)/(-)

III.

Edema

(-)/(-)

(-)/(-)

Sianosis

(-)/(-)

(-)/(-)

Clubbing finger

(-)/(-)

(-)/(-)

Akral dingin

(-)/(-)

(-)/(-)

Pemeriksaan Fisik Neurologis


Dilakukan pada tanggal 8 September 2016
Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal
Pemeriksaan

Kanan

Kiri

Kaku kuduk

(-)

(-)

Brudzinsky I

(-)

(-)

Brudzinsky II

(-)

(-)

Brudzinsky III

(-)

(-)

Brudzinsky IV

Tidak dilakukan

Laseque

(-)

(-)

Kernig

(-)

(-)

Pemeriksaan Saraf Kranialis


Saraf

Pemeriksaan

Kanan

Kiri

N. olfaktorius (I)

Tes penciuman

Tidak dilakukan

N. opticus (II)

Refleks cahaya

(+)

(+)

Lapang pandang

Normal

Normal

Melihat warna

Normal

Normal

Funduskopi

Tidak dilakukan

N. occulomotorius Pegerakan bola mata

Normal

Normal

(III),

(-)

(-)

trochlearis

N. Ptosis
(IV), Pemeriksaan pupil

N. abducens (VI)

Bentuk bulat, Bentuk bulat,


ukuran 3 mm

Refleks akomodasi dan Normal

ukuran 3 mm
Normal

konvergensi

N. trigeminus (V)

N. fascialis (VII)

N.

Tes sensibilitas

Normal

Normal

Membuka mulut

Normal

Normal

Menggerakkan rahang

Normal

Normal

Menggigit

Normal

Normal

Mengerutkan dahi

Normal

Normal

Mengangkat alis

Normal

Normal

Memejamkan mata

Normal

Normal

Mencucukan bibir

Normal

Normal

Menyeringai

Normal

Normal

vestibulo- Tes rinne, tes weber, tes Tidak dilakukan

cochlearis (VIII)

schwabach
Tes Romberg
Tes

Tidak dilakukan

romberg

yang Tidak dilakukan

dipertajam
N.

Kualitas suara

Normal

glossopharyngeus

Disartria

(-)

(IX) dan N. vagus Sengau

(-)

(X)

Normal

Menelan
Kedudukan

palatum Normal

mole, arcus pharynx dan


uvula saat istirahat
Kedudukan

palatum Normal

mole, arcus pharynx dan


uvula saat kontraksi
N. accesorius (XI)

Memalingkan wajah (M. Normal


sternocleidomastoideus)
Mengangkat bahu (M. Tidak dilakukan
trapezius)

N.
(XII)

hipoglossus Kedudukan lidah saat Tidak ada deviasi


istirahat

Kedudukan lidah saat Tidak ada deviasi


kontraksi
Atrofi papil lidah

Tidak ada

Tremor lidah

Tidak ada

Fasikulasi

Tidak ada

Pergerakan lidah

Normal

Pemeriksaan Motorik, Sensibilitas, Reflek Fisiologis dan Reflek Patologis


Motorik

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Pergerakan

(+)

(+)

(+)

(+)

Kekuatan

0-5-5-5

5-5-5-5

5-5-5-5

5-5-5-fraktur
digiti 4,5

Tonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Sensibilitas

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Taktil

Normal

Normal

Normal

Normal

Nyeri

Normal

Normal

Normal

Normal

R. fisiologis

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Biceps

++

++

Triceps

++

++

Patella

++

++

Achilles

++

++

R. patologis

Hoffman T
Babinski

Ekstremitas Atas

Ekstremitas Bawah

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

(-)

(-)
(-)

Tidak

dapat

dilakukan

Chaddock

(-)

Tidak

dapat

dilakukan
Gordon

(-)

(-)

Oppenheim

(-)

(-)

Schaefer

(-)

(-)

Klonus paha

(-)

(-)

Klonus kaki

(-)

Tidak

dapat

dilakukan

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan Laboratorium
31-08-2016
PEMERIKSAAN

