Anda di halaman 1dari 52

Skenario 1

Nikmat Pembawa Sengsara


Seorang laki-laki usia 63 tahun datang ke klinik pratama dengan
keluhan 1 jam yang lalu mendadak bicara pelo, mulut merot
tertarik ke sisi kanan dan lemah anggota gerak kanan. Ada nyeri
kepala dan rasa pusing berputar, muntah 1 x. Pasien sebelumnya
habis pesta durian bersama teman-teman sekantornya
Hasil pemeriksaan fisik didapat:

TD: 240/120 mmHg


Nadi: 85x/menit
RR: 20x/menit
Suhu tubuh: 37,80C
Kesadaran GCS E4M6V5
Pemeriksaan neurologis: hemiparesis alternans spastik
GDS:310 mg/dl

1. Kata Sulit
Hemiparesis alternans spastik: kelumpuhan piramidalis
yang memiliki ciri khas anggota gerak atas kontralateral

disertai kelumpuhan saraf motorik/defisit sensorik.


GCS E4M6V5: GCS (Glasgow Coma Scale) untuk skala
respon
Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya


berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5)

melokalisir

nyeri

(menjangkau

&

menjauhkan

stimulus saat diberi rangsang nyeri)


(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi
di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Bicara pelo: kesulitan bicara dan mengeja dengan jelas.


Bisa karena paresis n. Hypoglossus. Kata tidak sesuai dan
tidak bisa dimengerti.

2. Rumusa Masalah
a. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?
b. Hubungan pesta durian dengan keluhan?
c. Mengapa terasa nyeri kepala, pusing, dan muntah?
d. Mengapa lemah sisi kanan?
e. Interpretasi pemeriksaan fisik terhadap keluhan?
3. Hipotesis
a. Jumlah

laki-laki

secara

epdemiologi

mengalami stroke dibandik perempuan

lebih

banyak

Umur: organ banyak mengalami degenerasi khususnya


pembuluh darah. Saat mengkonsumsi durian, tekanan
intrakranial

meningkat

sehingga

pembuluh

darah

mudah pecah dan terjadilah stroke


b. Durian (100gr) mengandung 120-180 kalori, alkohol,
dan tinggi glukosa sehingga penumpukan zat-zatnya
dapat

mengahambat

peredaran

darah

kemudian

tekanan darah pun meningkat.


c. Tekanan darah yang meningkat menimbulkan stroke
hemoragic

dimana

pembuluh

darah

pecah

akan

menyebabkan tekanan intrakranial yang meningkat


sehingga mucul keluhan pusing, nyeri kepala dan
muntah
d. Hemiparesis kanan terjadi karenan kerusakan otak
bagian kiri sehingga menyebabkan gangguan bicara dan
ingatan. Jika hemiparesis kiri maka muncul keluhan
dibagian kontralateral. Kemungkinan gangguan saraf
fascialis

yaitu

pada

n.vii

perifer

kiri

sehingga

menyebabkan mulut mencong ke kanan


e. TD dan suhu: meningkat
Nadi, RR, gula darah: normal
4. Skema

ETIOLOGI

STROKE

TERAPI

JENIS

PATOFISIOLOGI
TANDA &
GEJALA

5. Sasaran Belajar
1. Definisi, klasifikasi, dan faktor resiko Stroke
2. Tanda dan gejala stroke
3. Patofisiologi stroke

4. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang


5. Tatalaksana Stroke
6. Mekanisme Rujukan
7. Edukasi dan Rehabilitasi
6. Belajar Mandiri
1. Definisi, Klasifikasi dan Faktor Resiko Stroke

Definisi Stroke
WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari
gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh),
yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain
gangguan vaskuler (Hatano, 1976 dalam Davenport dan Dennis,
2000).
Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria.
Menurut Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi
tersebut antara lain:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
1.2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
2.1. Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada

bentuk

akibat gangguan

ini

gejala

neurologik

peredaran

darah

yang

di

menghilang dalam waktu 24 jam.


2.2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

otak

timbul
akan

Gejala

neurologik

dalam waktu

lebih

yang
lama

timbul
dari

24

akan
jam,

menghilang
tetapi

tidak

lebih dari seminggu.


2.3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
2.4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap.

3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:


Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Stroke juga
umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam
hal ini stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke
iskemik
dijumpai

dan

stroke hemoragik.

prevalensi

stroke

Berdasarkan
iskemik

penelitian,
lebih

besar

dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow


dan

Warlow (1996)

dalam Davenport dan Dennis (2000),

80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih


merupakan stroke iskemik.
Faktor Risiko Terjadinya Stroke Iskemik
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya stroke
iskemik diantaranya:
1. Non modifiable risk factors:
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Keturunan/genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behaviour
- Merokok
- Diet tidak sehat

- Peminum alkohol
- Pemakaian obat-obatan
b. Physiological risk factors
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Infeksi, arteritis, trauma
- Gangguan ginjal
- Obesitas
- Polisitemia
- Kelainan pembuluh darah
Adapun faktor risiko utama penyebab stroke iskemik adalah:
1. Hipertensi
2. Merokok
3. Diabetes mellitus
4. Kelainan jantung
5. Kolesterol
2. Tanda dan Gejala Stroke

Gejala stroke muncul akibat daerah otak tertentu tidak


berfungsi

karena

terganggunya

aliran

darah

ke

daerah

tersebut. Gejala yang muncul bervariasi, tergantung bagian


otak mana yang terganggu. Gejala stroke tidak selalu muncul
pada kondisi yang berat. Serangan stroke ringan bisa diatasi
dan kondisi pasien bisa pulih kembali sepenuhnya, bahkan bisa
beraktivitas dan produktif seperti semula apabila serangan
stroke

ditangani

dengan

cepat

dan

tepat.

Sedangkan,

penanganan yang terlambat akan mengantarkan pada kondisi


yang parah, seperti kelumpuhan total, atau bahkan kematian.

