Anda di halaman 1dari 10

Yohanes Sany/140801443

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
PVA (Population Viability Analysis) merupakan tahap lanjut
analisis demografik. Tujuan dari PVA adalah mempelajari apakah suatu spesies
mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup di suatu lingkungan. PVA
merupakan salah satu analisis resiko untuk memperkirakan kemungkinan
kepunahan populasi di masa depan. Sebagai alat bantu yang penting bagi PVA
maka diterapkan berbagai metode matematis maupun statistika (Lacy, 1993).
Vortex adalah perangkat lunak komputer yang mensimulasi pengaruh tekanan
deterministik lingkungan dan genetik pada suatu populasi di alam.
Vortex menganggap dinamika populasi sebagai rangkaian kejadian
tersendiri seperti: umur, presentasi kelahiran per tahun, tingkat kematian pertahun,
perbandingan jenis kekelamin dan katastrofi berdasarkan peluang yang telah
ditetapkan. Sistem vortex tidak memberikan gambaran pasti tentang suatu
populasi pada kurun waktu tertentu karena input data yang dimasukkan adalah
interaksi antara parameter yang berfluktuasi dan acak, dan berdasarkan
pertimbangan ketidak tentuan data demografi (Lacy, 1993).
Gelatik Jawa (Padda oryzivora), dahulu kala merupakan burung
endemikJawa. Burung ini dahulu merupakan burung yang sering ditemukan di
lahan basah(wetland) di pulau Jawa. Berkurangnya wetland di Jawa menyebabkan
burung ini sekarang jarang ditemukan dalam keadaan liar. Selain
berkurangnya wetland, penangkapan yang berlebihan untuk diperdagangkan
juga menjadi ancaman yang serius bagi spesies ini. Sekarang burung ini dapat
ditemukan di daerah lain dalam wilayah Kepulauan Sunda Besar. Hal ini
dikarenakan burung ini dapat survive di pulau-pulau yang masih banyak terdapat
wetland seperti Sumatera dan Kalimantan. Burung ini kemungkinan diintroduksi
oleh seseorang sehingga burung ini banyak ditemukan di sana (Laudensius dkk.,
2000).

B. Tujuan
1. Menggunakan program PVA

untuk menduga nasib Gelatik

Jawa di Prambanan berdasarkan pada data demografi yang


tersedia
2. Melakukan

analisis

sensitivitas

untuk

mengidentifikasi

parameter yang memiliki efek besar pada pertumbuhan populasi


3. Menganalisis dampak penangkapan pada dinamika populasi

II. CARA KERJA

Pada PVA (Population Viability Analysis) dilakukan dengan program


VORTEX, yang diawali dengan terlebih dahulu membuka program VORTEX
kemudian memasukkan beberapa data secara berurutan. Pada simulasi ini dilakukan
tiga pembanding, yaitu pengaruh fekunditas dan mortalitas terhadap populasi Gelatik
jawa, dampak inbreeding depression terhadap populasi Gelatik jawa, serta pengaruh
berbagai penangkapan yang berkonstribusi terhadap kepunahan Gelatik jawa dalam
kurun waktu 100 tahun.
Data yang harus di-input dalam aplikasi VORTEX sebagai data awal adalah
sebagai berikut:
a. Sistem perkembangbiakan: monogamy
b. Umur kawin

:1 4 tahun

c. Rasio sex

: 1 :1 (50)

d. Jumlah telur/sarang

: 5.5 ( 0.91)

e. Jumlah anak

: 4 ( 2)

f. Mortalitas

: 60.3%

g. Jumlah populasi awa

: 45

h. Dispersal

:-

i. Inbreeding depression

:-

j. Panenan

: 38% per tahun

k. Daya dukung (Carrying capacity) : 1000


Simulasi yang dilakukan adalah dengan asumsi selama kurun waktu 100 tahun
dengan adanya 100 pengulangan, seta digunakan beberapa asumsi lain yaitu:
-

Extinction definition : only one sex remain


Type of mating system: monogamous
Age of first offspring (both for male and female): 1 year
Maximum breeding age : 4 years
Maximum number of progeny : 24
Sex ratio (in %male) : 50
Adult female breeding (%): 50
Male in breeding pool : 100
Distribution of number of offspring per female per year: normal distribution
Age distribution : stable age distribution
Environmental varince : 10%

Pengukuran dampak penangkapan dilakukan dengan menggunakan level


penangkapan burung yang terjadi pada saat ini (38%) pada skenario dasar dengan
asumsi sebagai berikut
- First year of harvest

:1

- Last year of harvest

: 100

- Interval between harvest : 1 year


Pada simulasi dilakukan tiga kali analisis sensitivitas, yaitu:

Tabel 1. Skenario untuk Sensitivitas

Tabel 2. Data input untuk analisis sensitivitas

III.HASIL
Vortex adalah sebuah model stokastik simulasi komputer untuk
keberlangsungan

hidup

populasi (Population

Viability

Analysis) berbasis

individu. Vortex cocok untuk model populasi kecil spesies vertebrata, yang
sangat rentan terhadap efek negatif dari proses stochastic. Vortex dikembangkan
oleh Bob Lacy (Chicago Zoological Society) dan telah digunakan terhadpt 100
spesies dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Model ini juga sering digunakan
sebagai bagian terpadu dari proses PHVA (Population and Habitat Viability
Assessment) yang dikembangkan oleh IUCN SSC Conservation Breeding
Specialist Group (CBSG), namun juga dapat digunakan untuk model PVA
tradisional. Vortex dapat digunakan untuk membuat simulasi potensi masa depan
dari populasi berdasarkan kondisi terkini, mengevaluasi dampak dari startegi
manajement alternatif, menentukan prioritas penelitian, dan membantu
perencanaan konservasi spesies (Nijman, 2004).
Hasil dari percobaan dengan aplikasi vortex dapat dilihat pada grafik 1,2
dan 3.