Hasil

Satuan

Leukosit

21,73

103/uL

Eritrosit

4,16

106/uL

Hemoglobin

12,0

g/dL

Hematokrit

35,5

MCV

85

fL

MCH

29

pg

MCHC

34

g/dL

Trombosit

176

103/uL

RDW-SD

40

fL

SGOT

201

U/L

SGPT

221

U/L

Masa perdarahan

3,00

menit

Masa pembekuan

13,00

menit

PT (pasien)

15,0

detik

INR

0,960

PT (kontrol)

15,9

detik

APTT (pasien)

30,1

detik

APTT (kontrol)

36,5

detik

Glukosa darah sewaktu

138

mg/dl

Ureum darah

52

mg/dl

Kreatinin darah

1,3

mg/dl

Protein total

6,4

g/dl

Albumin

3,5

g/dl

Globulin

2,9

g/dl

Natrium

141,21

mmol/l

Kalium

5,04

mmol/l

Klorida

106,5

mmol/l

Hasil

Satuan

01-09-2016
PEMERIKSAAN
HBsAg

Negatif

Anti HCV

Negatif

Glukosa darah sewaktu

133

pH

7,340

p CO2

50

mm Hg

p O2

72

mm Hg

HCO3

27

mEq/l

O2 Sat

93

BE

0,7

mEq/l

Hasil

Satuan

Leukosit

15,59

103/uL

Eritrosit

2,58

106/uL

Hemoglobin

7,4

g/dL

Hematokrit

22,4

mg/dl

02-09-2016
PEMERIKSAAN

10

MCV

87

fL

MCH

29

pg

MCHC

33

g/dL

Trombosit

92

103/uL

RDW-SD

37,8

fL

Ureum darah

40

mg/dl

Kreatinin darah

1,1

mg/dl

pH

7,39

p CO2

49

mm Hg

p O2

85

mm Hg

HCO3

29,7

mEq/l

O2 Sat

96

BE

4,5

mEq/l

Hasil

Satuan

Leukosit

14,3

103/uL

Eritrosit

2,86

106/uL

Hemoglobin

8,3

g/dL

Hematokrit

24,8

MCV

87

fL

MCH

29

pg

MCHC

34

g/dL

Trombosit

107

103/uL

RDW-SD

41,8

fL

Natrium

138,45

mmol/l

Kalium

4,09

mmol/l

Klorida

100,41

mmol/l

03-09-2016
PEMERIKSAAN

11

04-09-2016
PEMERIKSAAN

Hasil

Satuan

Leukosit

12,78

103/uL

Eritrosit

3,46

106/uL

Hemoglobin

9,9

g/dL

Hematokrit

30,4

MCV

88

fL

MCH

29

pg

MCHC

33

g/dL

Trombosit

140

103/uL

RDW-SD

40,2

fL

PT (pasien)

13,6

detik

INR

0,870

PT (kontrol)

15,9

detik

APTT (pasien)

29,9

detik

APTT (kontrol)

35,5

detik

pH

7,410

p CO2

52

mm Hg

p O2

77

mm Hg

HCO3

32,4

mEq/l

O2 Sat

95

BE

7,2

mEq/l

Hasil

Satuan

Leukosit

16,8

103/uL

Eritrosit

4,33

106/uL

Hemoglobin

12,5

g/dL

Hematokrit

37,8

MCV

87

fL

05-09-2016
PEMERIKSAAN

12

MCH

29

pg

MCHC

33

g/dL

Trombosit

131

103/uL

RDW-SD

41,6

fL

Natrium

140,84

mmol/l

Kalium

4,01

mmol/l

Klorida

102,51

mmol/l

pH

7,252

p CO2

64,7

mm Hg

p O2

79,7

mm Hg

HCO3

28,5

mEq/l

O2 Sat

95

BE

1,9

mEq/l

Hasil

Satuan

Leukosit

15,15

103/uL

Eritrosit

3,48

106/uL

Hemoglobin

9,9

g/dL

Hematokrit

29,8

MCV

86

fL

MCH

28

pg

MCHC

33

g/dL

Trombosit

213

103/uL

RDW-SD

39,9

fL

Ureum darah

57

mg/dl

Kreatinin darah

0,6

mg/dl

Natrium

140,16

mmol/l

Kalium

3,61

mmol/l

Klorida

103,17

mmol/l

06-09-2016
PEMERIKSAAN

13

09-09-2016
PEMERIKSAAN

Hasil

Satuan

Albumin

3,4

g/dl

Natrium

133,39

mmol/l

Kalium

5,39

mmol/l

Klorida

98,99

mmol/l

Pemeriksaan Radiologi

14

15

16

17

18

V.