1. Beberapa tanda dan gejala umum:


Sulit

berbicara

dengan

baik,

gejala

stroke

bisa

menyebabkan penderitanya akan mengalami kesulitan


untuk berbicara, kesulitan berbicara dengan normal dialami
karena di sebabkan oleh syaraf dibagian mulut, bisa rusak
sehingga mulut bisa tertarik ke samping, dan kondisi yang
seperti

itu

akan

membuat

penderitanya

kesulitan

berbicara. Masalah komunikasi juga akan dialami pada


penderita penyakit stroke ringan, karena gejala stroke juga
akan membuat penderitanya sulit memahami pembicaraan
orang lain.
Bagian mulut dan mata terlihat turun, gejala stroke juga
akan terlihat dari wajah yang berubah, terutama di bagian
mata dan juga mulut yang
menurun.
Sulit menggerakkan tangan, gejala stroke memang akan
membuat
penderitanya akan mengalami kelumpuhan. Lumpuh di
awal gejala stroke bisa terjadi pada tangga, salah satu
tangan atau keduanya yang sulit di gerakan sehingga sulit
untuk membawa sesuatu. Penderita yang mengalami
gejala stroke pada tahap ringan biasanya penderita akan
mengalami kelumpuhan ada bagian tangan maupun pada
bagian kaki mereka. jika yang terjadi pada tahap ringan,
maka kelumpuhan yang terjadi biasanya berlangsung
hanya satu hari atau dalam hitungan jam saja. Namun jika
anda mengalami sakit stroke sudah masuk pada tahap
yang sangat parah maka hal ini tidak akan mungkin bisa
disembuhkan.

Pusing kepala, pusing kepala yang awalnya ringan sampai


yang parah
bisa dirasakan oleh penderita stroke, karena gejala stroke
bisa ada serangan pusing kepala yang parah, dari leher

hingga kepala yang akan merasakan sakit dan juga berat.


Salah satu dari gejala stroke biasanya penderita akan
merasakan pusing kepala. Pusing yang terjadi tidak hanya
pada pusing biasa saja, melainkan rasa pusing seperti
vertigo.

Orang

kaitannya
merupakan

yang

dengan

sedang

sakit

penyakit

mengalami

stroke,

umum

karena

ditandai

vertigo
vertigo

dengan

ada
yang

adanya

macam penyakit didalam tubuh. Masalah itu akan menjadi


sebuah indikasi bahwa pada gejala sakit stroke yang ada
didalam tubuh kita.

Penurunan penglihatan, penglihatan yang ganda atau pun


tidak jelas
untuk melihat bukan hanya gejala penyakit mata, tetapi
juga bisa gejala penyakit stroke ringan oleh sebab itu
penurunan penglihatan akan terjadi juga ketika sakit
stroke.

Mati rasa, ketika menderita penyakit stroke ringan maka di


beberapa bagian tubuh juga bisa mengalami mati.
Sering kesemutan
Jika anda sedang mengalami sakit stroke masih pada tahap
ringan. Pada yang mengalami gejala stroke biasanya dia
akan merasakan kesemutan yang terutama pada daerah
pergelangan tangan maupun pada kakinya.

Hilang keseimbangan
Orang sedang mengalami gejala stroke biasanya akan
mengalami kehilangan tingkat keseimbangannya. Pada
saat berjalanan secara tiba tiba dia tidak mampu untuk
melakukan keseimbangan pada tubuhnya dan salah satu
tubuh nya akan lebih condong yang menyandar ke tembok
pada sesuatu yang bisa saja dijadikan sandaran bagi nya.

Perubahan pada perilakunya

Orang yang mengalami stroke berat biasanya mengalami


perubahan

perilaku.

Perilakunya

itu

seperti

tidak

dikehendakinya, perilakunya seperti anak kecil dan tidak


seperti dirinya sendiri. Tidak hanya itu saja, orang yang
mengalami stroke berat mudah marah tidak jelas, apa-apa
yang dilakukan orang lain tidak menjadi keinginan dan juga
kehendaknya.

Susah menelan
Orang yang mengalami sakit stroke biasanya dia akan
mengalami kesulitannya untuk menelan makanan, karena
yang terjadi pada tenggorokan yang akan menjadi tidak
elastis, sehingga pada saat anda menelan makanan
maupun minuman yang akan masuk kedalam tubuh
mengalami kesusahan. Akibatnya pada yang mengalami
sakit stroke biasanya pada penurunan kualitas hidupnya
dan pada perubahan postur tubuh yang semakin kurus.

Pikun
Karena terjadinya menyerang pada bagian otak, maka
yang dapat mengalami sakit stroke berat akan mengalami
kesulitannya dalam berkonsentrasi. Hal yang terjadi karena
pada sel syaraf otaknya mengalami kerusakan.

2. Beberapa tanda dan gejala khusus:


a. Gejala Akibat Gangguan Sistem Karotis

Gangguan sensibilitas (merasa nyeri, rasa terbakar, mati

rasa, perasaan geli-geli seperti ditusuk-tusuk) di daerah wajah


serta lengan dan tungkai sesisi

Kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan

dan tungkai sesisi.

Gangguan penglihatan, dapat berupa kebutaan satu sisi

atau kebutaan separuh lapangan pandang.

Gangguan gerak bola mata, dapat berupa mata melirik ke

arah satu sisi, mengeluh penglihatan rangkap/dobel, mengeluh


benda yang dilihatnya bergerak serta turun naik.

Gangguan emosional

Gangguan menelan

Gangguan dalam kontrol kencing

Mulut perot

Bicara menjadi pelo

Gangguan komunikasi

Kesulitan menyampaikan pikiran melalui kata-kata atau

tulisan

Seringkali kata-kata yang trpikir dapaat terucapkan tetapi

susunan gramatiknya membingungkan

Keesulitan untuk mengerti bahasa lisan maupun tulisan.

Kehilangan hampir seluruh kemampuan bahasanya.

Lupa akan nama-nama orang atau benda-benda tertentu.

Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat

mengerti jika meraba atau mendengar suaranya.

Tidak

mengenali

bagian

tubuhnya

sendiri,

seperti

membedakan antara kiri dan kanan.

Koordinasi gerakan dan ucapan yang buruk.