Grafik 1. Perbandingan baseline dengan basline inbreeding

Berdasarkan dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada garis A.Baseline
tingkat pertumbuhan populasi dari tahun ke tahun terus meningkat. Tetapi pada
garis A.baseline inbreeding tingkat pertumbuhan populasi dari tahun ke tahun
menurun dan mendekati angka nol. Hal ini menurut teori Imron dkk (2010)
bahwa inbreeding adalah sistem perkawinan antara induk jantan dan betina yang
memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat. Populasi yang dihasilkan dari
sistem perkawinan ini memiliki tingkat homozigositas tinggi. Tingkat
homozigositas yang tinggi mengakibatkan tingkat variasi menjadi menurun dan
beresiko kepunahan karena tidak ada variasi genotip dan tidak dapat beradaptasi.
Inbreeding dapat pula menimbulkan penyimpangan yang menyebabkan kematian
pada berbagai fase kehidupan, lahir cacat atau kegagalan metabolisme (Susanti,
2006).

Grafik 2. Perbandingan antara Moderate Mortality, High Mortality, dan Low


Fecundity

Berdasarkan hasil pada grafik 2, dapat dilihat garis moderate mortality


dan high mortality memiliki penurunan populasi yang dapat berakibat kepunahan
sedangkan pada low fecundity memiliki tingkat populasi yang terus meningkat.
Hal ini dapat disebabkan karena pada low fecundity diiringi pula dengan tingkat
low mortality yang rendah sehingga menghasilkan jumlah populasi yang tinggi.
Menurut Scott dan Bagenal (1978), populasi yang masih lengkap atau jumlahnya
besar memiliki nilai fekunditas yang lebih kecil.

Grafik 3. Perbandingan jumlah penangkapan dengan populasi


Berdasarkan data dari grafik 3 dapat diketahui bahwa faktor penangkapan
pada baseline penangkapan 1 ,2, dan 3 tidak menimbulkan kepunahan meskipun
dapat berakibat penurunan populasi. Pada baseline penangkapan 4, 5, 6,7,8, dan 9
dapat beresiko pada kepunahan spesies Gelatik Jawa. Menurut Budiman (2014)
Penangkapan secara liar pada beberapa hewan, seperti burung, badak, dan
harimau dapat menyebabkan hewan-hewan tersebut menjadi langka. Manusia ada
yang berburu hewan hanya untuk bersenang-senang. Juga ada yang
memanfaatkan sebagai bahan makanan, hiasan, atau pakaian. Penangkapan liar,
hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini menyebabkan
populasi gelatik Jawa menyusut pesat dan terancam punah di habitat aslinya

dalam waktu singkat. Sekarang telah sulit untuk menemukan gelatik di


persawahan atau ladang.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan PVA Vortex pada
populasi Gelatik Jawa, maka didapatkan kesimpulan yaitu :
1. Dengan menggunakan program PVA Vortex dapat mengetahui resikoresiko yang dapat menyebabkan penurunan populasi bahkan kepuahan
Gelatik Jawa, seperti perkawinan inbreeding, tingkat mortality dan
fecundity, serta faktor penangkapan.
2. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa untuk inbreeding
depression dapat menjadi faktor yang terpenting yang membawa
dampak kepunahan populasi Gelatik Jawa.
3. Dari faktor penangkapan 1-9 didapatkan hasil bahwa pada
penangkapan 1,2,dan 3 tidak menimbulkan kepunahan, sedangkan
penangkapan 4,5,6,7,8, dan 9 dapat membahayakan tingkat populasi
Gelatik Jawa.

V. DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A. 2014. Pelaksanaan Perlindungan Satwa Langka Berdasarkan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Gema. 25(48) : 1374-1385.
Lacy, R.C. 1993. VORTEX: A computer simulation model for Population
Viability Analysis. Wildlife Research .20:45-65
Laudensius, O.F.X, T.A. Putro, G.S. Aji, dan I.P. Yuda. 2000. Burung gelatik jawa
(Padda oryzivora) di Yogyakarta. Biota. 5(1): 29-34.
Nijman, V. 2004. Survey On Birds of Prey and Owl(Falconiformes and
Strigiformes) On Bawean, Java Sea, With Recorders of Three Species New To
The Island. The Raffles Bulletin of Zoology .52(2): 647-651.
Scott, J. B. dan Bagenal, T.B. 1969. Relationship between egg size and fry
survival in Brown trout (Salmo Trutta L). J Fish Biol 1: 349-353.
Susanti, R., Rahayuningsih, M., Kartijono, E. 2006. Studi Perilaku, Palatabilitas
Pakan dan Bentuk Sarang Kesukaan Gelatik Jawa. Biosfera. 23(2) 17-22.

Anda mungkin juga menyukai