Resume
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 42 tahun dengan keluhan nyeri
pada dada. Kedua tangan serta kedua kaki nyeri bila digerakkan. Pasien jatuh
dari motor dengan posisi menggelinding sebelum terlindas kontainer pada sisi
tubuh sebelah kanan. Pasien mengaku tidak ada muntah, tidak ada pingsan, tidak
ada pusing, dan tidak ada penurunan kesadaran.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran pasien compos mentis dengan skor
GCS 15, tekanan darah : 148/81, nadi: 88 kali/menit, regular, isi cukup, RR: 30
kali/menit, suhu aksila: 37,3oC. Pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan kekuatan motorik lengan kanan atas dan tungkai kiri bawah
tidak dapat digerakkan akibat bone fracture.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan jumlah leukosit 21,73
10^3/uL. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan fraktur iga multipel (iga 3,4,6,7
sinistra dan iga 3,4 dextra), fraktur digiti 4,5 pedis sinistra, fraktur collum
humeri dextra, dan fraktur scapula dextra.

VI.

Diagnosis
Diagnosa kerja : Cedera kepala ringan

VII.

Penatalaksanaan
Non medikamentosa:

CT Scan kepala

Medikamentosa:

IVFD tutofusin + cernevit 1 amp/24 jam

Cendo hylub 4x1 ttp (ka/ki)

Nebu (combi:NaCl) 1:2cc 3x/hari + bisolvon 1cc

Bisoprolol 1x2,5mg

Laxadin 2x1

Theobron syr (theophylline) 3x5ml

Astharol syr (salbutamole sulfate) 3x5ml

19

VIII.

Ibuprofen 3x1

Captopril 3x25mg

Hi bone (Kalsium fosfat) 2x1

Ostriol (calcitriol) 1x1

Brainact odis (citicoline) 2x500

Theragran (vitamin) 1x1

Celebrax (celecoxib) 2x1

Prognosis
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad functionam

: Dubia ad bonam

Ad sanationam

: Dubia ad malam

20

FOLLOW UP

8 September 2016
S

Nyeri lokal daerah dada dan pundak kanan

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 148/81 mmHg
HR: 81 x/menit
RR: 30 x/menit
Sat : 97%

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut

9 September 2016
S

Nyeri lokal daerah post op

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 168/94 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 24 x/menit
T: 36,8 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut
Rencana pindah ruangan

21

10 September 2016
S

Nyeri lokal daerah post op berkurang

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 129/82 mmHg
HR: 90 x/menit
RR: 22 x/menit
T: 36,5 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut

11 September 2016
S

Nyeri lokal daerah post op

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 138/102 mmHg
HR: 88 x/menit
RR: 23 x/menit
T: 36,5 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut

22

12 September 2016
S

Nyeri lokal daerah kaki kiri

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 116/76 mmHg
HR: 96 x/menit
RR: 21 x/menit
T: 37,0 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut

13 September 2016
S

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 120/80 mmHg
HR: 80 x/menit
RR: 21 x/menit
T: 37,9 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut
Konsul gizi

14 September 2016

23

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 120/80 mmHg
HR: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
T: 36,9 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut
Pro op fraktur collum humeri dextra dan scapula dextra

15 September 2016
S

Kesadaran: compos mentis


GCS: 15
TD: 120/70 mmHg
HR: 82 x/menit
RR: 17 x/menit
T: 37,0 C

CKR
Post orif digiti 4,5 pedis sinistra
Post clip costae

Terapi lanjut

24

LANDASAN TEORI

Fakta mengenai Trauma Kapitis1,2

Trauma kapitis berkontribusi dalam ribuan kasus kematian yang terjadi di


Amerika Serikat

Setiap hari terdapat 138 kasus kematian yang diakibatkan trauma kapitis di
Amerika Serikat