Tak mampu mengukur jarak atau ruang yang ingin

dijangkaunya.

Kehilangan kemampuan musik yang dimilikinya

Kehilangan kemampuan mengenal warna


b. Gejala akibat Gangguan pada Sistem Vertebrobasilaris
Gangguan gerak bola mata
Bola mata bergoyang-goyang
Kehilangan keseimbangan
Jalan sempoyongan
Pusing berputar/buyeer dan muntah-muntah
Gangguan sensibilitas dan motorik sesisi
Gangguan pendengaran

Gejala-gejala tersebut bisa ditemukan salah satu saja


atau bisa muncul beberapa gejala sekaligus, tergantung
berat dan letak lesi pada otak orang tersebut. Gejala-gejala
tersebut bisa muncul tiba-tiba saat sedang santai atau
ketika melakukan aktivitas

(olahraga, bekerja atau di

lapangan), atau ketika bangun tidur. Misalnya, ketika


bangun tidur, hendak ke kamar mandi, tiba-tiba terjatuh
tanpa

ada

yang

menghalangi

atau

tersandung

oleh

sesuatu.
Bila masih sadar, sesaat kemudian sadar jika sebelah
kakinya sulit digerakkan, begitu pun sebelah lengannya sisi
yang sama sulit diangkat. Mungkin bicaranya jadi pelo,
mulut jadi mengot, kadang-kadang muntah dan mengeluh
pusing atau sakit kepala , bahkan bisa menjadi pingsan
atau mengorok. Atau ketika sedang menonton, tiba-tiba
bicara jadi berubah, jadi cadel, kadang-kadang tungkai dan
lengan satu sisi yang sama jadi lemah dan sulit digerakkan.
Jika hal tersebut terjadi, maka sebaiknya segera pergi
ke

pelayanan

kesehatan

terdekat

untuk

menerima

pertolongan pertama agar serangan stroke ini bisa ditangani


secepatnya dan tidak menjadi lebih buruk lagi.
c. Gejala-gejala stroke non-hemoragik
TIA (Transient Ischemic Attack) atau serangan Iskemik
Sesaat, yaitu gejala neurologik yang menghilang kurang
dari 24 jam. TIA adalah gangguan fungsi otak yang
merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke
otak untuk sementara waktu. TIA lebih banyak terjadi
pada usia setengah baya dan risikonya meningkat

sejalan dengan bertambahnya umur.


RIND atau gejala neurologik yang menghilang dalam
waktu 24 jam hingga tujuh hari.

Stroke In Evolution, yaitu gejala neurologik yang makin

lama makin berat


Completed Stroke atau gejala neruologik yang sudah

menetap.
d. Gejala neurologik
Gejala neurologik merupakan gejala atau tanda-tanda yang
berkaitan dengan saraf.
d.1. Stroke non-hemoragik:
- Terjadinya stroke biasanya bertahap atau tidak
mendadak
- Terjadi pada saat penderita sedang beristirahat
- Nyeri kepala umumnya ringan sedang
- Tidak dijumpai adanya kejang
- Tidak ada muntah
- Tidak disertai dengan penurunan kesadaran atau
terjadi penurunan kesadaran dalam derajat yang
minimal
- Gangguan penglihaan pada satu mata tanpa
disertai rasa nyeri
- Kelumpuhan lengan atau tungkai atau keduanya
pada sisi yang sama
- Kesulitan berbicara (afasia)
- Gangguan sensari raba (sensorik)
- Gangguan pergerakan tubuh (motorik)
- Mulut merot bila mengenai saraf fasialis (persarafan
wajah)
- Mendadak tidak stabil, dan lain-lain
Tabel 2.1 Gejala dan tanda stroke iskemik berdasarkan
lokasi struktur otak yang terkena (Price and Wilson, 2002)

Gejala dan Tanda

Dapat
mata

Struktur otak yang terkena

terjadi

kebutaan

(episodik

dan

satu

disebut

amaurosis fugaks) di sisi arteri


karotis

yang

terkena,

akibat

insufisiensi arteri retinalis.

anterior:

Gejala sensorik dan motorik di


ekstremitas kontralateral karena
insufisiensi arteri serebri media.

Arteri karotis interna (sirkulasi


gejala

biasanya

unilateral). Lokasi tersering lesi


adalah bifurkasio arteri karotis
komunis ke dalam arteri karotis
interna dan eksterna. Cabang-

Lesi dapat terjadi di daerah cabang arteri karotis interna


antara arteri serebri anterior adalah arteri oftalmika, arteri
dan media atau ateri serebri komunikan
media.

Gejala

mula-

mula koroidalis

timbul di ekstremitas atas dan serebri


mungkin
Apabila

di

arteri

anterior,

arteri

anterior,

dan

arteri

wajah. serebri media.

mengenai
lesi

posterior,

hemisfer

dominan, maka terjadi afasia


ekspresif

karena

keterlibatan

daerah bicara-motorik Broca

Afasia

global

(apabila

hemisfer

dominan terkena); gangguan semua


fungsi yang berkaitan dengan bicara

Arteri Serebri media (tersering)

dan komunikasi.

Koma

Arteri serebri posterior (di


lobus

Hemiparesis kontralateral

talamus)

otak

tengah

atau

Afasia visual atau buta kata


(aleksia)

Kelumpuhan

saraf

ketiga:

kranialis

hemianopsia,

koreoatetosis

d.2. Stroke hemoragik:


Sedangkan, mekanisme dasar dari terjadinya stroke
hemoragik

adalah

karena

adanya

perdarahan

otak.

Perdarahan ini bisa disebabkan oleh pecahnya pembuuh


darah arteri otak. Karena hipertensi yang kronis , pembuluh
darah menjadi tipis (terbentuk aneurisma) dan mudah
terjadi ruptur (pecah) atau pembuluh darah lain di otak
oleh karena adanya proses atheroskleerosis.
- Terjadinya secara mendadak, biasanya ketika penderita
sedang melakukan aktivitas
- Didahului nyeri kepala yang hebat
- Seketika itu orang tersebut akan kehilangan kesadaran
- Bisa dijumpai adanya muntah
- Kejang
- Bila lokasi perdarahan di lobus frontalis otak, maka terjadi
kelumpuhan

organ

yang

berlawanan

dengan

lokasi

perdarahan, adanya nyeri kepala hebat, dan gangguan


lapang pandang penglihatan
- Dapat terjadi gangguan sensasi raba
- Gangguan bicara dan mulut merot

- Gangguan pergerakan atau bahkan sistem keseimbangan


Pada prinsipnya, ada kesamaan diantara segala
manifestasi klinis (akibat) dari stroke muncul karena
perdarahan

dan

bukan

perdarahan.