Dalam satu dekade terakhir (2001-2010), angka kejadian trauma kapitis di


Instalasi Gawat Darurat meningkat hingga 70%, namun perawatan rawat inap
pada kasus tersebut hanya meningkat sebesar 11% kesenjangan

Disabilitas yang bersifat sementara maupun permanen juga dialami sebagian


besar pasien dengan kasus trauma kapitis

Trauma kapitis belum berarti trauma otak

Namun, perdarahan pada otak dapat terjadi pada kasus trauma kapitis dan dapat
meningkatkan tekanan dalam kranium

Pada

kasus

perdarahan

tertentu

dibutuhkan

ahli

bedah

saraf

untuk

mengeluarkan/drainase darah untuk mengurangi tekanan intrakranial

Pasien dengan penurunan kesadaran membutuhkan pertolongan medis SEGERA

CT-Scan digunakan untuk melihat perdarahan atau edema yang terjadi pada
kasus trauma kapitis

Anatomi
Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain :
1. Kulit kepala (scalp), terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

Skin atau kulit

Connective Tissue atau jaringan penyambung

Aponeurosis atau galea aponeurotika

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

Pericranium

25

Gambar 1: Layers of scalp

2. Tulang Tengkorak.
Tengkorak dibentuk oleh tulang-tulang yang saling berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan sutura. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu
neurocranium (tulang-tulang yang membungkus otak) dan viscerocranium (tulangtulang yang membentuk wajah). Neurocranium dibentuk oleh: Os. Frontale, Os.
Parietale, Os. Temporale, Os. Sphenoidale, Os. Occipitalis, Os. Ethmoidalis.
Viscerocranium dibentuk oleh: Os. Maksilare, Os. Palatinum, Os. Nasale, Os.
Lacrimale, Os. Zygomatikum, Os. Concha nasalis inferior, Vomer, Os. Mandibulare.

Gambar 2: Tulang tengkorak


26

3. Meningen.
Selaput meningen disebut juga sebagai selaput pelindung otak yang menutupi
seluruh permukaan otak. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu : duramater, arakhnoid
dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada
selaput arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang (ruang subdural) yang
terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus
pandang disebut lapisan arakhnoid. Merupakan selaput yang tipis dan transparan..
Lapisan arakhnoid mempunyai 2 bagian, yaitu suatu lapisan yang berhubungan dengan
duramater dan suatu sistem trabekula yang menghubungkan lapisan tersebut dengan
piamater. Ruangan di antara trabekula membentuk ruang subarakhnoid yang berisi
cairan serebrospinal dan sama sekali terpisahkan dari ruang subdural.
Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks
serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi antara arakhnoid dan piameter dalam ruang
subarakhnoid.

Gambar 3: Lapisan meningen

27

4. Otak.
Otak manusia terdiri dari otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), batang
otak (brainstem), dan sistem limbik. Serebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia
yang juga disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain. Serebrum terbagi menjadi 4
bagian yang disebut lobus. Lobus tersebut masing-masing adalah: lobus frontal, lobus
parietal, lobus oksipital dan lobus temporal. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara.
Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Lobus temporal mengatur fungsi memori.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
Serebelum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik,
yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil pada
batang otak menyebabkan defisit neurologis yang berat.

Gambar 4: Bagian-bagian otak

28

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Komponen limbik
antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipokampus dan korteks limbik. Sistem
limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan
juga memori jangka panjang.

Gambar 5: Sistem limbik

5. Cairan Serebrospinal.
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan yang berada di ruang subarakhnoid
yang mengelilingi otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinal mempunyai tekanan
yang konstan, dan mengalir pada seluruh ruangan yang berhubungan satu sama lain.
Cairan ini dihasilkan oleh pleksus khoroideus dan fungsi utamanya adalah sebagai
bantalan untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP) terhadap trauma.