Hanya

yang

membedakan adalah on-set (waktu terjadi), ada tidaknya


nyeri kepala, ada tidaknya muntah dan kejang, juga ada
tidaknya penurunan kesadaran
3. Patofisiologi Stroke
a. Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak
secara bertahap (Sjahrir,2003)
Tahap 1 :
Penurunan aliran darah
Pengurangan O2
Kegagalan energy
Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
Spreading depression
Tahap3 :Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis

Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat


kompleks dan melibatkan permeabilitas patologis dari sawar
darah otak, kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel,
asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas
dan toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki
dkk,2002)

Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.


Dikutip

dari

Sherki,Y.G.,

Rosenbaum.Z.,

Melamed,E.,

Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute Central


Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev.
54:271- 284
b. Stroke Hemoragik
Perdarahan

intrakranial

meliputi

perdarahan

di

parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens

perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke


hemoragik,

dimana

masing-masing

10%

adalah

perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral


(Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena
pecahnya

mikroaneurisma

(Berry

aneurysm)

akibat

hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah


subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik
menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis
fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tibatiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek
penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang
akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan

volume

perdarahan

semakin

besar

(Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan

subarachnoid

pembuluh

darah

sehingga

terjadi

subarachnoid.

disekitar

terjadi

akibat

otak

pecah,

ke

ruang

permukaan

ekstravasasi

Perdarahan

(PSA)

darah

subarachnoid

umumnya

disebabkan

oleh

rupturnya

aneurisma

sakular

atau

perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

4. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

4.1. Pemeriksaan Fisik Neurologis


1. Menguji tingkat kesadaran
a. secara kualitatif
1.

ComposMentis

(conscious),

yaitu

kesadaran

normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua


pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan
untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3.

Delirium,

tempat,

yaitu

waktu),

gelisah,

disorientasi

memberontak,

(orang,

berteriak-teriak,

berhalusinasi, kadang berhayal.


4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur,

namun

dirangsang

kesadaran

(mudah

dapat

dibangunkan)

pulih
tetapi

bila
jatuh

tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.


5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti
tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan,
tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma
Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan
nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya
berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi katakata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas
atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya
posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS
disajikan

dalam

simbol

EVM

Selanutnya

nilai-nilai

dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6


dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos

Mentis(GCS:

15-14)

Apatis

(GCS:

13-12)

Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) /


Coma (GCS: 3))
2. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Adakah Peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, kaku kuduk,
mual muntah, kejang
a. Pemeriksaan Kaku kuduk
b. Pemeriksaan Kernig
- Posisikan pasien untuk tidur terlentang
- Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90)dengan tubuh,
tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula.
-

Setelah

itu

tungkai

bawah

diekstensikan

pada

persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari


135 terhadap paha.
- Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau
kurang dari sudut 135, karena nyeri atau spasme otot
hamstring / nyeri sepanjang N.Ischiadicus, sehingga
panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi fleksi involuter
pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig sign
positif.

gambar 3 pemeriksaan Tanda Kernig


c. Pemeriksaan Brudzinski

1. Brudzinski I (Brudzinskis neck sign)


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan
kanan

ditempatkan

dibawah

kepala

pasien

yang

sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi


ditempatkan

didada

pasien

untuk

mencegah

diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan


sehingga dagu menyentuh dada. Brudzinski I positif
bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan
fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.

gambar 4: pemeriksaan tanda brudzinski I


2. Brudzinski II
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan
dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian
tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul.
3. Brudzinski III (Brudzinskis Check Sign)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan
dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os
ozygomaticum.
4. Brudzinski IV (Brudzinskis Symphisis Sign)

Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis


dengan kebua ibu jari tangan pemeriksaan.
3. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau )
Anjurkan klien mengidentifikasi berbagai macam
jenis bau-bauan dengan memejamkan mata, gunakan
bahan yang tidak merangsang seperti kopi, tembakau,
parfum atau rempah-rempah
Nervus II, Opticus (penglihatan)
Melakukan pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan:
a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu
memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan tabel,
jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan
ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan
normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan
informasi tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan
mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan
dengan:
Tes Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa pasien :
60 100 cm, Objek yang digerakkan harus berada tepat di
tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari
pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari lapang
pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan
bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata
yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak
boleh melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan
lapang pandang pemeriksa harus normal.
c. Refleks Pupil

i. Respon cahaya langsung


Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping
(sehingga pasien tidak memfokus pada cahaya dan tidak
berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat
reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan
ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan
normal pupil yang disinari akan mengecil.
ii. Respon cahaya konsensual jika pada pupil yang satu
disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil
dengan ukuran yang sama.
d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O
dioptri

maka

fokus

dapat

diarahkan

kepada

fundus,

kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan


fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu
diskus

optikus.

Caranya

adalah

dengan

mengikuti

perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua


vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
Nervus III, Oculomotorius
a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke
depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris
pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila
salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari
pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepala ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara
kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
b. Gerakan bola mata
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan
jari atau ballpoint ke arah medial, atas dan bawah,

sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia)


dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan
gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat
adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu
sisi.
c. Pemeriksaan pupil meliputi :
i. Bentuk dan ukuran pupil
ii. Perbandingan pupil kanan dan kiri
iii. Refleks pupil, Meliputi pemeriksaan:
1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)
3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Nervus IV, Throclearis
Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata
ke lateral bawah, strabismus konvergen, diplopia
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien
dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke
atas
- Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah,
lidah dan gigi
- Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan
gigi
Nervus VI, Abdusen
Pergerakan bola mata ke lateral
Nervus VII, Facialis
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi
(dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik,
mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan
rapat

dan

coba

buka

dengan

tangan

pemeriksa),

moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan gigi,


bersiul

(suruh

pasien

bersiul,

dalam

keadaan

pipi

mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila


ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh)
Nervus VIII, Auditorius/vestibulokokhlearis
Memeriksa ketajaman pendengaran klien, dengan
menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram.
Audiogram

digunakan

untuk

membedakan

tuli

saraf

dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.