Gambar 7: Lokasi cairan serebrospinal


29

Fisiologi
Di dalam rongga tengkorak, terdapat jaringan otak, darah dan pembuluh darah
intrakranial, serta cairan serebrospinalis. Tekanan intrakranial (TIK) merupakan jumlah
total dari tekanan yang mewakili volume jaringan otak, volume darah intrakranial dan
cairan serebrospinalis. Berdasarkan hipotesa Monro-Kellie, bahwa volume komponen
otak bersifat konstan/tetap, karena berada dalam ruang tengkorak yang bersifat kaku.
Meningkatnya volume salah satu komponen maka akan terjadi kompensasi dengan
menurunkan satu atau kedua volume komponen otak agar tetap stabil. Kompensasi
terdiri dari meningkatnya aliran CSS ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak
terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang
berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan
pergeseran otak ke arah bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat.
Tekanan intrakranial yang normal adalah 5-15 mmHg (Kandal ER). Penulis lain
mencatat tekanan intrakranial yang normal adalah 5- 20 mm Hg (Adam RD).
Trauma Kapitis3
Trauma kapitis adalah segala jenis trauma yang terjadi pada otak, tengkorak,
atau kulit kepala. Hal ini dapat bervariasi dari benturan ringan, memar, hingga cedera
pada otak. Trauma yang terjadi dapat meliputi cedera pada otak, fraktur tulang
tengkorak, maupun luka pada kulit kepala.

Gambar 8: Trauma pada kepala


30

Trauma kapitis dapat terbuka maupun tertutup. Trauma tertutup adalah segala
jenis trauma yang tidak menyebabkan retaknya tulang tengkorak. Sementara trauma
terbuka atau trauma tembus, adalah trauma yang menyebabkan retaknya tulang
tengkorak dan menembus hingga otak.
Pada trauma kapitis dapat terjadi perdarahan yang berlokasi di jaringan otak,
maupun pada lapisan-lapisan pembungkus otak (perdarahan subarakhnoid, hematoma
subdural).
Terminologi: trauma kapitis = cedera kepala = head trauma = head injury =
brain injury = traumatic brain injury
Etiologi2,3,4
1. Sepanjang tahun 2006-2010, jatuh merupakan penyebab utama terjadinya
trauma kapitis (dihitung berdasarkan jumlah kasus trauma kapitis di Amerika
Serikat yang terjadi di Instalasi Gawat Darurat dan rawat inap).

Lebih dari setengah (51%) kasus trauma kapitis pada anak-anak usia 0-14
tahun disebabkan karena jatuh

Lebih dari dua per tiga (81%) kasus trauma kapitis pada orang dewasa/lansia
berusia 65 tahun keatas disebabkan karena jatuh

2. Trauma tumpul (seperti : terpukul) merupakan penyebab kedua terbanyak


trauma pada kapitis di Amerika Serikat. Hampir seperempat (24%) kasus trauma
pada anak-anak dibawah usia 15 tahun diakibatkan trauma tumpul.
3. Pada seluruh kelompok usia, kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab ketiga terbanyak. Jika dilihat dari penyebab kematian pada kasus
trauma kapitis, maka kecelakaan kendaraan bermotor menempati utrutan kedua
sepanjang tahun 2006-2010 di Amerika Serikat.
4. Penyebab lain meliputi: kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
cedera olahraga.

31

Gejala Klinis2,5

Nyeri kepala

Sensasi berputar

Penurunan kesadaran

Gegar otak

Kejang

Kesulitan bicara

Masalah pada penginderaan: kehilangan pendengaran, penglihatan ganda

Muntah proyektil

Darah atau cairan bening yang keluar dari telinga

Amnesia

Kesulitan dalam koordinasi

Tabel 1. Gejala gegar otak (oleh Centers for Disease Control and Prevention)

Klasifikasi6,7
Klasifikasi trauma kapitis berdasarkan:
1. Patologi:

Komosio serebri

Kontusio serebri

Laserasi serebri

32

2. Lokasi lesi:

Lesi difus (diffuse axonal injury, hypoxic brain injury, diffuse cerebral oedema,
diffuse vascular injury)

Lesi fokal
o Kontusio dan laserasi serebri
o Hematoma intrakranial

Hematoma esktradural

Hematoma subdural

Hematoma intraparenkhimal

Hematoma subarakhnoid

Hematoma intraserebral

Hematoma intra serebellar

3. Derajat kesadaran (berdasarkan GCS):

Ringan : GCS = 13-15

Sedang : GCS = 9-12

Berat : GCS = 3-8

Trauma Kapitis:7,8,9
1. Komosio Serebri.
Komosio serebri adalah disfungsi neuron yang disebabkan oleh trauma kapitis
tanpa adanya bukti nyata kerusakan anatomi pada jaringan otak.

2. Kontusio Serebri.
Kontusio serebri (luka memar pada otak) adalah gangguan pada fungsi otak
yang terjadi akibat adanya kerusakan anatomi pada jaringan otak. Luka memar adalah
apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan dimana pembuluh darah (kapiler) pecah
sehingga darah meresap ke jaringan sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan
berwarna merah kebiruan. Luka memar pada otak terjadi apabila otak menekan
tengkorak. Biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal dan oksipital.

33

3. Laserasi Serebri.
Laserasi serebri adalah robekan pada jaringan otak yang diakibatkan trauma
pada kapitis. Biasanya terjadi robekan pada lapisan duramater atau piamater akibat
fraktur pada tulang tengkorak.

Gambar 9. Gambaran kontusio serebri dan laserasi serebri

4. Diffuse Axonal Injury (DAI).


Diffuse axonal injury adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan koma
berkepanjangan ( > 6 jam) pasca trauma yang tidak berhubungan dengan lesi massa atau
iskemia. Diffuse axonal injury merupakan bentuk cedera yang berat diakibatkan trauma
pada kapitis, dan terjadi sebagai akibat dari trauma akut dimana kekuatan deselerasiakselerasi dan rotasi menekan, meregangkan dan memutuskan akson terutama di
substansia alba.

Gambar 10. Gambaran akson pada DAI


34

Pemeriksaan CT-Scan pada diffuse axonal injury tidak menunjukkan adanya


kelainan pada 50-80% pasien tersangka DAI, namun pemeriksaan MRI dapat
menunjukkan kerusakan pada akson sekitar 70% pada pasien dengan cedera kepala
sedang hingga berat.

Gambar 11. Kerusakan pada akson terutama pada daerah substansia alba

5. Hematoma Ekstradural.
Pada hematoma ekstradural, atau biasanya disebut hematoma epidural atau
perdarahan epidural, perdarahan berlokasi di antara lapisan duramater dan tulang
tengkorak. Cedera ini sering terjadi pada daerah kepala dimana arteri meningeal media
bermuara sepanjang tulang temporal. Tulang ini relatif tipis dan tidak memberikan
proteksi yang kuat dibanding bagian tulang lain. Seiring perdarahan berlangsung, lesi
pembekuan / perdarahan akan bertambah luas menyebabkan terjadinya peningkatan
intrakranial. Tekanan ini kemudian menyebabkan cedera lebih lanjut pada otak.
Perdarahan epidural umumnya diakibatkan fraktur tengkorak yang biasanya
terjadi pada anak-anak atau remaja akibat terjatuh atau kecelakaan (bermain, olahraga,
kendaraan). Akibat fraktur tersebut maka terjadilah ruptur pada pembuluh darah
(terutama arteri), namun dapat juga pada pembuluh darah vena (pada anak-anak).
Perdarahan epidural merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan yang dapat berujung
pada kerusakan otak hingga kematian bila tidak mendapatkan penanganan.
Gejala khas yang dapat ditemukan pada pasien dengan perdarahan epidural
adalah hilangnya kesadaran, kemudian sadar, kemudian hilangnya kesadaran lagi.

35

Namun gejala ini belum tentu terjadi pada semua pasien. Gejala lainnya adalah berupa :
kebingungan, rasa pusing, pupil anisokor, nyeri kepala hebat, mual dan muntah,
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, terkadang perdarahan tidak berlangsung seketika
saat terjadinya trauma. Gejala peningkatan tekanan intrakranial juga tidak berlangsung
seketika.
Pemeriksaan CT-Scan dianjurkan untuk menilai dan memastikan diagnosa
perdarahan epidural, sekaligus memastikan lokasi fraktur dan lesi hematom yang
terlibat. Tatalaksana pada perdarahan epidural dapat berupa tatalaksana awal untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut / luas. Tindakan pembedahan dapat dipertimbangkan.
Penggunaan anti kejang (fenitoin) dapat diberikan untuk mencegah dan mengatasi
kejang. Pemberian hyperosmotic agent dapat diberikan jika dijumpai tanda-tanda edema
serebri.