Nervus IX, Glosopharingeal
Memeriksa gerakan reflek lidah, klien diminta m
engucap AH, menguji kemampuan rasa lidah depan, dan
gerakan lidah ke atas, bawah, dan samping. Pemeriksaan
N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka
biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi
kesedak

keselek

(kelumpuhan

palatom),

kesulitan

menelan dan disartria. Pasien disuruh membuka mulut dan


inspeksi

palatum

dengan

terdapat

pergeseran

uvula,

senter

perhatikan

kemudian

pasien

apakah
disuruh

menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini


menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut
(nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah
komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada
setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan
kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula
tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan
normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien
disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak
(lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh

batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior


lidah (N. IX)
Nervus X, Vagus
Memeriksa sensasi faring, laring, dan gerakan pita suara
Nervus XI, Accessorius
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta
pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa
otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke
bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga
raba massa otot sternokleido mastoideus.
Nervus XII, Hypoglosal
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :Inspeksi
lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya
atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular dan
tidak ritmik). Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang
berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika terdapat lesi upper
atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari N XII
biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut
kelumpuhan pseudobulbar.
4. Memeriksa fungsi motorik
a. Pengamatan

Gaya berjalan dan tingkah laku

Simetri tubuh dan extermitas

Kelumpuhan badan dab anggota gerak

b. Gerakan volunter
Yang di periksa adalah pasien atas pemeriksa, misalnya

Mengangkat kedua tangan dan bahu

Fleksi dan extensi artikulus kubiti

Mengepal dan membuka jari tangan

Mengankat kedua tungkai pada sendi panggul

Fleksi dan ekstansi artikulus genu

Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

Gerakan jari-jari kaki

c. Palpasi

Pengukuran besar otot

Nyeri tekan

Kontraktur

Konsistensi

otot

yang

meningkat:

Meningitis,

Kelumpuhan

Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:


Kelumpuhan akibat lesi

6. Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer. klien diminta memejamkan
mata
a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel
lidah yang di patahkan atau ujung kayu aplikator
kapasdigoreskan pada beberapa area kulit, Minta klien
untuk bersuara pada saat di rasakan sensasi tumpul
atau tajam.
b.

Menguji

sensai

panas

dan

dingin:

dengan

menggunakan Dua tabung tes, satu berisi air panas


dan satu air dingin, Sentuh kulit dengan tabung
tersebut minta klien untuk mengidentifikasi sensasi
panas atau dingin.
c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan Bola kapas
atau lidi kapas, Beri sentuhan ringan ujung kapas
pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit
minta klien untuk bersuara jika merasakan sensasi
d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, Tempelkan batang
garpu tala yang sedang bergetar di bagian distal

sendi interfalang darijari dan sendiinterfalang dari ibu


jari kaki, siku, dan pergelangantangan. Minta klien
untuk bersuara pada saat dan tempat di rasakan
vibrasi.
7. Memeriksa reflek kedalaman tendon
1. Reflek fisiologis
a. Reflek bisep:

Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan


membiarkan

lengan

untuk

beristirahat

di

pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit


lebih dari 90 derajat di siku.

Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di


siku

sementara

pemeriksa

mengamati

dan

meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat


dan terasa seperti tali tebal.

Cara

ketukan

pada

jari

pemeriksa

yang

ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi


lengan setengah diketuk pada sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b. Reflek trisep :
-

Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. dengan


Perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien,
sehingga membentuk sudut kanan di bahu. atau

Lengan

bawah

harus

menjuntai

ke

bawah

langsung di siku
-

Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi


lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi

Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

c. Reflek brachiradialis
-

Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan


bawah harus beristirahat longgar di pangkuan
pasien.

Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis


(Tendon melintasi (sisi ibu jari pada lengan bawah)
jari-jari sekitar 10 cm proksimal pergelangan
tangan. posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi.

Respons: - flexi pada lengan bawah


supinasi pada siku dan tangan

d. Reflek patella

posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau


berbaring terlentang

Cara : ketukan pada tendon patella

Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi


m.quadrisep femoris

e. Reflek achiles
-

Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi


meja ujian. Atau dengan berbaring terlentang
dengan posisi kaki melintasi diatas kaki di atas
yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe
katak.

Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar


flexi.

Cara : ketukan hammer pada tendon achilles

Respon : plantar fleksi kaki krena


m.gastroenemius

kontraksi

2. Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada
kasus-kasus tertentu.
a. Reflek babinski:
- Pasien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua
kaki diluruskan.
- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki
pasien agar kaki tetap pada tempatnya.
- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral
dari posterior ke anterior
-

Respon

posisitf

apabila

terdapat

gerakan

dorsofleksi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki


lainnya
b. Reflek chaddok
- Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral
sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior
- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari,
disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

c. Reflek schaeffer
- Menekan tendon achilles.
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari
kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

d. Reflek oppenheim
- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari
proksiml ke distal
- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari
kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

e. Reflek Gordon
- Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki,


disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

f. Reflek bing
g. Reflek gonda
-

Menekan

(memfleksikan)

jari

kaki

ke-4,

lalu

melepaskannya dengan cepat.


- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari
kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

4. 2. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Laboratorium
Complete Blood Count (CBC)
Menghitung jumlah platelet, eritrosit, leukosit. Hasil CBC dapat
menunjukkan kondisi tertentu yang ada atau tidak ada hubungan dengan
stroke, seperti anemia dan infeksi.
blood lipid test
mengukur level kolesterol, baik LDL maupun HDL. Nilai koleserol yang
tinggi merupakan faktor risiko stroke
Coagulation test

Meliputi prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT) dan


international normalized ratio (INR). Perdarahan abnormal merupakan
penyebab potensial stroke hemoragik. Sedangkan pembekuan abnormal
merupakan penyebab stroke iskemik. Oleh sebab itu, dokter perlu
menentukan bagaimana tingkat kecepatan pembekuan darah segera.
Blood glucose
Nilai gula darah yang terlalu tinggi dan terlalu rendah juga akan
menimbulkan gejala yang menyerupai stroke.
Elektrolit
Nilai elektrolit untuk mengetahui ada tidaknya organ yang tidak berkerja
secara optimal
Homocystein level test
Mengukur kadar asam amino homosistein di darah yang dapat
meningkatkan risiko stroke dan aterosklerosis
CRP level test
C-reactive protein merupakan marker inflamasi. Jika nilainya tinggi
kemungkinan ada peningkatan risiko penyait kardiovaskuler dan stroke
2. Angiografi Serebral
Cerebral agiography merupakan suatu tindakan yang ditujukan
untuk memberikan gambaran tentang kondisi pembuluh darah serta aliran
darah di daerah cerebral dengan memanfaatkan x-ray. Tindakan
angiography ini dilaksanakan dengan memasukan kateter kedalam
pembuluh darah besar (biasanya melalui arteri femoralis) dan memasukan
zat kontras setelah kateter mencapai arteri karotis.
Cerebral agiography digunakan oleh dokter untuk mendeteksi
adanya abnormalitas pembuluh darah otak dan digunakan pada saat
prosedur diagnostic lain tidak mampu melihat adanya abnormalitas pada
pembuluh darah. Pada penderita stroke dilaksanakannya tindakan
angiography cerebral merupakan tindakan yang controversial terutama
pada penderita stroke akut. Masuknya kateter kedalam pembuluh darah
juga beresiko menimbulkan stroke.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan status neurologik
klien setelah dilakukan cerebral angiography.Karena tindakan ini
menggunakan zat kontras, ada kemungkinan terjadi alergi pada beberapa
orang.

3. CT Scan
Tanda Awal Stroke Iskemik :
a.

Gambaran pendangkalan sulcus serebri


Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus
di hemisfer serebri. Infark serebral akut menyebabkan
hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar
oksigen dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan
kegagalan pompa natrium-kalium, yang menyebabkan

berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler


dan edema sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri
dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah gejala muncul.
Pada CT scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus
dan pendangkalan sulcus serebri.

b.

Kekaburan antara Substansi Alba dan Substansia

Grisea
Menghilangnya

batas

substansia

alba

dan

substansia grisea serebri Substansia grisea merupakan


area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan
substansia alba, karena metabolismenya lebih aktif.
Karena itu, menghilangnya diferensiasi substansia alba
dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan
yang paling awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan
oleh influks edema pada substansia grisea. Gambaran ini
bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada
82% pasien dengan iskemia area arteri serebri media
c. Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat
tampak pada oklusi arteri serebri media karena posisinya

pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral


arteri serebri anterior maupun posterior.

d.

Hipodensitas nukleus lentiformis


Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema
sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam setelah onset.
Nukleus

lentiformis

cenderung

mudah

mengalami

kerusakan ireversibel yang cepat pada oklusi bagian


proksimal

arteri

lentikulostriata

serebri
arteri

media
serebri

karena
media

cabang
yang

memvaskularisasi nukleus lentiformis merupakan end


vessel.

e.

Tanda hiperdensitas arteri serebri media


Gambaran ekstraparenkimal dapat

ditemukan

paling cepat 90 menit setelah gejala timbul, yaitu


gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah besar,
yang biasanya terlihat pada cabang proksimal (segmen
M1) arteri serebri media, walaupun sebenarnya bisa
didapatkan pada semua arteri.
Peningkatan
densitas
melambatnya

aliran

pembuluh

ini

diduga

darah

lokal

akibat
karena

adanya trombus intravaskular atau menggambarkan


secara langsung trombus yang menyumbat itu sendiri.
Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri
serebri media.

Tanda Stroke Hemoragik


a. Hematome Intraparenkimal

b. Malformasi Vaskular
Adanya midline
subarachnoid.

shifting

menandakan

perdarahan

5. Tatalaksana Stroke

5.1

Tatalaksana non-gawat darurat

Untuk tatalaksana non-gawat darurat, pasien stroke bisa


ditangani dengan cara:

Menjaga kondisi normovolemi-> jaga dengan cairan


isotonik 30mL/KgBB/hari

Menjaga keseimbangan elektrolit

Mengkoreksi asidosis maupun alkalosis

Nutrisi enteral dalam 48 jam via enteral (NGT)-> 25-30


kkal/KgBB/hari

Mobilisasi dan pencegahan komplikasi subakut

Analgetik, antiemetik p.r.n

Kateter urin

Berhati-hati dalam melakukan pergerakan pasien

Sementara untuk pasien dengan stroke iskemi perlu


ditambah dengan:

Pengendalian tekanan darah-> TD> 220/120, penurunan


15% dalam 24 jam

Bila menerima terapi trombolitik-> Target TD <180/110


dalam 24 jam setelah terapi

Pilihan: CCB 5mg/jam IV

Menjaga kadar glukosa

Hipoglikemi

<

50mg/dL

->

bolus

dekstrosa/

infus

glukosa 10-20% (Setelah 24 jam onset)

Hiperglikemi

>180

mg/dL->

suntikan

insulin

subkutan(untuk DM)/ infus NaCl 0,9%

Trombolisis-> rTPA 0,9mg/KgBB (bila onset 3-4,5 jam,


usia< 80 tahun, tidak mengonsumsi obat antikoagulan
oral)

Antiplatelet->

Aspirin

325

mg

dalam

24-48

jam/

klopidogrel 75 mg/hari

Neuroprotektor-> Citicolin 2x 1000mg IV 3 hari

Pada lain pihak, untuk stroke hemoragik perlu penanganan


dengan:

Diagnosis dan penilaian CT dan MRI

Penanganan perdarahan intrakranial

Pemberian faktor koagulasi dan trombosit

Pemberian Vit K/ FFP

Pencegahan tromboemboli dengan stocking elastis

Heparin subkutan SETELAH perdarahan terhenti

Kontrol tekanan darah

Bila TDS>180 mmHg/ MAP>130mmHg+ gejala TIK


naik-> obat anti hipertensi Ivkontinu + pantau
tekanan perfusi

Bila TIK tidak ada kenaikan, diturunkan dengan


obat anti hipertensi IV dengan pemantauan TD
tiap

15

menit

hingga

MAP

110mmHg/

160/90mmHg

Kontrol kadar gula

Antiepilepsi p.r.n

Operasi-> Menyingkirkan Hematom

5.2 Penatalaksanaan Stroke di Ruang Gawat Darurat


1. Eval Cepat dan diagnosis

TD

a. Anamnesis, terpusat pada kapan serangan terjadi,


apa yang sedang dilakukan saat terjadi serangan,
gejala awal, dan factor resiko yang dimiliki pasien
b. PF (respirasi, sirkulasi, oksimetri, suhu tubuh) + Px.
Kepala dan leher (cek bruit karotis dan peningkatan
vena jugularis)+ Px. Thorax, abdomen, extremitas
dan kulit
c. Px. Neurologis (Px. Saraf cranialis, rangsang selaput
otak, system motorik, sikap dan cara jalan reflex,
koordinasi, sensorik dan kognitif)
d. Skala strok dgn panduan NIHSS
2. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas
Pantau saturasi oksigen, status neurologis, nadi,
BP, suhu tubuh selama 72 jam
Beri oksigen pada pasien dgn saturasi oksigen
<95%
Pasang OGT pada pasien tak sadar
Bantuan ventilasi pada pasien yg kesadarannya
menurun / mengalami disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan nafas
Terapi oksigen hanya untuk pasien hipoksia (pO
<60mmHg/ pCO >50mmHg)/syok/pasien beresiko
aspirasi
Pipa endotracheal terpasang <2minggu, jika lebih
lakukan tracheostomy
b. Stabilisasi hemodinamik
Beri cairan kristaloid/ koloid intravena, hindari
pemberian glukosa
Anjuran pemasangan CVC 5-12mmHg
Jika sistolik <120mmHg dan cukup cairan, beri
obat obat vasopressor dgn cara titrasi
Pantau jantung selama 24 jam pertama setelah
serangan stroke, konsul ahli kardiologi
Koreksi hipovolemik dan hipotensi
c. Px. Awal fisik umum
BP
Jantung

Neurologi awal: derajat kesadaran, pupil dan


okulomotor, keparahan hemiparesis
d. Kontrol TIK
Pasang monitor TIK pada pasien dgn GCS <9/
yang menurun kesadarannya
Sasaran terapi: TIK <20mmHg, CPP>70mmHg
Posisikan kepala 20-30, hindari penekanan vena

jugular
Hindari pemberian glukosa
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk kasus
ini, tapi dapat diberikan jika diyakini tidak ada

kontra indikasi
Bedah kompresif pada keadaan iskemik cerebral
e. Penanganan transformasi hemorrhagic : perbaiki
perfusi

cerebral

dengan mengendalikan

tekanan

darah arteri secara hatihati


f. Pengendalian kejang
Diazepam bolus lambat iv 5-20mg diikuti fenitoin
LD

15-20mgkg

bolus

dgn

kecepatan

max

50mg/menit
Jika belum teratasi, rawat di ICU
Pada stroke perdarahan intracerebral, beri obat
antikonvulsan profilaksis selama 1 bulan, lalu
turunkan, hentikan jika tidak ada kejang selama
pengobatan
g. Pengendalian suhu tubuh
Beri antipiretik, atasi penyebabnya
Acetaminophen 650mg jika suhu >38,5
Jika ada meningitis, beri antibiotic
Pada pasien curiga infeksi, lakukan kultur dan
hapusan trakea, darah, dan urin
h. Pemeriksaan penunjang
EKG
X foto thorax
CT-scan

Lab (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal


hemostasis,

kadar

gula

darah,

analisis

urin,

analisa gas darah, elektrolit)


Punksi lumbal (px.cairan cerebrospinal)
6. Mekanisme Rujukan
7. Edukasi dan Rehabilitasi Stroke

7.1 Edukasi dan Pencegahan


a. Makan makanan bergizi dan sehat (buah-buahan,
sayur-mayur, kacang-kacangan, biji-bijian, kurangi
kolesterol dan makanan yang menganduk lemak
jenuh tinggi, batasi asupan garam).
b. Mempertahankan BB ideal/mencegah obesitas.
c. Berolahraga secara teratur.
d. Tidak merokok.
e. Kurangi konsumsi alkohol.
f. Kontrol kadar gula/glukosa darah.
7.2 Rehabilitasi Medik Pasien Stroke
Menurut Swenson, lama program rehabilitasi
direncanakan 6-12 minggu (rata-rata 8 minggu) sebagai
waktu

yang

diperlukan

penderita

rawat

inap

untuk

diperbolehkan pulang. Pada kasus ringan, lamanya hanya


kurang lebih 1-2 minggu.

Lama keseluruhan program

rehabilitasi medik umunya 6-12 bulan.


Terdiri dari 3 fase :
a Fase Awal
Kesadaran penderita masih rendah, penderita

masih diinfus.
Pengobatan dan perawatan pada fase ini dituj
ukan untuk
menyelamatkan jiwa dan mencegah komplikas

i.
Segera setelah keadaan

umum

memungkinkan rehabilitasi dimulai, biasanya

pada hari ke 2-3.


Pekerja sosial medik dapat mulai bekerja
dengan

wawancara

keluarga penderita, mencari keterangan


tentang pekerjaan, kegemaran, sosial ekonomi
dan lingkungan hidup serta keadaan rumah

penderita.
Fisioterapis

mengatur

sejak dini

dengan

posisi penderita
tujuan mencegah

dekubitus, kontraktur sendi, nyeri bahu, pneu


monia ortostatik, juga bermanfaat untuk mela
wan dominasi

synergictic pattern

dan

memudahkan nursing care.