Gambar 12. Epidural hematoma (EDH)

6. Hematoma Subdural.
Hematoma subdural, atau perdarahan subdural, merupakan perdarahan yang
berlokasi dibawah duramater, yaitu diantara duramater dan lapisan subarakhnoid. Pada
kondisi ini, perdarahan yang terjadi juga dapat memicu peningkatan tekanan intrakranial
dan menyebabkan gejala yang sama dengan perdarahan epidural.

36

Perdarahan subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48


jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik
progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam
foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini
dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut
nadi dan tekanan darah.
Perdarahan subdural subakut

menyebabkan defisit neurologik dalam waktu

lebih dari 48 jam hingga 7 hari setelah cedera. Seperti pada perdarahan subdural akut,
perdarahan ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penderita ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan
ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik
yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa
jam. Pergeseran isi intrakranial dan peningkatan intrakranial yang disebabkan oleh
akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tandatanda neurologik dari kompresi batang otak.
Pada perdarahan subdural kronik, timbulnya gejala umumnya 2-3 minggu
setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati
ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa.

Gambar 13. Perbedaam lokasi perdarahan epidural dan subdural


37

7. Hematoma Subarakhnoid.
Hematoma subarakhnoid atau perdarahan arakhnoid, merupakan perdarahan
yang berlokasi di ruang subarakhnoid, yaitu ruang diantara piamater dan arakhnoid yang
berisi cairan serebrospinal. Perdarahan ini dapat disebabkan oleh: perdarahan akibat
arteriovenous malformation (AVM), perdarahan akibat aneurisma serebral, trauma
kepala, dan penyebab idiopatik lainnya. Perdarahan akibat trauma, terutama disebabkan
karena jatuh (pada lansia), dan kecelakaan (pada remaja).
Gejala utama perdarahan subarakhnoid adalah nyeri kepala hebat yang datang
tiba-tiba (thunderclap headache). Semakin memburuk pada area posterior. Gejala lain
dapat berupa: penurunan kesadaran, photofobia, perubahan mood dan perilaku, nyeri
otot (terutama leher dan pundak), mual dan muntah, baal pada bagian tubuh tertentu,
kejang, kuduk kaku, masalah penglihatan (penglihatan ganda, blind spot, buta sesaat),
pupil anisokor.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kuduk kaku, gangguan neurologis,
gangguan pergerakan bola mata, tanda-tanda kerusakan pada saraf kranialis.
Pemeriksaan neuroimaging yang dapat digunakan dalam membantu penegakan
diagnosa yaitu dengan CT-Scan kepala tanpa kontras. Pemeriksaan penunjang lain dapat
berupa: angiografi serebri, CT-Scan angiography, transcranial doppler ultrasound,
MRI, dan MRA.

Gambar 14. Subarachnoid hemorrhage (SAH)

38

8. Hematoma Intraserebral.
Hematoma intaserebral atau perdarahan intraserebral, merupakan perdarahan
yang terjadi pada jaringan otak. Walaupun perdarahan yang terjadi dalam jumlah yang
sedikit, namun perdarahan ini dapat menimbulkan edema serebral seiring berjalannya
waktu, mengakibatkan penurunan kesadaran yang progresif dan gejala-gejala trauma
kepala lainnya.
Penyebab tersering pada perdarahan intraserebral adalah tekanan darah yang
tinggi. Penyebab lain dapat berupa: trauma, aneurisma, AVM, penggunaan kokain.
Gejala perdarahan intraserebral berupa: kelemahan mendadak, parase pada wajah,
lengan, dan kaki, onset nyeri kepala hebat yang datang mendadak, kesulitan menelan,
kesulitan melihat, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, pusing, kesulitan dalam
kemampuan berbahasa, mual dan muntah, apatis, somnolen, letargi, penurunan
kesadaran, kebingungan, hingga delirium.
Tatalaksana pada tiga jam pertama setelah timbulnya onset dapat memberikan
hasil akhir yang lebih baik. Pembedahan dapat membantu mengurangi tekanan dan
memperbaiki arteri yang robek. Tatalaksana simptomatis lainnya dapat diberikan,
seperti anti nyeri, anti kejang, anti hipertensi.

Gambar 15. Intracerebral hemorrhage (ICH)

39

Diagnosis6
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis.

Mekanisme trauma, jenis trauma apakah tembus atau tidak, waktu terjadinya
trauma

Riwayat kejang, penurunan kesadaran, mual dan muntah

Defisit neurologis (hemiparesis)

2. Pemeriksaan Fisik.

ABC dan Glasgow coma scale (GCS) sebagai pemeriksaan awal

Pemeriksaan neurologis

3. Pemeriksaan Penunjang

Foto polos kepala : dilakukan bila tidak ada CT-Scan yang tersedia di RS, foto
polos kepala posisi AP, lateral dan tangensial

CT-Scan : tujuan CT-Scan adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. CT Scan
merupakan gold standard bagi trauma kepala

Pemeriksaan lab: darah lengkap, gula darah, fungsi ginjal, gas darah dan
urinalisis

Diagnostik Pasca Perawatan6


1. Minimal (simple head injury) : GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada amnesia pasca trauma, tidak ada defisit neurologis.
2. Trauma kapitis ringan (mild head injury) : GCS 13-15, CT-Scan normal, pingsan
< 30 m3nit, tidak ada lesi operatif, rawat rumah sakit < 48 jam,amnesia pasca
trauma < 1 jam.
3. Trauma kapitis sedang (moderate head injury) : GCS 9-12, dirawat > 48 jam,
atau GCS > 12 namun disertai lesi operatif intrakranial atau abnorma CT-Scan,
pingsan > 30 menit 24 jam, amnesia pasca trauma 1-24 jam.

40

4. Trauma kapitis berat ( severe head injury) : GCS < 9, menetap dalam 48 jam
sesudah trauma, pingsan > 24 jam, amnesia pasca trauma > 7 hari.
Tatalaksana10
1. Glasgow Coma Scale (GCS), sebagai langkah awal dalam menilai gangguan
kesadaran pada pasien trauma kapitis.
2. Triase dan pemindahan pasien.
3. Tatalaksana dasar: oksigenasi, monitor tekanan darah, normothermia, elektolit
dalam batas normal, monitor kadar Na dan level osmolalitas, gula darah.
4. Tatalaksana tekanan intrakranial.
5. Tatalaksana bedah.
6. Terapi nutrisi.
7. Trakeostomi.

41

DAFTAR PUSTAKA
1. Wedro B. Head Injury (Brain Injury). MedicineNet.
2. Centers for disease control and prevention. Injury prevention and control:
Traumatic

brain

injury

and

concussions.

2016.

Available

from:

https://www.cdc.gov/traumaticbraininjury/get_the_facts.html
3. Borke J, Zieve D. Head injury first aid. United states national library of
medicine. National Institute of Health. 2015.
4. Healthline.

Head

injury.

December

3,

2015.

Available

from:

Available

from:

http://www.healthline.com/health/head-injury#Overview1
5. NHS.

Severe

head

injury.

January

12,

2016.

http://www.nhs.uk/conditions/head-injury-severe-/pages/introduction.aspxc
6. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. 2006.
7. Joseph V. Epidural hematoma. United states national library of medicine.
National

Institute

of

Health.

2015.

Available

from:

https://medlineplus.gov/ency/article/001412.htm
8. Joseph V. Subdural hematoma. United states national library of medicine.
National

Institute

of

Health.

2014.

Available

from:

https://medlineplus.gov/ency/article/000713.htm
9. Amit M. Subarachnoid hemorrhage. United states national library of medicine.
National

Institute

of

Health.

2015.

Available

from:

https://medlineplus.gov/ency/article/000701.htm
10. Best Practices in The Management of Traumatic Brain Injury. American College
of Surgeons Trauma Qualoty Improvement Program. 2015. p. 10-11.
Available :
https://www.facs.org/~/media/files/quality%20programs/trauma/tqip/traumatic%20brai
n%20injury%20guidelines.ashx

42

Anda mungkin juga menyukai