Posisi :
i Baring telentang
Estremitas atas diletakkan di atas
bantal sehingga bahu sedikit
abduksi dan ke depan, siku dalam
ekstensi lengan dalam rotasi
keluar, pergelangan tangan dan
tangan dalam ekstensi.
Estremitas bawah,
sendi

paha

agak ekstensi dengan meletakkan


bantal

di

bawah

paha

dan

sendi paha, lutut dalam fleksi, tun


gkai atas dalam internal

rotasi

ii

ringan
Posisi miring

pada

bagian

yang

iii

sehat
Posisi

pada

bagian

yang

miring

sakit
Bahu yang sakit jangan sampai
tertindih ke belakang, tetapi dalam
iv

posisi ke depan).
Posisi bridging
Penderita
diubah posisinya
setiap 2 jam
terjadinya

untuk
ulkus

mencegah
dekubitus,

kemudian diberikan latihan luas


gerak sendi (ROM) terutama sendi
bahu,
kaki.

tangan
Latihan

dan
luas

pergelangan
gerak

sendi

membantu
mencegah kekakuan sendi, yang d
apat menghambat fungsi bila pem
ulihan neurologik terjadi.
Begitu penderita sadar penangana
n

masalah

emosional

dimulai.

Setelah tahu ada gangguan fungsi


gerak pada dirinya penderita biasa
nya menjadi sangat kecewa, emosi
labil,ketakutan, dan frustasi.
b Fase Lanjutan
Tujuannya
adalah
untuk
mencapai
kemandirian

fungsional

dalam mobilisasi dan aktivitas hidup sehari

hari.
Dimulai pada waktu penderita secara medik te

lah stabil.
Aktivitas mobilisasi mulai dengan aktivitas di
tempat tidur, berlanjut ke duduk, berdiri dan

ambulasi.
Fase ini ditujukan untuk memelihara ROM dan
meningkat dari latihan ROM secara pasif ke

aktif.
Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi
yang sehat maupun yang sakit, terutama
untuk otot-otot yang dipakai untuk transfer

dan ambulasi.
Dimulai dari
sampai

latihan

kemudian

secara

aktif-assistif

progresif-resistif,

kekuatan telah pulih kembali.

bila

Latihan koordinasi dan keseimbangan juga


diperlukan.

Jenis Rehabilitasi Medik


a Mobilisasi
Latihan posisi tegak secara bertahap dimulai dari
duduk, berdiri, kemudian pada akhirnya mobilisasi.
Mobilisasi

lebih

dini

dapat

mencegah

orthostatic

postural hypotension.
b. Latihan Duduk

Tahap pertama latihan duduk dilakukan secara pasif.

Jika penderita
minggu atau lebih

sebelumnya
untuk adaptasi

diimobilisasi &
kardiovaskular

perlu latihan dengan Tilt table

Latihan duduk
Mendudukkan penderita selama 5-10 menit, m
onitor tanda-tanda vital.
Lama waktu duduk (toleransi) dapat dinaikkan.
Dilakukan minimal 2 kali sehari tiap pagi dan
sore.
Dikatakan memiliki toleransi baik jika bertahan
lebih dari 30 menit.
Latihan aktif dimulai setelah toleransi baik.

Posisi dud

u
k

dipingg

ir

tempat tidur ditingkatkan ke duduk di kursi roda.

Bila toleransi terhadap posisi duduk telah tercapai,


suatu program latihan transfer pada posisi berdiri
dan latihan toleransi pada posisi berdiri dimulai.

Penderita dengan hemiparese biasanya dilatih


transfer pada posisi berdiri dengan mempergunakan
tungkai yang sehat untuk menahan berat badan
serta

mempergunakan

lengan

yang

sehat

untuk mendorong
badan ke atas sampai dapat berdiri tegak.

Untuk

menyelesaikan

transfer

ini,

penderita

bertumpu pada kaki yang sehat,lalu memindahkan


lengan yang sehat ke sandaran tangan kursi roda dan
kemudian merendahkan tubuh sampai duduk di kursi
roda.

Transfer harus selalu dilakukan dengan meletakkan


kursi roda pada sisi yang sehat dari tubuh.

Bersamaan
dengan

prosedur

transfer

dimulai,

program

latihan berdiri dan ambulasi juga dimulai.

Awalnya bantuan dari terapis


diperlukan untuk membantu penderita berdiri di anta
ra

paralel

bar,

kemudian

dimulai

latihan

keseimbangan toleransi berdiri.

Jika dianggap perlu dapat memakai knee back slab,


yaitu semacam posterior splint untuk menstabilkan
lutut yang sakit dalam posisi ekstensi.

Latihan ini termasuk stand up exercise

Berguna untuk penguatan tungkai yang sehat


sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang
kembalinya refleks serta fungsi motorik tungkai yang
sakit dan juga menguatkan tungkai yang sehat. Mulai
dengan kursi tinggi, tiap kali latihan 10 kali stand up,
kemudian kursi direndahkan 1 atau 2 inci sampai
setinggi kursi umum
Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu
sebagai berikut.

Brace:

untuk kasus foot drop,

dapat

digunakan short leg brace dengan 90 post, sedangkan


long

leg

brace dilakukan

untuk

menghentikan

recurvatum genue.

Sepatu: Menambah stabilitasi pergelangan kaki. Pada


sepatu

pasien,

dilakukan

pemberian

tumit

lebar atau penambahan pada sole sebelah samping.

Sling:

dipasangkan

mengalami

pada

ekstremitas

atas

yang

paralisis berat untuk mengurangi tarikan pada bahu dan


mencegah

terjadinya

sindroma

nyeri

bahu.

Juga

mencegah efek ekstremitas atas yang non fungsional


terhadap keseimbangan penderita waktu jalan.

Kursi roda
Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan ber
jalannya memang sudah tidak dapat mencapai tingkat
yang fungsional, pilihan terakhir adalah kursi roda.

Anda mungkin juga menyukai